10. Pendamaian Melalui PENEBUSAN

1. Menghapus dosa dengan silaturahmi atau melunasinya dengan pendamaian

Hingga kini kita melihat dunia semakin suram, kuasa kejahatan dan dosa sebagai pemicu penderitaan. Kalau kita memandang dosa-dosa kita dalam terang kasih Allah, maka kita sebagai manusia telah melakukan kesalahan yang luar biasa besar selama berabad-abad. Jika kita perkirakan seseorang yang cukup rohani berdosa sebanyak tiga kali sehari, maka pada waktu dia mencapai usia 70 tahun, jumlah dosanya sudah lebih dari 76.000! Apa yang harus kita lakukan terhadapnya? Apa yang harus Allah lakukan? Apakah Dia harus memalingkan wajah-Nya dari dosa? Akan kah Dia menutup mata terhadap kejahatan? Dia malah tahu bagaimana situasi manusia, bukan? Mungkin kita berkata, ”Semoga Tuhan tidak terlalu ketat terhadap dosa itu. Kalau Dia ketat, kita tidak mungkin hidup, kita akan binasa.” Sama seperti yang kita alami dengan sesama, ”Tidak usah kita bicarakan lagi masalah itu. Mari kita hapuskan dengan silaturahmi, sekalipun keadaan tidak memuaskan".

Allah sangat berbeda. Dia sama sekali tidak membiarkan dosa. Dia menuntut supaya semuanya diluruskan serinci-rincinya. Dia mengetahui lebih dari siapa pun bahwa kita tidak bisa melakukannya dari diri kita sendiri. Itulah sebabnya, Dia sen diri yang melakukannya. Dia tidak memilih jalan yang dangkal, yaitu menghapus kesalahan kita dengan silaturahmi, lalu melanjutkan saja hubung an dengan kita. Tetapi, Dia mengadakan solusi yang jauh lebih dalam. Dia memilih jalan pendamaian. Dia sendiri yang membuat kejahatan menjadi kebaikan, sambil mewujudkan hubunganhubungan yang dipulihkan.

2. Perasaan adil

Mengapa Allah memilih jalan yang begitu sukar? Mengapa Dia tidak membiarkannya saja? Alasannya sederhana, yaitu karena Dia adalah Allah. Dia sendiri sangat membenci kejahatan apa pun. Semua bentuk dosa bertentangan dengan hakikat ilahi-Nya. Semua bentuk ketidak adilan bertentangan dengan hakikat-Nya. Dia membenci kejahatan dan tidak tahan terhadapnya. Dia tidak bisa dan tidak mau mentolerir ketidakadilan sedikit pun. Satu ketidakadilan saja tidak bisa Dia terima. Bahkan penyimpangan yang paling kecil harus dipulihkan. ”Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya” (Mzm 97:2; bnd Ayb 34:12; Mzm 7:12).

Untuk lebih memahami, saya mengumpamakannya dengan seorang arsitek. Seorang arsitek harus membangun suatu gedung persis dengan rancangan yang sudah dia buat. Bayangkan saja, kalau bangunan yang pernah digambarkannya harus dia perbaiki, karena reyot akibat perusakan. Ketika dia membanding kannya dengan gambar bangunan yang asli, orang-orang lain menga takan kepadanya, ”Bangunan itu memang sudah sangat rusak, Pak. Tetapi, kalau mau membangunnya kembali, tidak usah repot-repot mempersoalkan kemiringan tembok-tembok, pintu-pintu, dan jendela-jendela yang hanya beberapa milimeter itu ....”

Allah tidak bisa dan tidak mau menyesuaikan diri dengan cara yang mana pun. Kalau begitu adanya, Allah mengingkari hakikat-Nya sendiri! Allah yang memiliki perasaan adil yang tertinggi. Segala yang sudah gagal dan salah, betapa kecilnya, harus diluruskan. Bagaimanapun juga, itulah komitmen Allah akan diri-Nya sendiri. Allah tetap setia pada diri-Nya sendiri, dan mempertahan kan prinsip-prinsip-Nya. Tepat sekali, bila Allah mempertahankan keadilan-Nya!

3. Murka yang wajar

Dalam Alkitab sering kita baca tentang murka Allah. Murka itu sangat berbeda dari kegusaran yang tidak tertahan, yang tidak terkontrol lagi oleh Allah sendiri, dan juga berbeda dari marah sebentar, yang kedengarannya terlalu manusiawi. Apalagi, kemarahan manusia tidak selalu wajar. Padahal, murka Allah itu sungguh-sungguh wajar. Kenyataan Allah murka, berarti Dia sangat tersinggung dalam kekudusan-Nya (bnd Rm 1:18). Oleh karena ciptaan-ciptaan-Nya sangat tidak menghiraukan-Nya! Mereka memberontak melawan Dia. Mereka juga bisa begitu menentang Dia dan menentang sesamanya. Oleh karena dalam karya penciptaanNya yang indah itu terjadi perusakan yang begitu banyak. Allah tidak bisa dan tidak mau membiasakan diri dengan itu. Dia sama sekali tidak menerima hal itu.

Kata murka bukanlah kata yang menyenangkan. Namun, kata tersebut justru menunjuk betapa seriusnya kasih Allah terhadap karya penciptaan-Nya! Bayangkan Allah sama sekali tidak peduli terhadap semua yang gagal. Bahwa Dia acuh tak acuh terhadap segala sesuatu .... Padahal, dalam murka-Nya, kasih-Nya berkobar-kobar. Dengan begitu, diperlihatkan-Nya betapa seriusnya tanggapan-Nya terhadap dosa, betapa besar kepedulian-Nya akan ciptaan-Nya. Dia menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dibiarkan-Nya. Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Dia tidak membiarkan kejahatan tidak dihukum. Dia tidak pernah melakukan sesuatu apa pun dengan begitu saja. Hal itu terlihat jelas saat pengusiran bangsa-bangsa di Kanaan (bnd Ul 18:9-14). Allah baru bertindak setelah empat abad, ketika kedurjanaan mereka genap (bnd Kej 15:16).

4. Beban yang teramat berat

Adakah cara saya bisa luput dari hukuman (KH, p/j 12)? Karena jika saya menyadari Allah ”sangat murka, baik terhadap dosa turunan maupun atas dosa yang kita perbuat sendiri” (justru karena Dia begitu mengasihi kita sebagai ciptaan-ciptaan-Nya!), maka saya pasti binasa (KH, p/j 10; 12-13). Orang lain pun tidak bisa mengambil alih hukuman itu dari saya, karena setiap orang mempunyai beban dosa nya sendiri (KH, p/j 14; bnd Musa dalam pembelaannya yang berapi-api untuk umat Israel; Kel 32:3033). Meskipun demikian, Allah menuntut-sesuai keadilan-Nya!-bahwa manusialah yang harus meluruskan apa yang telah manusia gagalkan.

Tetapi, manusia yang bisa melakukannya hanyalah manusia yang bebas dari kesalahan. Lagi pula, dia harus tahan menderita (KH, p/j 15-17). Karena sebagai manusialah dia harus mengambil alih beban hutang yang teramat berat yang telah kita perbuat itu, dan memikulnya keluar dunia. Sebenarnya, hal itu sukar dibayangkan. Tetapi, selain itu, manusia itu harus meng genapi murka Allah yang menyala-nyala itu. Siapa yang bisa bertahan? ”Siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya” (Nah 1:6)?

5. Penyataan yang semakin jelas

Sejak awal Allah telah menjelaskan bahwa Dia sendiri yang akan menyediakan manusia yang sejati [istimewa] itu (lih Kej 3:15; KH, p/j 18-19). Dan selanjutnya, dengan berjalannya waktu Allah menyatakan dengan semakin jelas apa yang harus manusia itu lakukan, dan bagai mana dia akan melaku kannya. Di bawah ini saya perlihatkan dengan tiga cara.

5.1. Rintangan jalan yang penuh anugerah (lih Kej 3:22-24)

Setelah jatuh ke dalam dosa, manusia pertama diusir dari Taman Eden. Dan jalan ke pohon kehidupan ditutup. Beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar menjaga firdaus. Me reka bukan sekadar malaikat-malaikat dengan pedang yang terhunus. Dalam Alkitab para kerub selalu merupakan roh-roh yang berdiri di hadapan takhta Allah. Artinya, mereka menandakan kehadiran Allah sendiri. Dialah yang merintangi jalan. Barikade (perintang) ini yang membuat manusia melihat dengan mata sendiri bahwa jalan ke kehidupan telah diblokir. Siapa yang ingin memasuki firdaus, harus melewati Allah sendiri. Jika kita ingin masuk dengan kekuatan sendiri, kita sama sekali tidak akan pernah berhasil. Hidup yang benar tidak lagi terjangkau oleh kita. Jika kita tetap mencobanya, kita akan jatuh ke atas pedang Allah.

Walaupun demikian, barikade ini bukanlah hukuman semata-mata. Anugerah pun terdapat di belakangnya. Rintangan itu merupakan peringatan keras bahwa jalan itu tidak bisa lagi dilalui. Bayangkan, jika manusia mulai berpikir dia bisa mengalah kan kematian dan meraih kembali hidup yang benar dari dirinya sendiri, yaitu melalui penebusan diri nya sendiri! Maka, kalau manusia bisa menjangkau pohon kehidupan, keadaan berdosa dan ketidak sempurnaan, yang di dalamnya dia telah jatuh, akan berlangsung terus. Allah menunjukkan jalan yang lain. Jalan yang lama dirin tangi-Nya, bukan untuk menghindarkan manusia dari memakan buah pohon kehidupan lagi, karena Allah memang sungguhsungguh ingin membuka jalan ke pohon kehidupan itu. Tetapi, Allah telah merancang jalan yang lain untuk itu. Sebuah jalan yang unik, jalan yang satu-satunya! Anak Allah yang akan melalui jalan itu. Dia akan melewati kerub-kerub, dan jatuh ke atas pedang Allah yang bernyalanyala itu. Tetapi, oleh kematian-Nya, jalan ke firdaus kembali dibuka (lih bab 3.8). Tiang kematian di Golgota yang menjadi jalan ke pohon kehidupan (bnd Yoh 14:6).

5.2. Kurban penghapus dosa (Im 4:27-31)

Contoh dari Imamat 4 jelas menunjukkan betapa dalamnya keinginan Allah supaya segalanya dipulihkan! Yang dibicarakan dalam ayat-ayat itu ialah kasus mengenai seseorang yang berbuat dosa dengan tidak sengaja. Artinya, dia melakukannya dengan kebetulan, tanpa perencanaan lebih dahulu. Berbuat sesuatu, bahkan tanpa dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah kejahatan! Sesuatu yang baru dari belakang membuat dia harus mengakui bahwa ”Kalau saja saya mengetahui nya, saya pasti tidak pernah melakukannya”. Menurut kehendak Allah, perbuatan-perbuatan yang dilakukan tanpa sengaja itu pun harus diperbaiki. Untuk itu, Allah memberikan instruksi. Sudah tentu, hal seperti itu tidak berasal dari manusia. Mungkin saja, kita akan memberi tanggapan seperti, ”Janganlah repot-repot untuk itu”.

Sikap Tuhan berbeda. Hal yang paling kecil pun yang sepertinya sepele, tetapi yang dilarang Allah-apa pun yang menentang Dia-tidak bisa tidak harus diperbaiki. Perintah-Nya berbunyi, ”Bawalah seekor kambing betina yang tidak bercela, dan letakkan tanganmu ke atas kepalanya.” Dengan cara yang demikian kesalahan orang itu seolah-olah dialihkan. Kemudian binatang itu yang disembelih sebagai gantinya. Benarbenar, tertumpah darahnya. Lalu, sebagai pengganti orang itu, imam membubuh sedikit dari darah kurban itu pada tanduk-tanduk mezbah. Mezbah itu yang menandakan kehadiran Allah. Dan tanduk-tanduknya yang menggambarkan kekuatan, yang memancarkan kekuatan yang diperlukan untuk memperbaiki dosa. Dengan demikian, Allah mendamaikan dan meluruskan penyimpangan yang paling kecil sekalipun.

Apakah kita tidak merasa sayang terhadap binatang kurban semacam itu? Binatang itu tidak berdosa, bukan? Apalagi, binatang itu dikurbankan karena kesalahan orang yang begitu kecil. Apakah Allah tidak peduli akan binatang-binatang itu? Tentu saja, Allah peduli! Tetapi, begitu hebat reaksi-Nya, jika anak-anak manusia-Nya menjauh dari Dia, walaupun hanya sedikit saja. Begitu serius Dia memandangnya, ketika kita menentang Dia. Dia begitu memedulikan hubungan yang sepenuhnya baik dengan umat-Nya, sehingga untuk itu harus dipersembahkan seekor binatang.Tidak bisa tidak, penumpahan darah harus terjadi. Hidup (jiwa) harus menggantikan kesalahan yang kita lakukan, ”karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa” (Im 17:11).

5.3. Hari raya Pendamaian (Im 16:5-28)

Selain semua kurban yang dipersembahkan tiap-tiap hari-jumlahnya cukup banyak!-diadakan Hari Pendamaian yang istimewa. Acara pendamaian itu bukanlah pengulangan, melainkan untuk mengangkat dan menyelesaikan apa yang masih tertinggal. Di mata manusia, semuanya terlihat sudah beres, tetapi apakah sama halnya di mata Allah? Lagi pula, yang sekarang dibicarakan bukan hanya dosa-dosa yang dilakukan tanpa sengaja, melainkan juga berbagai ketidakadilan yang orang sadari sepenuhnya. Hari Raya Pen damaian dimaksudkan sebagai hari pember sihan besar, yaitu dari segala macam dosa. Untuk membereskan dan membersihkan apa yang masih tersisa dari hidup bersama-sama selama satu tahun penuh.

Allah menyuruh Harun mengambil dua ekor kambing jantan. Dua ternak itu yang menjadi kurban penghapus dosa (”kambing hitam”). Secara simbolis Harun meletakkan semua dosa ke atas kepala satu dari dua kambing itu, sambil mengakui kesalahannya. Kambing yang satunya lagi disembelihnya, dan untuk sekali ini saja darahnya boleh dibawa memasuki tempat yang maha kudus dan dipercikkannya-perhatikan!-ke atas dan ke depan tutup pendamaian, satu-satunya tempat di mana kesalahan yang dilakukan sepanjang satu tahun, bisa ditutupi. Demi kepastiannya, darah itu dipercikkan tujuh kali sehingga membentuk jejak darah. Allah sendiri yang mendamaikan dosa, melalui perantaraan imam besar-Nya. Dan kambing yang satu tadi? Ada lagi isyarat yang luar biasa. Harun meng alihkan semua kesalahan kepada kambing jantan itu. Meng apa begitu? Bukankah dosa sudah didamaikan? Bukankah darah sudah tertumpah? Tentu. Kambing jantan yang hidup ini juga termasuk pada kambing yang sudah mati. Tetapi, hal yang penting pada kambing jantan yang hidup itu, bukanlah pendamaian. Kambing itu yang dimaksud memberikan kejelasan dan kepastian. Sesungguhnya, apakah Allah sudah mengampuni semua kesalahan? Apakah dosa sungguh-sungguh sudah hilang total? Untuk memastikan pendamaian yang telah umat Allah terima itu, kambing jantan itu dilepaskan ke padang gurun. Tempat itu yang menandakan wilayah roh-roh jahat berkuasa. Di padang gurun kambing bersama dosa-dosa yang di atas kepalanya itu, dilepaskan bagi Azazel (kepala para roh jahat). ”Enyahlah! Ayo, persetan! Pergi dari hadapan-Ku! Aku tidak akan pernah mengingatnya lagi.”

Pada Hari raya Pendamaian semuanya menunjuk ke masa yang akan datang karena menggambarkan apa yang kelak dilakukan oleh Anak Allah sebagai Imam Besar. Dialah sekaligus imam dan kurban! Di luar pintu gerbang Yesus menderita sebagai kambing penghapus dosa yang telah diusir keluar ... menjadi pendamaian yang sepenuhnya akan semua dosa kita (lih Ibr 13:12).

6. Atonement

Bahasa Inggris mengenal kata yang sangat indah untuk pendamaian, yaitu atonement. Secara harfiah kata itu berarti ”menyatupadukan” (at-onement). Pihak-pihak yang terpisah digabungkan menjadi satu. Pihak-pihak yang tidak lagi berhubungan satu dengan yang lain kembali menyatu.

Mereka yang saling bertentangan, dihubungkan satu dengan yang lain. Keterpisahan mereka dihapuskan. Dalam masyarakat kita, biasanya hal seperti itu baru terwujud-kalau pun terjadi-sesudah perundingan-perundingan yang tersendat-sendat dan konferensi-konferensi yang sangat lama. Sedikit demi sedikit pihak-pihak itu kembali bersatu, yaitu dengan cara saling berkompromi. Tetapi, jika perkara manusia bertentangan dengan Allah, maka Allah sama sekali bukanlah pihak yang bersalah. Apalagi, penyimpangan yang paling kecil pun sudah membuat ada jurang di antara manusia dan Allah. Siapa yang bisa menjembatani jurang itu? ”Siapakah yang menjadi perantara baginya” (1Sam 2:25)?

Dengan berjalannya waktu berabad-abad, Allah menyatakan bahwa hanya ada satu cara untuk Dia kembali dipersa tupadukan dengan manusia. Tidak melalui banyak perun dingan, tetapi melalui satu tindakan. Dan yang melakukannya adalah Allah sendiri! Dia yang mengangkat seorang Pengantara. Perhatikan, dia ini bukan penengah yang meng antarai dua pihak (dengan cara perundingan dan kompromi). Tetapi, Pengantara ini adalah pihak-Nya sendiri (Dia adalah Allah) dan menjadi pihak (Dia menjadi manusia). Dia datang dari surga dan mengambil sendiri tempat pihak yang bersalah. Pendamaian adalah ”lalu lintas satu arah” yang datangnya dari atas (bnd Mat 20:28; Ibr 7:22).

7. Penggenapan

Dalam seluruh Perjanjian Lama mengalirlah cucuran darah yang besar dan luas. Sudah nyata bahwa manusia tidak mempunyai dasar untuk mendamaikan diri dengan Allah dari dirinya sendiri. Allah yang menunjukkan sarana-sarana untuk pendamaian itu terwujud! Semua sarana itu sekaligus merupakan tanda-tanda yang menunjuk ke masa depan. Semuanya digenapi dengan cemerlang dalam Kristus, Anak Allah (lih Yes 53). Dia yang menghentikan aliran darah itu. Tidak perlu lagi binatang tak bersalah menderita. ”Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” (2Kor 5:21). Di sini, seolah-olah kita kembali melihat tanda meletakkan tangan itu.

Pada masa lalu, tangan diletakkan ke atas seekor binatang yang tidak bersalah (lih Im 4:29), dan setahun sekali ke atas kambing penghapus dosa (lih Im 16:21). Dan sekarang, sekali untuk selamanya, ke atas Manusia ”yang tidak mengenal dosa”. Allah yang menimpakan semua dosa dan kesalahan ke atas Anak-Nya! Dengan demikian, Allah bahkan membuat Dia ”menjadi dosa,” yaitu karena kita. Bukan hanya dosa-dosa yang kita lakukan tanpa sengaja, melainkan juga dosa-dosa yang se ngaja, Allah letakkan ke atas Anak-Nya. Dia seolah-olah terkubur oleh kesalahan. Kristus menarik semua kepada diri-Nya seakan-akan Dia magnet. Dia sendiri yang mengambil dan memikul segalanya dengan segenap hati. Lalu Allah sendiri yang menghakimi Dia karena itu. Murka-Nya yang menyala-nya la karena semua dosa Dia timpakan kepada anak-Nya sendiri. Dengan itu hutang dosa dilenyapkan-Nya. ”Di dalam Kristus Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya” (2Kor 5:19). Itu bukan hal menghapus dosa dengan silaturahmi (lih di atas, 10.1), melainkan mewujudkan pendamaian yang benar (silaturahmi pengampunan). Allah yang meluruskan semuanya secara menyeluruh, berdasarkan kasih yang murni. Inilah pendamaian yang sepenuhnya bagi semua dosa kita.

8. Pendamaian yang umum?

”Dialah pendamaian untuk segala dosa kita dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1Yoh 2:2). Haruskah kita menginterpretasi kata-kata itu secara harfiah? Beberapa ayat-ayat Alkitab seakan-akan mendukung pendamaian yang utuh bagi semua orang di dunia (msl, Rm 5:18; 1Kor 15:22; 1Tim 2:3-6). Demikian juga orang sering mengatakan bahwa karya pendamaian Kristus begitu kuat sehingga semua orang mau tidak mau diselamatkan. Mereka berpendapat bahwa pada akhirnya seluruh manusia akan dibenar kan oleh Allah (pendamaian yang umum). Tetapi, pendapat ini membuat anugerah Allah men jadi begitu murah. Padahal, anugerah itu telah dibeli dengan harga yang begitu mahal!

Jika merenungkan salah satu ayat Alkitab yang paling terkenal, se gera kita akan mengerti bahwa tidak semua orang diselamatkan, Yohanes 3:16 yang berbunyi, ”Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Kita melihat Injil diberitakan kepada semua orang, tetapi hanya mempunyai efek bagi yang sungguh-sungguh percaya! Walaupun demikian, apa yang ditulis Yohanes dalam suratnya tetap berlaku, yaitu bahwa kurban Kristus cukup, tak terduga nilainya, dan memadai untuk menyelamatkan dunia dari murka Allah (bnd PAD II.3)! Untuk mendapatkan bagian dalam pendamaian itu hanya diperlukan iman yang hidup. Panggilan untuk percaya itu yang disam paikan Paulus, katanya ”Berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2Kor 5:20)! Panggilan ini lebih dari menerima sebuah pengumuman, yaitu bahwa ”kalian telah didamaikan”. Panggilan ini berarti bahwa kita memeluk Kristus oleh iman, dalam persekutuan yang sesungguhya dengan Dia.

9. Murka Anak Domba

Pendamaian meminta kita memeluknya dalam iman yang hidup. Artinya, tiap-tiap hari kita harus merenungkan bahwa Allah begitu mengasihi kita, sehingga Dia sungguh-sungguh mengampuni semua dosa kita. Dia yang membuat kita berdamai dengan-Nya. Tidak mungkin kita percaya akan pendamaian kecuali kita hidup dari pendamaian itu. Hal itu jelas. Jika seseorang melewatkan pendamaian Allah ini, namun dia diselamatkan (menurut pendamaian yang umum itu), mengapa sebenarnya kayu salib masih diperlukan? Jika demikian, kita sudah kembali ke awal manusia jatuh ke dalam dosa, dengan bertanya: mengapa sebenarnya Allah tidak menutup mata terhadap kejahatan (lih 10.1). Tetapi, tidak; pendamaian Allah itu sama sekali bukan hal yang sepele dan tidak pen ting. Siapa yang tidak menghiraukan panggilan untuk mendamaikan diri dengan Allah, kembali menimbulkan murka Allah yang kudus! Jika kita melewatkannya, kita akan harus melunasi tiap-tiap ke salahan kita, sampai hutangnya dibayar tuntas (bnd Mat 18:34).

Cukup mencoloklah, Alkitab bicara tentang murka Anak Domba (lih Why 6:16). Inilah ungkapan yang sangat luar biasa. Mana mungkin Anak Domba yang lemah lembut itu menjadi marah? Mana mungkin Anak Domba yang patuh itu menjadi geram dalam murka yang kudus? Murka Anak Domba itu adalah murka Kristus yang telah mengurbankan diri-Nya sendiri, yang telah menyerahkan diri-Nya sendiri dengan total.

Sangat mengharukan, jika dibicarakan murka Anak Domba, yakni kemarahan Dia yang justru mengerjakan pendamaian di antara Allah dan manusia dan yang menyerahkan diri-Nya sendiri dalam kasih. Tidak pernah satu orang pun begitu rela mengurbankan nyawanya untuk manusia. Tidak seorang pun yang dapat menyama kan diri dengan kasih Kristus, Juruselamat dunia, kepada manusia (bnd Tit 3:4). Semua orang yang menolak salib Kristus dengan teramat sangat dan yang menghinakan kasih-Nya, harus memberikan pertanggungjawaban di hadapanNya, ”Apa yang Anda lakukan dengan kasih-Ku? Aku bersedia berbuat apa saja untukmu, menjadi apa saja untukmu, tetapi Anda sama sekali tidak mau mengakui-Ku”. Karena itu, Ciumlah Anak itu, agar jangan binasa kamu oleh murka-Nya. Selamatlah yang mencari perlindungan dengan menaruh harap pada-Nya (Nyanyian Mzm 2:4. Di Indonesiakan oleh I.S. Kijne).

Setiap hari mendalami firman Tuhan

1. Kejadian 3:20-22/Why 22:13-14 (Kerub-kerub tidak lagi menutup jalan).
2. Keluaran 25:16-22 (Kerub-yang tanpa pedang-di atas tutup pendamaian).
3. Imamat 17:1-11 (Darah yang mengerjakan pendamaian).
4. Matius 27:45-53 (Jalan telah koyak terbuka).
5. Roma 3:21-26 (Pekerjaan Kristus sebagai jalan pendamaian yang ditentukan Allah).
6. 2 Korintus 5:16-21 (Mendamaikan dunia dengan diri-Nya).
7. Ibrani 2:14-17 (Imam Besar yang mendamaikan dosa).

Pertanyaan diskusi

1. Mengapa Allah tidak bisa menoleransi (sedikit pun) terhadap kejahatan?
2. Apa sebenarnya pendamaian itu? Apa yang dimaksud dengan ungkapan ”pendamaian adalah lalu lintas satu arah yang datangnya dari atas” (10.6)?
3. Apa yang dipaparkan di atas, kini ditolak sebagai ”teologi darah”. Menurut pandangan itu, Allah PL dibayangkan sebagai Allah yang suka melihat darah. Apa yang bisa Anda kemukakan menentang pikiran itu?
4. Apakah Anda melihat perbedaan di antara pengampunan dan pendamaian?
5. Apa arti pendamaian Allah dengan kita untuk pendamaian kita dengan sesama kita? Seberapa jauh yang harus kita lakukan (bnd Mat 18:21-35)?
6. Apa yang dimaksudkan dengan ”pendamaian yang umum” itu? Apakah Anda merasa tertarik akan pendapat itu? Bagaimana Anda menilainya?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Dr. Egbert Brink
  3. ISBN:
    978-602-1006-17-7
  4. Copyright:
    © 2000. Dr. Egbert Brink
  5. Penerbit:
    YAYASAN KOMUNIKASI BINA KASIH