Apakah yang dituntut Allah dalam perintah yang kedua?
Bahwa kita tidak membuat gambar Allah dan tidak berbakti kepada-Nya dengan cara lain dari yang telah Dia perintahkan dalam Firman-Nya.
Perintah pertama dan kedua
Perintah pertama: hanya menyembah Allah. Perintah kedua: menyembah Allah dengan cara yang benar.
Apakah seni mematung (patung) salah?
Tidak, jika kita tidak mengagungkan karya seni (dan seniman) atau menyembah Allah melalui patung-patung itu.
Menyembah Allah melalui patung-patung
Yang dimaksudkan di sini adalah Anda berdoa kepada Allah dengan perantaraan ”orang-orang kudus”, yang patungnya berada dalam gereja.
Dapatkah patung-patung di gereja dipergunakan sebagai ganti Firman Allah?
Tidak, karena Allah ingin mengajar kita tidak melalui patung-patung, tetapi melalui pemberitaan firman-Nya.
Patung-patung menggantikan Firman
Pada abad ke-16, sebelum Reformasi, bagi banyak orang Alkitab merupakan sebuah buku tertutup. Reformasi mengusahakan agar Firman Allah terbuka kembali, tidak oleh patung-patung dan lukisan Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita, tetapi melalui Firman-Nya.
Hukum yang pertama mengajarkan bahwa saya hanya menyembah Allah saja. Hukum yang kedua mengajarkan bahwa saya harus menyembah Allah dengan cara yang benar, yakni sesuai dengan Firman-Nya. Allah melarang bangsa Israel untuk membuat patung yang menyerupai Dia, dengan maksud untuk sujud menyembah kepada patung itu. Penyembahan semacam itu sangat terkenal dan aktual bagi orang Israel. Di mana-mana saja mereka melihat bangsa-bangsa kafir yang menyembah allah mereka dengan membuat patung dari batu, kayu, dsb. Allah melarang segala penyembahan seperti itu. Pertama-tama, untuk membuat gambar atau patung dari Tuhan itu sama sekali tidak mungkin. Jika kita coba, maka hasilnya, betapa pun bagusnya juga, menghinakan Dia. Karena Allah selalu lebih besar daripada yang dapat kita bayangkan atau gambarkan. Selanjutnya, Allah juga tidak mau bahwa saya menyembah Dia melalui suatu gambar yang saya buat. Itu pun meremehkan-Nya. Ia ingin disembah berdasarkan apa yang Dia telah nyatakan tentang diri-Nya sendiri dalam Alkitab; sehingga ia menerima hormat dan pujian sebagaimana adanya Dia. Bagi saya sekarang ini, hukum kedua juga aktual. Mungkin saya dalam akal budi saya telah menciptakan segala macam gambaran Allah, sebagai hasil pikiran akal budi saya. Umpamanya satu Allah yang sangat kejam, suatu hakim yang hebat, atau, sebaliknya, suatu Allah yang hanya penuh kasih mesra, atau yang tetapi tinggal jauh. Saya dapat memiliki banyak bayangan Allah yang sudah saya pahat sebagai patung imajiner, dan yang tidak benar. Hal ini menyebabkan bahwa saya menyembah Dia dengan imajinasi yang salah. Gambaran-gambaran itu cenderung menggantikan apa yang Alkitab katakan tentang Dia. Alkitab saja yang menjadi dasar pengenal Allah yang hidup dan benar. Itulah tujuan ibadah Kristiani yang sejati. Apakah semua ”seni” atau ”patung” itu salah di dalam penghayatan iman Kristiani? Tentu tidak. Allah telah memberikan banyak karunia kepada segala macam seniman. Hasil seni mereka boleh dipakai dalam pelayanan kepada Allah. Johann Sebastian Bach pernah berkata, ”Saya membuat musik untuk memuliakan Allah.”
Hukum kedua berakhir dengan mengajarkan kepada saya bahwa kejahatan itu begitu ulet, sehingga akibatnya terasa dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Namun, hukum ini juga mengajukan suatu janji besar, yang penuh penghiburan: Ia menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Dia dan yang berpegang pada perintah-perintah-Nya.
”Lagi firman-Nya: ’Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup’” (Kel. 33:20).
Sekalian penyembah patung yang tak bergerak, keadaannya kelak sama dengan patungnya. Kar’na sia-sialah pengharapan hatinya.
Keadaannya semu, kar’na buta matanya, tuli pun telinganya, serta mulutnya kelu. Napasnya tiadalah, tak bernyawa badannya.
Tuhan Allah, yang melampaui pengertian dan penggambaran saya, tetapi yang pada saat yang sama boleh saya kenal sebagai Bapaku di dalam Yesus Kristus! Saya menyembah Engkau tidak berdasarkan pemahaman saya sendiri, tetapi berdasarkan Firman-Mu. Tuntunlah saya setiap hari melalui Firman-Mu dan oleh Roh-Mu untuk hidup di hadapan-Mu, mengasihi Engkau berpegang pada perintah-perintah-Mu. Amin.
1. Dalam hal apa sejarah anak lembu emas (lih. Kel. 32) merupakan pelanggaran yang sangat serius terhadap hukum kedua? Apa yang diajarkan peristiwa ini kepada kita?
2. Bagaimana Anda dapat memuliakan Allah melalui karya seni?
3. Bagian terakhir hukum kedua berbicara tentang apa? Masih berlakukah hal itu saat ini?