Katekismus Heidelberg (KH) lahir di Heidelberg, Jerman pada 1563. Heidelberg adalah ibukota Kurpfalz, salah satu daerah otonom di kekaisaran Jerman. Pada 1559, Frederik III yang beraliran Reformed menggantikan Otto Hendrik, seorang Lutheran sebagai raja Kurpfalz. Sang Raja mencari sarana untuk menyebarluaskan iman Reformednya ke seluruh negerinya, dan ia menemukannya dalam suatu buku pengajaran kecil yang baru: Katekismus dari Heidelberg.
Penulis Katekismus Heidelberg yang paling penting adalah Zacharias Ursinus, guru besar di Heidelberg. Seorang teolog lain yang bernama Caspar Olevianus juga memiliki andil penting, terutama berkaitan dengan redaksi akhir. Dalam kerja sama dengan para pemimpin gereja dan teolog lahirlah katekismus ini di bawah kepemimpinan Sang Raja sendiri. Pada 18 Januari 1563, orang memutuskan untuk menerbitkan buku pengajaran itu. Tidak lama sesudah itu Katekismus Heidelberg dicetak di Heidelberg. Dalam bahasa Belanda, terjemahan Petrus Datheen yang diterbitkan pada 1566 adalah yang paling penting.
Tidak lama kemudian, segera kelihatan bahwa kualitas
Katekismus Heidelberg sangat luar biasa. Katekismus ini dengan cepat dipakai banyak orang. Di Belanda, Katekismus ini menggantikan buku-buku pengajaran lain dan dipakai di berbagai pertemuan jemaat sebagai buku pengakuan iman dan pengajaran. Dalam sidang sinode di Den Haag pada 1586, diputuskan bahwa Katekismus Heidelberg harus dipakai dalam gereja. Sejak saat itu kebaktian, pengajaran, dan Katekismus di Belanda saling berkaitan. Sampai sekarang ini, Katekismus Heidelberg masih dipakai sebagai buku pengakuan iman dan sebagai buku pengajaran dalam gereja Protestan di Belanda dan di dalam gereja lain yang beraliran Reformed.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan Katekismus mendapat tempat yang begitu besar, antara lain: 1. Katekismus Heidelberg mau menjadi buku penghiburan. Da-lam jawaban atas pertanyaan pertama, penghiburan satu-satunya dari orang Kristen dibahas dengan cara yang menak-jubkan.
2. Katekismus Heidelberg terdiri atas tiga bagian: sengsara manu-sia, kelepasan manusia, dan ucapan syukur. Ketiga bagian ini membentuk tiga dimensi iman Kristen. Seorang Kristen akan bergumul dalam tiga dimensi ini sepanjang hidupnya.
3. Dalam Katekismus Heidelberg, tiga bagian pengajaran kateki-sasi yang lama, yakni iman (12 Pengakuan Iman Rasuli), hukum (10 Hukum), dan doa (Doa Bapa Kami) dibagi sede mi-kian rupa sehingga ketiganya memiliki fungsi sendiri terha-dap iman. Yang menarik adalah 10 Hukum muncul dua kali: pertama sebagai sumber pengenalan akan kesengsaraan, dan kedua sebagai peraturan untuk ucapan syukur. Di sini dan di tempat-tempat lain, kita melihat ada usaha untuk mencari kesepakatan dengan orang-orang Lutheran.4. Katekismus Heidelberg adalah sebuah buku pengajaran yang eksistensial. Ia tidak berbicara tentang sejumlah kebenaran, tetapi tentang pengalaman pribadi dalam iman. Dalam terang itu kita harus melihat pemakaian kata ganti orang pertama tunggal (saya, aku, ku [bentuk terikat]), lagipula pertanyaan-pertanyaan seperti: ”Apakah gunanya bagimu jika kamu percaya akan hal ini?
Katekismus Heidelberg tetap memesona dan menginspirasi banyak orang. Banyak orang menemukan di dalamnya kata-kata yang mengungkapkan rahasia iman pribadi mereka. Sangatlah penting bagi kita untuk tetap meneruskan perbendaharaan Reformasi, yang kita temukan dalam buku pengajaran kecil ini kepada generasi berikut.1