Kita sudah terbiasa mendengar usia bumi yang sangat tua.Umum nya orang menerima begitu saja anggapan bahwa bumi ber usia miliaran tahun. Hal itu mereka kemukakan sebagai kenyataan yang mutlak, yang mereka pakai sebagai titik tolak semua apriori ilmiah [suatu kesimpulan atau anggapan yang tidak didasarkan atas suatu observasi atau kajian yang ilmiah]. Apakah kita bisa mengingkarinya?
Akan tetapi, cukup banyak orang Kristen (dan juga orang Yahudi) yang tetap berpendirian bahwa usia bumi kurang lebih enam milenium. Perhitungan mereka berdasarkan data-data dalam Alkitab. Dengan mempergunakan daftar-daftar keturunan, umur manusia, dan perhitungan tahun-tahun, mereka akhirnya sampai pada jumlah 6.000 tahun. (Tarikh Yahudi kini berjalan sampai 5.700 sekian.) Pada prinsipnya menggunakan Alkitab untuk perhitungan tahun yang persis adalah hal yang riskan. Firman Allah tidak dimaksudkan untuk itu (lih bab 2.8). Mustahil kita mendapat perhitungan yang mutlak karena generasigenerasi tertentu sering dilewati dalam daftar-daftar nama. Jadi, bumi pasti sudah ada lebih dari 6.000 tahun lamanya, dan mungkin jauh lebih lama lagi. Yang menarik adalah, misalnya, zaman orang membuat lukisan-lukisan gua (Australia, Eropa) biasanya diperkirakan pada 10.000-30.000 tahun lalu. Tetapi, itu pun masih jauh dari satu miliar.
Perhitungan yang sampai pada miliaran tahun, tentunya didasarkan pada sesuatu. Secara singkat perhitungan tersebut muncul dari metodemetode pengukuran yang berikut:
Penelitian ilmiah mendasarkan diri pada apa yang diamati (empiris) dan mencoba menarik kesimpulan yang logis darinya. Hal itu memang sangat berguna, dan mempunyai makna dan nilai di dalam ruang lingkupnya sendiri. Tetapi teori-teori ini tentunya tidak bertitik tolak dari Pencipta yang pribadi, yang menciptakan segala-galanya. Mereka menduga adanya sebuah proses kebetulan yang menyebabkan munculnya dunia serba lengkap. Angka-angka mereka yang besar berasal dari sebuah teori yang fantastis: hidup terjadi ’secara kebetulan’ dari gabungan berbagai faktor yang terjadi. Hal itu saya namakan iman, karena mustahil semua nya itu dibuktikan kebenarannya.
Berhadapan dengan itu semua, ada iman kepada Allah Pencipta.
Dalam Kejadian 1, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah asal mula segala sesuatu. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Kedua kata ”langit” dan ”bumi” merupakan pasangan kata yang berarti Dia menciptakan seluruh alam semesta (kosmos). Jadi, Dia tidak memulai karya-Nya dengan salah satu bumi yang telah ada, yang ”belum berbentuk dan kosong”. Sebaliknya Dia mulai dengan menciptakan ”samudera raya” itu sendiri. Selanjutnya, Dia memang memisahkan yang satu dari yang lain dan memberi bentuk dan aturan kepada semuanya, sehingga bumi menjadi tempat yang laik untuk dihuni. Sama sekali tak ter bayangkan sebuah ”sel asal” muncul secara kebetulan. Karena sel seperti itu hidup dan mempunyai struktur yang teramat rumit. Bukan teori-teori kekacauan dan kebetulan yang berpengaruh pada sumber hidup, tetapi Allah sendiri adalah Sumber hidup itu.
Tidak seorang pun yang bisa membuktikan kebenaran Allah menciptakan semesta alam dengan segala isinya. Tidak seorang pun yang hadir pada saat itu. Bagaimana persis Allah melakukannya, tidak seorang pun yang bisa membayangkannya. Hal itu memerlukan iman, yaitu bahwa apa yang tertulis dalam Kejadian 1 bersifat sejarah.1 Sejarah ini tidak diceritakan untuk memberikan jawaban pada banyak pertanyaan yang timbul dalam penelitian ilmiah, di bidang geologi, geografi, kosmologi, dan seterusnya. Betapa pun berguna, pengetahuan yang diperoleh dan diolah 1 Menurut KBBI sejarah adalah riwayat ”kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau”.
secara ilmiah, memiliki nilainya sendiri. Tetapi, begitu pun keadaannya, data-data Alkitab tidak cocok untuk dihubungkan dengan penelitian ilmu alam.
Contohnya: Mana mungkin ada terang pada hari pertama, padahal bendabenda penerang baru diciptakan pada hari keempat? Apa kah terang itu datang dari sumber terang selain matahari? Apa komposisi terang pada tiga hari pertama? Bisakah terang ada tanpa ada nya sumber terang, sama sekali tidak timbul dalam pikiran penulis. Dalam pengisahannya, semuanya logis semata-mata. Pertama-tama cerita menguraikan tentang bagaimana Allah menciptakan terang itu. Karena, barang siapa ingin membuat sesuatu, membutuh kan terang. Lalu, sesudah terang dipisahkan dari gelap, ada pergantian siang dan malam. Tetapi, karena belum diceritakan apa-apa tentang cakrawala, penciptaan benda-benda penerang pada cakrawala itu pun belum dapat diceritakan.
Penulis Kejadian 1 tidak bermaksud untuk memberikan penguraian penciptaan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah-seolah-olah hal itu mungkin dalam rentang waktu yang singkat itu. Penulis bermaksud meyakinkan manusia bahwa Allah adalah Pencipta. Yang penting adalah apakah kita menerima apa yang kita baca pada awal Kitab Kejadian sebagai pengisahan aktivitas Allah dalam penciptaan langit dan bumi. Oleh karena itu, Kejadian 1 diuraikan tidak memakai istilah-istilah ilmiah abad ke-21, tetapi dengan kata-kata orang Israel yang hidup pada zaman penulis kitab ini. Kejadian 1 ditulis untuk orang yang konkret dan realistis yang dengan mata telanjang melihat hal-hal sama yang kita lihat sekarang ini.
Sering dianggap bahwa masyarakat Israel kuno mempunyai gambaran tertentu tentang dunia: bumi itu rata dan seperti cakram bulat bertopang pada tiang-tiang yang berdiri dalam air yang di bawah bumi. Seluruh bumi ditudungi [dipayungi] oleh sebuah kubah yang kuat yang juga bertopang pada tiang-tiang. Hujan, salju, dan lain-lain dianggap sebagai rembesan gudang air yang ada di atas kubah. Di bawah air yang ada di bawah bumi ada dunia orang mati. Sedangkan istana Kerajaan Allah berada di atas gudang air di atas kubah.
Kita memang menemukan gambaran semacam itu dalam Alkitab.
Tetapi, semua gambar itu tidak dimaksudkan untuk memberikan satu gambaran dunia yang tertutup yang masa kini bisa dinilai secara ilmiah. Para penulis Alkitab memakai bahasa yang bergambar sesuai pengamatan dan pembayangan mereka. Bandingkan, siapa yang akan menilai kiasan-kiasan puitis secara ilmiah? Dan masa kini, siapa yang akan memperbaiki kosa kata, yakni ”matahari terbit” dan ”matahari terbenam”?
Alkitab tidak memberi gambaran bagaimana bentuk langit dan bumi.
Tetapi, Alkitab memberi kan jawaban Siapa yang menjadikan dan memeliharanya. Manusia bisa melihat kebesaran Allah dalam alam semesta, cakrawala, dataran langit yang kukuh. Allah menciptakan cakrawala atau langit, itu berarti Dia jugalah yang menetapkan dan mengontrol semuanya termasuk mengatur siklus air, menentukan tempat bendabenda penerang, dan membuat agar konstruksi yang kuat itu tetap ada.
Para pendukung teori evolusi banyak berasumsi tentang terjadinya kehidupan, tetapi tidak dibuktikan secara ilmiah. Mereka juga kekurangan banyak data, misalnya, sambungan peralihan (missing link, mata rantai yang hilang) di antara manusia dan binatang (sehingga diduga variasi antara yang satu dan yang lain terjadi semacam loncatan). Dan banyak hal lain yang melemahkan pandangan terjadinya evolusi.
Jika kita percaya evolusi, maka seolah-olah kita percaya bahwa seluruh dunia, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang akan muncul secara berangsur-angsur dari dari apa yang disebut ”sel asal”. Tetapi, nyatanya tidaklah demikian. Justru peralihan-peralihan di antara kelompok-kelompok binatang tidak ada. Kelompok-kelompok binatang seperti ikan, amfibi, reptil, burung, binatang menyusui, dan ribuan kelompok lainnya secara tiba-tiba berada dalam lapisan-lapisan tanah, tanpa ditemukan peralihanperalihannya. Selain itu, jika benar seekor binatang terjadi melalui evolusi, bagaimana orang bisa menjelaskan fakta bahwa ada jantan dan betina pada saat yang sama? Dan bagaimana terjadi bahwa pada saat yang tepat
muncul tanaman-tanaman yang sungguh-sungguh diperlukan oleh seekor binatang menjadi makanannya? Dan bagaimana terjadi cahaya matahari persis cukup untuk membuat tanaman-tanaman bertumbuh?
Yang penting di sini ialah evolusionisme pun menuntut kepercayaan, sama seperti kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta juga menuntut iman. Coba bayangkan, pada hari penciptaan yang ke 3 (sekali pun hari yang unik itu mungkin berlangsung lebih lama dari 24 jam) seorang ilmuwan diperbolehkan meneliti pohon-pohonan yang baru saja Allah jadikan. Apakah dia akan memperkirakan umur pohon-pohon itu de ngan melihat lingkar-lingkar pertumbuhannya? Menurut dia, berapa umur gunung-gunung yang baru saja diciptakan? Dan berapa umur manusia, pada saat ia berdiri di hadapannya sebagai orang dewasa, pada hari penciptaan yang keenam? Ketika menciptakan alam semesta, Allah juga memasukkan usia yang tertentu ke dalamnya. Allah menciptakan bumi yang komplit yang serbalengkap. Tentu saja, ada juga perkembangan, tetapi hal itu berbeda dengan evolusi (evolusi berarti ikan menjadi gajah; per kembangan berarti serigala menjadi anjing). Tetapi, hendaknya kita tanggapi perkembangan itu sebagai proses yang direncanakan oleh Allah dalam penciptaan-Nya. Tetapi, para pendukung evolusionisme tidak bisa dan tidak mau memperhitung kan tindakan langsung dari Allah. Itulah perbedaan yang hakiki.
Menciptakan adalah hak Allah semata-mata. Artinya, Alkitab hanya memakai kata ”mencipta kan” pada Allah sebagai subjek. Menciptakan mengandung makna bahwa sesuatu dijadikan dari tidak ada menjadi ada. Itulah yang menunjukkan perbedaan yang abadi di antara Pencip ta dan manusia sebagai ciptaan. Manusia menjadikan sesuatu dari apa yang ada (yang tersedia dalam tangannya sebagai bahan). Sebaliknya, apa yang dijadikan Allah seluruhnya berasal dari tangan-Nya sendiri. Walaupun demikian, kita tidak boleh menganggap karya penciptaan Allah sebagai sulap, di mana dengan cara sihir tiba-tiba Dia memunculkan dunia dari tidak ada menjadi ada. Untuk menjadikannya Allah bekerja (pagi,
siang, petang) selama hari penciptaan. Semua itu sungguh-sungguh menjadi hari-hari yang penuh kerja bagi Allah, yang diakhiri-Nya dengan kepuasan pada hari ketujuh. Minggu ini sungguh-sungguh unik dalam sejarah. Dalam ayat-ayat lain juga, pekerjaan tangan Allah dibicarakan (msl, Mzm 19:2). Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu (Mzm 8:4). Semuanya berasal dari tangan Allah. Dalam bahasa kiasan, Siapa yang menakar air laut dengan lekuk tangannya ... (Yes 40:12a). Allah yang membentangkan langit seperti tenda (lih Mzm 104:2), dan mengukur la ngit dengan jengkal (lih Yes 40:12b).
Allah menciptakan segalanya dengan firman. Dia yang memunculkan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. ”Berfirmanlah Allah ...” adalah refrein yang selalu diulang dalam Kejadian 1. Yang pertama-tama dilakukan-Nya adalah berbicara. Firman-Nya kreatif. Firman juga yang mengung kapkan apa yang ada dalam pikiran Allah untuk diciptakanNya. Firman yang menamai semua ciptaan itu sesuai dengan sifat dan kualitasnya yang khas. Semua binatang dan tumbuh-tumbuhan diciptakan sesuai sifat mereka masing-masing. Semua yang dipanggil untuk hidup, juga dijamin oleh firman itu. Lihat, misalnya, kesepakatan yang Allah tetapkan di antara lautan dan daratan. Ketika Dia menarik kembali firman-Nya, bumi kembali dikelilingi dan dibanjiri air dari atas dan bawah.
Hendaknya kita selalu membaca Kejadian 1 dalam terang Yohanes 1. Persamaan-persamaan di antara kedua pasal ini tentunya tidak kebetulan.” Pada mulanya ada Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh 1:1; bnd Kej 1:3). Dalam Firman itu kita harus memikirkan Anak Allah yang belum menjadi manusia.
Kebenaran bahwa Roh Kudus juga aktif dalam penciptaan, terbukti dalam Kejadian 1:2. Bumi belum berbentuk dan kosong, dan merupakan tempat yang belum subur dan belum bisa dihuni. Terang tidak ada: samudera raya, yang menyelimuti bumi, ditutupi oleh gelap gulita. Tetapi, keadaan yang belum sempurna ini belum berakhir. Napas Allah, yaitu Roh Allah mulai berurusan dengan dunia. Dan itu pasti hebat! Karena dalam Keluaran 31:3 Roh Allah berhubungan dengan kegiatan yang kreatif. Dan napas (roh) Allah dalam Mazmur 104:30 menunjukkan kehadiran Roh dalam penciptaan Allah: Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta. Roh adalah napas hidup, yang mengatur terjadinya hidup maupun kelangsungannya. Roh yang menjamin kekuatan bertumbuh. Dan juga Roh yang mengukur dalamnya bumi dan lebarnya cakrawala (bnd Mzm 139:15; Ams 25:3).
Bacalah Yesaya 40:12-26 dan Ayub 38-41 untuk melihat bahwa Sang Pencipta jauh lebih besar dibanding ciptaan-Nya. Kita harus menyadari hikmat-Nya yang tidak bisa dibandingkan dengan pengetahuan kita yang terbatas.
Pada akhirnya, yang menjadi pertanyaan adalah: dari mana kita harus mulai, atau lebih baik lagi: pada Siapa kita mulai? Kalau kita bertitik tolak dari pandangan dunia, dan kemudian berpikir kembali ke salah satu ”masa asal” atau keadaan kacau balau maka kita akan menarik kesimpulan bahwa kehidupan berkembang dari kekacauan itu. Jika demikian, kita memulai pada apa yang kita amati: kera membuat kita berpikir tentang manusia. Jadi, kera itu mungkin saja ”bentuk asal” manusia. Untuk menentukan itu, kita masih harus banyak berasumsi dan menerima banyak perkembangan yang tidak mungkin kita buktikan (seperti mata rantai-atau sam bungan peralihan-yang terus menerus menghilang). Atau, jika kita tidak memulai dari apa yang kita amati, kita harus memulai dari apa yang dinyatakan kepada kita oleh Pencipta yang berpribadi. Artinya, kita memulai di mana Allah memulai, yang menamakan diri-Nya sendiri Yang Awal dan Yang Akhir. Pada mulanya Allah yang menciptakan .... Itulah awal permulaan untuk selama-lama nya.
1. Kejadian 1:1-25 (Awal penciptaan).
2. Yohanes 1:1-10 (Awal berfirman).
3. Mazmur 19:1-7 (Bahasa tanpa kata-kata).
4. Ayub 38:1-14 (Para malaikat bersorak-sorai pada permulaan).
5. Amas 8:22-31 (Hikmat dapat menyaksikannya).
6. Yesaya 40:12-18 (Siapakah yang seperti Pencipta?).
7. Yeremia 10:10-16 (Satu-satunya Allah yang benar).
1. Jelaskanlah secara tepat apa itu ”penciptaan” dan ”evolusi”?
2. Apakah mungkin penciptaan dan evolusi bisa disatukan? Ataukah mereka bertolak belakang satu dengan yang lain? Apakah Kejadian 1 bisa diselaraskan dengan bumi yang berusia miliaran tahun?
3. Apakah kita bisa mengikuti teori iman evolusi? Sebutkan beberapa kelemahannya itu?
4. Apakah kisah penciptaan dalam Kejadian 1 memberikan pegangan yang cukup untuk percaya kepada Pencipta?
5. Pentingkah kita mengetahui berapa lama penciptaan berlangsung?
6. Apa arti ”penciptaan melalui firman” (bnd Kej 1:1; Yoh 1:1-4; Ibr 1:3; 2Ptr 3:5-7)?
7. Apa artinya Tuhan menciptakan penciptaan yang komplit? Menurut Anda, apakah mungkin ada makhluk-makhluk luar bumi (di angkasa) yang tinggal di planet-planet yang lain?
8. Apakah pada masa mendatang manusia akan bisa menciptakan ”sesuatu” dari ”yang tidak ada” menjadi ada? Dengan kata lain: ”memberi kehidupan kepada materi yang tidak hidup”?