Sia-sia kita mencari kata ”Tritunggal” dalam Alkitab, karena kita tidak akan menemukannya. Kata itu sendiri dibuat oleh manusia, tetapi pengertiannya tidak demikian. Dengan kata tersebut manusia mendefenisikan apa yang mereka temukan dalam Alkitab: Allah benar-benar adalah satu dalam kepenuhan tiga pribadi. Allah menyatakan diri sebagai Allah yang satu-satunya (msl, Ul 6:4). Tetapi, Allah juga memper kenal kan diri dengan tiga pribadi, yaitu sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus (msl, 2Kor 13:13).
Sayangnya, ketritunggalan Allah sering digambarkan sebagai sebuah teori. Selama berabad-abad para teolog mendiskusikan pokok ini, seolah-olah ini soal teori. Saksi-saksi Yehova, mi salnya, selalu mengemukakan bahwa sebagai perhitungan ana logi tentang tritunggal tidak tepat: 1 + 1 + 1 = 1. Kesimpulan mereka mutlak: Tidak bisa. Kalau orang merasa perlu menggu nakan perhitungan, lebih tepat membuatnya sebagai: 1 x 1 x 1 = 1. Tetapi, bagaimanapun, ketritung galan Allah bukanlah teori yang tidak punya kaitan dengan realitas, yang dalam praktiknya hampir tidak berguna sedikit pun. Sebaliknya, ketritunggalan mengenai realitas yang hidup. Allah Tritunggal datang kepada kita sebagai Allah Bapa, Pencipta kita; sebagai Allah Anak, Juruselamat kita; dan sebagai Allah Roh Kudus, Pembaru kita. Ini realitas yang hidup, yang memang mustahil kita mengerti. Kata itu sendiri juga menunjukkannya: ada satu Allah dan ada tiga pribadi. Manusia baru mulai berbicara tentang ketritunggalan Allah (dalam Pengakuan Iman Nicea dan Pengakuan Iman Atanasius), setelah ada pihak lain menyangkal kebenaran Alkitab ini.1
Bagaimana reaksi kita? Bayangkan seseorang yang mengenal kita de ngan sangat baik, berbuat seolah-olah dia hanya mengenal kita samar-samar. Apakah Anda tidak akan merasa dihina? Bayangkan, teman kita mengatakan kepada kita, ”Saya merasa tertarik akan pendapat mu, pekerjaanmu, hobimu. Saya juga ingin sekali mengetahui keahlianmu yang lain, dan terutama manfaat yang saya dapatkan kalau berteman denganmu. Tetapi, siapa sebenarnya kamu, tidak begitu penting bagi saya.” Tentu saja, kita akan merasa tersinggung.
Sudah pasti, Allah tidak menerimanya. Dalam firman-Nya, Dia bagai buku yang terbuka bagi kita. Dia membuat diri-Nya sendiri dikenal dalam sejarah menurut tiga pribadi. Kenyataan ini sama sekali tidak berdasarkan kumpulan sembarang ayat Alkitab. Kapan saja Dia berfirman, kita bertemu dengan hanya satu Allah yang sama. Dan kalau kita menerima firman-Nya dengan serius, kita-sambil membaca-me ngetahui bahwa kita selalu berurusan dengan tiga pribadi-Nya. Pribadi yang satu tidak mungkin dipikirkan terpisah dari pribadi yang lain. Yang terpenting bukanlah bagaimana kita mengerti hal itu dengan akal budi atau perasaan kita, melainkan kita harus menerima Dia sepenuh-Nya. Kalau Allah mengatakan, ”Aku adalah Aku; Bapa, Anak, dan Roh,” kita tidak berhak mengatakan, ”Saya tidak bisa mem bayangkan itu,” atau, ”Saya tidak setuju.” Sangatlah kasar, kalau kita tidak menerima Dia sama seperti Dia memperkenalkan diri. Jika kita ingin belajar mengenal Allah, janganlah kita membatasi Allah dengan pengertian yang hanya sesuai dengan jalan pikiran kita, tetapi arahkanlah perhatian kepada siapa Allah itu. Mengenal Allah berarti hidup (lih Yoh 17:3).
1 Th. van den End, Ibid., hlm. 24-26.
Allah adalah kasih (1Yoh 4:8)! Itulah salah satu ungkapan yang membuat manusia mem punyai beraneka macam pikiran. Mereka membalikkannya menjadi: Kasih adalah allah, Love is all you need. Padahal, arti ungkapan ”Allah adalah kasih” sangat berbeda. Melalui perkataan itu dimaksudkan bahwa Allah adalah kasih dalam diri-Nya sendiri. Izinkan saya menjelaskannya seperti ini: dalam diri-Nya sendiri Dia berkobar-kobar karena relasi yang internal. Allah Bapa dan Allah Anak saling menge nal sejak kekal. Bapa sudah selama-lamanya mengasihi Anak, dan demikian Anak mengasihi Bapa. Sama halnya dengan Allah Roh Kudus. Allah tidak terdiri dari tiga pribadi yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Tetapi, dalam diri-Nya sendiri Dia tiga pribadi yang semuanya terkait sepenuhnya satu dengan yang lain. Ketiganya adalah satu dan sempurna. Tidak satu pribadi pun terarah kepada diri-Nya sendiri secara egosentris. Allah adalah kasih!
Hal ini sangat berbeda dengan konsep Allah dalam pandangan Islam. Tidak terbayangkan Allah mereka disebut ”Bapa” dari seorang Anak. Allah mereka itu satu, sekaligus sendirian. Tetapi, individu yang sendirian hanya bisa hidup untuk dirinya sendiri. Dia tidak membiar kan kita melihat isi hatinya. Dia sama sekali tidak bisa dihampiri. Dia itu Esa, tidak jamak. Menurut konsep Islam, Allah itu sangat agung dan tak kenal kompromi. Satu hal saja yang diminta-Nya, yaitu kepatuhan (tunduk kepada-Nya). Dialah Allah yang menuntut. Dia menuntut segala hormat untuk diri-Nya. Dia tidak membagi kehormatan-Nya dengan yang lain.
Allah kita yang satu-satunya dan benar juga meminta kehormatan, tetapi sebagai jawaban atas kasih-Nya. Dan Dia sepertinya menggandakan kehormatan itu. Bapa yang memper muliakan Anak, Anak yang mempermuliakan Bapa, dan Roh yang memper muliakaan kedua-duanya. Tuhan adalah Allah yang memberi. Dia hidup dalam relasi internal yang sempurna, dan memiliki kecukupan dalam diri-Nya sendiri, karena Dia adalah satu dalam tiga pribadi. Tetapi, betapa ajaibnya, Dia berkenan melibatkan kita dengan penuh dalam relasi-Nya itu.
Allah Bapa, Anak, dan Roh merupakan satu kesatuan, sehingga Pribadi yang satu tidak lebih rendah dari Pribadi yang lain. Namun demi kian, ketiga Pribadi itu masing-masing mempunyai ciri khasnya. Ciri khas Bapa yang paling utama adalah karya penciptaan. Ciri khas Anak yang paling utama adalah karya penyelamatan. Dan ciri khas Roh yang paling utama ialah karya menguduskan atau mem barui (KH, p/j 242). Tetapi, dalam semua ciri khas ini kesatuan ketiga Pribadi muncul dengan begitu gemilang sehingga Allah yang Esa melakukan semuanya dalam persekutuan Bapa, Anak, dan Roh. Mereka tidak bisa dan tidak mau bekerja yang satu tanpa yang lain. Ketiganya selalu dan untuk selamanya bekerja sama sepenuhnya.
Pada halaman pertama Alkitab, Allah memperkenalkan diri sebagai Allah yang Tri tunggal: ”Baiklah Kita menjadikan manusia ....” (Kej 1:26). Dia menunjukkannya secara perlahan/bertahap. Roh Allah sering dibicarakan dalam PL, tetapi belum dalam kepe nuhan-Nya. Hal itu baru terjadi setelah Roh Kudus dicurahkan. Dan Anak Allah pun hadir dalam PL, seperti yang Yesus katakan tentang diri-Nya sendiri: ”Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh 5:39). Tetapi, Dia belum mengemuka. Mungkin Dia yang muncul dalam rupa Malaikat Tuhan (lih Kej 16; Kel 3). Dari semula penampakan ini dianggap sama dengan Allah Anak sebelum Dia menyatakan diri dalam daging. Bagaimanapun, Malaikat Tuhan ini dibedakan dan sekaligus disamakan dengan Allah! Apalagi, kita juga bisa mengenal ketiga Pribadi masing-masing ketika melihat kembali ke perjalanan Israel di padang gurun (lih Yes 63:9-11).
Allah memperkenalkan diri-Nya secara bertahap, bukan berarti telah terjadi per kembangan di dalam Allah itu sendiri, seolah-olah lebih komplet dan sempurna dari sebelumnya.3 Allah Anak itu adalah Allah sejak dari kekekalan dan selamanya Dia Allah. Dan hal yang sama berlaku untuk Allah Roh Kudus. Tiap Pribadi menyatakan dirinya pada waktu dan caranya sendiri. Bila melihat ke belakang, kita melihat Allah memperkenalkan diri kepada manusia sampai tiga kali yang disebut sebagai ”gerakan gelombang”:
3 Artinya Dia tidak berkembang dari Bapa ke Anak, lalu dari Anak ke Roh.
Mungkin kita mempunyai kesan bahwa ada tiga Allah. Sudah sering hal itu diprotes. Dan tepat! Karena Alkitab tidak berbicara tentang tiga Allah yang sendiri-sendiri, tetapi secara ekslusif tentang satu-satunya Allah yang sejati dan benar. Ada satu Allah (lih Yes 45:5-6). Dalam Alki tab kata ”kesatuan” memiliki arti eksklusif: allah-allah yang lain bukan Allah (lih Kel 20:3). Tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan kejamakan Pri badi di dalam satu Allah itu! Kesatuan Allah berarti Dia unik dan konsisten, tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, Dia tidak terbagi-bagi dalam diri-Nya sendiri, tidak bertentangan, tetapi dalam keserasian yang penuh dengan diri-Nya sendiri. Yesus berkata: Aku dan Bapa adalah satu (lih Yoh 10:30). Dalam pekerjaan Yesus di bumi tampak kesatuan yang sempurna di antara Bapa dan Anak. Seperti Bapa, begitu jugalah Anak. Dia melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa, membicarakan kata-kata Bapa. Lihat juga 1 Korintus 8:6, ”... hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus”. Dalam arti tertentu kita dapat membandingkan kejamakan Pribadi di dalam satu Allah itu dengan tiga berkas cahaya yang bersama-sama membentuk satu sinar cahaya, walaupun tetap saja analogi seperti ini tidak sempurna untuk menggambarkan keberadaan Allah itu sebagai tiga Pribadi.
Sejak zaman para rasul sampai masa kini, ketritunggalan Allah ditentang. Ada dua aliran yang menonjol:a. Kelompok yang hanya mengakui Bapa sebagai Allah. Anak dan Roh me- mang pen ting, tetapi mereka berada di luar hakikat Allah. Dengan begitu mereka memutuskan kesatuan yang di dalam Allah. Mereka membuat jurang di antara Bapa di satu sisi dan Anak serta Roh di sisi yang lain. Anak dan Roh adalah bawahan Bapa. Mereka mempertahankan tiga Pribadi, tetapi meniadakan kesatuan mereka. Pada masa lalu yang menganut paham ini adalah Arius, pada masa kini Saksi Yehova. Dalam Kristus dan Roh kita tidak lagi langsung berdiri di hadapan Allah. b. Kelompok yang menganggap Allah sebagai seorang aktor yang memainkan tiga peran yang berbeda secara berurutan. Allah yang satu yang mengena-
kan tiga wajah. Dalam Perjanjian Lama kita berhubungan dengan Allah Bapa, dalam Perjanjian Baru dengan Allah Anak, dan sesudah Pentakosta dengan Allah Roh Kudus. Mereka bergiliran seperti aplusan jaga. Anak menggantikan Bapa, dan Roh menggantikan Anak. Tetapi, jika demikian, kita mungkin bertanya: ”Mohon Allah yang benar seka rang unjuk tangan”. Yang dibicarakan di sini tidak lagi tiga Pribadi ilahi yang bisa dibedakan yang satu dari yang lain. Mereka mempertahankan kesatuan, tetapi meniadakan ketigaan. Pada masa lalu yang menganut paham ini adalah Sabellius, dan pada masa kini masih banyak teolog yang demikian. Hubungan yang hidup antara Kristus dan Roh Kudus hilang.
Banyak orang Kristen modern yang mencari Allah yang manusiawi, Allah yang dapat mereka bayangkan, atau lebih parah lagi, suatu kekuatan yang tidak berkepribadian! Ketritunggalan Allah sama sekali tidak cocok dengan bayangan itu. Lama kelamaan Allah disesuaikan dengan gam baran yang manusiawi: Yesus adalah seorang manusia, Roh adalah gerakan kuat yang ada di dalam kita.
Allah tidak membiarkan manusia menyesuaikan diri-Nya menurut ukuran pikiran manusia, karena Dia terlalu besar dan terlalu tinggi. Walaupun demikian, kita dapat memiliki hubungan dengan Dia. Relasi dengan Dia berarti relasi dengan ketiga Pribadi-Nya: Bapa, Anak, dan Roh. Belajar mengenal Allah sebagaimana adanya Dia adalah syarat untuk kita bergaul dengan Dia. Kalau kita tidak mengenal Dia dengan cara demikian, kita menghapus kemungkinan yang tersedia untuk bertemu dengan Dia. Karena, jika demikian, kita tidak akan mengenal satu-satunya Allah yang benar. Di dalam bergaul dengan Allah, kita perlu belajar mengenal ketiga Pribadi itu dengan lebih baik. Hal itu dijelaskan dengan sangat baik dalam Tata Cara Pelayanan Baptisan.4 Perhatikanlah apa yang mencolok di sana, bahwa satu demi satu ketiga Pribadi itu memberikan janji-janji-Nya masing-masing! Keanekaragaman Allah yang Esa itu menolong kita memahami keberadaan kita yang beragam sebagai 4 Lihat Th. van den End, Ibid., hlm. 458, dst.
individu yang hidup bersama Allah. Dalam hal itu, kita sendiri pun bisa mengalami pertumbuhan.
Ketritunggalan Allah bukan hanya teori tanpa implikasi. Meng akui ketritunggalan Allah bukanlah soal menguasai teori yang membosankan dan yang sulit dicerna, atau tentang menyelesaikan teka-teki yang tidak terpecahkan. Sebalik nya meng-iya-kan ketritunggalan Allah adalah soal belajar hidup bersama ketiga Pribadi masing-masing dan mengenal mereka sebagai satu-satunya Allah yang benar! Kalau kita memusatkan diri pada-Nya, sudah pasti kita semakin kaya. Allah ingin melibatkan kita dalam relasi-Nya yang komplit, yakni sebagai Bapa, Anak, dan Roh.
Hakikat Allah yang paling dalam ialah keterikatan. Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa orang-orang yang sudah lepas dari Allah, seperti dalam budaya Barat, meng alami ketidakterikatan yang kuat. Mereka hidup satu dengan yang lain tanpa hubungan apa-apa, mereka merasa sunyi, dan berputar dalam lingkaran setan yang berpusat pada diri sendiri. Dengan berbagai cara kita menemukan ketidak terikatan itu, misalnya, jika merasa diri terlepas dari segala-galanya, jika tidak lagi bisa menghubungi orang-orang lain, seperti berada di pulau yang sunyi. Tetapi, dalam relasi dengan Allah Tritunggal, keterikatan itu kembali.
Kekayaan kita adalah Allah rindu menjadi Allah kita bukan karena Dia memerlukan interaksi dengan kita. Ketiga Pribadi itu sudah pu nya hubungan masing-masing! Namun, kita bisa menikmati kasih Allah sepenuhnya. Bapa yang mengasihi Anak, juga mengasihi kita. Dan kasih Anak kepada Bapa terjadi melalui kita. Dan Roh yang terarah kepada ke dua-duanya, yang menghubungkan kita dengan Bapa dan Anak. Mengenal Allah dengan cara yang demikian, menghilangkan segala sikap apa tis atau acuh tak acuh. Melayani Allah tidaklah kering dan dingin. Dalam diri-Nya sendiri Dia berkobar-kobar karena hidup dan kasih! Belajar mengenal Allah sebagai Allah yang Tritunggal benar-benar adalah hidup yang sejati. Mengenal Allah, itulah kehidupan (bnd Yoh 17:3).
1. Kejadian 1:26-28 (Baiklah Kita menjadikan manusia!).
2. Yesaya 63:7-11 (Garis bentuk ketritunggalan).
3. Matius 3:13-17 (Kerja sama dalam penebusan).
4. Matius 28:16-20 (Ketiga Pribadi masing-masing mengikrarkan diriNya dalam baptisan).
5. Yohanes 14:15-26 (Mari, berjalanlah bersama Kami!).
6. Yohanes 17:1-5 (Mengenal Dia adalah hidup).
7. Wahyu 1:4-6 (Salam Allah Tritunggal).
1. Dalam Pengakuan Iman Atanasius, Allah Tritunggal banyak dibicarakan. Baik pada awalnya maupun pada akhirnya semua pengakuan tersebut dinyatakan. Siapa yang tidak percaya hal ini dengan sungguh-sungguh, tidak akan bisa diselamatkan. Apakah itu tidak berlebihan?
2. Ketritunggalan kadang dibandingkan dengan bendera Belanda (merah, putih, biru). Walaupun warnanya tiga, tetapi bendera itu satu. Tidak mungkin satu pun warna dihilangkan karena kalau terjadi demikian, bendera itu tidak lagi bendera. Apa pendapat Anda tentang analogi tersebut?
3. Analogi yang lain tentang tritunggal, yaitu seseorang yang memerankan tiga fungsi, misalnya, seorang laki-laki sekaligus bapa, guru, dan penatua, demikian Allah Tritunggal terus-menerus berganti peran. Bandingkan dengan bab 4.8.
4. Bagaimana kita menyampaikan tentang ketritunggalan Allah kepada orang Muslim atau orang Yahudi? Apakah kita bisa menjelaskannya dengan bukti-bukti Kitab Suci seperti yang tertera dalam PIGB, ps 9?5
5. Apakah dalam doa, kita bisa menyapa ketiga Pribadi masing-masing? Apakah Anda melakukannya?
6. Apakah Anda sendiri mengalami hubungan yang makin mendalam dengan ketiga Pribadi itu? Apakah Anda secara sadar terlibat dalam hubungan dengan Allah Tritunggal itu?
5 Th. van den End, Ibid., hlm. 25?26.