MINGGU 2: Sengsara Dosaku

Pertanyaan 3

Dari mana Anda belajar bahwa Anda sengsara?

Jawaban

Dari hukum Taurat Allah

Pertanyaan 4

Apakah yang diminta Allah dari Anda dalam hukum Taurat-Nya?

Jawaban

Bahwa saya mengasihi Dia di atas segalanya dan sesama saya seperti diri saya sendiri, sama seperti yang telah Yesus ajarkan.

Pertanyaan 5

Dapatkah Anda melakukannya?

Jawaban

Tidak, dari diri saya sendiri, saya cenderung untuk membenci Allah dan sesama saya.

Cenderung

Bandingkan dengan sebuah mobil, yang berada di tanjakan atau turunan dengan rem tangan!

Renungan

Betapa dalam lembah kesengsaraanku? Apakah sifat keseng-saraanku? Pada hakikatnya ”sengsara” dalam Katekismus berarti: merasa terasing, jauh dari Allah. Kesengsaraanku yang terdalam adalah situasi di mana saya berada jauh dari Allah Pencipta saya. Itulah halnya selama saya belum menjadi milik Yesus Kristus. Jikalau saya jauh dari Allah, saya seperti anak laki-laki yang hilang, yang telah memutuskan hubungan dengan ayahnya dan karena itu ia hidup jauh dari ayahnya dan juga tidak menginginkan sesuatu yang lain. Ia sendiri telah memilih untuk menjauhkan diri dari bapanya (Luk. 15:13). Situasi itu melambangkan kesengsaraan manusia pada umumnya. Saya harus dilepaskan dari situasi yang sangat buruk itu. Bagian pertama Katekismus melukiskan kesengsaraan itu dalam Hari Minggu 2–4.

Saya bertanya-tanya dalam hati, bagaimana jadinya sehingga saya mulai sadar bahwa hidup jauh dari Allah adalah sengsara. Dilihat dari segi kerinduan-kerinduan saya sebagai manusia, maka saya sama sekali tidak mengalaminya seperti itu. Hidup bebas dari siapa pun, independen juga dari Allah, bukankah itu adalah sesuatu yang bagus sekali?

Saya mulai melihat bahwa ”kebebasan” itu tidak benar dan bersifat tipuan. Cara hidup ini menyeret saya ke kebinasaan. Saya tidak bisa hidup tanpa Allah. Tetapi, untuk mengerti dan menerima keadaan itu, perlu sesuatu terjadi dengan saya sehingga saya memang menafsirkan independensi dan kebebasan itu sebagai sengsara. Saya baru menafsirkan keadaan saya sebagai kesengsaraan jikalau Allah datang dalam kehidupan saya dan ketika saya mulai menguji kehidupan saya sesuai kehendak-Nya. Suatu kehidupan di mana saya sudah mengecap berkat ke Sepuluh hukum-Nya. Yesus pernah meringkaskan Hukum Taurat bagi saya di dalam Matius 22:37-40. Di sana Ia mengajar bahwa Allah ingin agar saya mengasihi-Nya dengan segenap hatiku dan dengan segenap jiwaku dan dengan segenap akal budiku. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Itulah tujuan hidup saya yang diangkat Allah bagaikan cermin kecantikan hidupku. Jikalau saya secara jujur mengecek keindahan hidupku dalam cermin ini, maka saya melihat bahwa keadaan saya (berdasarkan kemampuan saya sebagai manusia) tidaklah sesuai dengan hal itu. Jadi, itulah situasi susahku. Jika saya membiarkan diri diseret oleh kuasa-kuasa kegelapan, maka susah itu cepat terlihat: saya berhenti mengasihi Allah dan sesamaku. Bahkan ada kecenderungan akan kebencian dan keinginan untuk mengambil keuntungan pribadi dengan mengorbankan sesamaku atau menyengsarakan sesamaku. Saya dapat menyangkalnya, tetapi tanpa hasil. Hal itu patut diungkapkan secara berikut: karena Allah memelihara dunia dan manusia, maka dampak kecenderungan akan kebencian sering terbatas. Syukurlah. Tetapi saya yakin, bahwa jika saya benar-benar menjauhkan diri dari Allah, maka Sengsara Dosaku semakin celaka saya. Lihat saja apa yang dapat terjadi. Saya melihatnya pada kekejaman para penjaga kamp pembasmian Auschwitz (holocaust Perang Dunia II). Penjaga itu adalah orang-orang normal, yang hidup secara sopan dalam desa atau kota mereka. Tetapi, di dalam kamp itu mereka berubah menjadi lebih kejam daripada binatang jahat. Di dalam keadaan itu, mereka sendiri benar-benar menderita kesengsaraan, jauh dari Allah. Celakalah aku, ya Tuhan, jika Engkau membiarkan aku! Jadi itulah susah yang darinya saya dilepaskan dalam Yesus Kristus.

Alkitab

”Aku, manusia celaka! Siapa yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah melalui Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 7:24-25).

Mazmur 130:2

Siapakah menahan jikalau ’Ngkau tetap mengingat kesalahan kehidupan genap? Kutahu keampunan yang suka Kauberi, supaya Engkau, Tuhan, tetap ditakuti.

Doa

Tuhan, saya bertobat. Saya mengaku kepada-Mu kecenderungan akan segala macam kejahatan. Ampunilah saya akan kesalahanku dan perbaruilah hatiku, sehingga saya dapat melawan keinginan-

keinginanku yang gelap. Oleh karena Yesus Kristus, ajarlah saya untuk mengalahkan kecenderunganku untuk hidup bagi keun-tung an diriku sendiri dengan merugikan sesamaku. Syukurlah Tuhan, bahwa kasih-Mu akan saya lebih kuat dari pada kuasaku untuk memberontak melawan Engkau. Oleh karena itu, saya memuji nama-Mu! Amin.

Bahan percakapan

1. Pikiran apa yang timbul ketika Anda mendengar kata ”sengsara”? Mengapa?
2. Apa yang menurut Alkitab adalah kesengsaraan kita yang terbesar? Mengapa?
3. Apakah kita memang sama buruknya dengan para penjaga kamp Auschwitz itu?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Wim Verboom
  3. ISBN:
    978-602-0904-24-5
  4. Copyright:
    © Wim Verboom
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas