Siapakah Yesus? Seiring berkembangnya sejarah, jawaban-jawaban yang diberikan atas pertanyaan itu memang sangat berbedabeda. Misalkan, Yesus adalah teladan manusia, tabib yang ajaib, tokoh yang bersemangat, pejuang kemerdekaan, ahli agama yang hebat, pemimpin politik, seorang martir .... Yang menarik perhatian ialah bahwa, pada masa Yesus pelayanan di bumi, Yesus sendiri pun mengajukan perta nyaan yang sama, kata-Nya ”Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Mat 16:15-17). Jawabanjawaban mereka berbeda-beda, yaitu Elia, Yohanes Pembaptis, Yeremia, seorang dari para nabi. Lalu Yesus bertanya kepada para murid-murid-Nya, ”Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus, ”Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Agar mereka mengetahui jawaban itu tidak berasal dari Petrus itu sendiri, Yesus berkata bahwa ”bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga”. Dan masih selalu demikian halnya. Ketika kita mengakui bahwa Yesus tidak berasal dari dunia ini, tetapi datang dari Allah, dan bahwa Dia sendiri Allah, pengakuan itu tidak berasal dari diri kita sendiri (lih 1Kor 12:3).
Mengenai tiga orang yang bisa kita katakan bahwa mereka tidak diperanakkan, adalah dua orang yang pertama, Adam dan Hawa, dan selanjutnya Adam kedua, yaitu Yesus. Karena itu juga pertanyaan Maria, ketika mendengar berita bahwa dia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki, yaitu ”Bagaimana cara-
nya, padahal aku belum bersuami?” (Luk 1:34). Maka malaikat meng ingatkan dia akan Roh Kudus yang memberi hidup. Roh kudus yang menenun tiap-tiap anak manusia dalam kandungan ibunya (lih Mzm 139:13), tetapi terhadap Maria, Dia aktif menciptakan kehidupan baru dengan cara yang memang sangat luar biasa. Jawab malaikat itu ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35).
Penjelasan ini tidak bisa dibandingkan dengan cerita-cerita dewata yang beredar sejak dahulu. Di dalamnya digambarkan skandal seksual di antara para dewa dan manusia, yang mengakibatkan lahirnya anak setengah dewa. Tetapi, berkaitan dengan kelahiran Yesus, sama sekali tidak terjadi persenggamaan di antara Roh Kudus dan Maria.
Ungkapan ”dikandung dari Roh Kudus” berarti asal-usul Yesus terletak di dalam Allah, dan bahwa Dia sewujud dengan Allah. Dan ”lahir dari anak dara Maria” sekali lagi menggarisbawahi kenyataan bahwa selain Maria tidak seorang pun yang terlibat dalam kelahiran Yesus-penciptaan Allah semata-mata. Hal itu juga terlihat dalam daftar silsilah Yesus. Para leluhur disebut, satu demi satu, tetapi pada saat yang menentukan Yusuf dilangkahi (lih Mat 1:16). Yesus tidak diper anakkan oleh keinginan seorang manusia. Kedatangan-Nya tidak terjadi berkat satu pun perbuatan kita manusia, melainkan adalah tindakan Allah yang tidak terduga. Rahasia yang agung (lih 1Tim 3:16)!
Dengan berbagai cara Yesus memperkenalkan diri sebagai Anak Allah. Pertama-tama karena Dia berbicara begitu intim tentang hubungan-Nya dengan Bapa-Nya (lih Yoh 1:18; 10:30). Belum pernah terjadi yang sedemikian rupa! Selain itu, dalam pembicaraan-Nya sering digunakan-Nya ungkapan Aku adalah atau Akulah (msl, Yoh 6:48 dan 10:11). Mungkin ini rujukan kepada nama Allah, Yahweh, dalam Perjanjian Lama (lih Yoh 8:58). Tidak seorang pun yang pernah berani menyamakan dirinya sendiri dengan Allah Bapa secara demikian, ”Siapa saja yang telah me lihat
Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9). Dia mirip Bapa-Nya. Dialah Allah yang sesungguhnya.
Terhadap orang-orang yang membenci-Nya, prestasi Yesus tetap gemilang dan begitu tinggi. Ketika Yesus mengampuni dosa orang lumpuh itu, mereka tepat menanggapinya dengan berkata, ”Siapa yang dapat mengampuni dosa selain Allah sendiri?” (Mrk 2:7). Orang-orang sekota-Nya di Nazaret pun merasa begitu jengkel, ketika Dia menerapkan kata-kata anugerah yang diucap kan-Nya pada diri-Nya sendiri (lih Luk 4:22). Dengan jelas Dia berkata, ”Akulah Mesias, Yang Diurapi, yang datang memberikan rahmat Tuhan” (Luk 4:18-19). Tidak seorang pun yang dapat membebaskan manusia seperti itu, kecuali Allah.
Yesus memancarkan kewibawaan dalam seluruh perkataan-Nya. Tidak ada seorang pun yang berkata-kata seperti Dia (lih Yoh 7:46). Bahkan ketika Dia berkuasa atas alam, murid-murid-Nya menanggapinya, ”Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (Mrk 4:41). Ketika Tomas, setelah keraguannya yang besar, akhir nya berhadapan muka dengan Yesus yang telah bangkit, dia berseru ”Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28).
Yesus adalah Anak Allah yang kekal dan yang tunggal. Karena pretensi yang tinggi ini, Dia akhirnya dihukum mati oleh Imam Besar (lih Mat 26:63-66). Ketika Dia menyebut diri-Nya sendiri Anak tunggal Allah, Mahkamah Agama memandang itu sebagai hujatan kepada Allah. Hal itu berarti bahwa Dia dihakimi karena identitas-Nya!
Kadang kita begitu menekankan keallahan Yesus, sehingga mengurangi kemanusiaan-Nya. Sayang sekali, hal itu sering terjadi. Tetapi, penting kita pertahankan bahwa Firman itu telah menjadi manusia, atau secara harfiah, menjadi daging (lih Yoh 1:14). Mengenai perihal ”daging”, kita tidak boleh menyamakan kata itu dengan arti bahwa Dia mempunyai ”kodrat berdosa” (bnd KH, p/j 16-17),1 tetapi yang dimaksud ialah tabiat manusia yang rapuh, lemah, dan peka. Anak Allah yang ditaruh dalam palung an sebagai bayi. Sesungguhnya Dia adalah Imanuel-Allah me nyertai kita-yang [bisa disentuh dan dilihat/maujud dan sungguh hidup]. Dia juga tidak menjadi manusia dengan begitu saja. Yang diterima-Nya ialah tabiat manusia yang sudah lemah semata-mata karena akibat-akibat dosa (bnd Rm 8:3). Dia sungguh-sungguh memasuki keberadaan kita seutuh nya, bahkan kulit-Nya pun sama dengan kita. Dia datang kepada kita, tanpa kejanggalan apa pun. Dengan demi kian, Dia hidup di tengah-tengah kita dengan sangat dekat. Dialah salah satu dari kita (bnd Luk 2:6-7).
Yesus juga mengenal kecapaian, kelaparan, kehausan. Dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya (Ibr 2:17). Dia mengenal keberadaan kita dari dalam, dengan semua pertanyaan, kesulit an, dan kekhawatiran kita. Dia dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita (Ibr 4:15). Dia juga tahu bagaimana rasanya ketika kita menghadapi godaan. Jika kita memperhatikan, Dia sungguh-sungguh dicobai dalam semua nya .... Tidak ada hal-hal manusiawi yang asing bagi-Nya, kecuali dosa. Yesus adalah Adam yang baru. Dialah Manusia yang sesuai gambar Allah dalam segala-galanya. Tabiat manusia, yang Dia terima, tidak berbeda (atau salah) pada dirinya sendiri. Kristus membebaskan kita bukan dari keberadaan kita sebagai manusia, tetapi Dia menyelamatkan kita di dalam keberadaan kita sebagai manusia, yaitu dari dalam keberada an itu. Dia menyelamatkan karya penciptaan Allah secara menyeluruh.
Sulit kita bayangkan seseorang adalah Allah sejati dan sekaligus manusia sejati (KH, p/j 18). Kadang kelihatannya Dia harus menyerahkan keallahan-Nya demi kemanusiaan-Nya dan sebalik nya, seolah-olah yang satu mengurangi yang lain. Dengan demikian, ada orang yang seakan-akan mengabaikan kisah-kisah Yesus yang terlalu manusiawi, hanya berfokus pada keallahan-Nya saja. Menurut hemat mereka, dalam kemanusiawian-Nya, Yesus hanya memainkan peran manusia. Pada sisi yang lain, ada juga yang tergoda mengatakan bahwa Yesus menanggal kan keallahanNya selama Dia hidup di bumi, yaitu untuk menun jukkan Dia manusia seutuhnya, tidak lebih tidak kurang. Tetapi, faktanya tidak demikian.
Tidak benar bahwa Yesus adalah yang satu atau yang lain. Kedua-duanya benar 100 persen. Dia memang Allah dan Dia juga manusia! Ketika menjadi manusia, Dia tetap Allah. Sulit dibayangkan, tidak bisa dijelaskan, namun benar. Dia sekaligus lemah dan kuat. Dia adalah yang Kuat, namun bersedia menjadi lemah. Dengan demikian, Dia telah diberitakan dalam Perjanjian Lama (bnd Yes 9:1-5 dng Yes 53). Itulah justru keunikan Anak Allah. Dia memper satukan dua tabiat dalam satu pribadi-Nya.
Siapakah Mesias itu? Bayangkan, kita memasukkan semua ayat Perjanjian Lama yang ber kaitan dengan Dia ke dalam program komputer yang rumit, maka gambar apa yang akan muncul? Kita akan melihat kuasa-Nya tampil ke depan, tetapi juga kelemahan-Nya; kemuliaan-Nya terpancar, tetapi juga sosok-Nya yang kurang mengesankan, dan seterusnya. Semua hal yang seolah-olah merupakan kontradiksi itu hanya bisa kita pecahkan dalam satu Pribadi Kristus sendiri yang benar! Semuanya hanya benar dalam satu pribadi, yang sekaligus Allah dan manusia.
Banyak pertentangan yang terjadi, bukan hanya perselisihan kata saja. Dalam abad yang kelima, pada Konsili Chalcedon (451 M), telah dibuat sebuah rumusan (lih Peng akuan Iman Atanasius, ps 27-35; bnd PIGB, ps 18-19), bukan untuk membuat semuanya men jadi tetap dan gamblang, melainkan untuk menekankan baik keallahan maupun kemanusiaan Tuhan Yesus, yaitu rumusan ”tidak terbagi dan tidak terpisah, tidak bercampur dan tidak ber ubah”.2 Dengan demikain, mereka tidak bermaksud memberikan pernyataan, tetapi misterinya yang mereka uraikan. Karena itu, tidak disebutkan bagaimana persis paduan kedua tabiat Yesus, tetapi bagaimana yang bukan. Entah bagaimanapun, Yesus sepenuh nya Allah dan sepenuhnya manusia sekaligus.
Jika-orang menyibukkan diri tentang keberadaan identitas Yesus, sadarilah bahwa keselamatan kitalah yang dipertaruhkan. Karena jika Yesus tidak lebih dari orang biasa, mana mungkin Dia menangani seluruh dunia ini? Mana mungkin Dia menyelamat kan dunia yang luar biasa besar ini dari pembinasaan, melunasi hutang-hutang dosa sampai tuntas, dan membatalkan penghakiman Allah? Dan sebaliknya, jika Yesus hanya Allah, mana mungkin Dia seba gai manusia ikut merasakan semua kelemahan kita? Dalam bab ini yang disorot bukanlah suatu dogma kuno, yang terserah saja mau diakui atau tidak. Tetapi, yang dibicarakan di sini, adalah hal yang sangat pribadi; Yesus, Pengantara, Allah dan manusia,yang unik (lih 1Tim 2:5).
Anak Allah tidak pernah lagi menanggalkan kemanusiaan-Nya. Dia mengalami kematian, lalu bangkit sebagai Manusia yang baru, dan tidak meninggalkan hakikat manusia-Nya, pada saat Dia naik ke surga. Itulah kebahagiaan yang besar untuk kita. Karena sekarang Dia bertakhta di surga dengan hakikat manusia-Nya. Dia turut merasakan apa yang kita rasakan. Lagi pula, kehadiran-Nya di surga dalam daging manusia menjamin bahwa daging dan darah kita pun bisa memasuki surga (KH, p/j 49), yaitu dalam bentuk yang baru semata-mata, yang persis sama dengan Manusia yang baru, Anak Allah.
1. Yesaya 9:1-5 (Anak yang disebutkan Allah yang Perkasa).
2. Mikha 5:1-4 (Abadi sejak purbakala).
3. Daniel 7:1-14 (Anak manusia yang dimuliakan).
4. Lukas 4:14-22 (Roh Tuhan ada pada-Ku).
5. Markus 2:1-12 (Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa?).
6. Markus 4:35-41 (Siapa sebenarnya orang ini?).
7. Yohanes 14:1-7 (Jalan dan kebenaran dan hidup).
1. Siapakah Tuhan Yesus bagi Anda?
2. Di dalam Alkitab (untuk) anak-anak, Yesus sering digambarkan sebagai orang yang berkulit putih, bagaimana pendapat Anda tentang hal itu? Apakah itu wajar?
3. Apakah pendapat Anda, mengapa orang sering menggambarkan Yesus sebagai sosok yang lemah lembut? Bagaimana Anda bisa setuju dengan gambaran itu?
4. Seberapa besar perbedaannya, entah Anda percaya atau tidak dengan keterangan kela hiran Yesus dari perempuan yang masih perawan?
5. Mengapa Tuhan tidak datang ke dunia sebagai orang yang dewasa? Bukankah Adam diciptakan sebagai orang yang dewasa?
6. Sikap menentang Yesus itu sarat makna. Apa yang membuatorang-orang di sekitar Yesus menjadi jengkel? Bisakah Anda membayangkannya? Apa yang dimaksudkan Yesus dengan ungkap an-Nya kepada orang-orang sekotanya, ”Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri” (Luk 4:23).
7. Apa yang bisa Anda katakan tentang kemanusiaan Yesus? Apakah Dia juga memiliki perasaan-perasaan seksual (bnd Ibr 4:15)?