Apa yang sebenarnya kita lakukan ketika kita menyatakan iman? Menyatakan pengakuan iman berarti kita menya takan iman kita secara terbuka. Kita mengungkapkannya di depan umum bahwa kita memi lih untuk mengikuti Allah. Kita menegaskan bahwa kita ingin hi dup bersama Allah. Kita mengung kapkan bahwa tanpa Dia tidak mungkin kita hidup. Kita berjanji akan mengikuti Yesus Kristus dan akan hidup bersama Dia selama-lamanya.
Itu adalah janji-janji yang besar. Kata-kata itu penuh arti.
Hal itu tidak kita perbuat begitu saja. Dibutuhkan iman yang bertumbuh untuk menuju tahap pengakuan iman. Pengakuan iman adalah peristiwa yang hebat. Karena itu, sebaiknya kita me mi kirkannya terlebih dahulu. Dalam ibadah peng akuan iman [sidi]-yang bia sanya berlangsung istimewa dengan tata cara tersendiri-kita juga disadarkan akan hebatnya hal itu, melalui kata-kata, ”Anda berdiri di hadapan Allah dan jemaat-Nya yang kudus.”1 Ketika melakukannya, kita berdiri di antara surga yang terbuka dan secara terbuka di atas bumi.
Penggambaran pengakuan iman di atas begitu mengesankan, apakah itu berlebihan? Atau, apakah memang seharusnya begitu? Apakah kita harus melakukan pengakuan seperti itu? Tuhan Yesus berkata, ”Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia,
Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 10:32)- ini pesan Yesus kepada para murid-Nya, yang sudah cukup lama mengikuti Dia. Ternyata, mengakui Dia adalah keharusan bagi kita dan semua orang Kristen.
Para murid Yesus telah mengalami masa percobaan. Selama itu, mereka harus belajar banyak. Mungkin kita bisa memban dingkannya dengan katekisasi atau pendidikan Kristen (umum) yang mungkin kita terima, atau lebih luas lagi dengan periode hidup kita sebagai anggota jemaat. Masa belajar itu diakhiri dengan pengakuan iman di depan jemaat. Mulai hari itu kita disebut anggota sidi jemaat, dan menjadi peserta Perjamuan Kudus. Pengakuan iman tidak terikat pada usia tertentu. Walaupun demikian, kita diharapkan melakukannya sebagai pilihan pribadi, yakni dengan menyadari bahwa Allah telah memilih kita sebelumnya. Pilihan kita itu terjadi atas dasar pilihan Tuhan.
Jika seseorang dari luar gereja menjadi percaya, dia mengaku imannya terlebih dahulu, kemudian dia dibaptis. Orang dewasa baru bisa dibaptis, setelah mereka bertobat dan mengaku iman mereka kepada Kristus. Jadi, baptisan itu didahului oleh pilihan dengan kesadaran pribadi. Demikian juga, siapa yang dibesarkan dalam keluarga yang percaya dan sudah menerima baptisan, hendaklah mereka pun melakukan pilihan itu dengan kesadaran sendiri.
Apa yang sesungguhnya kita lakukan berkaitan dengan pengakuan iman itu?
Unsur-unsur tersebut bisa kita kenali-walaupun kata-katanya sedikit berbeda-dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika mengaku iman kita masing-masing di depan umum. Pertanyaan-pertanyaan itu mengenai ajaran keselamatan:
1. Kita mengaku bahwa kita tidak bisa menyelamatkan diri kita sendiri, bahwa kita tidak bisa hidup tanpa Kristus.
2. Kita ingin mengikuti perjamun kudus untuk mengalami keselamatan kita.
3. Kita mengungkapkan kerinduan kita untuk melayani Allah.
4. Dalam semuanya itu kita mengharapkan bantuan dari persekutuan gereja, untuk menegur, jika suatu saat kita berbuat salah.
Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah siap untuk itu? Kapan sebenarnya kita siap untuk mengaku iman kita? Masing-masing kita memang membuat pilihan yang menentukan, padahal banyak orang muda sulit sekali mengambil keputusan. Berbagai kendala menghalangi mereka. Beberapa dari mereka ada yang ingin menunda pilihan itu selama mung kin. Keberatan lain yang kadang mereka kemukakan, yaitu ”Mana mungkin saya bisa mengatakan bahwa saya akan terus beriman? Saya belum yakin tentang itu ...” Atau, ”Saya belum sejauh itu karena kalau mengaku iman, saya harus berhenti melakukan apa yang saya perbuat sekarang.”
Kita bisa mengukur diri kita sendiri apakah kita sungguh-sungguh sudah siap. Ketika kita mengaku iman, kita sekaligus memang mengakhiri sebuah periode. Tetapi kenyataannya, kita sekaligus memulai awal yang baru, yaitu sebagai orang Kristen yang selanjutnya sebagai anggota jemaat yang sidi. Mungkin saja pengakuan iman kita tidak lebih dari pengesahan mengenai apa yang telah kita janjikan kepada Allah dalam hati kita. Selain itu, kita tidak berjanji bahwa kita tidak akan pernah jatuh. Sewaktu-waktu kita akan menemui pilihan-pilihan yang sulit. Artinya, sesudah mengaku iman, kita masih akan menjalani pertumbuhan!
Dalam bukunya Bekering (Pertobatan), E.A. de Boer menyediakan alat ukur yang praktis:
Ini tidak berarti bahwa kita harus mencapai nilai yang tinggi pada tiap-tiap bagian. Mengaku iman bukanlah menjalani ujian. Tetapi, dalam pengakuan iman, kita menyerahkan diri kita sendiri, dan kita memberikan hati kita, sambil berikrar bahwa kita bertanggung jawab atas semua itu. Lagi pula, sangat penting bagi anggota jemaat yang sudah mengaku imannya, baik laki-laki maupun perempuan, untuk memeriksa diri nya sendiri terus-menerus menurut norma-norma tersebut. Kristus tidak mempunyai murid-murid yang sudah mencapai status kesempur naan. Tetapi, Dia mempunyai murid-murid yang benar-benar mau mengikuti Dia dan yang siap menyerahkan diri untuk dibentuk oleh-Nya!
Pertanyaan yang sering muncul pada kateki sasi sidi adalah ”Siapa yang bisa memastikan bahwa saya masih tetap akan berpikir demikian setelah bebe rapa tahun? Mana mungkin saya sekarang menepati janji, sementara saya tidak mampu memandang hidup saya secara menyeluruh?” Ini yang membuat banyak orang juga tidak mau menikah, karena mereka tidak berani membuat pilihan untuk tetap setia selama hidup mereka. Mereka menganggap mengungkapkan janji-janji yang sebesar itu adalah langkah yang terlalu berani.
Padahal, ketika mengaku iman, kita tidak mengungkapkan kepercayaan kepada diri kita sendiri. Pertama-pertama, kita mengucapkan kepercayaan kepada Allah. Kita mencari pegangan hanya pada-Nya. Kita mengungkapkan keteguhan niat kita untuk tetap berpegang pada Allah-seolah-olah kita memegang tangan yang sedang diulurkan kepada kita. Allah menjadi yang pertama sampai kapan pun. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Dan memang kita tidak perlu mencari tahu karena Allah yang akan melaku kannya untuk kita. Mustahil kita bertahan dengan kekuatan kita sendiri. Untuk itu, nenek moyang kita memakai sebutan ketekunan orang-orang kudus (PAD, bab V, ps 3, 9, 11).2 Sebutan ini tidak berarti bahwa kita bertahan selamanya bersama Allah, tetapi sebaliknya Allah yang berjanji untuk bertahan bersama kita! Bila kita jatuh, dan jatuh lagi, atau tersesat, Allah berjanji untuk mencari sampai menemukan kita. Dia berjanji untuk selalu siap sedia. Tiada yang setia seperti Allah. Selama kita hidup Dia akan memampukan kita untuk menepati janji kita, dan Dia mau supaya kita bertanggung jawab atasnya. Bagaimanapun, Dia yang akan tetap setia melakukan janji-janji-Nya.
Hal itu sangat indah diungkapkan pada upacara pengakuan iman, yaitu dalam pertanyaan terakhir yang berbunyi, ”Berjanjikah saudara untuk mendengar dan menakluk kan diri di bawah nasihat dan peraturan jemaat, apabila saudara salah melangkah dalam pengajaran atau kehidupan?”3 Dalam pertanyaan itu terlihat bahwa sebagai manusia biasa, bisa jadi Anda melakukan perbuatan buruk atau tersandung. Kalimat berikutnya ditambahkan ”Kiranya Allah melindungimu dalam anugerahNya, agar hal itu jangan terjadi!”4 Dengan itu, kita mengakui bahwa kita tidak akan bisa bertahan dengan kekuatan sendiri. Kita mengikuti Kristus dan mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Dia yang telah me manggil kita, dan kita yang mendengarkan Dia. Kita senantiasa ingin ber sama dengan Dia selamanya. Itu juga terde ngar dalam kata-kata berkat pada akhir upacara pengakuan iman, yang adalah kutipan dari 1 Petrus 5:1011, ”Dan Allah, sumber segala anugerah, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokoh kan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.”5
Anda mulai dengan Kristus, senantiasa berjalan dengan Kristus, dan berakhir dengan Kristus. Bukan dengan kekuatan kita sendiri, melainkan dengan kekuatan Kristus. ”Dalam iman kita melangkah, sambil merasa kelemah an kita yang besar. Hari demi hari kita semakin perlu memahami anu gerah-Mu.”6 Karena itu, penutup upacara pengakuan iman adalah: ”Dialah yang punya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”
1. Matius 10:32-33 (Dia membela siapa yang mengakui Dia).
2. Matius 16:13-18 (Pengakuan iman yang mendasar).
3. Yohanes 20:26-31 (Berbahagialah mereka yang percaya tanpa melihat).
4. Roma 10:8-13 (Mengaku dengan mulut-mempercayai dengan hati).
5. Filipi 2:5-11 (Pengakuan universal).
6. 1 Timotius 6:13-16 (Mengaku di hadapan banyak saksi).
7. 2 Timotius 2:8-13 (Dia tetap setia).
1. Dapatkah Anda menjelaskan dari Alkitab bahwa pengakuan iman itu suatu keharusan bagi Anda?
2. Apa sebenarnya arti mengaku iman itu? Apa yang Anda janjikan ketika menyatakan pengakuan iman?
3. Apakah reaksi Anda, jika Anda mendengar alasan (untuk tidak ikut menyatakan pengakuan iman): ”Saya tidak tahu apakah saya masih tetap percaya beberapa tahun kemudian?”
4. Nomor 3 alat ukur kesiapan Anda. Silakan periksa diri Anda sen diri dengan alat ukur tersebut. Kemudian diskusikan bersama dalam kelompok. Kapan Anda mengetahui bahwa Anda telah siap untuk menyatakan pengakuan iman?
5. Menurut Anda, apa arti ketekunan orang-orang kudus? Apakah kesabaran Tuhan sungguh-sungguh tidak terbatas?