Ketika mempertimbangkan sifat-sifat gereja itu (Bab 17), tentunya kita menyadari pekerjaan terhadap gereja masih sangat banyak. Kita ambil contoh soal kesatuan gereja. Betapa terpecah-pecahnya gereja yang seharusnya satu itu, tidakkah itu tidak membuat kita putus asa? Kita ambil contoh sifat am (umum) dari gereja. Betapa sulitnya kita bergaul dengan saudara seiman yang kebudayaan, latar belakang, dan sifat-sifat yang berbeda. Dan betapa seringnya orang-orang tidak bertindak secara tegas dalam gereja sehingga yang lain tertindas. Sudah jelas, masih banyak pekerjaan tentang gereja yang harus diupayakan. Walau tidak bisa dimungkiri banyak sudah yang dilakukan, mungkin saja kita mendengar orang berberkata, ”Jangan mem buang-buang tenaga yang begitu banyak. Lupakan saja cita-citamu. Gereja sudah gagal total, dan tidak akan pernah berhasil!” Sejujurnya, sejarah gereja tidak menyediakan banyak alasan bagi kita untuk berharap, apalagi kalau kita lihat dari segi manusianya itu sendiri. Betapa banyaknya peperangan yang telah terjadi. Dan betapa banyaknya yang sudah rusak dan yang dirusak kan! Hendaknya kita tidak boleh melupakan bahwa gereja mempunyai musuh yang kuat, yang akan menceraiberaikan anggota-anggotanya, di setiap ada kesempatan.
Untuk mengatasi (melawan) keadaan ini, Kristus menguatkan gereja-Nya dengan berkata, ”alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18). Untuk mengakui perkataan ini, diperlukan iman yang kuat. Gereja belum selesai dibangun. Masih banyak pekerjaan yang harus diper buat. Bangunan gereja segala zaman masih dikelilingi steger [tangga sementara untuk tempat pekerja bangunan mengecat dinding di tempat tinggi]. Tetapi, proyek itu bukan tanpa harapan, meskipun semua kemalangan, rintangan, dan kegagalan dialami. Hal ini saya katakan bukan oleh karena saya percaya kepada gereja, tetapi karena saya percaya kepada Kristus, Sang Pembangunnya. Bagaimanapun, pekerjaan-Nya pasti selesai. Sebagai Pemborong yang agung Dia menerima pekerjaan ini dari Allah, yaitu untuk menyusun semua umat-Nya sebagai batu-batu yang hidup (lih 1Ptr 2:5). Dia membangun gereja-Nya dengan tangan yang teguh, dari bangsa ke bangsa, menurut bestek1 yang diukur-Nya dengan bijaksana.2 Dan Dia sendiri yang mengurus penyelesaiannya. Kita sama sekali tidak mampu melihat pekerjaan itu secara menyeluruh. Tetapi, DiIa yang memandang keseluruhan nya. Ia bahkan melihatnya jauh ke depan, seakan-akan bangunan itu sudah selesai (lih Why 21).
Hendaklah sekarang kita memandang bangunan gereja dengan cara yang berbeda. Kita tidak lagi berbicara tentang cita-cita kita yang malah tidak akan pernah terwujud. Tetapi, kita berbicara tentang sifat-sifat gereja yang telah Kristus berikan kepadanya. Semua sifat itu, satu demi satu, merupakan janji-janji yang berasal dari Dia, dan yang-seperti yang Dia janjikan-akan digenapi-Nya. Dia melihat gereja-Nya di hadapanNya sebagai satu kesatuan, am (segala zaman dan tempat), kudus, dan rasuli. Dan sekaligus Dia mengerjakan dengan sepenuh nya. Diungkapkan dalam hanya satu kalimat, yaitu di dalam Kristus gereja adalah sebagaimana dia seharusnya. Ini yang bisa diterapkan pada semua sifatnya masing-masing. Bandingkan pembenaran (seperti Kristus memandang kita) dan pengudusan (kita menjadi siapa adanya kita) tiap-tiap orang Kristen. Kalau hal itu berlaku untuk semua orang Kristen, bukankah itu berlaku juga untuk gereja sebagai keseluruhan?
Dalam perspektif Kristus, gereja adalah satu, betapa pun kenyataannya terpecah-pecah! Dia hanya memiliki satu kawanan, satu tubuh. Walaupun kita tidak melihatnya secara menye luruh, kita percaya karena Dia yang menjanjikannya. Pemberian kesatuan itu juga mengan dung tugas. Jadi, kita tidak diperbolehkan menerima kenyataan yang ada (perpecahan), tetapi kita disuruh untuk mengerjakan kesatuan semua orang Kristen, ber dasarkan janji yang Kristus berikan. Apa yang Calvin katakan tentang hal ini banyak mem berikan pelajaran. Jika gereja mempertahankan ajaran sehat dengan utuh, dan begitu juga penggunaan sakramen-sakramen yang ditetapkan Tuhan, kita tidak boleh membiarkan gereja terpecah atau bahkan meninggalkannya dengan gampang karena suatu perbedaan yang kecil saja. Hal ini juga bisa berarti kita mempunyai tugas untuk memulihkan perpecahan, tentu saja dalam kesatuan iman yang benar. Sekalipun kita tidak melihatnya secara menye luruh, dan bahkan tidak menduga kesatuan itu bisa terwujud, kita berpegang pada janji Kristus bahwa gereja-Nya adalah satu. Dia sungguh-sungguh tahu menemukan tiap-tiap orang yang adalah milik-Nya.
luasnya
Dalam Kristus gereja adalah am (atau katolik atau umum), dan harus semakin am-tanpa diskriminasi dan memandang muka, memberi tempat untuk kebudayaan-kebudayaan lain, pengalaman-pengalaman lain, sifat-sifat yang berbeda-beda, liturgi-liturgi yang berbeda, dan seterusnya. Itulah pemberian, dan sekaligus tugas kita bersama untuk mewujudkannya. Kita tidak boleh mengeluarkan seorang pun yang dimasukkan oleh Kristus. Kita tidak boleh menutup diri dalam kelompok kita, atau mengisolasi diri dari orang lain. Ketika kita mengaku gereja adalah am, hendaklah mata kita terbuka untuk pekerjaan Kristus yang seluasluasnya. Se kaligus kita menyadari bahwa, betapa pun kecilnya kita pada tingkat dunia, kita telah diterima dalam ”katedral segala abad”! Tiaptiap masa dan tiap-tiap bangsa agaknya memi liki gaya membangunnya sen diri-sendiri. Tidak apa-apa. Sifat gereja yang am itu menuntut keterbukaan. Janganlah kita membatasi gereja hanya dalam perkara lokal saja (msl, Indonesia atau Belanda), seolah-olah cara kita bergereja adalah satu-satunya cara yang benar. Demikian pula kita tidak boleh memaksakan cara-cara kita kepada orang lain. Semuanya mendapat kebebasan untuk mengisi dan mengarahkan hidup kekristenannya sendiri, sepanjang berdasarkan Injil.
Dalam Kristus gereja adalah kudus, dan harus semakin menjadi kudus. Pengudusan ini ber kaitan dengan semua yang telah dibahas dalam bab 16. Kristus memandang kita sebagai orang-orang yang sudah kudus (pembenaran), tetapi kita juga masih harus semakin diperbarui (pengudusan). Pembenaran yang Kristus beri kan kepada umat-Nya, adalah pengampunan dosa. Pemberian itu sekaligus mengandung sebuah tugas, yaitu berperang melawan dosa. Hal itu tidak kita lakukan sendirian (secara perseorangan), tetapi kita melakukannya bersama-sama sebagai gereja. Tiap-tiap hari Roh Kudus aktif membersihkan dan memurnikan kita. Tetapi, Roh Kudus juga sedang memisahkan yang buruk dari yang baik. Siapa saja yang tidak hidup dari keselamatan yang Kristus berikan, lambat laun akan mengasingkan dan menjauhkan diri. Siapa yang menjadi serupa dengan dunia, melepaskan kekudusannya.
Dan yang terakhir, dalam Kristus, gereja adalah rasuli, dan harus semakin menjadi rasuli. Gereja jatuh-bangun dengan dasar para rasul dan para nabi. Merekalah yang menyampaikan siapa Kristus dan apa yang telah Kristus katakan dan perbuat. Di sini pun yang dibicarakan ialah sebuah pemberian dan sebuah tugas, yakni membangun terus serta memperluas bangunannya pada dasar tersebut melalui misi dan penginjilan. Tugas yang Kristus berikan, ”pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
...”(Mat 28:18-20), baru akan ditarik-Nya kembali sesudah bangunan selesai, pada saat Yerusalem yang baru turun dari surga (lih Why 21). Pada ke dua belas batu itu tertulis nama-nama dua belas rasul. Gereja hanya memiliki satu dasar, yang batu-batunya terikat pada Kristus, batu penjuru (yang pada zaman dulu merupakan batu yang memikul seluruh bangunan). Tidak ada dasar yang lain. Jikalau gereja meninggalkan satusatunya dasar itu, atau gereja menyimpang darinya, maka gereja harus kembali padanya. Jika tidak, gereja tidak mempunyai masa depan dan tidak turut dibangun. Pada saat penyelesaiannya akan kelihatan segala apa yang dibangun atas dasar itu dan apa yang tidak. Yang tidak dibangun di atas dasar yang benar tidak akan bertahan dan akan dibakar habis (lih 1Kor 3:12-15).
Apakah Anda mempunyai gambaran tentang ”gereja yang tidak kelihatan”? Maksudnya, ”kami tidak melihat gereja sama seperti Kristus melihatnya. Kami tidak bisa melihat gereja secara menyeluruh. Kristus me nempatkan para pengikut-Nya di berbagai organisasi gereja. Kristus tidak membiarkan mereka lepas dari pandangan-Nya, dan mengurus supaya lama-kelamaan mereka berkumpul menjadi satu.” Pandangan itu yang kemudian digunakan orang sebagai alasan untuk sementara waktu tidak berbuat apa-apa demi kesatuan, tentang sifat gereja yang am, dan lain-lain, katanya ”Betapa pun terpecahnya gereja, Kristus pasti akan meng urus agar semuanya menjadi baik .... Duduk saja tetap di mana sekarang Anda duduk, asal saja Anda percaya!” Bayangkan akibat yang mungkin terjadi: betapa pasif dan malasnya orang-orang Kristen karena pandang an seperti itu. Malah, boleh jadi juga, orang merasa keterikatan dalam kesatuan yang mereka alami dianggap melampaui batasanbatasan gereja (oikumene hati).
Aku percaya adanya satu gereja! Tetapi, hal itu tidak berarti bahwa yang dimaksud semata-mata gereja tidak kelihatan. Mengenai gereja, ada yang sungguh-sungguh bisa dilihat. Orang-orang berkumpul dalam nama Yesus. Mereka mendengarkan suara-Nya. Dalam baptisan dan Perjamuan Kudus mereka menerima bukti-bukti yang kelihatan, yaitu bahwa Dia bekerja di dalam diri mereka. Maka agak aneh, bila orang bicara tentang gereja yang tidak kelihatan. Memang, gereja mempunyai sisi yang tidak kelihatan. Kita memang tidak melihat gereja sama seperti Kristus melihatnya (bnd Calvin). Kita tidak bisa melihat gereja secara menyeluruh. Selain itu, kemampuan kita melihat terbatas karena kita tidak bisa melihat apa yang ada dalam hati manusia!
Pada kenyataannya, surat-surat pengakuan iman membicarakan pokok gereja menurut dua cara. Di satu sisi, mereka bicara tentang gereja sebagai keseluruhannya, sebagai ”satu jemaat yang terpilih untuk beroleh hidup yang kekal” (KH, p/j 54). Di sisi lain, dinyatakannya bahwa ada orang-orang yang ”berada di dalam gereja,” yang meski”tidak termasuk di dalam nya” (PIGB, ps 29). Mereka memang berada di dalam gereja, artinya gereja yang mempunyai alamat di bumi ini, yang dikenal orang. Namun, mereka tidak termasuk di dalam nya, artinya gereja sebagai jemaat para pilihan Allah, yang hanya dikenal oleh Allah. Dalam hal ini pengakuan-pengakuan iman mengungkapkan apa yang dikatakan firman Allah. Karena kadang kala yang dimaksud Alkitab dengan gereja adalah gereja yang di hadapan Allah, yang di dalamnya orang lain tidak diterima selain anak-anak Allah, anggota-anggota sejati tubuh Kristus. Tetapi, dalam ayat-ayat yang lain, yang ditandai dengan nama gereja ialah semua orang yang kelihatannya melayani Allah. Bisa saja, orangorang munafik berada di dalam gereja ini. Bukan tiap-tiap orang yang datang berkumpul, sungguh-sungguh dikumpulkan. Bisa saja terjadi bahwa orang-orang tertentu yang ikut, namun tidak ikut serta.
Akan tetapi, janganlah kita membuat sisi gereja yang tidak kelihatan menjadi gereja yang tidak kelihatan. Gereja akan tetap menjadi perkumpulan orang-orang yang per caya (PIGB, ps 27). Kata ”perkumpulan” itu menunjuk adanya gerakan. Kenyataan gereja ini lebih daripada yang bisa kita lihat, sudah sering terjadi dalam sejarah. Dalam keputusasaan nya, Elia berpikir bahwa hampir tidak ada lagi orang yang melayani Allah. Dia hanya memper hatikan apa yang ada di depan matanya. Tetapi, di mata Allah terdaftar 7000 orang yang tidak sujud menyembah Baal (lih 1Raj 19:18).
Apakah saat ini masih relevan kita membicarakan gereja yang palsu dan gereja yang sejati, seperti yang dilakukan dalam Pengakuan Iman Gereja Belanda (PIGB, ps 29)? Pada masa pengakuan itu disusun, gereja belum sebanyak sekarang. Pada waktu itu keadaan gereja lebih jelas dan gamblang ketimbang sekarang. Apalagi, sebutan ”gereja palsu” begitu keras kedengarannya. Bagaimanapun, sebutan itu tidak berarti semua orang di dalamnya palsu atau jahat. Yang dimaksud ialah lembaga yang disebut palsu, artinya tidak terpercaya.
Apa kriteria kita untuk mengukur sebuah gereja dikatakan sejati atau palsu? Pada bab 17.4 telah disebutkan tiga ciri, yakni firman yang terdengar, yang terlihat, dan yang bisa dirasakan. Artinya, pemberitaan firman Allah yang murni, pelayanan sakramen-sakramen yang murni, dan pelaksanaan disiplin Kristen. Sebenarnya, sebuah gereja tidak dipercaya, jikalau satu pun dari tiga ciri tersebut tidak dipergunakan dengan murni. Jadi, bukan berarti di dalam gereja seperti itu tidak ada orang yang setia dan sungguh-sungguh, tetapi tentunya mereka lebih baik tidak berada di sana. Sangat berbahaya untuk tinggal ber sama-sama dengan orangorang yang mengurangi firman Allah atau yang memutarbalik kannya, atau yang bahkan menolaknya.
Apakah mungkin ada beberapa gereja yang sejati di satu tempat?
Bayangkan terdapat lebih dari satu gereja yang semuanya memenuhi ketiga ciri tadi! Jika bertitik tolak dari sifat-sifat gereja (satu, am), maka kita tidak boleh merasa puas dengan keadaan seperti itu. Biarlah terjadi suatu krisis, demikian kata Prof. K. Schilder pada masanya, supaya gereja-gereja yang sekarang masih terceraiberai, bisa bersatu. Cukup menyedihkan ketika di satu tempat terdapat lebih dari satu gereja yang semuanya meme nuhi ciri-ciri tadi. Keterpisahan itu tidak boleh menjadi alasan kita untuk menyesuaikan diri dengan realitas yang berkembang secara perlahan. Jangan pernah akibat dosa dipakai sebagai alasan untuk membenarkan situasi itu. Jangan kita mencampuradukkan ketidakpatuhan dengan ketidakberdayaan/kelemahan.
Ketidakpatuhan itu juga terjadi ketika jemaat-jemaat setempat berhubungan dengan jemaat-jemaat yang lain, yang tidak atau yang ha nya sebagian memenuhi ciri-ciri tadi. Atau jemaat-jemaat itu bersepakat secara terbuka untuk pandangan-pandangan dan praktik-praktik yang tidak sesuai Alkitab. Dengan itu mereka memberikan posisi yang sama pada kebenaran dan kebohongan, sembari tidak menghargai kesatuan iman, dan merugikan keberadaan mereka sebagai gereja setempat yang murni. Walaupun demikian, bersama Calvin perlu kita katakan bahwa sebuah gereja tidak boleh ditolak, selama gereja itu mematuhi ciri-ciri tadi, biarpun gereja itu penuh kesalahan dan kekurangan. Kenyataannya, tidak semua jemaat mempertahankan kesetiaan yang sama ter hadap firman Allah. Hal itu nyata dari perbandingan surat-surat kepada tujuh jemaat dalam Wahyu 2 dan 3. Kadang juga terjadi pengertian ”gereja yang sejati” digantikan oleh kata-kata seperti: kurang atau lebih murni, jejak-jejak gereja. Menarik, tetapi kekurangannya ialah norma yang merupakan dasar kesatuan, bisa menjadi kurang penting.
Boleh saja sebuah gereja mengaku bahwa dialah gereja Yesus Kristus yang sejati dan terpercaya. Tetapi sangat disayangkan, ada perse kutuanpersekutuan gereja yang menghias diri dengan nama ”gereja yang sejati” itu, tetapi yang sebenarnya tidak demikian. Tetapi, Kristuslah yang me ngumpulkan gereja-Nya! Dia yang mengenal kambing-kambing di dalam gereja yang sejati dan domba-domba di dalam gereja yang palsu. Dia yang juga akan menuntun orang-orang yang tersesat ke dalam satu-satunya kandang, yakni satu-satunya gereja yang kudus dan am (”menjadi satu kawanan”-Yoh 10:16). Kenyataannya, Kristuslah yang mengumpulkan dan membebaskan kita dari kesembronoan di satu sisi, dan dari keputusasaan di sisi yang lain. Syukurlah, hal itu tidak bergantung pada kita.
Tidak cukup kita berpuas diri hanya menjadi anggota-anggota gereja yang sejati. Yang terpenting, kitalah anggota-anggotanya yang hidup. Kalau kita hanya mementingkan lembaga yang sejati, dikhawatirkan akan timbul gerejaisme. Begitulah kalau kita percaya kepada gereja.
Selanjutnya, perlu kita sadari pula bahwa gereja yang sejati bisa berubah menjadi tidak setia, dan sebaliknya gereja yang palsu mampu mereformasikan diri! Pertanyaannya, bukan apakah kita adalah gereja yang sejati dan benar (seolah-olah kita saja satu-satunya gereja yang sejati, sementara yang lain hanya bermain-main saja)? Pertanyaannya ialah apakah kita tetap tinggal dalam kebenaran Allah? (bnd Yer 7:4; Yoh 8:31)
Pekerjaan Kristus mengumpulkan gereja bisa kita bandingkan dengan sungai yang meng alir (bnd Yeh 47). Sungai itu merintis jalannya dalam bentangan alam-seluas dunia. Arusnya begitu kuat, sehingga tidak ada wilayah yang tidak tercapai oleh nya. Aliran sungai yang kuat itu kita temui di mana saja Kristus berfirman. Di sana, Dia bekerja melalui Roh Kudus-Nya. Sungai itu sudah mengalir sangat lama, sejak permulaan yang paling awal. Dan sungai itu akan tetap mengalir, sampai saat yang paling akhir (KH, p/j 54). Sumber-sumbernya tidak akan pernah kering, karena berasal dari Yang Mahakuasa yang mencipta kannya. Sumbersumber itu keluar dari takhta-Nya. Dialah yang menguasai sumber-sumber ini dan memberikan arah pada alirannya.
Sungai ini juga mengalir melalui tanah yang mungkin tercemar, oleh karena itu perlu dimurni kan terus-menerus. Juga, ada lumpur mengendap, yang membuat aliran sungai tersumbat atau bahkan sungai dipisahkan dalam berbagai aliran, untuk jangka pendek atau panjang (perpecahan-perpecahan gereja). Kadang juga sungai meluap yang berakibat buruk. Pada saat orang tidak lagi berpatokan pada suara Kristus, sungai akan meluap. Sejatinya, gereja Kristus bukanlah jaminan bahwa keadaannya akan otomatis dan selalu begitu! Itu hanya realitasnya, kalau kita menaati firman-Nya. Jika gereja tidak lagi memenuhi ciri-cirinya, atau melemah, sungai meninggalkan palungnya. Arusnya makin lama makin kurang, sampai akhirnya menjadi air yang tergenang dalam lingkungan yang cemar. Dalam keadaan demikian biasanya hidup tidak mungkin berjalan dengan baik. Di luar gereja yang sejati kita tidak bisa mengharapkan keselamatan. Namun, sungai ini akan mengalir terus. Kadang arusnya sangat kecil, tampaknya tidak berarti! Alirannya, tidak akan menggenang, tetapi mencari jalannya menuju masa depan, yaitu ke mana kuasa dorongnya-Pencipta sendiri-mau dia mengalir. Di mana kita mengikuti Kristus dan hidup bersama Dia, kita berada di tengahtengah aliran sungai, dan diikutsertakan ke masa depan, yaitu ke mana sungai merintis jalan di dunia yang baru. ”Kirimkanlah sungai-Mu! Biar keselamatan-Mu memenuhi seluruh bumi!”
EKSKURSI: BEBERAPA GARIS BESAR SEJARAH GEREJA 6. Beberapa jerambang3 dalam sejarah gereja purba Pada abad-abad pertama sesudah pelayanan Kristus di bumi, aliran sungai gereja yang sejati mulai dicemari oleh ajaran-ajaran palsu yang tidak sesuai firman Tuhan, yaitu:
3 Jerambang adalah nyala api yang berpindah-pindah di daerah rawa (karena terbakarnya gas rawa) yang membuat orang berpikir ada tempat kering yang aman. Tetapi, ketika mereka berjalan ke arah terangnya, mereka tenggelam dalam rawa.
Pikiran-pikiran yang sesat ini terus menerus muncul dalam sejarah, dalam bentuk atau rupa yang berbeda-beda. Pandangan-pandangan itu dikemukakan sebagai pengertian yang baru, padahal semuanya sudah lebih tua dari pada yang kita duga.
Abad-abad Pertengahan sering disebut abad-abad yang gelap bagi gereja. Hal ini berhubungan dengan perang-perang salib yang terjadi pada masa itu. Ada juga kaitannya dengan pen campurbauran kekuasaan gereja dan negara melalui kepausan. Namun, cukup banyak juga titik-titik terang, yang sungguh-sungguh membuat Injil terlihat. Orang-orang seperti Luther memperluas terang itu. Pada 31 Oktober 1517 dipublikasikannya 95 dalil menentang pembelian surat penghapusan dosa. Dan lagi dia menemu kan Injil dalam Surat Roma: keadilan tidak lagi merupakan sebuah ancaman (Allah yang menghakimiku), tetapi menjadi sebuah pembebasan (Allah yang membebaskan aku). Hanya oleh iman, hanya oleh anugerah, hanya oleh Kitab Suci, hanya oleh Kristus.
Hal yang penting pula, Luther menerjemahkan Alkitab daribahasa-bahasa asli ke dalam bahasa sehari-hari. Dan Calvin sangat berpengaruh melalui bukunya Institusi, yang di dalamnya ia menguraikan ajaran yang reformed. Juga buku-buku tafsiran Alkitabnya sangat berharga. Dia yang mengajar orang-orang melihat kesalingterkaitan yang menye luruh dalam firman Allah (merupakan satu kesatuan), sehingga mereka kembali belajar mendengarkannya. Terutama pengertian bahwa menge nal Allah bersamaan dengan mengenal diri sendiri, benar-benar merupakan hal baru bagi mereka. Kebanyakan surat-surat pengakuan kita tersusun di bawah pengaruh pengajaran Calvin. Juga mengiramakan Mazmur-mazmur dan kebia saan jemaat menyanyi adalah hal-hal yang dibarui atas prakarsanya.
(Untuk memahami sejarah gereja selanjutnya, silakan baca buku Dr.
Th. van den End, Harta dalam Bejana, khususnya mengenai perkembangan gereja di Indonesia dan juga Ragi Carita)
1. 1 Raja-raja 18:30-39 (Dua belas batu, kesatuan sekalipun ada perpecahan).
2. 1 Raja-raja 19:13-18 (Sisanya adalah lebih banyak dari pada yang kita duga).
3. Yesaya 49:1-7 (Mengumpulkan dengan seluas-luasnya).
4. Yeremia 23:1-8 (Dia yang akan mengumpulkan sisa dari semua ujung; bnd Kis 1:8).
5. Yehezkiel 47:1-12 (Sungai yang memberikan hidup).
6. Yohanes 10:11-18 (Mereka akan menjadi satu kawanan).
7. Wahyu 14:1-5 (Mengikuti Anak Domba, ke mana pun Dia pergi).
1. Mengenai gereja, hal-hal yang mana yang bisa membuat orang putus asa?
2. Bukankah sudah saatnya kita mengesampingkan idealisme pribadi kita dalam kehidupan bergereja?
3. Apa artinya, ”di dalam Kristus gereja adalah sebagaimana dia seharusnya (bab 18.2)?”
4. Perhatikan sifat-sifat gereja pada jemaat lokal Anda, bagaimana keadaan kesatuan, keuniversalan, dan lainnya?
5. Apa pendapat Anda tentang ”oikumene hati” (kesatuan yang melampaui batas-batas gereja; lih bab 18.3)?
6. Bagaimana mungkin terjadi, bila kita berada di dalam gereja, tetapi ti- dak termasuk di dalamnya? Atau, dengan kata lain, kita memang anggota gereja, tetapi tidak ikut serta dalam kegiatan gereja?
7. Apakah masih relevan kita berbicara tentang gereja yang ”palsu”? Apa pendapat Anda tentang alternatif, yaitu ”kurang murni” dan ”lebih murni”?
8. Apa yang mengesankan bagi Anda tentang gambaran gereja diibaratkan seperti sungai yang mengalir (lih bab 18)?