1. Terus terang, tafsiran rinci bagian 8:1-6 ini cukup sulit kita tentukan karena, ketika membaca cerita ini, timbullah berbagai pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sebagai persiapan, coba carilah jawabannya yang menurut Anda adalah jawaban yang tepat atau yang paling wajar.
2. Pertama-tama, bagaimana posisi Elisa sendiri dalam kisah ini? Apakah permohonan raja kepada Gehazi untuk menceritakan ”segala perbuatan besar yang dilakukan Elisa” kepadanya, barangkali berarti Elisa sudah tidak melayani lagi, entah karena sakit, lansia, atau bahkan karena sudah meninggal dunia?
3. Kapan kelaparan yang disebut itu agaknya terjadi, khususnya karena berlangsung selama tujuh tahun? dan selanjutnya, kapan peristiwa yang dikisahkan dalam 8:1-6 ini terjadi? Siapa sebenarnya raja yang disebut dalam perikop ini? Menurut banyak penafsir agaknya tidak mungkin raja itu ialah Yoram (berhubung dengan masa pemerintahannya). Jika demikian halnya, apakah raja yang dimaksudkan ialah Yehu atau bahkan anaknya, Yoahas?
4. Mengapa perempuan Sunem itu dianjurkan oleh Elisa untuk mengungsi dan ”tinggallah di mana saja” daripada ikut menderita kesulitan ini bersama-sama dengan teman-teman sebangsanya (bdk. 4:38, juga Kitab Rut)?
5. Mengapa ia bahkan mengungsi ke luar negeri dan menetap di negeri orang Filistin selama kelaparan itu? Apakah hal ini berarti kelaparan itu menimpa seluruh tanah Israel? dan apa alasannya ia pergi ke Filistin daripada ke negara lain? Bagaimana sebenarnya relasi di antara Israel dan Filistin pada masa itu?
6. Suami perempuan ini tidak disebut. Apakah barangkali ia sudah meninggal dunia (bdk. 4:14)? Apakah hal ini pun dapat berfungsi sebagai petunjuk mengenai kapan kelaparan dan pengungsian itu terjadi?
7. Ketika perempuan Sunem menetap di negeri Filistin, tampaknya rumah dan ladangnya ”segala miliknya” (ay. 6) diambil atau dirampas orang lain. Sesudah pulang ia mengadukan perihal itu kepada raja. Ternyata raja yang sekaligus hakim menganggap dia tetap pemilik yang sah sehingga semuanya dikembalikan kepadanya. Apakah ada peraturan tentang hal seperti ini dalam Hukum Musa (bdk. Lagi Rut)?
8. Setiap orang Israel berhak mengadukan halnya kepada raja (bdk. 6:26-29). Walaupun demikian, apakah perempuan ini atau (almarhum) suaminya kemungkinan mempunyai hubungan spesial dengan raja Israel, misalnya sebagai anggota para tua-tua atau sebagai mantan perwira (bdk. 4:13)?
9. Mana mungkin Gehazi kembali berperan? Bagaimana keadaannya pada saat kita mendengar namanya untuk terakhir kalinya (5:26-27)? Khususnya, bagaimana penyakit kustanya berpengaruh dalam hubungan sosialnya (bdk. 7:3)? Bukankah kenyataannya ia sekarang bertemu dengan raja menunjukkan bahwa situasinya tampak sudah sangat berubah (sembuh dari kustanya)? Apakah ia masih tetap ”bujang abdi Allah” atau diangkat kembali? Kapan sebenarnya kita mendengar tentang Gehazi untuk pertama kalinya (4:12)?
10. Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tadi, apa yang dapat dikatakan tentang posisi kronologis kisah yang diceritakan dalam 8:1-6 (dan mungkin juga kisah berikutnya, 8:7-15)? Apakah misalnya peran Gehazi bersama kenyataan bahwa secara logis 8:1-6 ini bersambungan persis dengan kisah yang diceritakan dalam 4:8-37, tidak berarti bahwa kronologi kisah ini lebih wajar di tempatkan langsung sesudah 2 Raja-raja 4:37 dan sebelum 2 Raja-raja 5? Akan tetapi sebaliknya, kalau Elisa dianggap sudah tidak melayani lagi, agaknya lebih cocok bagian 8:1-6 ditempatkan lebih ke belakang (sesudah 2 Raja-raja 9). Penempatan kronologisnya agaknya merupakan masalah terbesar dalam menentukan arti dan tafsiran perikop ini. Apakah Anda mempunyai pendapat dan argumentasi mengenai penempatan krono logis kisah ini?
a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH
b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)
Kesimpulan: Hampir semua oknum memang pernah berperan, khususnya Gehazi, bujang Elisa, dan perempuan Sunem bersama anaknya, yaitu dalam 4:8-37, tetapi mereka tidak disebut dalam teks yang sebelum dan sesudahnya, sehingga bagian 8:1-6 merupakan kesatuan tersendiri. Jelas, Elisa sendiri tidak aktif berperan dalam perikop ini. Khususnya perihal waktu menimbulkan sejumlah masalah penafsiran, begitu juga pokoknya.
c. Pembagian inti bagian 8:1-6 ialah tindakan perempuan Sunem yang sudah kita kenal dari 4:8-37, mengadukan halnya kepada raja, dan raja melakukan keadilan terhadap dia. Ayat-ayat ini dapat dibagi sebagai berikut:
Mengenai isi dan alur pikirannya, bagian 8:1-6 berhubunga langsung dengan kisah yang telah kita baca dalam 4:8-37. Sebagian besar oknum-oknum yang berperan dalam kedua cerita itu sama, terutama perempuan Sunem bersama anaknya dan Gehazi, bujang Elisa. Kisah yang sekarang kita bahas ialah lanjutan logis dari 4:8-37 itu. Pokok inti bagian itu, yaitu mukjizat ganda yang dialami oleh perempuan itu mengenai anaknya pertama-tama kelahirannya yang luar biasa, dan kemudian kebangkitannya dari kematian yang tiba-tiba kembali di sini sebagai sebuah contoh dari perbuatan-perbuatan besar Elisa, yaitu dalam kesaksian yang diberikan oleh Gehazi kepada raja Israel. Tepat pada saat Gehazi menceritakan contoh itu, perempuan bersama anaknya itu menghadap kepada raja untuk mengadukan halnya, raja langsung bersedia untuk mengurus masalahnya. Dengan demikian kisah 4:8-37, tentu memiliki artinya sendiri (lih. Tafsirannya di atas), merupakan mata rantai untuk melaporkan sebuah permintaan tolong lagi: perempuan Sunem yang telah kita kenal itu menerima keadilan setelah diperlakukan tidak jujur. Permintaan-permintaan seperti itu (bdk. 4:1) mencirikan seluruh riwayat Elisa: TUHAN menyelesaikan banyak perkara permintaan tolong dengan melakukan mukjizat melalui Elisa.
Juga sesudah anak Sunem dihidupkannya, Elisa pada awal agaknya bersama Gehazi, yakni sampai saat ia menjadi sakit kusta (5:27) tentunya masih sering menginap di kamar tamu yang di Sunem itu, atau bertemu dengan perempuan sekeluarganya di Karmel. Dengan demikian nabi juga menyaksikan anak itu bertumbuh besar. Lalu, pada suatu hari (perkataan itu sering dipakai dalam seluruh riwayat Elisa), Elisa memberikan sebuah saran kepadanya, katanya: ”Berkemaslah dan pergilah bersama-sama dengan keluargamu….” Abdi Allah bermaksud memperingatkan perempuan itu akan kelaparan yang akan TUHAN datangkan (atau sepertinya sudah mulai datang, tetapi belum begitu dirasakan). Karena kelaparan itu akan berlangsung cukup lama, sebaiknya perempuan itu mengambil tindakan-tindakan yang semestinya. Elisa menganjurkannya untuk meng-ungsi ke mana saja dan menetap di sana sebagai pendatang sampai masa kelaparan itu lewat. Lalu, sesudah itu ia dapat pulang ke rumahnya di Sunem. Perempuan itu menaati nasihat Elisa itu dan menindak lanjutinya (ay. 2 hampir sama bunyinya dengan ay. 1). Ia melakukan urusan-urusan yang diperlukan. Mungkin ia menyerahkan rumah dan ladangnya kepada seorang penjaga tepercaya dari tengah-tengah kaumnya (4:13) atau kepada beberapa orang petugas nya yang bersedia untuk tinggal. Ia sendiri berkemas dan berangkat bersama-sama dengan keluarga-nya (arti lainnya: Hal ini berarti pula Elisa tidak dapat menginap di sana lagi jika ia lewat Kota Sunem). Maka selama tujuh tahun ia menetap sebagai pendatang di negeri orang Filistin. Sesudah itu ia pulang ke Sunem untuk melanjutkan hidupnya bersama anaknya di rumah dan ladangnya sendiri.
Mendengar saran Elisa dan respons perempuan Sunem ini, ada berbagai hal yang menarik perhatian kita:
Ternyata suami perempuan Sunem sama sekali tidak disebut. Dari kisah dalam 4:8-37 memang sudah nyata bahwa komunikasi Elisa (atau Gehazi atas nama Elisa) selalu berjalan melalui ibu rumah tangga dan tidak pernah melalui suaminya. Suami itu selalu berdiri di belakang (mungkin karena pendiam, sedangkan istrinya adalah orang terbuka, atau iman perempuan itu lebih menonjol). Bagaimanapun, karena suami itu sudah lansia pada waktu anak itu lahir (4:14), kemungkinan besar ia pada waktu itu sudah meninggal. Bagian 4:8-37 juga memberi kesan bahwa perempuan ini cukup mampu untuk mengurus rumahnya. Jadi, kalau suaminya benar-benar sudah mati, dia tentunya telah mengambil alih pengurusan rumah dan ladangnya. Dan anaknya ahli waris pastinya menolong ibunya dengan baik sekalipun ia masih muda. Jika saat ia mati dan bangkit usianya kira-kira enam tahun, agaknya sekarang pada waktu mengungsi bersama ibunya ke negeri Filistin, ia berumur delapan atau sembilan tahun.
Selanjutnya, tidak dijelaskan mengapa perempuan bersama anaknya tidak pergi ke tempat lain di Israel atau Yehuda, melainkan bahkan ke luar negeri, ke tanah orang Filistin. Sebenarnya kata ”pendatang” tidak otomatis berarti mereka tinggal di luar negeri, melainkan ”di mana saja” entah di Israel atau Yehuda, atau di luar itu, artinya di tempat yang bukan tempat asal mereka, di mana mereka tinggal sebagai tamu, pengungsi, perantau, atau orang asing (bdk. 1Ptr. 2:11). Perginya mereka ke Filistin bisa menunjukkan bahwa seluruh Israel ditimpa oleh kelaparan itu. Apakah ada kaitan lagi dengan permusuhan dari sisi Aram (bdk. 2Raj. 6-7), tidak jelas. Tampaknya mengungsi ke arah Selatan lebih aman daripada pergi ke arah Utara atau timur. Akan tetapi, boleh jadi mengungsi ke negeri orang Filistin hanyalah hal praktis, karena orang di sana tidak ditimpa oleh kelaparan tersebut. Sekalipun demikian, nama Filistin selalu menimbulkan perasaan-perasaan yang cukup negatif. Dari pihak Filistin, Israel selalu mengalami banyak kesulitan. Dalam sejarah Israel zaman Hakim-hakim (Simson, Samuel) dan zaman Raja Saul orang Filistin mempunyai nama buruk karena kebrutalan mereka, terlebih lagi karena pemujaan dewa mereka (dagon, Baal-Zebub). Sejarah Israel Utara belum lama pula menunjukkan adanya pengaruh jelek dari wilayah Filistin. Bukankah Raja Ahazia, kakak Yoram, meminta petunjuk dari Baal-Zebub, dewa Filistin di Ekron, demi penyembuhan penyakit parahnya, daripada memintanya dari Allah Israel? Hal ini mungkin berarti bahwa Israel dan Filistin berhubungan agak baik pada masa pemerintahan raja-raja dinasti Omri. Secara strategis hubungan baik itu sangat penting, karena pada masa itu Yehuda sibuk mengurus Edom yang memberontak melawan Raja Yoram, anak Yosafat, sedangkan Israel mengalami berbagai serangan dari pihak Aram. Kalau dari sisi belakang mereka, Filistin juga menyerang, mereka tentu tidak akan dapat bertahan.
Sebagai pendatang perempuan Sunem tidak memiliki tanah di Filistin. Akan tetapi, dia seorang kaya (4:8) sehingga dapat bertahan dengan baik di tempat lain. Boleh jadi ia sempat menyewa rumah dan lahan untuk bisa mengurus kehidupannya sendiri selama tujuh tahun di negeri asing itu. Rupanya negeri orang Filistin tidak menderita kelaparan seperti di Israel sehingga prospek di sana cukup baik. Jadi, selama masa tujuh tahun itu, perempuan bersama anaknya itu hidup dengan sejahtera dan tanpa kesulitan, berkat hubungan baik mereka dengan nabi TUHAN (= dengan TUHAN sendiri). Walaupun demikian, kadang timbul pertanyaan umum mengapa seorang abdi Allah memberikan nasihat kepada seorang warga Israel untuk melarikan diri dari kesulitan umatnya dan tidak ikut menderita bersama-sama dengan orang-orang sebangsanya? dan mengapa perempuan Sunem, yang takut akan TUHAN, menindaklanjuti saran itu? Mengapa ia tidak memilih untuk bertahan dalam kelaparan itu, bersama-sama dengan seluruh umat Israel? Jawaban atas pertanyaan ini tidak dapat diberikan. Namun, ada contoh-contoh lain yang memperlihatkan orang-orang Israel kadang mengungsi ke luar negeri untuk sementara waktu karena kelaparan atau hal lain, bahkan atas nasihat atau perintah TUHAN sendiri. Demikian Yakub sekeluarga (sebelumnya Abraham dan ishak) pergi ke Mesir. Dan Elimelekh sekeluarga (leluhur daud) menetap di Moab (Rt.). Bahkan atas perintah TUHAN, nabi Elia tinggal sebagai pendatang di wilayah Sidon (1Raj. 17:7-24). Di kemudian hari Yesus pula (ikut) mengungsi beberapa kali ke luar negeri untuk sementara waktu, karena keadaan di Palestina tidak aman bagi dia, misalnya ke Mesir (Mat. 2:14-15) dan ke daerah tirus (Mrk. 7:24). Jadi, janganlah nasihat Elisa dan reaksi perempuan Sunem langsung ditanggapi dengan kritikan rohani yang tidak benar, yaitu bahwa tidak sepatutnya seorang anak TUHAN melarikan diri dari kesulitan umatnya dan mengutamakan kepentingannya sendiri. Siapa yang tahu rencana TUHAN dengan nubuat yang disampaikan Elisa ini?
Yang menimbulkan berbagai pertanyaan ialah sebutan ”TUHAN mendatangkan kelaparan” ini. Sebelumnya Elisa memberi tahu berapa lama kelaparan ini akan berlang sung: ”… yang pasti menimpa negeri ini tujuh tahun lamanya.” Berkait ini timbul pertanyaan tentang kelaparan mana yang dimaksudkan? Apakah kita menerima informasi tentang terjadinya kelaparan tujuh tahun itu pada masa pelayanan Elisa (bdk. 4:38)? Kapan persisnya kelaparan ini terjadi? dan bagaimana caranya? tidak perlu kita langsung menginter pretasikan seluruh atau sebagian kelaparan ini sebagai hukuman TUHAN atas ketidakpercayaan Israel (bdk. 1Raj. 17:1 hukuman; juga Kej. 41 bukan hukuman). Namun jelas, bahwa setiap bencana yang terjadi entah diperizinkan atau bahkan dengan sengaja didatangkan oleh TUHAN, dipakai-nya untuk menyadarkan umat perjanjian-nya akan kewajiban mereka percaya kepada TUHAN. Jadi, entah kelaparan ini ialah tindakan TUHAN yang sengaja dipakai-nya untuk menghukum umat-nya atas dosa tertentu atau soal providensia-nya yang umum, ia selalu mau mengajak umat-nya untuk percaya kepada dia.
Sebaiknya kita lebih awal membahas tentang kapan kelaparan ini kira-kira terjadi dan apa penyebabnya. Dalam bagian 8:1-6 kelaparan tujuh tahun itu sudah lewat. Pokok yang dibahas ialah tindakan perempuan Sunem mengadukan perihal rumah dan ladangnya kepada raja, tepat pada saat Gehazi menceritakan kepada raja tentang Elisa yang pernah menghidupkan anaknya itu. Untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya membuat perempuan itu harus mengadukan tentang rumah dan ladangnya, penulis mengacu pada suatu hal yang telah terjadi tujuh tahun sebelum itu: Pada waktu itu Elisa telah berbicara kepada perempuan Sunem itu bahwa sebaiknya ia mengungsi ke tempat lain berhubung dengan kelaparan yang akan (atau yang pada saat itu sudah mulai) berlangsung selama tujuh tahun. Di atas saya telah menduga bahwa nasihat Elisa diberikannya sekitar satu atau dua tahun setelah anak itu dihidupkan, sehingga usianya sudah sekitar enam atau tujuh tahun. Dalam pada itu musibah kelaparan ini sudah lewat, jadi anak sekarang berusia sekitar 13 atau 14 tahun. Kalau pertemuan pertama di antara Elisa dan perempuan Sunem itu memang terjadi pada awal pemerin-tahan Yoram atas Israel Utara (sesudah Elisa menggantikan Elia, 2Raj. 2, tetapi sebelum perang melawan Moab, 2Raj. 3), dan anaknya lahir sekitar dua tahun kemudian, maka pada saat Elisa memberi tahu tentang kelaparan itu, Raja Yoram telah sekurang-kurangnya memasuki tahun pemerin tahannya yang ketujuh atau kedelapan. Karena ia memerintah selama 12 tahun, maka pada waktu kelaparan itu lewat, yang memerintah sebagai raja ialah Yehu. Jadi, raja yang suka mendengar cerita tentang perbuatan-perbuatan besar Elisa ialah Yehu. Pada saat perempuan Sunem datang kepadanya, ia sedang memerintah sebagai raja selama kira-kira tiga tahun. Demikian bagannya:
852 SM Yoram menjadi raja, Elisa menjadi nabi pengganti Elia 850 SM Perempuan Sunem melahirkan anaknya 846 SM Anak itu mati dan dihidupkan (beberapa bulan sebelum Naaman disembuhkan)
845 SM Elisa menginformasikan perempuan Sunem tentang kelaparan yang akan terjadi, sehingga ia bersama anaknya mengungsi ke negeri orang Filistin 841 SM Yehu menjadi raja dan melenyapkan dinasti Omri 838/7 SM Kelaparan sudah lewat; perempuan Sunem mengadukan halnya kepada raja
Tentang bagaimana kelaparan itu terjadi tidak diberi informasi secara eksplisit. Akan tetapi, karena berlangsung dari kira-kira 845 sampai 838 SM, kemungkinan besar kelaparan yang cukup lama ini merupakan akibat dari tumpukan beberapa alasan, yaitu: 1) bencana alam seperti musibah kekeringan atau belalang, dan 2) permusuhan dari pihak Aram seperti perampasan (6:8-23) atau pengepungan (6:24-7:20; bdk. 8:12). Jikalau demikian halnya, situasi kelaparan ini tidak makin lama makin parah, tetapi berlangsung secara naik turun: sesudah musibah tertentu situasi mulai membaik, lalu datang musuh yang merampas panen yang baru dikumpulkan. Melihat keseluruhannya, kelaparan ini memang cukup lama, yaitu dua kali lipat ketimbang kelaparan yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Ahab. Namun, janganlah angka tujuh tahun itu diberi arti istimewa (bdk. Kej. 41).
Agaknya dari waktu dan cara kelaparan tersebut berlangsung, dapat kita simpulkan bahwa pada tahun gerombolan-gerombolan Aram datang menghadang (mungkin juga di daerah Sunem) dan tentara Aram maju mengepung Kota Samaria, perempuan Sunem bersama anaknya aman karena tinggal di wilayah Filistin. Akan tetapi, setelah masa kelaparan itu lewat, perempuan bersama-sama dengan keluarga nya pulang dari negeri orang Filistin untuk kembali menetap di rumah dan ladangnya di Sunem, lalu melanjutkan hidup mereka yang lama. Padahal, ketika mereka tiba di dusun mereka, rumah dan ladang itu sudah diambil orang, misalnya oleh warga kerabat suami yang menuntut haknya, atau oleh petugas yang menjaganya selama mereka pergi.77 Karena orang yang tinggal di tempat mereka itu tidak mau pergi, terpaksa mereka menginap di tempat lain. Tampaknya perempuan dan anaknya (ahli waris) kehilangan segala miliknya dan tidak berhasil menyelesaikan perkara ini (boleh jadi ditolak karena ia melarikan diri ketika seluruh umat menderita kelaparan). Akhirnya, ia pergi ke Samaria (atau ke Yizreel) untuk mengadukan perihal rumah dan ladangnya kepada raja. Ia bermaksud meminta raja supaya sebagai hakim melakukan keadilan terhadap dia dan anaknya sesuai dengan Hukum TUHAN (bdk. 4:1).
Penting lagi pertanyaan yang telah kita bahas dalam tafsiran 4:13 (lih. Di sana), apakah barangkali ada hubungan tertentu di antara keluarga perempuan Sunem dan rajai srael? dari 4:8 kita mengetahui bahwa dialah perempuan yang kaya (TB) atau besar (= bangsawan; TL). Dan kita ingat pula dalam 4:13 Elisa meminta apakah ia dapat memakai pengaruhnya (sesudah perannya dalam penyelesaian perang melawan Moab, 2Raj. 3) untuk membicarakan tentang dia kepada raja (Raja Yoram atau raja siapa saja?) atau kepada kepala tentara. Pada waktu itu perempuan Sunem menjawab bahwa ”aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku”. Tidak perlu Elisa bertindak untuk dia. Namun sekarang, mungkin ia mengalami kebalikannya, yaitu kaumnya itu menentang dia sehingga ia benar-benar memerlu-kan pertolongan raja atau panglima. Jika lebih awal suaminya memang berhubungan erat dengan raja atau kepala tentara, entah sebagai seorang anggota dewan tua-tua atau sebagai mantan panglima (yang sudah pensiun), boleh jadi Yehu yang melayani sebagai panglima pula sebelum menjadi raja, mengenal dia dan bersedia menolong dia. Lagipula, Yehu menyadari bahwa ia diangkat menjadi raja berkat pengurapan atas perintah nabi Elisa, yang terjadi sesuai dengan kehendak TUHAN (9:1-6).
Dari perempuan Sunem perspektif cerita berpindah kepada Raja Yehu yang mengherankan! sedang mendengarkan cerita-cerita Gehazi tentang segala perbuatan besar yang sampai saat itu telah dilakukan oleh Elisa. Maka tepat pada saat Gehazi menceritakan kepada raja tentang Elisa menghidupkan anak yang sudah mati itu, dia bersama ibunya datang menghadap raja untuk meminta pertolongannya. Sebagai manusia kita akan spontan memandang hal ini sebagai keberuntungan yang kebetulan. Akan tetapi, lebih tepat kita langsung mengakui bahwa dengan cara yang luar biasa ini TUHAN sendiri mempersiapkan raja untuk berbuat baik terhadap perempuan Sunem bersama anaknya.
Ternyata Elisa sendiri tidak berperan aktif dalam bagian 8:1-6 ini. Kita memang mendengar tentang tindakan Elisa, tetapi ia tidak bergiat sendiri. Elisa tidak ada untuk menyambut perempuan Sunem bersama anaknya ketika mereka pulang dari negeri orang Filistin. Ia juga tidak hadir untuk melakukan apa yang pernah diusulkannya (4:13), yakni membicarakan tentang mereka kepada raja atau kepala perang, artinya mendukung mereka dalam mengadukan perihal rumah dan ladangnya. Namun, janganlah kenyataan itu membawa kita pada kesimpulan yang berlebihan atau bahkan tidak benar, misalnya kesimpulan bahwa bercerita tentang ”segala perbuatan besar yang dilakukan Elisa” berarti pelayanannya sebagai nabi sudah selesai karena agaknya dia sakit lama atau bahkan sudah meninggal. Padahal dari 2 Raja-raja 13:14-21 kita mengetahui bahwa Elisa baru meninggal dunia pada usia yang sangat tua (sekitar 88 tahun), pada masa pemerintahan cucu Yehu, Raja Yoas. Kenapa kita tidak mengandaikan secara sederhana bahwa pada saat kedatangan perempuan Sunem kepada raja itu, tampaknya Elisa sedang melayani rombongan nabi yang di Gilgal atau di Yerikho? itulah asumsi yang wajar dan masuk akal, yang cukup untuk menjelaskan kealpaan Elisa: ia sibuk di tempat lain.
Kesimpulan benar yang dapat kita ambil ialah bahwa dalam Alkitab ternyata kita tidak mendapat kabar mengenai semua perbuatan Elisa tanpa kecuali. Dalam bagian 4:1-6 ini, baru di belakang kita diberi tahu tentang sebuah advis yang pernah Elisa berikan kepada perempuan Sunem sehubungan dengan kelaparan itu. Akan tetapi, sudah pasti ada juga banyak perbuatan Elisa yang tidak pernah kita dengar. Kalau mengenai seluruh riwayat Elisa, bolehlah kita merasa heran karena hanya menerima informasi tentang perbuatan-perbuatan Elisa yang dilakukannya pada awal pelayanannya, yaitu pada masa pemerintahan Yoram, anak Ahab, dan jarang tentang kegiatannya pada masa pemerintahan dinasti Yehu. Namun, fakta itu tidak membenarkan kesimpulan bahwa Elisa tidak melayani sebagai nabi lagi sesudah kematian Raja Yoram. Sebaliknya, yang mencolok dalam membicarakan sejarah Israel Utara ialah bahwa Kitab-kitab Raja-raja memberi perhatian istimewa kepada raja-raja dinasti Omri (Omri, Ahab, Ahazia, dan Yoram) khususnya mengenai hubungan di antara mereka dan TUHAN, Allah Israel, bersama kedua abdi-nya, Elia dan Elisa. Rupanya, kisah-kisah ini khususnya berfungsi sebagai contoh yang menunjukkan dengan jelas: 1) betapa besarnya usaha-usaha TUHAN untuk membuat umat-nya kembali hidup sebagai umat perjanjian-nya, dan 2) betapa kerasnya hati umat Israel tidak menghargai TUHAN sebagai Allah mereka yang baik dan murah hati. Dalam sikap keras hati itu dinasti Omri sungguh-sungguh menjadi juara satu. Satu demi satu keempat raja ini apalagi semangat mereka dibakar oleh izebel menentang kehendak TUHAN dengan sengaja dan terbuka. Mereka tidak hanya melanjutkan ”dosa Yerobeam”, yaitu ibadah patung sapi di Betel dan di dan, tetapi menambahkannya dengan pemujaan dewa Baal di ibu kota Samaria. Nabi-nabi TUHAN tidak dianggap serius, tetapi dikesampingkan atau bahkan dibunuh, sehingga Israel semakin jauh dari TUHAN. Akhirnya Yehu dipanggil TUHAN melalui Elisa untuk melakukan kudeta dan membersihkan kerajaan Israel Utara dengan melenyapkan raja-raja ini bersama perbuatan-perbuatan buruk yang telah mereka lakukan (9:7-9).
Sementara ini, Raja Yehu telah membersihkan Israel dari segala perbuatan jahat yang dilakukan oleh para raja dinasti Omri (2Raj. 9-10). Selain itu, masa kelaparan juga sudah lewat. Israel Utara siap untuk memasuki zaman baru. Akan tetapi, berbeda dengan raja-raja lama itu, apakah Yehu akan sungguh-sungguh menaati kehendak TUHAN dan menjadi teladan baik untuk umat Israel? Selama ini ia telah memunah kan Baal dari Israel, tetapi ia tidak menjauh dari dosa Yerobeam. Jadi, ia tetap tidak hidup menurut firman TUHAN. Walaupun demikian, ia berbuat baik dengan melakukan apa yang benar di mata TUHAN (10:28-31). Dan mencolok, sikap Yehu terhadap nabi TUHAN ternyata sangat berbeda dari sikap Yoram. Yehu merasa tertarik akan segala perbuatan besar yang dilakukan oleh nabi Elisa atas nama TUHAN. Kemungkinan besar ia sendiri sebagai panglima tentara Israel menyaksikan beberapa mukjizat Elisa, misalnya tindakan-tindakan Elisa dalam perang melawan Aram (6:8-23& 6:24-7:20). Ketika pada suatu hari Yehu bertemu dengan Gehazi, bujang abdi Allah itu, ia minta supaya dia menceritakan tentang ”segala perbuatan besar yang dilakukan Elisa”. Tanpa ragu-ragu Yehu menilai semua perbuatan Elisa bersifat ”besar”, artinya penting dan menentukan. Dan ia tidak merasa puas dengan mendengar hanya satu atau dua cerita, tetapi ia mau mendengar semua perbuatan yang telah Elisa lakukan sampai sekarang. Lalu Gehazi menceritakannya kepada raja, satu demi satu, baik semua perbuatan yang ia hadiri sendiri sebagai bujang Elisa maupun yang didengarnya (yang terjadi sebelum ia melayani abdi Allah dan sesudahnya setelah ia kena kusta). Dan sekalipun hal itu makan waktu yang cukup lama, raja mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Setiap pembaca atau penafsir yang berkaitan dengan penanggalan kelaparan yang disebut dalam perikop ini masih bingung tentang siapa sebenarnya raja yang dimaksudkan, karena namanya tidak disebut, tentu saja dapat mencoret nama Raja Yoram, ketika membaca raja ingin mendengar cerita tentang segala perbuatan nabi Elisa, yang bahkan dicirikannya sebagai ”perbuatan besar”. Tidak pernah terjadi Yoram merasa tertarik akan satu pun nasihat atau perbuatan Elisa. Sebaliknya, dengan terbuka ia selalu mempertunjukkan ketidakpercayaannya kepada TUHAN: ia menghindari dan tidak memperhatikan abdi Allah sedikit pun. Dan kalau terpaksa ia bertemu dengan Elisa, ia langsung kritis dan berperan sebagai korban dengan mempersalahkan TUHAN hingga mau membunuh abdi-nya. Selama memerintah sebagai raja Israel, Yoram menyatakan diri sebagai pengikut ibunya, izebel, yang membenci TUHAN dan nabi-nabinya. Jika memperhatikan sikap Yoram dalam 2 Raja-raja 3, 5, dan 6-7, ternyata sikap raja yang kita baca dalam 8:4 sangat berbeda, yang merupakan bukti nyata bahwa raja yang dimaksudkan tentunya bukan Yoram. Sebaliknya, sikap itu cocok sekali dengan apa yang kita baca tentang tindakan-tindakan Raja Yehu dalam 2 Raja-raja 9-10.
Mengejutkan, dalam bagian ini Gehazi muncul kembali.
Berita terakhir yang kita baca tentang dia memberi kesan bahwa kita tidak akan pernah bertemu dengan dia lagi: ”Maka keluarlah Gehazi dari depan Elisa dengan kena kusta, putih seperti salju” (5:27). Sesudah itu namanya tidak disebut lagi berkaitan dengan pelayanan aktif sebagai bujang abdi Allah. Pelayan Elisa yang disebut dalam 6:15-17 (bujang) dan 9:1, 4 (nabi muda), tidak disebut namanya. Tidak mungkin Gehazi melayani Elisa sebagai bujangnya lagi. Ia telah menipu dan mempermalukan tuannya dengan menerima harta dari Naaman. Jadi, pada waktu ia pergi dari hadapan Elisa dengan kena kusta, ia sekaligus hilang dari pandangan kita. Kita mengingat dia sebagai seorang kaya dan kusta. Kaya berarti ia agaknya seorang terhormat, tetapi karena kusta ia seorang tersingkir yang hidup sepi. Sampai tiba-tiba kita mendengar namanya lagi dalam 8:4, bahkan berhubungan dengan raja Israel. Mana mungkin?
tampaknya, kenyataan Gehazi muncul kembali, apalagi disebutkan sebagai ”bujang abdi Allah itu”, membuat kita merasa bingung tentang posisinya kini. Apakah ia masih selalu atau kembali melayani Elisa sebagai pembantu, sekalipun ia berpenyakit kusta? Ataukah sebutan ”bujang abdi Allah itu” hanya dipakai untuk mengingatkan kita akan posisi lamanya, sehingga kita tahu siapa dia? Bagai manapun, mana mungkin Gehazi yang kena kusta itu dapat bertemu dengan orang lain, bahkan dengan raja Israel? Mendengar itu, bukankah kita langsung cenderung menarik kesimpulan bahwa pertemuan itu membukti kan bahwa Gehazi sudah sembuh dari kustanya dan kembali menerima posisi dan fungsinya yang lama? Orang kusta sama sekali tidak boleh memasuki desa atau kota dan bertemu dengan orang, apalagi memasuki istana dan berbicara dengan raja. Jika toh demikian halnya, siapa sebenarnya yang memprakarsai pertemuan ini? Atau mungkin hal itu terjadi secara kebetulan?
Mengenai pertemuan di antara raja dan Gehazi itu, penjelasan yang meniadakan segala keraguan tidak dapat diberikan, karena data-data yang kita terima tidak lengkap. Namun, menurut saya, dapat dikemukakan dua solusi yang cukup wajar. Karena setelah berita dalam 5:27 kita tidak mendapat kabar bahwa Gehazi sudah sembuh dari kustanya, apalagi diangkat kembali oleh Elisa menjadi bujangnya. Kita menganggap dia masih tetap sakit kusta, yang juga sesuai dengan kata Elisa bahwa dia serta keturunannya akan kena kusta ”untuk selama-lamanya”. Apakah kusta ini berarti bahwa Gehazi najis dan tidak diperbolehkan memasuki kota dan istana raja, kurang jelas (lih. Tafsiran 5:27; bdk. Im. 13):
a. Kalau ”putih seperti salju” berarti ia tidak najis, Gehazibenar-benar dapat bertemu dengan Yehu dalam istana di Kota Samaria (atau Yizreel). Apakah ia sengaja ke sana untuk membicarakan hal tertentu dengan raja, atau kebetulan singgah di sana, tidak tahu. Ketika raja mendengar bahwa dialah ”bujang abdi Allah itu” yang lebih dahulu melayani nabi Elisa, ia langsung mengingat akan pengurapannya atas suruhan Elisa, dan merasa tertarik akan perbuatan-perbuatan Elisa lainnya. Kemungkinan besar Yehu telah berulang kali bertemu dengan nabi Elisa di Kota Samaria, ketika Elisa menyampaikan firman TUHAN kepadanya. Tentu saja, ia menghargai tindakan Elisa demi kebaikan Israel, dan juga karena dia sendiri mendapat posisi tingginya berkat nabi Elisa. Maka atas permohonan Yehu, Gehazi menceritakan tentang semua tindakan Elisa. Apakah Yehu ingin tahu pula tentang alasan Gehazi kena kusta, tidak dicerita kan. Bagaimanapun, penyakit Gehazi rupanya tidak menghindari Yehu untuk mendengarkan laporannya tentang segala perbuatan Elisa.
b. Kalau memang najis, Gehazi masih dapat bertemu dengan raja, tetapi bagaimana caranya? Apakah istana adalah satu-satunya tempat untuk orang dapat bertemu dengan raja? tentu tidak. Orang dapat bertemu dengan raja di mana saja (bdk. 3:12; 6:21, 26, 33). Begitu juga Gehazi. Dan ada pula tempat yang dapat diduga: nanti kita akan mendengar bahwa tepat pada waktu Yehu dan Gehazi bertemu, perempuan Sunem datang untuk mengadukan halnya. Ia akan meminta keputusan dari raja sebagai hakim. Bukankah hakim biasanya bersidang di pintu gerbang kota (a.l. Rut 4:1, 11; 2Sam. 15:1-6; Ams. 31:23; Am. 5:10-12)? Jadi, mengapa kita tidak menduga apa yang cukup masuk akal, yaitu bahwa pertemuan di antara raja dan Gehazi kalau dia memang najis karena kustanya dapat terjadi di pintu gerbang kota pada suatu hari raja bersidang di sana. Coba bayangkan, Raja Yehu duduk bersidang (agaknya bersama-sama dengan tua-tua sebagai saksi, dan mungkin ada juga pengawal dan penonton), tetapi karena belum ada orang yang mau mengadukan perihalnya, ia duduk santai atau berjalan-jalan, lalu secara kebetulan bertemu dengan Gehazi yang tinggal di depan pintu gerbang kota (bdk. 7:4). Mereka bersalaman, akhirnya duduk bersama-sama. Lalu Gehazi berbicara, sedangkan raja mendengar. Sampai ada lagi orang datang untuk mengadukan halnya kepada raja.
Mengenai Gehazi, masih ada satu hal lagi yang mencolok, meskipun tidak dapat ditarik kesimpulan darinya: Kapan sebenarnya nama dan pelayanannya disebut untuk pertama kalinya? tentu, dalam kisah tentang perempuan Sunem itu (4:12)! dialah ”juru bicara” di antara Elisa dan perempuan itu. Dia pula yang mengatakan bahwa perempuan ini tidak mempunyai anak. Dan setelah beberapa tahun kemudian anak dari perempuan ini mati, Gehazi yang dikirim Elisa untuk meletakkan tongkatnya di atas anak itu. Sesudahnya, nama Gehazi hanya disebut lagi dalam peristiwa penyembuhan Naaman. Sekarang dalam 8:4, Gehazi muncul untuk terakhir kalinya, tetapi berkaitan lagi dengan perempuan Sunem bersama anaknya itu. Dapat dikata, Gehazi mempunyai hubungan istimewa dengan riwayat perempuan Sunem dan anaknya. Pada waktu semua hal itu terjadi, cara bertugasnya kurang teguh (4:27, 31), tetapi peristiwa itu masih selalu memberikan kesan yang mendalam kepadanya: dengan kuasa TUHAN, tuannya membangkitkan seorang mati. Sekalipun ia tidak melayani Elisa lagi sebagai bujang, ia masih tetap menghormati tuannya.
Pada saat menceritakan tentang semua perbuatan Elisa itu, tepat pada waktu Gehazi berbicara mengenai mukjizat nabi TUHAN yang paling hebat, yaitu kebangkitan anak dari perempuan Sunem itu yang semata-mata tidak dapat diragukan kebenarannya karena Gehazi menyaksikannya sendiri tibalah perempuan Sunem bersama anaknya itu di hadapan raja. Ia datang untuk mengadukan perihal rumah dan ladangnya kepada raja. Melihat perempuan itu, Gehazi pastinya terkejut sekali, dan berseru: ”Ya tuanku raja! inilah dia!” (”inilah perempuan itu dan inilah anaknya yang dihidupkan Elisa”). Selain Gehazi, sudah tentu Yehu merasa sangat heran. Lalu Yehu bertanya-tanya kepada perempuan ini menge nai apa yang terjadi pada dia dan anaknya, maka sekali lagi ia mendengar laporan yang sama. Perempuan Sunem menjelaskan kepada raja tentang segala perbuatan besar yang dilakukan Elisa terhadap dia dan anaknya ini: ”Anak ini lahir dengan cara luar biasa, Pak. Kemudian ia tiba-tiba mati, tetapi syukur! dihidupkan kembali oleh TUHAN melalui peranta raan abdi-nya, Elisa. Sebenarnya saya menerima anak ini dua kali, Pak.” Lalu dia menceritakan tentang kelanjutannya, yang agaknya tidak diketahui oleh Gehazi (yang tentu sudah lama tidak bertemu dengan perempuan Sunem), yaitu tentang mengungsinya ia ke wilayah Filistin atas nasihat nabi Elisa, dan tentang pulangnya ke Sunem dan kesulitannya yang sekarang ia alami di sana: rumah dan ladangnya sudah diambil orang lain. Cerita tentang segala apa yang dilakukan Elisa, khususnya terhadap dia sekeluarga, diakhirinya dengan permohonan supaya raja melakukan keadilan terhadap dia bersama anaknya (bdk. 4:1). Beberapa penafsir langsung berpendirian bahwa tibanya perempuan Sunem bersama anaknya di hadapan raja tepat pada waktu Gehazi bercerita tentang mereka adalah hal kebetulan saja. Memang, inilah hal luar biasa yang sulit dipahami oleh akal manusia. Akan tetapi, karena ayat-ayat ini membahas kesulitan yang dialami oleh perempuan Sunem dalam konteks ”segala perbuatan yang dilakukan oleh Elisa” yang sudah tentu hanya dapat diperbuatnya ”dalam nama TUHAN”, mengapa kita tidak terus terang mengakui bahwa TUHAN yang telah menolong perempuan ini dengan sedemikian rupa, sekali lagi menolong dia dengan mempersiapkan raja dan melunakkan hatinya untuk berbuat baik terhadap dia dan anaknya. Jadi, menurut saya ini bukan hal kebetulan, melainkan sebalik nya, merupakan sebuah bukti nyata bahwa TUHAN tetap memelihara orang yang sungguh-sungguh percaya kepada dia.
Dengan demikian cerita-cerita Gehazi tentang segala perbuatan nabi Elisa langsung dibuktikan kebenarannya di depan mata Raja Yehu. Luar biasa! Selanjutnya, setelah mendengar riwayat hidup perempuan Sunem dari mulutnya sendiri dalam nada suaranya pastinya terdengar betapa besarnya pengabdiaannya kepada nabi TUHAN dan berbicara dengan anaknya, Yehu langsung bersedia untuk mengurus hal yang diadukan perempuan ini kepadanya. Dalam menceritakan segala peristiwanya dia sudah langsung menjelaskan pula apa masalahnya sekarang. Dan raja menanggapinya dengan baik. Langsung, sebagai hakim, ia melakukan kebenaran dan keadilan terhadap dia dan mengambil tindakan untuk meluruskan hal ini. Berangkatnya perempuan ini ke luar negeri untuk periode tertentu tidak berarti hak miliknya atas rumah dan ladang itu hilang (bdk. Rut 4:3). Kita tidak membacanya secara eksplisit, tetapi Raja Yehu agaknya menjatuhkan vonis resmi bahwa segala milik perempuan Sunem harus dikembalikan kepadanya. Ia menugaskan seorang pegawai istana untuk menyertai perempuan ini ke Sunem dan menyelesaikan hal ini bagi dia bersama anaknya. Sebenarnya, permohonan perempuan ini dikabulkan lebih hebat dari apa yang dimintanya. Segala miliknya, yakni ”rumah dan ladangnya”, dipulangkan kepadanya, apalagi ”segala hasil ladang itu sejak ia mening galkan negeri ini sampai sekarang”. Mungkin, karena kelaparan itu hasil ladangnya tidak terlalu besar, tetapi kerugiannya digantikan seluruhnya sehingga ia dapat melanjutkan hidupnya seperti dahulu di rumah dan ladangnya sendiri. Dengan berbuat demikian, Yehu menunjukkan diri sebagai raja dan hakim yang adil dan jujur. Selain membersihkan Israel dari segala keburukan dinasti Omri, ia melakukan kebenaran dan keadilan dalam kerajaannya. Khususnya perempuan Sunem bersama anaknya mengalaminya sebagai tanda pemeliharaan TUHAN atas seluruh hidup mereka. TUHAN sungguh-sungguh baik dan setia.