ayat 1-2. Paulus harus pergi ke Roma untuk menghadap Kaisar. Itu sudah pasti (bnd 25:12, 25). Tetapi, bagaimana dan kapan?
Mengenai hal itu kini harus diambil keputusan.
Perjalanan ke Italia akan dilakukan melalui jalan laut (jadi tidak dng jalan kaki) dan harus dilakukan secepat mungkin. Beberapa sahabat Paulus akan menemaninya, yakni dokter Lukas, yang menulis Kitab Kisah Para Rasul (sesudah 21:18, untuk pertama kali ia kembali memakai bentuk ”kami”), dan Aristarkhus, yang berasal dari Tesalonika, dan yang telah ikut dengan Paulus ke Yerusalem setelah perjalanan pemberitaan Injil yang ketiga (bnd 19:29; 20:4).
Tidak diketahui apa yang dilakukan Aristarkhus se mentara Paulus ditahan di Kaisarea (selama dua tahun). Yang penting, ia hadir kembali dan banyak membantu Paulus sampai pada masa penahanannya di Roma (bnd Kol 4:10; Flm ay 14). Mungkin saja Lukas dan Aristarkhus ikut naik kapal sebagai penumpang biasa.
Bersama dengan Paulus, berlayar juga beberapa orang tahanan lain. Agaknya mereka juga harus diadili di depan pengadilan kaisar, atau mereka bahkan telah dijatuhi hukuman mati, dan akan diadu nanti dalam pertandingan di arena, di Roma.157
Tanggung jawab atas semua tahanan, dipercayakan kepada seorang perwira (yakni centurion yg mengepalai 100 prajurit; dl 10:1 kita membaca tentang Kornelius yg berfungsi sebagai centurion dl pasukan Italia), yang bernama Yulius, salah seorang opsir dari pasukan Kaisar. Pasukan (yg dinamai cohort) terdiri atas 600 prajurit. Garni sun di Kaisarea mempunyai lima pasukan, jadi semuanya berjumlah kira-kira 3.000 tentara, ditambah pasukan berkuda (bnd 23:23). Mengenai ”pasukan Kaisar” itu, secara harfiah di sebut ”pasukan Yang Mulia” (bh Latin Augustus, gelar kehormatan bagi Kaisar, bnd 25:21).
Mereka berangkat dengan sebuah kapal dari Adramitium, kota pelabuhan di wilayah Misia (di sana juga kota Troas, bnd Kis 16:8; lih peta pada hlm 250). Untuk sementara waktu, dengan kapal itu mereka dapat berlayar ke arah Italia, meskipun jarak yang ditempuh bukan yang paling pendek. Nanti, di tengah perjalanan mereka harus pindah ke kapal lain. Mereka hendak segera berangkat, dan tidak mau menunggu kesempatan yang lebih baik karena saat itu sudah menjelang akhir musim pelayaran.
Demikianlah utusan Kristus itu naik kapal. Bersama firman Tuhan nya ia menuju ke Barat (ke arah Eropa Barat).
ayat 3-5. Pelayaran itu dimulai tanpa halangan. Jarak dari Kai sarea ke Sidon, kira-kira 100 km, ditempuh dengan lancar. Yulius sangat mempercayai Paulus (bnd ay 43) sehingga ia diberi kebebasan untuk bergerak seperlunya dan diperbolehkan turun dari kapal untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya. Tentunya perwira itu telah mendapat penjelasan dari Festus mengenai tahanan yang tidak bersalah ini (bnd 26:31-32). Paulus tetap diawasi oleh seorang atau beberapa orang pra jurit, tetapi kehadiran prajurit itu agaknya lebih dimaksudkan sebagai perlindungan ketimbang pengawasan.
Di Sidon (kota pelabuhan penting di samping Tirus) tinggal sahabat-sahabat Paulus. Mungkin sekali mereka adalah orang-orang Kristen. Ingatlah pemberitaan Injil dan kunjungan peng-khotbah-pengkhotbah ke situ (disebut dl 11:19 dan 15:9).
Dari Sidon mereka berlayar menyusuri pantai Utara pulau Siprus ke arah Mira. Mereka menghindari jalan terpendek yang melewati pantai Selatan pulau itu karena angin sakal di ka wasan itu sangat mempersulit pelayaran di rute itu. Dengan berbuat demikian, pelayaran mereka terlindung dari angin oleh gunung-gunung yang di Siprus. Demikianlah mereka berlayar sepanjang pantai daerah
Kilikia, Pamfilia, dan Likia, kemudian berlabuh di Mira.
ayat 6-8. Di situ mereka pindah ke kapal lain, yang ternyata sebuah kapal bermuatan gandum (ay 38) dari Aleksandria di Mesir (lumbung gandum daerah Timur), yang hendak menuju Italia. Kapal itu cukup besar karena di samping barang muatannya, masih ada tempat bagi 276 penumpang (ay 37).
Sama seperti dalam pelayaran dari Sidon ke Mira, mereka ke mudian menghadapi terpaan angin sakal. Kapal hanya dapat melaju dengan sangat perlahan. Ketika mereka mendekati Knidus, yak ni ujung Barat Daya Asia Kecil, mereka harus menyeberang ke ujung Selatan Yunani (Akhaya). Tetapi sekarang pelayaran mereka tidak lagi terlindung oleh pantai. Oleh angin kencang (yg mungkin datang dari Utara) mereka diha nyutkan ke Selatan, ke arah Kreta.
Dengan susah payah mereka mengitari tanjung Salmone, ujung Timur pulau itu. Mereka berhasil sampai di sebuah teluk yang tepat bernama Pelabuhan Indah, dekat kota Lasea.
ayat 9-10. Karena terus-menerus dihalangi oleh angin sakal, pelayaran itu membutuhkan waktu jauh melebihi apa yang diper-kirakan semula, sampai akhir musim pelayaran hampir tiba.
Pada umumnya, dari pertengahan Maret sampai pertengahan Sep tember, lalu lintas kapal sangat ramai. Dari pertengahan September sampai pertengahan November sudah mulai berbahaya untuk berlayar, sedangkan dari pertengahan No vem bersampai pertengahan Maret, lalu lintas kapal sama se kali terhenti. Badai musim gugur dan langit mendung yang tidak menampakkan bintang-bintang, membuat pelayaran sa ngat sulit, bahkan mustahil.
Sementara itu, Hari Puasa sudah berlalu. Yang dimaksudkan ialah Hari Raya Pendamaian, tanggal 10 bulan ketujuh (akhir September pada penanggalan kita). Itulah satu-satunya hari pu asa yang diharuskan oleh hukum Musa (Im 16; tampaknya Lukas, si penulis, memperkirakan hal ini diketahui oleh Teofilus, bnd juga 2:1; 12:3; 20:6, 16).
Melihat cuaca sudah mulai buruk dalam bulan ini dan meng-ingat kesulitan yang telah mereka alami di bagian pertama pe layaran itu, Paulus memberi peringatan kepada para pemimpin pelayaran itu. Ia berfirasat buruk, mereka akan mengalami kesukaran jika mereka langsung meneruskan perjalanan. Bukan hanya pemilik muatan dan kapal itu sendiri yang akan menderita kerugian, tetapi nyawa para penumpang juga akan terancam baha ya.
Tidak dapat dipastikan atas dasar apa Paulus memberi peringatan itu. Ada yang mengatakan Paulus mendapat wahyu, seper-ti dalam ayat 23 dan seterusnya. Tetapi apa yang kita baca di situ, kini tidak disebutkan oleh Paulus. Oleh sebab itu, orang-orang lain menunjuk ke berbagai pengalaman yang telah Paulus peroleh di laut. Ia sudah sering berlayar dan lebih dari sekali mengalami musibah kapal karam (bnd 2Kor 11:25).
ayat 11-13. Perwira yang bertanggung jawab atas semua tahan-an dan berkuasa mengambil keputusan, mengang gap perkataan Paulus kurang berbobot dibandingkan perkiraan juru mudi dan nahkoda kapal itu. Ia memilih pendapat orang yang lebih ahli di bidang pelayaran dan tidak mengindahkan peringatan dari utusan
Kristus. Jangan kita lupakan dalam status apa Paulus ikut berjalan, yaitu sebagai tahanan, tetapi yang juga harus kita perhatikan adalah jabatannya.
Atas saran kebanyakan dari mereka diambil keputusan untuk mencari pelabuhan yang lebih baik (rencana untuk berlayar terus ke Italia sebelum musim dingin tiba sudah dianggap mustahil oleh semua orang). Pelabuhan di mana mereka kini berada dirasa kurang nyaman sebagai tempat persinggahan selama musim dingin karena tidak memberi banyak perlindungan terhadap badai musim dingin yang pasti mengganas. Kota Feniks memberi kemungkinan yang lebih baik, lebih banyak tempat untuk berlindung dari terpaan angin dari Barat Daya dan Barat Laut.
Segera setelah tiba saat yang paling baik, ketika angin lembut bertiup dari Selatan, mereka mengangkat sauh dengan penuh keyakinan bahwa maksud mereka akan terlaksana. Jarak antara Lasea menuju Feniks tidak begitu jauh dan kalau mereka berlayar dekat sekali menyusur pantai, mereka akan aman seandainya angin tofan tiba-tiba menyerang.
ayat 14-17. Tidak lama setelah mereka berangkat, tiba-tiba bertiup lah angin badai (tofan). Dari arah pulau, kapal diserang oleh apa yang disebut angin ”Timur Laut” (bh Yunani: Eurakylon). Mereka sama sekali tidak berdaya menghadapi kekuatan yang begitu dahsyat. Dengan mengerahkan segala tenaga, para awak kapal berusaha menguasai kapal itu agar tetap dalam kendali mereka, yakni meng-arahkan haluannya menentang angin, tetapi mereka kalah dalam perjuangan itu. Mereka diseret oleh angin itu (terombang-ambing) menuju lautan bebas. Di sebelah Selatan Kreta, ada lagi satu pulau kecil bernama Kauda. Setelah mereka tiba di tempat yang terlindung oleh pulau itu dan kekuatan angin agak dipatahkan, mereka menaikkan sekoci ke atas ka pal. Selama itu sekoci itu ikut digandeng di belakang kapal. Mereka berhasil dengan susah payah.
Kemudian mereka berusaha memperkuat kapal itu dengan melilitkan tali-tali dari dasar kapal ke atas, supaya kapal dapat lebih kuat bertahan menghadapi pukulan ombak. Badai itu menghanyutkan mereka ke arah Sirtis, sebuah belokan di pan tai Afrika yang penuh beting (tempat dangkal penuh pasir). Mereka terancam bahaya besar, yaitu bahwa kapal itu dapat terhempas ke salah satu beting. Kalau hal itu terjadi, kapal akan hancur berantakan dan mereka semua tewas. Untuk memperkecil bahaya itu, mereka menurunkan semua peralatan kapal, supaya angin tidak begitu berpengaruh pada kapal itu dan supaya kecepatannya berkurang. Demikianlah kapal itu menjadi permainan ombak dan gelombang.
ayat 18-20. Badai tak kunjung berhenti dan mengombangambingkan kapal itu ke segala arah. Untuk mengurangi berat kapal itu, keesokan harinya mereka membuang sebagi an muatan kapal ke laut (bnd Yun 1:5). Bahwa yang dibuang hanya sebagian dari muatan, terbukti dalam ayat 38, di sana di laporkan bahwa sisa muatan akhirnya juga dibuang ke laut.
Besoknya lagi, yakni hari kedua setelah mereka bertolak dari Pelabuhan Indah, mereka membuang segala perlengkapan kapal ke laut dengan tangan mereka sendiri, sebelum gelombang-gelombang menuntut bayaran dari mereka dengan menghantam kapal itu hingga rusak berat (serta memporak-porandakan semua peralatan itu).
Tanpa berkurang sedikit pun, badai itu terus mengganas, dan laut pun bergelora, hari demi hari. Bila malam tiba, hati semua penumpang dan awak kapal sangat kecut. Di langit yang hitam kelam karena mendung, tak tampak satu bintang pun. Itu berarti bahwa teramat sulit bagi mereka untuk memastikan ke arah mana kapal dihanyutkan. Dan karena badai tidak kunjung mereda, arah kapal itu tetap tidak menentu, lambat laun seluruh penumpang dan awak kapal dicekam rasa putus asa. Tampaknya nasib buruk sedang menghadang mereka: kapal itu akan karam beserta seluruh isinya.
Akhirnya putuslah segala harapan mereka. Hal itu terbukti oleh kenyataan mereka sama sekali tidak ingin makan karena cemas dan mabuk laut.
ayat 21-23. Dalam situasi yang dicekam keputusasaan itu, utusan Kristus mulai berbicara. Mula-mula ia mengingatkan para penumpang dan awak kapal akan nasihatnya, sebelum mereka bertolak dari Kreta (perhatikan, pada saat itu kata-kata kesukaran dan kerugian juga telah dipakainya, bnd ay 10). Ia mengingatkan mereka bukan dengan maksud mengatakan, ”Lihat, bukankah aku benar waktu itu?” Ia tidak berbicara sebagai orang yang merasa lebih tahu daripada orang lain, tetapi sebagai utusan Kristus.
Seharusnya mereka mendengarkan kata-kata Paulus waktu itu (bnd kata ”harus” dl ay 24 dan 26), karena perkataannya dapat dipercaya. Kebenaran kata-kata yang diucapkan nya di Kreta, hendak diperlihatkannya dengan jelas, supaya dengan cara itu ia membangkit kan kepercayaan pada kata-katanya yang kini menyusul. Dan kata-kata itu sangat menghibur mereka. Karena para penumpang dan awak kapal diyakinkan dengan pasti bahwa mereka semua akan selamat. Seakan-akan mereka memperoleh kembali kehidupan mereka melalui ke matian (mengingat badai yg dahsyat dan karamnya kapal). Itu berita yang baik bagi mereka semua. Dari perkataan itu, setiap orang yang mempercayainya dapat menimba semangat.
Pesan Paulus tersebut tidak dikarangnya sendiri. Allah sendirilah (yg juga menciptakan laut) yang telah memberitahukan hal itu kepada Paulus lewat utusan surga. ”Tadi malam utusan surga itu berdiri di sisiku,” tutur Paulus, ”di sini di kapal ini!”
Paulus tidak menjelaskan lebih jauh siapa Allah itu (tidak seperti Yunus mis, yg menjelaskannya, bnd Yun 1:9, ”Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan”).
Paulus ha nya mengatakan bahwa Dialah Allah yang berkuasa sepenuh nya atas mereka dan yang Paulus sembah serta layani dengan nyawanya.
ayat 24-26. Iman Paulus sendiri bertambah kokoh oleh pesan itu dan ia telah menimba kekuatan darinya. Siapa yang tidak akan takut mengalami situasi tanpa harapan itu? Paulus juga hanya manusia biasa. Tetapi semangatnya bertambah karena pe san Allah dimulai dengan, ”Jangan takut, Paulus!” (bnd Luk 1:13, 30; 2:10; Kis 18:9).
Kabar baik yang hanya diberikan kepada Paulus, tidak disim-pannya untuk dirinya sendiri, tetapi ia meneruskannya untuk memberi pegangan juga kepada semua orang lain di kapal. Karena Tuhan bukan hanya menyinggung nyawa Paulus, melainkan juga nyawa yang lainnya. Hal terakhir itu sangat mencolok. Kata sesungguhnya menunjukkannya dengan jelas. Semua orang akan diselamatkan, bersama-sama dengan Paulus. Atau, sesuai cara Allah mengatakannya, semua penumpang dan awak kapal telah Allah karuniakan kepada Paulus.
Dari pesan itu beberapa hal dengan jelas tampil ke depan:
1. Meskipun dalam perjalanan itu status Paulus adalah tahanan, tetapi sebenarnya segala-galanya mengitarinya, sebab ia adalah pemberita Allah dan sebab melalui Paulus Injil harus berjalan terus ke Roma sesuai rencana Allah (sekali lagi dipakai kata ”harus”).Paulus mengakhiri kata-katanya dengan kesimpulan, ”tetaplah bersemangat!” (TB: ”tabahkanlah hatimu!”), padahal ia menghadapi orang-orang yang telah putus harapan. ”Kata-kata yang diucapkan oleh Allah yang kusembah, bisa menjadi pegangan bagi siapa saja. Apa yang Allah katakan, pasti dilaksana kanNya juga. Dia memenuhi apa yang dijanjikan-Nya. Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.”
Paulus lagi-lagi memakai kata ”harus”. Jadi semuanya terjadi menurut ren cana Allah. Padahal di lautan besar itu, yang panjangnya ratusan kilometer antara Afrika dan Italia dengan Sisilia (sepanjang sekitar 400 km), hanya ada satu pulau. Pulau itu bernama Malta. Jadi, kecil sekali kemungkinannya mereka akan terdampar di pulau itu.
Namun Allah yang memiliki Paulus adalah juga Allah yang empunya laut dan yang mengirimkan ikan-ikan maupun kapal-kapal ke mana pun Dia suka (bnd Yun 1:17; Luk 5:1-11; 8:25).
Bagaimana reaksi para penumpang dan awak terhadapkata-kata Paulus, tidak dilaporkan oleh Lukas.
ayat 27-29. Sudah 14 hari berlalu sejak mereka berangkat dari Pelabuhan Indah. Sementara itu, kapal hanyut sampai Laut Adria. Begitulah dahulu nama seluruh lautan antara Italia dan Yunani di satu sisi dan Afrika di sisi yang lain.
Kira-kira tengah malam pada hari ke-14 itu, ketika kapal masih tetap diombang-ambingkan angin, para awak kapal merasa bahwa mereka telah mendekati daratan. Mungkin mereka mendengar deburan ombak yang menghempas pantai. Di kegelapan itu tidak kelihatan apa-apa, tetapi mereka dapat mencari kepastian dengan mengukur kedalaman laut dengan batu duga.
Pertama kali mereka mengulurkan batu duga, kedalamannya ialah 20 depa (kira-kira 37,60 m; satu depa kira-kira sama dng 1,88m). Pengukuran kedua menunjukkan 15 depa (kira-kira 28,40 m). Itu menunjukkan bahwa dasar laut menjadi lebih dangkal dan bahwa daratan sudah dekat. Tetapi bagai mana bentuk daratan itu?
Apakah pantai yang datar atau batu-batu karang yang tajam?
Mereka memilih jalan yang paling aman dan membuang empat sauh di buritan untuk menjaga agar kapal itu jangan kandas. Kini mereka harus menantikan datangnya pagi. Mereka menunggu dengan penuh ketegangan.
ayat 30-32. Ketika beberapa pelaut mengadakan persiapan untuk menurunkan sekoci ke laut (beberapa hari yg lalu sekoci itu dinaikkan ke atas kapal, bnd ay 17), Paulus mulai bertindak. Memang alasan para awak kapal itu ialah untuk melakukan beberapa pekerjaan di haluan kapal, tetapi entah bagaimana, Paulus mengetahui mereka berbohong dan ia mengerti maksud mereka yang sebenarnya: mereka mau lari untuk menyelamat kan diri.
Sulit untuk menentukan apakah alasan para awak kapal itu kurang masuk akal bagi seorang seperti Paulus yang sudah sering berlayar, atau apakah salah seorang dari para penumpang dan awak kapal membocorkan rencana kabur itu kepada Paulus. Bagaimanapun, Paulus segera bereaksi dengan melaporkan niat buruk para awak itu kepada perwira dan para prajuritnya dan mengemukakan segala akibatnya. Sebab kehadiran para awak kapal itu mutlak diperlukan. Bukankah hanya mereka yang mengetahui segala seluk beluk pekerjaan yang berhubungan dengan kapal itu (seperti menaikkan layar, ay 40). Meskipun Paulus yakin Allah sedang campur tangan untuk menyelamatkan, tetapi ia tidak melupakan sarana-sarana untuk itu (yakni awak kapal yg berpengalaman itu).
Tentara-tentara itu segera percaya (berbeda dng ay 11) dan langsung bertindak. Mereka menghunus pedang, lalu memotong tali-tali sekoci. Dan sekoci yang sudah tergantung di luar kapal, jatuh ke dalam air dan langsung hanyut, tanpa seorang pun ada di dalamnya. Satu sarana penyelamatan mereka kor bankan, dengan memperhatikan kata-kata Paulus yang menjanjikan keselamatan
(ay 23, dst). Kata-kata itu lebih mereka percayai. Hanya dengan demikian keselamatan dapat dinantikan, dengan kerja sama para pelaut, meskipun mereka enggan melakukannya.
ayat 33-34. Paulus tidak berpuas hati hanya dengan menggagalkan usaha para pelaut untuk melarikan diri. Ia juga terus sibuk menambah semangat para penumpang dan awak kapal. Dalam 14 hari terakhir itu, mereka tidak makan apa-apa. Semua tidak merasa lapar karena dicekam ketakutan dan ketegangan. Biasanya orang yang sedang putus asa dan menghadapi maut, tidak akan merasa lapar.
Kini Paulus menunjukkan kepada mereka sesuatu yang sama sekali lain dari maut, yakni keselamatan mereka. Dan untuk itu, mereka semua harus menyingsingkan lengan baju (bnd ay 43-44). Menghadapi pekerjaan berat yang harus dilakukan nanti, sebaiknya semuanya menambah kekuatan dengan makan sesuatu.
Paulus menegaskan kata-katanya dengan meyakinkan tiap-tiap penumpang dan awak kapal bahwa tidak seorang pun di antara mereka akan kehilangan sehelai pun dari rambut kepalanya. Untuk ungkapan ini, bandingkan 1Sam 14:45; 2Sam 14:11; 1Raj 1:52; Luk 21:18. Sungguh luar biasa kuat pegangan kita, bila kita tahu Bapa di surga telah menghitung semua rambut di kepala kita (bnd Mat 10:30; Luk 12:7).
Penyelamatan seluruh penumpang dan awak kapal itu tidak mungkin digambarkan dengan kata-kata yang lebih meyakinkan daripada kata-kata Paulus ini. Selain itu kata-kata tersebut merupa-kan pengulangan (bnd ay 22).
ayat 35. Paulus memberi teladan dengan makan sedikit. Ia melakukan apa yang dianjurkan nya dan dengan demikian mempersiap-kan diri untuk pekerjaan penyelamatan nanti. Ia mengambil roti dan mengucap syukur kepada Tuhan, sementara para penumpang dan awak kapal berdiri di sekelilingnya (menge nai pengucapan syukur, bnd Luk 9:16; Yoh 6:11). Mungkin keadaan yang serba aneh itu dapat dipakai oleh beberapa orang sebagai dalih untuk tidak mengucapkan syukur,158 tetapi Paulus menyadari bahwa dalam segala keadaan, ia tetap makhluk Allah dan anak sang Bapa. Oleh karena itu, ia mengucap syukur atas roti yang Allah berikan kepadanya berdasarkan rakhmat-Nya.
Rangkaian kata: mengambil mengucap syukur memecah-mecahkan makan, sering dipakai dalam Kitab Suci untuk menunjuk-kan acara makan yang biasa (bnd Luk 9:16; Yoh 6:11; khusus nya Mat 15:36-37). Karena kata-kata yang sama juga dipakai dalam penggambaran Perjamuan Tuhan, maka beberapa orang mempu-nyai pikiran bahwa dalam ayat 35, yang dimak sudkan ialah Perjamuan Kudus. Memang benar, kata-kata tersebut juga terdapat dalam Luk 22:19 dan 1Kor 11:23, tetapi hal itu menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus adalah suatu acara makan yang biasa, yang hanya mendapat arti yang khusus oleh kata-kata yang diucapkan padanya, yaitu kata-kata ”Inilah tubuh-Ku” dan sebagainya. Oleh karena kata-kata khusus itu tidak ada di sini, maka tidak tepat bila hal makan pada Paulus ini dihubungkan dengan Perjamuan Tuhan.
ayat 36-38. Sementara itu, apa yang Paulus lakukan di sini merupakan mukjizat yang mampu ia laksanakan berkat anugerah Allah, yakni makan dengan tenang di tengah-tengah an caman maut karena merasa yakin akan penyelamatan.
Sekarang para penumpang dan awak kapal dikuasai oleh kata-kata penyelamatan yang Paulus ucapkan (bnd ay 34) dan oleh perbuatan iman yang ditunjukkannya. Semua orang itu kembali bersemangat dan mengikuti teladannya. Mereka mulai makan lagi untuk bisa bertahan hidup.
Sehubungan dengan hal ini, Lukas menyebut jumlah penumpang dan awak kapal, 276 jiwa. Semua orang itu (ay 36) mendapat harapan baru berkat kabar baik Paulus. Setelah mereka kenyang, mereka kembali mulai bekerja. Dengan membuang sisa muatan gandum ke laut (bnd ay 18), mereka membuat kapal itu menjadi seringan mungkin, dengan tujuan agar dapat sampai ke pantai sedekat mungkin, sebelum kapal menyentuh dasar laut dan kandas di situ.
ayat 39-41. Akhirnya fajar menyingsing. Awak kapal yang pada umumnya mengenal baik semua pantai, kali ini tidak tahu. Daratan yang mereka lihat sama sekali belum pernah mereka kenal. Ketika mereka mengamati jalur pantai, tampaklah suatu teluk dengan pantai yang rata, tempat yang tepat untuk mendamparkan kapal ke situ.
Mereka memutuskan untuk mencobanya.
Tali-tali sauh mereka potong. Pekerjaan mengangkat sauh itu tentu sangat sulit dilakukan di laut yang bergelora (bnd ay 41, gelombang yang hebat), dengan akibat yang membahaya kan, yaitu bahwa mereka tidak mampu mengemudikan kapal dengan baik. Sementara itu, kemudi-kemudi yang di kat dengan tali diper siapkan untuk dipakai. Sebuah layar kecil di sebelah depan kapal (layar topang) dinaikkan. Demikianlah mereka meluncur menuju pantai.
Tanpa diduga mereka menabrak tempat yang dangkal (yg pinggir-pinggirnya digenangi oleh air yg dalam), maka haluan kapal terpancang di situ dan tidak dapat bergerak. Karena benturan yang hebat itu kapal pecah menjadi dua, dan lambat laun robekan itu semakin lebar oleh ganasnya ombak.
ayat 42-44. Rencana untuk mendarat dengan mulus di pantai gagal. Para penumpang dan awak kapal terpaksa harus berjalan di air dengan menempuh jarak yang cukup jauh supaya dapat sampai ke pantai. Prajurit-prajurit dengan cepat mempertimbangkan akibat keadaan gawat itu: tugas mengawal para tahanan dalam jarak antara kapal dan pantai, hampir tidak dapat atau sama sekali tidak mungkin dilaksanakan, padahal mereka harus tetap bertanggung jawab melakukan tugasnya.
Dalam keadaan biasa, prajurit-prajurit harus menebus kabur-nya seorang tawanan dengan nyawa mereka sendiri (bnd 12:19; 16:27). Oleh sebab itu, mereka membuat rencana untuk segera membunuh semua tahanan. Tetapi sang perwira mencegah pelak-sanaan niat itu. Ia begitu terkesan oleh kata-kata Paulus, sehingga ia membiarkan dirinya dikuasai oleh kata-kata itu, juga di saat yang genting untuk tugas di bidang militer ini. Ia percaya betul kepada utusan Kristus ini.
Ia memberi instruksi. Pertama-tama orang-orang yang pandai berenang, harus masuk air. Mereka akan dapat naik ke darat lebih dahulu untuk selanjutnya sedapat mungkin membantu yang lain supaya mereka juga dapat mencapai pantai. Kemudian menyusul mereka yang tidak dapat berenang. Dengan berpegang pada potongan-potongan kayu, mereka harus berusaha supaya tetap mengapung.
Mukjizat yang telah Paulus ramalkan, menjadi kenyataan, mereka semua selamat naik ke darat. Tuhan menyelamatkan utusan-Nya dari keadaan-keadaan yang rumit untuk membuka jalan menuju Roma bagi firman-Nya. Menurut akal manusia, rencana Raja seluruh dunia mestinya menemui kegagalan, ditelan air Laut Tengah. Tetapi Tuhan tetap memerintah lewat fir manNya dan menunjukkan wewenang-Nya yang tak terbatas dengan memilih jalan-Nya sendiri untuk mencapai tujuan (kini melalui peristiwa kapal kandas gara-gara kebodohan).
Paulus, utusan Kristus, bersama tahanan-tahanan lain dipin dahkan ke Roma. Perjalanan ke sana ditempuh dengan naik kapal. Lukas dan Aristarkhus ikut juga. Sampai Sidon pelayaran nya lancar, tetapi setelah itu mereka dihadang kesulitan.
Ketika hendak menyeberang dari Asia Kecil ke Yunani, mereka dihanyutkan angin kencang ke arah Kreta. Di situ mereka singgah di Pelabuhan Indah. Musim pelayaran hampir habis. Meskipun demikian, para pemimpin pelayaran itu ingin mencari tempat berlabuh yang lebih sesuai, tempat di mana mereka dapat tinggal dengan nyaman selama musim dingin.
Tanpa mengindahkan peringatan Paulus, mereka berangkat ketika cuaca bagus. Tetapi tidak berapa lama setelah mereka berlayar, badai yang ganas datang menyerang dan kapal itu diseret menuju lautan bebas. Badai itu mengamuk selama berhari-hari. Segala usaha untuk membuat kapal itu mampu bertahan telah ditempuh, muatan dan segala peralatan kapal dibuang ke laut. Tetapi kapal itu tetap dimainkan ombak dengan se mena-mena.
Segala harapan untuk selamat telah pupus.
Dalam keadaan yang suram tanpa harapan itu, Paulus, utus-an Kristus, maju lagi ke depan. Ia menghibur mereka dengan meyakinkan mereka bahwa semua penumpang dan awak kapal akan selamat, meskipun kapal itu sendiri karam. Berita itu bukan khayalan Paulus, tetapi ia telah diberitahu tentang hal itu oleh Allahnya sendiri. Mereka akan terdampar di salah satu pulau.
Mukjizat itu terwujud. Setelah mereka hanyut selama 14 hari ke sana kemari, terapung-apung di tengah laut, sampailah mereka di dekat satu-satunya pulau yang terdapat di laut sepanjang 400 km itu. Mereka membuang sauh-sauh dan menunggu dengan tegang apa yang akan terjadi di hari-hari mendatang. Usaha para pelaut untuk lari demi menyelamatkan diri sendiri, berhasil digagalkan atas laporan Paulus.
Rasul Kristus mendesak semua orang supaya makan untuk memperoleh kekuatan guna menghadapi kandasnya kapal itu. Ia sendiri memberi teladan dengan mulai makan secara Kristen di depan mereka semua. Nasihat Paulus yang baik dan teladannya itu membawa hasil, semuanya memperoleh harapan dan kembali bersemangat.
Setelah fajar menyingsing, mereka berusaha mendaratkan kapal itu ke jalur pantai yang datar tetapi tidak berhasil. Kapal itu malah menabrak beting pasir, lalu terbelah menjadi dua. Berkat campur tangan sang perwira, tidak seorang pun dari para tahanan dibunuh. Kemudian, semua orang harus berusaha dengan caranya masing-masing untuk mencapai pantai.
Terjadilah dengan persis apa yang telah dikatakan utusan Kristus, yaitu semuanya selamat. Setiap orang dapat melihatkata-kata Paulus sungguh dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Tugas utusan Kristus yang menyangkut Injil, tidak tertelan air, tetapi berjalan terus melalui air. Firman Allah tidak karam, tetapi lewat jalan yang ajaib Raja seluruh dunia berhasil sampai ke Kaisar di Roma.
Peta Perjalanan Paulus ke Roma (Simon Jenkins, Peta Alkitab, hlm 121, YKBK Jakarta).