Sampai hari ini, Israel tetap menarik perhatian. Tidak banyak bangsa-bangsa yang meninggalkan kesan yang begitu besar, seperti Israel. Dan tidak banyak juga bangsa-bangsa yang menimbulkan begitu banyak perlawanan, seperti bangsa Israel. Kekaguman dan kebencian akan umat Israel (Yahudi) sama besarnya. Betapa banyak nya penindasan-penindasan, yang bangsa Israel derita abad demi abad, yang kadang sangat mengerikan. Gereja Kristen pun tidak terlepas dari melakukan penindasan terhadap Israel. Siapa pun yang mendalami sejarah bangsa Yahudi, sulit untuk tidak terharu olehnya. Kebencian terhadap bangsa ini tampak nya tidak pernah berhenti. Antisemitisme ini-begitu sebut annya-timbul terus-menerus. Tetapi, betapa pun bangsa Israel dicabik-cabik, bangsa ini tetap bertahan dengan berani, sampai sekarang. Pernah seorang kaisar bertanya kepada seseorang; ”Apakah Allah sungguh-sungguh ada?” lalu dia mendapat jawaban, ”Iya, karena umat Israel masih terus ada” (bnd Est 6:13). Bukankah bangsa Israel selalu dan tetap umat Allah?
Di bawah ini saya mencoba menguraikan dan membicarakan berbagai pendekatan terhadap umat Israel. Model pendekatan itu agak berbeda-beda, kadang yang satu sulit dibeda kan dari yang lain, dan sulit dipahami. Pertama-tama, saya memberikan pencirian singkat posisi masing-masing. Selanjutnya saya membahasnya satu demi satu, dan diakhiri dengan pandangan pribadi saya secara singkat. Saya sendiri memilih model yang terakhir (D), yang berpusatkan pada keterikatan dengan Mesias Yesus.
A. Model pergantian
Gereja Kristus sedunia yang dikumpulkan dari berbagai bangsa telah mengambil posisi umat Israel. Orang-orang Israel yang meng akui Mesias pun masuk ke dalam gereja sedunia itu. Memang kaum Israel pernah memiliki posisi yang istimewa, karena Allah bergaul dengan mereka sebagai umat-Nya yang kudus. Tetapi, sekarang Allah tidak lagi menjalin relasi yang istimewa seperti itu dengan hanya satu bangsa. Gereja dari semua bangsa telah menjadi Israel yang baru.
B. Model jalur ganda
Orang-orang yang menganut model ganda, membedakan de ngan jelas antara umat Isreal (Yahudi) dan umat Kristen. Menurut mereka, sebenarnya terdapat dua perjanjian; yang satu perjanjian dengan umat Israel, dan yang satu lagi dengan umat Kristen. Di satu sisi, perjanjian yang Allah adakan dengan Abraham, yang di sertai janji-janji tanah dan keturunan, di sisi lainnya, umat Kristen mempunyai perjanjian lain, yang disertai janji warisan surgawi, ya itu Kerajaan Allah. Masih tersedia masa depan untuk umat Israel, yakni ketika Kristus datang kembali untuk mendirikan kerajaan se ribu tahun (lih Why 20). Pada saat itu, Yesus Kristus akan kembali ke Bukit Zaitun sebagai Mesias mereka. Dan pelayanan Bait Suci akan dipulihkan-Nya.
C. Model dua jalan yang terpisah
Allah Abraham terus berhubungan dengan keturunannya. Sekalipun mereka menolak Kristus sebagai Mesias, Allah setia melakukan firman-Nya dan tetap memandang mereka sebagai milik kesayangan-Nya. Akhirnya, terdapat dua jalan terpisah yang masing-masing menuju Allah. Agama Kristen dan agama Yahudi merupakan dua kemungkinan di mana manusia bisa bergaul dengan Allah. Seorang Yahudi (Israel) yang sungguh-sungguh percaya pun bisa mewarisi keselamatan menurut caranya sendiri. Mesias, Yesus Kristus, seakanakan berdiri menghadap ke arah umat Kristen yang mengakui-Nya, dan membelakangi orang-orang sebangsa-Nya yang menolak Dia. Walaupun demikian, Allah akan tetap setia terhadap Israel-Nya.
D. Model pertumbuhan
Model pertumbuhan tidak jauh berbeda dari model A tadi, namun keutamaan model ini ingin meng hargai posisi istimewa umat Israel, di dalam keseluruhan gereja segala zaman. Allah memulai sejarah keselamatan-Nya dengan bangsa Israel. Sejarah itu tidak pernah di hapuskan. Mustahil Allah memutuskan janji-janji-Nya kepada Abraham dan keturunannya. Posisi Israel yang unik ini dapat disimpulkan dari Roma 9-11. Cabang-cabang pohon zaitun yang liar (bangsa-bangsa lain) dicangkokkan pada pohon zaitun sejati (umat asli Allah), di mana memang berbagai cabang asli dipotong (lih Rm 11:24). Yang masih ditunggu ialah pertum buhan, sampai dicapai jumlah genap orang-orang Yahudi yang datang kepada Kristus, sehingga tepat dikatakan ”seluruh Israel akan diselamatkan” (Rm 11:26).
Menurut model A ini, Israel memang pernah menjadi umat Allah, tetapi sekarang tidak lagi demikian (lih Mat 21:43). Gelar-gelar Israel kini telah dialihkan kepada gereja (lih 1Ptr 2:9-10; Yak 1). Sekarang tidak ada lagi perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani, orang Afrika dan orang Eropa. Tembok pemisah antara Israel dan
bangsa-bangsa telah dirubuhkan (lih Ef 2:11-14). Gereja sedunia yang berasal dari semua bangsa telah menggantikan Israel dan kini menduduki tempatnya. Allah memiliki umat yang baru, yang terdiri dari baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang bukan Yahudi (lih Ibr 9).1 Sekarang, Israel yang sesung guhnya ialah jemaat Kristus. Namun, yang menentukan seseorang adalah Israel sejati, bu kan lah penampil annya, melainkan kenyataan bahwa ia sungguh-sungguh per ca ya ke pada Kris tus (lih Rm 2:28-29). Keturunan Abraham yang se sung guhnya ialah siapa saja yang mengikuti dia dalam imannya dan yang mengakui Yesus sebagai anak agung Abraham (lih Yoh 8:39, 44; Gal 3:7, 29).
Sejak dahulu kaum Yahudi memang dianggap istimewa, karena keselamatan berasal dari umat Yahudi (Yoh 4:22). Mesias berasal dari umat Yahudi (lih Rm 9:5). Itu juga sebabnya sejarah bangsa ini menimbulkan rasa simpati. Tetapi, sekalipun semua orang Yahudi bertobat secara massal untuk menjadi warga gereja, maka pasti status mereka yang istimewa itu tidak akan berlanjut, tetapi menyatu dengan perkumpulan orang-orang percaya dari semua bangsa. Jadi, pemisahan antara Yahudi dan bukan Yahudi sudah hilang untuk selama-lamanya (lih Gal 3:28; Ef 2:11-12).
Tidak tepat jika kita memandang Israel segaris dengan semua bangsa lainnya. Siapa yang tidak lagi menganggap Israel sebagai umat Allah yang dahulu kala, akan menghadapi pertentangan dari Paulus. Karena ia tegas menyangkal bahwa Allah telah membuang umat-Nya (lih Rm 11:1-2; Gal 6:16). Orang-orang Yahudi bukanlah sekadar penganut-penganut agama tertentu saja. Dari semula mereka memiliki hubungan dengan Allah Abraham. Mereka benar1 Kata ”Yunani” yang juga sering dipakai dalam PB sebenarnya searti dengan perkataan ”bukan Yahudi”. Sama halnya dengan sebutan ”orang kafir”, yang berarti bahwa orang yang tidak mengenal Tuhan (bh Inggris pagan). Sebutan ini jarang dipakai lagi karena kini dianggap diskrimi natif. Apalagi, kata ini menyebabkan kebingungan, karena dalam agama Islam pun dipakai, yaitu untuk menunjukkan orang-orang non-Muslim.
benar umat-Nya (lih Ul 4:31; 32:26)! Janji-janji yang sejak dahulu Allah berikan kepada Abraham serta keturunannya, tidak pernah ditarik-Nya kembali (lih Hak 2:1; Mzm 89:1-5, 34-35; 105:8; Yes 54:10; Rm 11:1-2; 2Kor 1:20). Allah tetap mengingat perjanjian-Nya. Se perti yang pernah dikatakan Martin Buber, seorang Yahudi yang terkenal, ”perjan jian dengan aku tidak dibatalkan-Nya”. Allah tidak menyesali panggilan-Nya (lih Rm 11:29). Arti nya, janji-janji-Nya yang dahulu tetap berlaku dan masih aktual sepenuhnya. Sebuah janji bukanlah ra malan, melainkan ikrar yang meminta jawaban (Bab 14.7).
Tetapi Paulus bersedih hati karena orang-orang sebangsanya tidak mau menerima janji itu! Ia tersandung oleh kebebalan hati mereka yang menolak Mesias dengan begitu keras, sama seperti yang dilakukannya dahulu. Jika Paulus boleh memilih, ia mau terpisah dari Kristus, demi kaum sebangsanya, asalkan beribu-ribu dari mereka bertobat (lih Rm 9:2-3; bnd 11:14). Kelihatannya banyak orang Yahudi yang tidak peduli. Tetapi, itu bukan berarti Allah memutuskan hubungan dengan mereka. Sikap bangsa Yahudi itu tidak me ngurangi janji Allah kepada mereka. Sekalipun orang-orang Yahudi menolak Dia, Ia tetap memperhatikan mereka ”oleh karena nenek moyang” (Rm 11:28).
Sebelumnya, dalam surat yang sama Paulus mengatakan bahwa ”orang Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak keyahudiannya dan sunat sejati ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah” (Rm 2:29). Tetapi kata-kata ini tidak berarti bangsa Yahudi telah dibuang sebagai umat Allah. Jika memilih janji Allah sebagai tolok ukur maka kita akan lebih memahaminya. Perhatian Allah tetap tertuju kepada umat-Nya yang lama, yaitu kaum Yahudi, sekalipun sebagian besar mereka tidak mau mendengar Dia. Saya yakin, bangsa Yahudi masih terus ada, justru karena Allah tidak membalas kekerasan hati sebagian besar mereka. Karena Ia tidak menyesali janji-janji-Nya, maka sekarang ini pun kita masih dapat berbicara tentang umat Allah yang lama. Tentu saja, ini sangat berbeda artinya dari sebutan bangsa pilihan yang ditujukan kepada umat Yahudi, se olah-olah Injil tidak perlu lagi diberitakan kepada mereka (lih Rm 11:1).
Jadi, tidak tepat juga kita meniadakan gelar kehormatan bangsa Israel dan mengalihkannya kepada gereja. Walaupun ada ayat-ayat Alkitab yang memang menekankan persatuan orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi dalam umat Allah yang baru. Tetapi persatuan itu hanya terwujud melalui Kristus (lih Ef 2:19-22). Mungkin lebih tepat kita mengatakan Anak Allah yang menggantikan posisi Israel yang lama sebagai ”anak Allah” yang gagal (demikian P.H.R. van Houwelingen). Karena ”daya pikul”-Nya, orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi dapat bersama-sama mendirikan satu bangunan di atas fondasi Kristen.
Bagi mereka yang menganut model B, gereja dan Israel berbeda jalurnya. Pada masa Per janjian Lama Allah mengutamakan keturunan Abraham. Dia memberikan janji-janji jasmani kepada mereka, yakni tanah dan keturunan. Juga diberitahukan-Nya rencana kedatangan Mesias. Tetapi ketika Yesus menyatakan diri-Nya sendiri sebagai Juru selamat, hal itu berseberangan dengan pandangan kaum Yahudi, yang rupanya mempunyai harapan kedatangan Mesias yang sangat berbeda, sampai pada akhirnya mereka menyalib kan Dia. Dengan ini misi untuk (kembali) mendirikan kerajaan umat Tuhan di bumi sudah gagal. Itulah sebabnya, untuk mewujudkan rencanaNya, Allah beralih dari Israel kepada bangsa-bangsa, yaitu dengan mengumpulkan gereja sedunia. Baru pada masa kerajaan seribu tahun, Dia akan kembali mengarah kan diri secara khusus kepada umat Yahudi. Maka mereka akan mendapat kesempatan kedua, dan akan terjadi pertobatan massal orang-orang Yahudi.
Karena itu, dengan tatapan yang tajam mereka mengamati apa yang terjadi di Tanah Palestina yang sekarang (a.l. dipasang webcam pada tembok Yerusalem). Karena mereka yakin bahwa Israel masih umat Allah dan akan tetap sebagai umat Allah, apa pun yang terjadi, tanpa syarat apa pun. Mereka menyebut Israel sebagai umat kesa yangan Allah. Tidakkah Paulus menulis bahwa seluruh Israel akan diselamatkan (lih Rm 11:25-26)? Kembalinya orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru mata angin ke Palestina dan proklamasi berdirinya negara Israel pada tahun 1948, mereka pandang sebagai penggenapan langsung nubuat-nubuat Perjanjian Lama (msl, Yes 43:1-8). Menurut mereka masa depan tidak dapat lepas dari apa yang akan terjadi di Israel. Yang mereka nantikan ialah:
Dengan demikian mereka menantikan bahwa seluruh Israel akan diselamatkan. Perbedaan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen akan tetap berlanjut sampai pada kekekalan. Dalam pandangan ini, seakan-akan Allah mempunyai dua orang anak, yakni umat Yahudi dan umat Kristus. Kedua-duanya dikasihiNya. Bagi jemaat-Nya Dia sebagai Juruselamat, untuk Israel Dialah Kepala yang mengum pulkan keturunan-keturunan Abraham, entah mereka menginginkannya atau tidak. Jadi, menurut pandangan ini, jalan keselamatan adalah jalur ganda.
Dalam pandangan ini, mereka tidak sampai mengatakan bahwa Israel dapat melewati Tuhan Yesus sebagai Mesias. Namun, menurut model ini, Kristus mempunyai hubungan yang benar-benar berbeda dengan Israel dibanding relasi-Nya dengan jemaat Kristen-Nya! Mereka masing-masing memiliki posisi tersendiri. Bahkan umat Israel diselamatkan dengan cara yang berbeda dibandingkan penyelamatan gereja Kristen dari semua bangsa-bangsa yang lain! Menurut model ini, yang disebut kerajaan seribu tahun (lih Why 20) seluruh ibadah pengurbanan Bait Suci akan dipulihkan. Maka Allah akan memengaruhi umat Israel sedemikian kuat, sehingga mereka tidak lagi menolak Mesias. Model ini menimbulkan per tentangan yang tajam antara umat Israel jasmaniah dan umat yang rohaniah, yaitu jemaat, di antara umat menurut daging dan umat menurut Roh, di antara hukum dan anugerah.
Pandangan ini sangat merusak kesatuan umat Allah, juga kesatuan karya Allah (lih Mzm 87; Ef 2:11-16). Padahal, Perjanjian Baru jelas menyatakan ”hanya oleh iman”, dan itu berlaku baik untuk orang Yahudi maupun orang Yunani (lih Gal 3:28). Tidak akan ada dua masa atau dua cara pengadilan (lih Yoh 5:27-29). Pada penghakiman terakhir Kristus akan mengumpulkan semua bangsa di hadapan-Nya (lih Mat 25:31-33).
Tetapi bagaimana halnya dengan semua kutipan nubuat-nubuat Perjanjian Lama itu? Para pengikut model ini sering mengacu pada interpretasi harfiah nubuat-nubuat ini. Tetapi banyak nubuat tidak untuk kita pahami secara harfiah. Orang-orang yang membaca nas secara harfiah itu pun menafsirkan banyak teks Alkitab secara simbolis, misalnya Hosea 14:6, yang mengatakan bahwa Israel ”akan berbunga seperti bunga bakung dan akan menjulurkan akar-akarnya seperti pohon hawar”. Dan lagi, ketika cara mem baca ini diamati lebih lanjut, ternyata teks-teks sering dicopot dari kesatuannya lalu dihubungkan satu dengan yang lain, untuk akhirnya sampai pada sebuah kerajaan seribu tahun.
Dan bagaimana Eksodus yang baru, yaitu kepergian ratusan ribu orang Yahudi dari bekas Uni-Sovyet ke Israel? Apakah peristiwa itu tidak ada kaitannya dengan nubuat-nubuat yang dikutip itu? Sulit kita katakan; jika Ia mengakhiri diaspora dan mengumpulkan banyak orang Israel (dalam rangka providensi Allah) terjadi di luar Kristus. Apakah Ia tidak mempergunakan perkembanganperkembangan ini untuk menyelamatkan sebagian bangsa Yahudi? Sudah tentu! Tetapi Eksodus barulah lengkap, jika orang-orang Yahudi pun mengikuti Yesus, Sang Mesias, memasuki Kerajaan Allah.
5. Model C: Model dua jalan yang terpisahPandangan model C ini cukup kuat, terutama karena dilatarbelakangi oleh ketidakadilan yang dialami bangsa Yahudi. Kesetiaan Allah terhadap umat perjanjian-Nya ditekankan. Allah Abraham selalu mempertahankan hubungan-Nya dengan keturunannya. Sekalipun mereka menolak Mesias, Allah terus menganggap mereka sebagai umat kesayangan-Nya.
Secara fakta, mereka bicara mengenai dua jalan keselamatan.
Jalan umat Yahudi dan jalan umat Kristen kepada Allah merupakan dua jalan yang terpisah. Cara Allah bergaul dengan umat Yahudi sangat berbeda dengan cara Ia berhu bungan dengan umat Kristen. ”Bagi orang Yahudi firman Allah yang utama adalah Taurat (instruksi hukum), yang diberikan kepada Israel di gunung Sinai. Bagi umat Kristen firman Allah yang utama adalah Yesus Kristus, Firman Allah yang telah menjadi manu sia” (begitulah H. Jansen). Israel berlanjut pada jalannya sendiri, terlepas dari Kristus sebagai Penebus. Dengan Talmud (= kumpulan diskusi-diskusi para rabi tentang berbagai pokok yang mengenai kata-kata Alkitab) mereka mengembangkan agama tersendiri atas dasar Kitab-kitab Musa. Dan itu memang hak mereka. Karena itulah pemberitaan Injil kepada umat Yahudi tidak dibicara kan. Lebih baik gereja berdiam diri karena sikapnya terhadap bangsa Yahudi selama berabad-abad. Bahkan, setelah peristiwa-peristiwa yang mengerikan pada abad yang lalu, yaitu genosida umat Yahudi (Holocaust), gereja sama sekali tidak lagi berhak bicara. Israel mempunyai hak sulung, dan bahkan dapat datang kepada Allah di luar Kristus.
Saat kita membicarakan Injil Mesias Yesus kepada orang Yahudi, memang tidak boleh melupakan sejarah mengerikan yang telah me reka alami. Tetapi itulah sesuatu yang lain daripada melewati Mesias. Pem bunuhan massal yang terjadi dalam Perang Dunia Kedua bukanlah alasan untuk menahan Injil keselamatan-Nya dari orang-orang Yahudi. Menyesal karena sikap anti-Yahudi dalam kekristenan masa lampau dapat berjalan bersama-sama dengan me nunjuk kepada Yesus, Sang Mesias, anak Abraham, anak Daud (lih Mat 1:1). Justru karena kasih terhadap bangsa ini. Karena Tuhan Yesus jelas mengatakan bahwa hanya ada satu jalan kepada Allah; Yesus sen diri (lih Yoh 14:6). Dan hanya ada satu nama yang olehnya kita dapat diselamat kan (lih Kis 4:12). Hal ini berlaku untuk semua orang, entah dia orang Yahudi atau orang Yunani. Hati Allah benar-benar tertuju kepada umat-Nya yang lama, tetapi efek-Nya per tama-tama terletak dalam tangan anak-Nya. Tidak seorang pun yang dapat melewati Dia. Tanpa Dia terbentanglah selubung atas Perjanjian Lama (lih 2Kor 3:14). Selama orang Yahudi tidak mengakui Yesus sebagai Mesias, mereka belum termasuk rekan-rekan seiman. Sebalik nya, bila mereka menolak Yesus Kristus seba gai Anak Allah, maka mereka sama saja dengan orang-orang yang ber iman lain atau yang bahkan tidak percaya.
6. Model D: Model pertumbuhanModel pertumbuhan ini sangat berbeda dengan model pergantian (A). Dalam Perjanjian Baru, kita tidak akan pernah membaca secara harfiah tentang gereja menggantikan Israel. Gereja hanya dapat kita katakan sebagai penerus, dan bukan penggantinya. Daripada kita bicara tentang model pergantian, lebih baik kita bicara tentang model pertumbuh an, di mana Paulus menggunakan pohon zaitun sebagai gambaran (lih Rm 11:11-24).2 Ia tidak mengatakan pohon yang satu digantikan oleh yang lain. Tetapi, kita sebagai orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain (yang bukan Yahudi), diterima ke dalam pohon zaitun yang sejati, yang akarnya ialah Abraham. Pohon zaitun ini telah tumbuh dan ber bunga tanpa ada kita. Kita yang berasal dari pohon zaitun yang liar. Maka sebagai tunas-tunas liar kita dicang kokkan di tempat cabang-cabang asli yang dipatahkan. Allah yang berkuasa untuk mencang kokkan cabang-cabang yang liar, juga dapat mengembalikan cabang-cabang yang lama pada pohon yang asli. Seorang yang berasal dari bangsa lain dimasukkan ke dalam keturunan Abraham, tetapi seorang Yahudi pulang kembali ke tempat asalnya. Tetapi, ini tidak terlepas dari Anak Abraham yang menguduskan pohon itu. Kristus disebutkan sebagai akar Daud (tunas, Why 5:5; 22:16). Dia tidak hanya berasal dari umat Yahudi, tetapi Dia bahkan lebih awal dari Abraham. Bukan umat Yahudi yang adalah akar yang memikul kita, melainkan Kristus yang adalah akar yang penuh getah (demikian P.H.R. van Houwelingen yang memilih bicara tentang model penggenapan).
Paulus memberi peringatan yang mengesankan untuk setiap orang yang telah dicangkokkan pada pohon Israel ini. Siapa yang menganggap diri lebih baik hingga meremehkan umat Yahudi, boleh jadi ia lambat laun dipatahkan sendiri. Karena sikap seperti itu bukanlah hasil iman. Hanya oleh iman kepada Mesias, Yesus, kita dicangkok kan, maka tetap dicangkokkan. Ini berlaku untuk orang Yahudi maupun orang Yunani, karena hanya oleh iman kita menjadi dan tetap tinggal anak-anak Abraham. Hanya atas dasar hubungan yang hidup dengan satu-satunya Allah, kita diselamatkan dan bisa membuat orang-orang lain menjadi cemburu akan keselamatan itu (lih Gal 3:7; Rm 3:29-30).
2 Baca juga buku Jakob van Bruggen, Membaca Alkitab. Sebuah pengantar (Momentum 2009), hlm. 160-166.
Model pertumbuhan ini cocok dengan apa yang Paulus bicarakan mengenai rahasia (lih Rm 11:25). Apa maksudnya? Paulus berhadapan dengan fakta yang nyata bahwa sebagian besar orang-orang sebangsanya menolak Yesus sebagai Mesias. Tetapi, sekaligus dia melihat jalan yang terbuka bagi bangsa-bangsa lain yang menerima Yesus sebagai Mesias. ”Di balik itu, terletak tujuan yang istimewa, yaitu untuk membuat Israel merasa cemburu, saat orang-orang non-Yahudi (yang dahulu bukan umat Allah!) mendahului mereka menuju Allah!
Cara kerja ini telah Allah perlihatkan lebih dahulu. Dalam Roma 10:19 Paulus mengutip Ulangan 32:21, bunyinya ”Aku membuat kamu cemburu terhadap orang-orang yang bukan umat ....” Allah sering menggunakan bangsa-bangsa lain untuk membangkitkan cemburu umat-Nya, dan mengajarkan pengetahuan yang benar tentang diri-Nya kepada mereka. Sarana untuk mencapai umat-Nya sendiri ini yang dikenali Paulus dalam cara Allah bekerja (lih Mat 8:1112). Kesa daran itu memberikan motivasi tambahan kepadanya untuk melanjut kan tugasnya sebagai rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi, dengan maksud untuk menjangkau umatnya sendiri juga, ”yaitu kalau-kalau aku dapat membangkitkan kecemburuan di dalam hati kaum sebangsaku dan dapat menyelamatkan beberapa orang dari mereka” (Rm 11:13-14).
Jadi, apa rahasianya? Rahasianya, yaitu pengaruh timbal balik antara Israel dan bangsa-bangsa lainnya. Karena sebagian dari Israel telah mengeraskan hatinya, sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain dapat masuk (bnd Rm 11:25). Tetapi, di sisi lainnya, hendaklah iman bangsa-bangsa lain itu memengaruhi Israel juga. Dengan begitu, Allah bermaksud membangkitkan kecemburuan umat-Nya yang lama sehingga pada akhirnya juga ada sejumlah orang Israel yang masuk! Kepenuhan dari bangsa-bangsa lain dan kepenuhan dari Israel bersama-sama membentuk satu pohon zaitun yang sejati, dengan Kristus sebagai akar yang memikul.
Paulus berkesimpulan bahwa ”Dengan demikian, seluruh Israel akan diselamatkan” (Rm 11:26). Yang dimaksudkan Paulus bukanlah semua orang Yahudi, satu demi satu, melainkan jumlah yang penuh dari mereka.
Pun dalam Roma 11:32 maksud Paulus dengan kata ”semua orang” bukanlah tiap-tiap orang tanpa kecuali. Dia sendiri seorang Israel yang tidak ”dikurung” dalam ketidak taatan. Seandainya tindakan Allah ”mengurung semua orang dalam ketidaktaatan” berlaku untuk semua orang Yahudi, maka seharusnya hal itu berlaku untuk Paulus juga. Tetapi, tidak demikian halnya! Jadi, di sini pun perkataan ”semua orang” berarti jumlah yang penuh.
Dalam Roma 11:5 Paulus berbicara tentang ”suatu sisa” dari orang-orang sebangsanya, yaitu mereka yang menerima Mesias. Karena itu, perkataan ”seluruh Israel akan dise lamatkan” (Rm 11:26) juga tidak berarti bahwa akan dibentuk sebuah Israel yang baru dari semua bangsa, Yahudi maupun Yunani. Jika dalam suratnya Paulus berbicara tentang Israel, dia berbicara tentang umat Yahudi. Maksudnya ialah jumlah yang penuh dari orang-orang Yahudi yang telah menjadi percaya dan yang masih akan datang. Hal itu jelas dari kata ”dengan demi kian” yang mengacu kembali ke rahasia itu. Melalui jalan ini, Allah ingin mencapai kepenuhan dari orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen. Gereja segala zaman baru akan komplit, kalau jumlah yang penuh dari orang-orang Yahudi, yang menerima Mesias, telah masuk.
Garis mengenai ”suatu sisa” pun bisa ditarik dari Perjanjian Lama, di mana para nabi terus berbicara tentang sisa yang akan tinggal. Keseluruhan dari sisa itu akan disela matkan (lih Am 9:712). Pertama orang-orang Israel dari semua wilayah perantauan, yang bertobat pada hari Pentakosta (lih Kis 2:37-40). Selanjutnya, Paulus dan semua orang sebangsanya di kemudian hari, termasuk Da Costa dan Capadose pada abad ke-19, Schlissel dari Brooklyn,
Ben Zvi dan Baruch Maoz di Israel. Dan semua orang-orang Yahudi yang meng akui Mesias, yang masih akan menyusul. Sisa akan menjadi kepenuhan. Bersama Paulus kita melihat banyak orang Yahudi yang menolak Mesias, dan hanya sedikit yang menerima-Nya, yang sampai sekarang hanya tersisa sedikit saja. Tetapi, kita mengikuti Paulus yang tidak bertitik tolak dari apa yang kita lihat dan yang kita anggap mungkin. Kita bertitik tolak dari janji yang tidak pernah Allah tarik kembali. Dan Dia yang meminta supaya kita selalu mempertanggungjawabkan Dia akan janji-janji-Nya!
Tidak bisa disangkal, umat Yahudi masih terus memiliki posisi istimewa. Mereka tetap mengakui sebagian Perjanjian Lama. Perjanjian Allah dimulai dengan Israel, dan Mesias lahir dari mereka. Allah tidak membuang umat-Nya, dan Abraham tetap menjadi bapak leluhur seluruh umat Tuhan (bnd Rm 9:1-5). Tetapi, ini tidak berarti bahwa kita harus selalu mendukung apa yang Israel lakukan, khususnya menyangkut kebijakan politik Israel yang sekarang sedang berkembang. Karena Allah tidak lagi mengikat diri pada hanya satu bangsa dan tempat secara khusus (lih Yoh 4:21-23). Itu juga maksud Allah dari semula, melihat Abraham disebut ahli waris dunia (lih Rm 4:13; Ibr 11:9, 16; bnd bab 3.5). Dan janji panjang umur di tanah pusaka (lih Kel 20:12) diterapkan Paulus kepada panjang umur di bumi (lih Ef 6:2-3).
Apakah sampai sekarang Allah hanya ingin berdiam di Bait Suci, seperti pada masa Bait Suci yang pertama (sejak Salomo) dan kedua (pascapembuang an)? Sejak kedatangan dan pelayanan Kristus, Bait Suci tidak lagi memiliki arti seperti yang dahulu (bnd Luk 23:45; 1Kor 3:16-17; Ibr 8:1-2). Sama halnya dengan gunung Sion dan kota Yerusalem (lih Ibr 12:22). Bahkan Paulus mengatakan bahwa dengan memusatkan diri pada Yerusalem jasmaniah, kita akan sama dengan keturunan Ismael (lih Gal 4:25-26). Seyogianya hal itu menghindarkan kita dari persepsi yang muluk-muluk tentang Yerusalem sebagai ibukota Israel. Apakah kita sungguh-sungguh bisa berbicara me ngenai sebuah Israel Agung (yang batas-batasnya seperti pada masa kerajaan Daud yang lama) dan menegaskan berlakunya janji Tuhan mengenai tanah (a.l. Kej 17:8), sambil mengabaikan kenyataan bahwa dalam Kristus semua janji Allah telah menjadi ”ya” dan ”amin” (lih 2Kor 1:20)? Pertanyaan terakhir bukanlah ”Bagaimana sikapmu terhadap negara Israel saat ini?”, tetapi ”Apa pikiranmu tentang Sang Kristus?” (bnd Mat 16:13-16).
Keselamatan berasal dari bangsa Israel (lih Rm 9:5). Keselamatan dunia diberi cap Israel yang tidak terhapus. Walaupun Yerusalem jasmaniah bukan lagi pusat dunia, tetapi status itu memang berlaku untuk Yerusalem rohaniah. Nama ibukota dunia baru ialah Yerusalem (lih Why 21). Yang lebih penting lagi: Kristus, Anak Allah, adalah anak Abraham. Dia yang memerintah untuk selama-lamanya di atas takhta Daud. Dan pada kota abadi tertulis nama-nama dua belas suku Israel. Semua bangsa terdaftar sebagai ”dilahirkan di sana” sambil bernama anak-anak Sion (lih Mzm 87). Orang yang meninggal boleh duduk di pangkuan Abraham (lih Luk 16:22), dan semua nya akan duduk makan bersama-sama dengan ”Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah” (lih Luk 13:28-29). Hal ini tidak berarti hubungan Mesias dengan orangorang Yahudi berbeda dengan orang-orang Kristen. ”Atau apakah Allah hanya Allah orang Israel saja? Bukankah Dia juga Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar, Dia juga Allah bangsa-bangsa lain” (lih Rm 3:29)! Pada akhir nya hanya ada satu Allah, satu Pengantara, dan satu umat Allah, yang dibentuk dari semua umat, bangsa, dan bahasa (lih Ef 2:14-22; 1Tim 2:1-5; Why 7).
7. Perdamaian untuk Yerusalem
Kita melihat begitu rumitnya politik di Timur Tengah. Jika benar latar belakang agama membuat sebuah konflik tak terpecahkan, maka demikian halnya di wilayah itu. Tetapi, apakah kita harus selalu solider dengan Israel, apa pun yang dilaku kannya, dalam arti kita konsekuen mendukung Israel, bagaimanapun politik yang dijalan kannya? Banyak solidaritas Kristen yang mendukung Israel dalam nasionalisme yang berbahaya. Terutama pandangan-pandangan yang ekstrem mengenai ”daerah-daerah”, tempat pemukiman-pemukiman Yahudi dibangun. Kalau benar hal itu berhubungan dengan janji-janji Alkitab mengenai tanah, mengapa tidak seorang pun yang membela perebutan kembali wilayah terbesar yang pernah Israel miliki pada zaman-zaman Alkitab (demikian G.C. den Hertog)? Mendukung Israel, sambil mengabaikan hak-hak bangsa Palestina, sama dengan Zionisme (yang mengawali semuanya). Belum bisa dipastikan apakah Israel didukung tanpa syarat akan tuntutan-tuntutannya atas daerah-daerah Palestina itu. Siapa saja yang percaya kepada Kristus, hendaknya juga menaati perintah- Nya untuk mengasihi sesama bahkan musuh sekalipun (lih Mat 5:43-48; Rm 12:14, 20). Dia melarang baik membenci orang-orang Yahudi maupun membenci orang-orang Palestina. Hendaknya kata-kata nabi Mikha tetap diperhatikan sehubungan dengan politik Israel sekarang ini, yaitu ”berlaku adil, men cintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu” (Mi 6:8). Karena umat Kristen menerapkan tolok ukur yang sama kepada pemerintah Israel seperti yang kita gunakan untuk bangsa-bangsa dan pemerintah-pemerintah lainnya, maka itu berarti kita pun bersedia berpihak kepada orang Palestina yang juga mempunyai hak untuk tinggal di sana. Sikap ini menunjuk jalan ke arah pembentukan sebuah negara Israel Agung dengan hak-hak yang sama baik untuk orang Israel maupun orang Palestina. Jika lebih baik untuk hubungan-hubungan politik, biarlah terjadi pertukaran tanah dengan damai, yaitu dalam demokrasi di mana tidak ada lagi diskriminasi terhadap bangsa Palestina, yang di antaranya orang-orang Muslim, Kristen, dan Yahudi! Supaya mereka didesak untuk menetapkan undang-undang yang terperinci, yang di dalamnya mengatur keterpisahan antara negara dan keyahudian ortodoks untuk ditindaklanjuti dengan serius. Dengan begitu, kebebasan beragama, pendidikan, dan pengungkapan pendapat bisa dijamin. Yang penting ialah mereka mengesahkan hak kebangsaan Israel yang mengakui Yesus sebagai Mesias. Saat ini banyak orang-orang Kristen di Palestina berasal dari kaum Yahudi!
Kenyataan janji-janji Allah adalah ”ya” di dalam Kristus, membawa kita pada kesadaran yang membebaskan dan penuh hormat, bahwa Allah tidak mewujudkan janji-janji-Nya melalui jalan politik manusia (demikian lagi G.C. den Hertog). Belum pernah Allah memenuhi janji-janji-Nya dengan menggunakan kekuatan atau kekerasan (lih Za 4:6). Itulah kata-kata nabi yang dikutip dengan begitu senang hati untuk mengklaim Israel yang tidak terpecah-belah. Berdoalah supaya Kristus menghancurkan rantai kekerasan dan kebencian, dan menunjukkan kasih-Nya kepada Israel maupun Ismael.
1. Roma 2:9-11 & 3:25-29 (Yahudi secara rohani).
2. Galatia 3:6-9, 26-29 (Anak Abraham oleh iman).
3. Roma 4:9-15 (Ahli waris dunia).
4. Roma 9:1-8 (Sakit hati Paulus).
5. Roma 11:1-2, 11-24 (Dicangkokkan pada pohon zaitun yang sejati).
6. Roma 11:25-32 (Seluruh Israel diselamatkan).
7. Galatia 4:21-31 (Tidak memusatkan diri pada Yerusalem jasmaniah).
1. Banyak gereja yang memilih berbicara dengan Israel daripada pemberitaan kepada Israel. Apakah itu tidak lebih baik (Rm 11:20)?
2. Apakah Anda sendiri mempunyai perhatian bagi bangsa Israel, atau lebih tertarik dengan model penggantian?
3. Apakah pemberitaan Injil kepada orang-orang Yahudi lebih penting daripada misi kepada bangsa-bangsa lain (Mat 28:19; Rm 1:16; 2:10; Kis 13:14; 14:1; 15:8-9)?
4. Apakah Yerusalem rohaniah menggantikan Yerusalem yang jasmaniah (Ibr 12:22-25; Gal 4:21-31)?
5. Apa arti Kisah Para Rasul 15:12-21 dan Amos 9:11-12 untuk penafsiran dan penerapan nubuat-nubuat Perjanjian Lama lainnya?
6. Apakah kita cukup membantu orang-orang Israel (Yahudi) yang percaya kepada Mesias?
7. Apakah masih ada perbedaan antara Kristen Yahudi dan Kristen bukan Yahudi? (Kis 15)
8. Apa dampaknya menganut masing-masing model-model di atas bagi situasi politik Israel saat ini terhadap orang-orang Palestina?