Kelemahan Mahkamah Agama Terungkap oleh Injil Kebangkitan

Pembahasan

ayat 22-23. Sampai titik ini orang-orang Yahudi yang mendengar pidato Paulus berdiam diri. Tetapi ketika mereka mendengarkan Paulus berbicara tentang pengutusannya kepada bangsa-bangsa lain (ay 21) dengan melampaui orang-orang Yahudi di Yerusalem (ay 18), mereka tidak lagi dapat menahan diri. Apa yang hendak Paulus tambahkan lagi... tetapi ia tidak mendapat kesempatan untuk melanjutkan pidatonya. Secara serentak mereka berteriak, ”Enyahkan orang ini!” Orang yang berani mengatakan hal-hal yang sangat keterlaluan tidak layak hidup.

Sayang sekali kata-kata Paulus itu tidak membuat mereka bertobat, sebaliknya menambah ketegarannya (bnd 21:36). Memang, kata-kata utusan Kristus itu tidak kembali dengan hampa. tetapi pasti membawa akibat yang positif tetapi juga yang negatif.

Apa yang telah Paulus dengar dari Tuhan Yesus sebelum perjalanan-perjalanan pemberi taan Injil yang dilaksanakannya (ay 18b), kini terbukti kebenaran nya dengan cara yang menyedihkan sekaligus jelas, yaitu bahwa mereka tidak mau menerima apa yang Paulus katakan tentang Yesus.

Orang-orang Yahudi memberi tiga macam reaksi:

a. Mereka terus berteriak sehingga Paulus tidak mungkin melan-jut kan pidatonya. Halhal yang sangat keterlaluan tidak boleh lagi didengar (bnd 7:57a).

b. Mereka mengibas-ngibaskan atau melemparkan jubah mereka (bnd 7:58) untuk menyata kan bahwa mereka hendak melawan Paulus, bahkan membunuhnya.

c. Mereka menghamburkan debu ke udara (debu itu juga jatuh ke atas kepala mereka sendiri) untuk mengungkapkan perasaan mereka, setelah satu dari antara mereka begitu murtad hingga bagi mereka ia sebenarnya sudah mati (bnd Ayb 2:12; dll).

ayat 24-25. Kepala pasukan tidak memahami pidato Paulus yang diucapkannya dalam bahasa Ibrani. Oleh karena itu, ia masih belum menge tahui penyebab huru-hara ini.

Kepala pasukan memberi perintah untuk membawa Paulus ke markas dan dengan kekerasan memaksanya membuka mulut tentang perkara yang sebenarnya. Ia harus tahu apa kesalahan yang telah Paulus lakukan. Orang-orang Yahudi itu pasti tidak berteriak-teriak seperti itu tanpa ada alasannya. Dengan mencambuk dia, kepala pasukan mau memaksa tahanannya mengaku. Tidak apa-apa, ia hanya seorang Yahudi, warga bangsa yang terhina dan kacau itu. Orang yang bukan warga negara Roma boleh saja diperlakukan dengan kasar. Perlakuan yang sewenang-wenang.

Salah satu regu prajurit yang dipimpin oleh seorang perwira (centurio, yang membawahkan 100 prajurit; seperti Kornelius, 10:1) sudah siap melaksanakan perintah kepala pasukan. Dengan tali kulit Paulus diikat (ditelentangkan) pada sebuah tiang, sehingga kulit punggungnya meregang.

Ketika para prajurit itu sibuk mengikatnya, Paulus berkata ke pada perwira mereka untuk memperingatkan dia mengenai dua per aturan yang sebentar lagi akan mereka langgar. Pertama, seorang warga negara Roma tidak boleh disesah. Kedua, hukuman semacam itu tidak boleh dilakukan tan pa proses pengadil an (bnd

16:37). Pelanggaran terhadap kedua per aturan itu dapat membawa akibat yang sangat tidak menyenangkan bagi mereka.142

Ada hal yang mencolok. Dalam peristiwa ini Paulus menyebut kewarga negaraan Romanya sebelum ia dicambuk, sedangkan di Filipi (16:37) ia mengatakannya sesudah mengalami penyesahan. Mungkin dahulu ketika di Filipi, ia tidak sempat mengatakannya karena suasananya terlalu kacau.

ayat 26-29. Bagi si perwira kata-kata Paulus begitu mengesankan hingga ia menunda penyesahan itu untuk berunding dahulu dengan kepala pasukan. Pikirnya, tahanan tentu tidak mengaku-ngaku begitu saja bahwa ia seorang warga negara Roma. Sebab kalau tidak benar, ia dapat dihukum mati hanya karena kebohongannya itu. Jadi, sebaiknya peng akuan tahanan tadi diperhatikan dengan serius.

Demikianlah sang perwira melaporkan hal itu kepada atasan-nya. Dan kepala pasukan menganggapnya cukup penting sehingga selanjutnya ia sendiri yang memimpin pemeriksaan itu. Pertama-tama ia menginginkan penegasan tentang apa yang didengarnya dari sang perwira. Ia bertanya, ”Benarkah engkau warga negara Roma?” Dengan jelas ia menunjukkan bahwa mengenai Paulus hal semacam itu sama sekali tidak diduganya. Setelah mendengar dari mulut Paulus sendiri bahwa memang demikian halnya, ia mengungkapkan kepada Paulus betapa tingginya ia menghargai kewarganegaraan Roma itu. Ia sendiri harus membelinya dengan harga mahal, tetapi ia rela membayarnya. Paulus menjawabnya dengan menunjuk kepada kelahirannya, dan dengan itu ia lebih unggul ketimbang si kepala pasukan. Sejak lahir Paulus hidup di tingkat itu, sedangkan kepala pasukan tidak begitu.

Mendengar hal itu, para prajurit segera menarik kesimpulan bahwa pemeriksaan melalui penyesahan kini tidak mungkin dilak sanakan, sebab mereka sendiri dapat dihukum berat karenanya. Kepala pasukan sadar bahwa ia telah bertindak terlalu jauh dengan mengikat Paulus dengan tali kulit pada tiang itu dan ia menjadi takut. Ikatan itu dibuka, tetapi Paulus tetap dibelenggu tangannya (bnd 22:30; 26:29).

ayat 30 dan 23:1. Namun kepala pasukan tetap ingin mengetahui dengan selengkap-lengkapnya tentang ”kasus Paulus”. Orang-Orang yang dapat memberi keterangan yang di perlukan adalah lawan Paulus, khususnya Mahkamah Agama, badan pengadilan yang tertinggi bagi kaum Yahudi. Selaku wakil tertinggi pemerintah Romawi yang hadir di situ, kepala pasukan mempunyai wewenang untuk mengumpulkan Mahkamah Agama beserta para imam kepala yang bertanggung jawab atas semua urus an di dalam dan di sekitar Bait Allah. Ia bertekad menyelesai kan kasus Paulus itu secara tuntas.

Keesokan harinya sidang itu berlangsung dan kepala pasukan menghadapkan Paulus kepada para anggota Mah kamah Agama. Apakah kepala pasukan mulai dengan mengajukan pertanya an atau apakah Mahkamah Agama lebih dahulu melontarkan tuduhan, tidak dikisahkan Lukas. Ia langsung mulai dengan menceritakan kata-kata pertama si Paulus. Sementa ra itu, rasul menatap para anggota Mahkamah Agama. Paulus berperang secara terbuka.

Bukankah kebenaran ada di pihak nya?

Saudara-saudara,” demikian ia mulai berbicara dengan ramah (bnd 7:2; 22:1). ”Menge nai aku, jika aku menilik hidupku sampai hari ini, termasuk juga semua perjalanan pemberitaan Injil yang kulakukan ke negeri-negeri yang jauh, maka hati nuraniku murni di hadapan Allah” (bnd 24:16; 2Tim 1:3).

ayat 2-3. Mendengar kata-kata Paulus mengenai hati nurani yang murni, Imam Besar tidak dapat menahan perasaannya dan menghendaki Paulus bersikap merendah dengan memberi hukum-an kepadanya. Tetapi tindakan itu tidak ada kaitannya lagi dengan keadilan, tetapi merupakan intimidasi. Paulus juga menjawab dengan memberi reaksi. ”Allah akan menam par engkau, hai tembok yang dikapur putih!

Ada yang menganggap reaksi Paulus itu terlalu sengit dan ku rang Kristen, dengan menunjuk ke Mat 5:39, Siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Reaksi Paulus memang keras. Namun, yang dikatakannya hanyalah bahwa pembalasan diserahkannya kepada Allah. Selain itu, ia menyo dorkan cermin firman Allah ke muka Imam Besar. Secara lahiriah orang itu bersikap benar, tetapi dalam batinnya ia jahat, seperti tembok yang kerapuhannya disembunyikan di balik lapisan turap kapur. Orang itu munafik dan bermuka dua (bnd Yeh 13:10-12; Mat 23:27). Aneh sekali. Ia adalah hakim yang sedang melaksanakan tugas dan yang ha rus bertindak sesuai hukum, tetapi ia sendiri tidak memperdulikan hukum sama sekali.

Dalam perkara pengadilan, seseorang boleh menunjuk ke status hukumnya dan boleh pula bersandar pada hukum (bnd Yoh 18:23). Imam Besar yang sedang bertugas itu ialah Ananias. Ia memegang jabatan itu selama 12 tahun, lalu dipecat di bawah pemerintahan Herodes Agripa II. Ananias lebih mementingkan kedudukannya sebagai penguasa daripada posisinya sebagai pelindung hukum; ia lebih suka berkuasa daripada melayani.

ayat 4-5. Orang-orang di sekitar Ananias sangat marah mendengar reaksi keras Paulus. ”Engkau mengejek Imam Besar Allah?

Dengan sengaja mereka menyebut nama Allah, supa ya Paulus menyadari bahwa dengan menghina Imam Besar ia juga telah menghina Allah. Bukankah Imam Besar adalah wakil Allah?

Paulus kaget ketika mendengar ia berdiri di depan Imam Besar. Ia tidak menyadari hal itu. Rupanya ia tidak mengenalinya sebagai Imam Besar (karena beliau hanya memakai pakaian jabat-an jika harus melakukan tugasnya di Bait Allah). Selain itu, ada kemungkinan sidang itu dipimpin kepala pasukan dan bukan Imam Besar.

Beberapa penafsir berpendapat, reaksi Paulus bernada meng-ejek, ”aku tidak tahu bahwa orang yang bertindak seperti itu menjabat sebagai Imam Besar.” Tetapi menurut saya, kata-kata yang menyusul meniadakan pendapat itu. Paulus mengutip perkataan dari Perjanjian Lama, Kel 22:28. Dengan begitu Paulus mengakui kedudukan para anggota Mah kamah Agama sebagai penguasa yang sah bagi orang Yahudi pada waktu itu. Bahkan, seandainya mereka menyalah gunakan kekuasaan, mereka harus tetap dihormati.143

Seandainya Paulus tahu bahwa orang yang ditegurnya itu adalah Imam Besar, sudah pasti ia tidak menggunakan kata-kata tadi.

Paulus merasa menyesal telah mengutuknya.

ayat 6. Ayat ini pasti menimbulkan perta nyaan. Apakah orang yang selalu mengandalkan per tolongan Tuhan, kini memilih jalan diplomatis? Apakah yang kita lihat di sini merupakan akal bulus Paulus untuk mengadu domba kedua kelompok dalam tubuh Mahkamah Agama?

Memang, tampaknya begitu. Paulus menyatakan dirinya sama dengan orang Farisi dan ia menyinggung soal kebangkitan orang mati.

Sudah pasti hal itu memancing reaksi dari pihak orang Saduki.

Perlu dikatakan bahwa Kitab Kisah Para Rasul tidak bermaksud untuk selalu membenar kan segala tingkah laku Paulus. Ia pun seorang manusia, seperti kita dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Tetapi kita diperingatkan untuk berhati-hati, karena di malam berikutnya Tuhan Yesus datang kepada Paulus untuk menguatkan hati hamba-Nya dan tidak sedikit pun dibicarakan-Nya sikap Paulus di hadapan Mahkamah Agama itu.

Apalagi sangat mungkin Lukas tidak memberi laporan sepe-nuhnya tentang segala sesuatu yang Paulus katakan di depan Mahkamah Agama. Masalah kebangkitan orang mati itu mung kin tidak di ketengahkan secara diplomatis, tetapi dengan gamblang. Paulus agaknya berusaha meyakinkan orang Farisi dalam Mahka-mah Agama dengan motif yang jujur mengenai kebenaran Injil yang diberitakannya di mana-mana.

Mengingat masa lalunya, dapat dimengerti bahwa Paulus tahu benar tentang susunan Mahkamah Agama yang secara umum terdiri atas kaum Farisi dan Saduki. Katanya, ”Dalam apa yang akan kusebut, akulah orang Farisi sejati. Akulah murid sekolah mereka, yakni mengenai pengharapan kebangkitan orang mati.”

Harapannya ialah kebangkitan orang mati. Itulah inti pesan yang diucapkannya (bnd 1:22, dst).

ayat 7-9. Kata-kata Paulus menyulut berbagai reaksi sengit di pihak orang Saduki dan mereka mendapat sanggahan ta jam dari orang Farisi. Terjadilah perselisihan seru yang menunjukkan adanya perpecahan di dalam Mahkamah Agama. Kaum Saduki tidak percaya adanya kebangkitan orang mati (bnd Mrk 12:18). Itu agaknya berkaitan dengan filsafat dunia Yunani yang memandang rendah tubuh manusia. Mereka juga tidak percaya adanya rohroh. Dalam pemikirannya, mereka bertitik-tolak dari apa yang dapat mereka kendalikan sendiri dengan menggunakan panca indra. Dengan demikian, segala gagasan ”primitif” mengenai kuasa-kuasa yang tidak kelihatan, yakni malaikat dan roh, dianggap tidak masuk akal oleh orang-orang yang terpelajar ini. Sebaliknya, golongan Farisi yakin tentang adanya kebangkitan orang mati dan adanya malaikat atau roh.

Apa sebabnya malaikat dan roh itu juga disebut? Hal itu sulit dijawab. Mungkin untuk lebih menonjolkan ciri khas kedua pihak itu. Atau berkaitan dengan ayat. yang menyebut kan kemungkinan suatu roh telah berbicara kepada Paulus (di jalan menuju ke Dam syik atau di Bait Allah; 22:6, 17, dst).

Pertengkaran antara kedua pihak semakin sengit. Dari kalangan Farisi terdengar suara-suara yang jelas menyatakan bahwa Paulus tidak bersalah (bnd juga 23:29; 25:18, 25; 26:31; 28:18), meskipun mereka juga menunjukkan perasa an bahwa selanjutnya mereka tidak mau berurusan dengan dia (orang ini). Beberapa di antara mereka bersikap sama seperti Gamaliel dahulu (5:39). Bagaimana jika ia menerima instruksi dari malaikat sehingga bekerja atas perintah Allah?

ayat 10-11. Kepala pasukan mengakhiri sidang Mahkamah Agama itu. Kedua belah pihak benar-benar saling menarik Paulus, dengan risiko ia akan menjadi korban pertengkaran antara orang Farisi dan orang Saduki. Atas perintah kepala pasukan, para prajurit masuk ke dalam ruang sidang dan dengan paksa mengambil Paulus dari cengkeraman para anggota Mahkamah Agama, kemudian mereka membawanya ke markas.

Bila dihitung semua, Paulus telah mengalami banyak hal dalam waktu beberapa hari. Bagaimana kelanjutannya? Melihat se lu ruh situasi itu, betapa sejuknya hati Paulus ketika pada malam berikutnya ia melihat Tuhan Yesus berdiri di sisi nya untuk menguatkan hatinya.

Paulus telah bersaksi tentang Yesus di depan orang banyak (22:1-21) dan di depan Mahkamah Agama (23:1-6). Dengan demi-kian sebenarnya ia lebih merupakan saksi daripada terdakwa. Dan kesaksiannya itu tidak hanya berkumandang di Yerusalem, tetapi juga di Roma. Rencana Allah tetap berjalan. Nama kota terakhir itu pasti terdengar bagaikan musik di telinga Paulus, sebab itu berarti rencananya (19:21) benar-benar akan terwujud. Dalam segala keadaan, bahkan dalam bahaya maut pun (kapal yg kandas), Paulus tetap berpegang teguh pada kata-kata Tuhan.

Kenyataan Lukas memberi perhatian yang begitu banyak pada masa penahanan Paulus, dapat kita mengerti mengingat tugas Paulus sebagai saksi di hadapan orang-orang Israel dan para pembesar (bnd 9:15).

ringkasan

Paulus telah berusaha menunjukkan kepada orang-orang Yahudi di kompleks Bait Allah bahwa pemberitaan Injil di antarabangsa-bangsa lain dilakukannya berdasarkan perintah Allah. Bangsa terpilih tetapi tidak mau mendengar ia lewati, dan ia berpaling kepada mereka yang jauh (bnd 2:39). Tetapi bagi orang-orang Yahudi, kata-kata itu terdengar sebagai kutukan. Mereka berteriak-teriak bahwa Paulus harus mati.

Di markas kepala pasukan ingin mengetahui lebih banyak tentang penyebab huru-hara itu, dan ia memberi perintah agar Paulus diperiksa dengan kekerasan supaya ia segera mengaku. Tetapi, ketika Paulus memberitahu bahwa ia warga negara Roma, penyesahan dibatalkan. Kepala pasukan harus mencari jalan lain untuk mencapai maksudnya.

Keesokan harinya kepala pasukan mengadakan sidang pengadilan Mahkamah Agama dan ia menghadapkan Paulus kepada para pemimpin Yahudi. Keterangan Paulus pertama menimbulkan reaksi sengit pada Imam Besar. Ketika ia mendengar Paulus berbicara tentang hati nurani murni sehubungan dengan segala peker jaannya di kalangan orang bukan Yahudi, Imam Besar memerintahkan supaya mulut Paulus ditampar. Dengan sengit rasul memberi reaksi atas tindakan itu, sambil mengingatkan orang munafik itu kepada pembalas an Allah. Tetapi ia menahan diri, ketika ia mendengar bahwa yang ditegurnya itu adalah Imam Besar.

Dalam pidato di depan Mahkamah Agama, Paulus menge-tengahkan juga inti Injil, yakni bahwa Yesus telah mengalahkan maut. Mungkin ia melakukannya sebagai usaha terakhir untuk me yakinkan orang Farisi. Tetapi yang terjadi ialah pertengkaran hebat antara orang Farisi dan orang Saduki karena orang Saduki sama sekali tidak mau menerima adanya kebangkitan, apalagi adanya rohroh. Keadaan semakin kacau setelah beberapa orang Farisi menyatakan mereka tidak menemukan kesalahan pada Paulus. Ketika kepala pasukan melihat Paulus berisiko menjadi korban dalam konflik antara kedua pihak itu, ia campur tangan.

Prajurit-prajuritnya menarik Paulus dari cengkeraman para anggo-ta Mahkamah Agama dan membawanya ke markas.

Pada malam berikutnya Tuhan Yesus datang menguatkan hati Paulus. Dia mengarahkan pandangannya ke Roma untuk bersaksi di sana juga.

Wacana

1. Sehubungan dengan ayat 25 dapat ditanyakan mengapa Paulus kini menyatakan ia warga negara Roma sebelum penyesahannya? Padahal di Filipi ia baru mengatakan nya setelah ia disesah (bnd 16:19, dst).
2. Tepatkah Paulus minta maaf kepada Imam Besar atas apa yang diucapkannya? Apakah ucapannya agak berlebihan, sekalipun ia adalah Imam Besar?
3. Ayat. memberi banyak bahan diskusi. Dapatkah Paulus, yang kini melayani Yesus, masih tetap menganggap dirinya orang Farisi?
4. Dalam ayat. dibicarakan adanya malaikat-malaikat danroh-roh. Di samping malaikat, apa yang mungkin dimak sudkan dengan rohroh itu? Dapatkah pemikiran orang Saduki kembali ditemukan dalam pemikiran manusia mo dern masa kini?
5. Dari ayat 11 dapat disimpulkan bahwa Paulus memberi kesaksian yang baik di depan Mahkamah Agama. Pada kata-kata yang mana dalam ayat 1-6 hal itu tampak dengan jelas?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    C. van den Berg
  3. ISBN:
    978-602-8009-41-6
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak 1981
  5. Penerbit:
    YAYASAN KOMUNIKASI BINA KASIH