11. ”Harga Sesukat Tepung Terbaik Satu Syikal”

2 Raja-raja 6:24–7:20 Bagian 1 (6:24–7:2)

Persiapan

1. Bagaimana hubungan bagian 2 Raja-raja 6:24–7:20 dan 6:8-23? Apa kesamaan dan perbedaannya? Perhatikan data-data mengenai raja-raja, situasi politik, waktu, tempat, dll.
2. Jelaskan kata-kata ”Sesudah itu…” (ay. 24) dengan ”Sejak itu tidak ada lagi…” (ay. 23). Apa sebabnya raja Aram begitu cepat memerangi Israel lagi? Ataukah kita seharusnya mencari alasan perang ini di pihak raja dan bangsa Israel? Jika demikian halnya, apa alasan itu (bdk. Ay. 33)?
3. Gambarkan pengepungan Samaria oleh tentara Aram dengan konkret (bdk. 1Raj. 20). Bagaimana mungkin terjadi kelaparan di Samaria? dua contoh apa yang menjelaskan hebatnya kelaparan itu terjadi? Apa persisnya makanan itu? Harganya? Artinya apa? Apakah kesusahan Israel telah mencapai puncaknya (bdk. Im. 26; Ul. 28!)?
4. Bagaimana reaksi raja Israel terhadap keluhan perempuan Samaria, pertama-tama dalam ayat 27, lalu dalam ayat 31? Apa yang dapat Anda simpulkan dari dua reaksi ini (bdk. Ay. 33)? Apa sebenarnya alasan raja Israel berjalan di atas tembok? dan apa artinya ia memakai kain kabung di bawah pakaiannya?
5. Elisa duduk di rumahnya bersama dengan para tua-tua Kota Samaria. Apa maksudnya? ternyata Elisa sudah tahu tentang rencana Raja Yoram (bdk. 6:12). Terangkan kata-kata Elisa dalam ayat 32b. Apakah dia takut kepada Yoram?
6. Jelaskan kata-kata yang raja Israel ucapkan kepada Elisa (ay. 33b)?
7. Apakah jawaban Elisa tidak mengherankan? ia tidak memberi teguran keras, tetapi sebaliknya memberi tahukan kelepasan dari kesusahan. Bagaimana mungkin?
8. Elisa sebenarnya hanya berbicara tentang makanan yang berlimpah-limpah dan harga-harga yang murah. Akan tetapi, tidak sulit untuk raja Israel (dan kita pun) menarik kesimpulan. Jelaskan! Bandingkan harga-harga yang Elisa beritahukan dengan harga-harga yang tadi disebut (ay. 25).
9. Reaksi ajudan raja Israel berarti apa? Apa sebabnya Elisa memberitakan hukuman yang begitu berat kepada perwira itu?
10. Mengenai hubungan di antara nabi Elisa dan Raja Yoram, bandingkan perikop ini dengan pasal 3. Apakah dalam relasi itu ada perkembangan positif? dan bandingkan situasi Moab pada waktu itu (anak dikurbankan) dengan keadaan Israel sekarang (anak dimakan).
11. Bagian 2 Raja-raja 6:24–7:2 dapat kita bagi ke dalam tiga sub-bagian, sesuai dengan intinya. Sebutkan tiga bagian bersama intinya itu. Tariklah kesimpulan tentang kedua pihak perjanjian, yaitu TUHAN dan umat-nya Israel. Bagaimana kisah ini dapat diterapkan pada situasi kita sekarang? Apa pelajarannya bagi kita?

Beberapa catatan teknis

a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH

background image
background image

b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)

background image

Kesimpulan: Bagian 2 Raja-raja 6:24–7:20 merupakan kesatuan untuk penafsiran kita, karena semua perbedaan dengan bagian-bagian di sekitarnya bersifat menentukan, sekalipun 2 Raja-raja 6:8-23 dan 6:24–7:20 terdapat beberapa kesamaan pula, yaitu di bidang oknum dan tempat (khususnya raja Aram dan raja Israel yang sama), dan juga di bidang tujuan umum, yaitu supaya umat perjanjian bertobat kepada TUHAN.

c. Pembagian Hanya karena alasan praktis kesatuan 6:24–7:20 cukup panjang saya membagi pembahasan kisah ini dalam dua bab. Bab 11 ini kita membicarakan bagian pertama peristiwa pembebasan Samaria dari pengepungan Aram, yaitu 6:24–7:2. Bagian ini mengenai sengsara umat Israel di Samaria pada waktu dikepung oleh Aram, khususnya tentang kegusaran raja Israel dan janji TUHAN untuk membebaskan umat-nya. Selanjutnya dalam Bab 12 kita akan menafsirkan bagian kedua, yaitu 7:3-20 mengenai penggenapan janji TUHAN melalui mukjizat besar.

Bagian pertama ini dapat dibagi ke dalam tiga sub berikut:

  • 2 Raja-raja 6:24-29: Fokus pada situasi para penghuni Samaria,
  • 2 Raja-raja 6:30-33: Fokus pada kegusaran Yoram, raja Israel,
  • 2 Raja-raja 7:1-2: Fokus pada janji TUHAN dan tindakan Nabi Elisa.

Tafsiran

1. TUHAN membebaskan umat-Nya dari sengsara mengerikan yang sudah memuncak

Dalam kisah 2 Raja-raja 6:24–7:20 kita membaca tentang pengepungan Samaria, ibu kota Kerajaan Israel Utara, oleh raja Aram bersama tentaranya. Penulis khususnya menggambarkan situasi ngeri penduduk Samaria pada akhir pengepungan itu. Mereka hampir-hampir tidak dapat bertahan lagi. Kenyataan mereka mulai terpaksa memakan anak-anak mereka (kanibalisme) menandakan sengsara mereka sudah melampaui batas. Kita melihat pula raja Israel gembala umat Israel tidak menguatkan hati mereka, karena ia sendiri sudah putus asa. Di bawah pakaiannya, ia telah mengenakan kain kabung. Tambah lagi, sikap Raja Yoram dan umat Israel menunjukkan bahwa mereka tidak mau merendah kan diri di hadapan TUHAN oleh karena kesusahan ini. Tampaknya, daripada bertobat kepada-nya, mereka lebih suka binasa. Raja Yoram bahkan menyalahkan TUHAN karena malapetaka yang mereka alami. Rasa gusarnya begitu besar sehingga ia mau membunuh nabi Elisa, abdi Allah. Selain Aram, Elisa (= TUHAN) dianggapnya lawannya. Namun, melalui Elisa, TUHAN justru memberitakan pembebasan Samaria dari penindasan Aram. Dan pada hari berikutnya dia langsung memenuhi janji-nya dengan cara yang luar biasa. TUHAN bertindak melawan Aram dan membebaskan umat perjanjian-nya. Aram melarikan diri, sehingga Israel dapat bernapas kembali. Namun, jika tadi TUHAN didakwa sebagai penyebab kesulitan Israel ini, apakah sekarang ia dimuliakan karena melepaskan mereka dari kesulitan itu?

Alkitab terjemahan Baru memberikan judul ”tindakan Elisa pada waktu Samaria dikepung” pada kisah ini, tetapi sebenar-nya bukan Elisa yang bertindak. Elisa hanya memberitakan pembebasan kepada raja Israel. Dia hanya ”mulut” yang menyampaikan pesan TUHAN. Yang bertindak adalah TUHAN sendiri. Peristiwa sejarah ini sekali lagi menunjukkan betapa besar kasih setia TUHAN terhadap umat-nya Israel! TUHAN sungguh-sungguh panjang sabar atas Israel. Atas perintah-nya, Elisa tidak berhenti mengajak umat Israel supaya kembali hidup dalam perjanjian-nya. Seluruh riwayat nabi Elisa, termasuk peristiwa ini, menyatakan kesediaan TUHAN untuk menyelamatkan Israel. Hendaklah sengsara yang paling mengerikan ini membuat mereka sekarang bertobat dari ketidaksetiaan mereka dan menyerahkan diri bukan kepada Aram, melainkan kepada TUHAN. Karena Israel hidup jauh dari perjanjian-nya, TUHAN memang menghukum mereka dengan hukuman yang semakin berat. Akan tetapi, disiplin TUHAN selalu mempunyai satu tujuan, yakni pertobatan umat-nya dari kekerasan hati mereka.

Dalam bagian Kitab Suci ini, TUHAN menghukum umat-nya dengan perang dan akibatnya, yaitu kelaparan yang semakin parah. Dia memakai raja Aram sebagai sarana menyadarkan Israel akan kebergantungan mereka kepada-nya. Untuk hidup sejahtera, jangan mereka sujud menyembah kepada segala macam dewa-dewi, tetapi hendaklah mereka bertobat kepada TUHAN dan mengakui bahwa dialah satu-satunya Allah mereka. Perhatikan, pertobatan Israel bukan syarat mutlak untuk mereka diselamatkan dari kesulitan mereka. Sebelumnya TUHAN telah menolong umat-nya juga, yaitu atas dasar anugerah-nya yang tak terbatas. Ini sudah berapa kali TUHAN meluputkan umat-nya dari tangan musuh? Sepatutnya Israel kini bertobat sebagai tanda syukur dan terima kasih kepada TUHAN mereka.

Hubungan kejadian ini dengan peristiwa yang telah kita bahas dalam Bab 10 (2Raj. 6:8-23) khususnya terletak dalam progresi hukuman TUHAN. Rupanya Israel tidak bertobat sesudah perbuatan TUHAN yang begitu besar di dotan dan Samaria. Pada waktu itu, raja Israel hanya berpikir tentang penghabisan tentara Aram, seolah-olah dia sendiri mengalahkan musuh Aram.67 Padahal, itu semata-mata bukan urusannya, karena tentara Aram adalah tawanan TUHAN. Tindakan TUHAN itu tidak mengakibatkan pertobatan Israel. Oleh sebab itu, TUHAN kini memberi hukuman yang lebih berat, sesuai janji-nya dalam imamat 26 dan Ulangan 28. Dia memperbesar tekanan kepada umat-nya. Musuh yang sama datang menindas mereka sekali lagi, bukan dengan gerombolan-gerombolan insidental, melainkan perang total.

2. Sesudah itu Raja Benhadad III maju mengepung Samaria

Raja Aram, Benhadad iii, tidak berhasil menangkap nabi TUHAN sekalipun ia mengepung Kota dotan, tempat Elisa tinggal pada saat itu. Sebaliknya, Elisa menangkap tentara Aram bersama kuda dan keretanya. Luar biasanya, Elisa memperlakukan mereka bukan sebagai musuh, melainkan sebagai tamu yang terhormat. Sebelum membiarkan mereka pulang, ia menghidangkan jamuan besar kepada mereka. Sesudah tindakan yang sangat memalukan untuk Aram ini, Benhadad iii pulang ke Aram dan tidak ada lagi gerombolan-gerombolan dari sana memasuki Israel. Ternyata, nabi TUHAN berkuasa atas raja Aram. Dengan demikian TUHAN menunjukkan kepada Aram maupun Israel bahwa dialah Raja atas segala raja.

Akan tetapi, Raja Benhadad iii masih menganggap dirinya sendiri lebih kuat dari Israel. Dalam usaha menangkap Elisa, ia memang tidak menang, tetapi tidak kalah juga. Sebenarnya, sampai sekarang ia hanya menguji coba kekuatan Israel dengan gerombolan-gerombolan insidental, belum penyerangan yang menyeluruh. Telah ditemukannya bahwa tentara Israel lemah. Kenyataan mereka masih bertahan, hanya berkat abdi Allah, Elisa, itu. Allah memang cukup kuat seperti telah Aram alami, tetapi ia juga murah hati karena membiarkan tentara Aram pulang. Jadi, raja Aram berpikir ia mampu mengalahkan Israel asal menyerang dengan total dan cepat. Ada tujuan lain dari perang ini, yaitu menghadapi ancaman yang berangsur datang dari sebelah Utara (Asyur), maka penting bagi dia mengamankan perbatasannya di sebelah Barat daya. Karena itu, beberapa waktu kemudian ia maju sekali lagi untuk memerangi Israel.

Selain informasi perkembangan waktu, keterangan ”sesudah itu” menunjukkan peralihan ke peristiwa baru. TL dan FAH tepat melengkapi terjemahan harfiah TB dengan tambahan ”tetapi” atau ”namun”, yakni untuk menekankan perubahan sikap Aram dalam ayat 24 ketimbang ayat 23. Sebenarnya, kata ini tidak mengindikasikan berapa persis jarak waktu di antara terjadinya gerombolan-gerombolan sebelumnya dan perang yang sekarang. Melihat: (1) masa pemerintahan Raja Benhadad iii mungkin lima tahun lamanya, dan (2) saat pengepungan Kota Samaria terjadi (lih. Butir berikut), saya memperkirakan jarak waktu itu hanya satu atau dua tahun. Jadi, perang ini terjadi pada kira-kira 845 atau 844 SM. Sekarang raja Aram tidak hanya menghimpun beberapa pasukan bergerombol di wilayah Israel, tetapi ia mengerahkan (TL) seluruh tentaranya untuk menyerang secara menyeluruh (kata ”rakyatnya” dalam TL menunjukkan mobilisasi total; bdk. 1Raj. 20:1). Raja Aram kini tidak bermaksud untuk menjarah di beberapa daerah negeri Israel, tetapi ia mau mengalahkan dan menaklukkan seluruh Kerajaan Israel Utara.

Mengenai ”seluruh tentaranya”, Van Gelderen menyebut perbedaan di antara 1 Raja-raja 20:1 dan 2 Raja-raja 6:24. Pada waktu Raja Benhadad ii berperang melawan Raja Ahab, tentara Aram terdiri dari 32 pasukan mandiri yang masing-masing dikepalai oleh seorang raja (± 858 SM). Sekarang, untuk perang Raja Benhadad iii melawan Raja Yoram, semua pasukan Aram itu telah digabungkannya menjadi satu angkatan bersenjata besar di bawah satu pemimpin, yaitu raja Aram sendiri.68

Setelah raja Aram mempersiapkan seluruh tentaranya, ia maju berperang melawan Israel. Penulis langsung memusatkan perhatian kita pada tujuan akhir raja Aram, yaitu merebut pusat Israel, Kota Samaria. Namun, sebelum mengepung Samaria, ia tentu menyeberang Sungai Yordan dan melewati wilayah beberapa suku Israel. Apakah tidak ada tentara-tentara Israel yang berusaha melawan dan menahan serangan raja Aram di perbatasan atau menghentikannya di tengah jalan? tampaknya tentara itu tidak ada atau langsung dipukul kalah (bisa jadi, Yoram telah mengumpulkan semua tentara Israel di sekitar Samaria). Sama seperti tempo hari, raja Aram lekas maju. Tanpa rintangan apa-apa ia berhasil menerobos tanah Israel sampai pusatnya. Dalam sekejap mata, Benhadad iii berdiri di depan pintu gerbang Kota Samaria. Sudah jelas, para pengawal kota sekarang tidak membuka pintu untuk tentara Aram (bdk. Ay. 20), tetapi sebaliknya mereka menutup dan menahan musuh memasuki kota. Lalu raja Aram memblokade Samaria dari ”dunia luar”. Tentara Aram mengelilingi kota, sehingga para penghuni (dan semua orang yang telah mengungsi ke sana) tertangkap. Tidak ada yang dapat masuk atau keluar.

Mengenai Kota Samaria, Raja Omri membangunnya menjadi residensi dan ibu kota baru untuk Kerajaan Israel Utara (1Raj. 16:24; bdk. Daud dan Yerusalem, 2Sam. 7). Ahab, anak Omri, bersama istrinya, izebel, melanjutkan pembangunan Samaria. Ia mendirikan istana gading (1Raj. 22:39) dan juga kuil besar bagi dewa Baal (2Raj. 3:2; 10:18-36).69 Samaria adalah kota yang teramat mewah, yang membuat raja-raja lain merasa cemburu. Selain itu, Samaria juga sangat kuat. Letak kota ini sangat strategis, yakni tinggi di atas gunung Semer dan dikelilingi oleh tembok besar (lih. Atlas Alkitab dan EAMK). Dengan demikian Samaria menguasai seluruh wilayah yang di sekitarnya (lembah-lembah subur, bdk. Mis. Yes. 28:1) dan juga jalur perdagangan dari Utara ke Selatan dan sebaliknya (bdk. Dotan, Bab 10, butir 5). Samaria adalah kota berkubu yang mustahil direbut, sekalipun musuh menyerangnya dengan tentara yang berbondong-bondong dan senjata-senjata paling modern. Agaknya hanya ada satu cara untuk menaklukkan kota ini, yaitu memblokade dalam waktu lama, sehingga tidak ada sesuatu apa pun yang dapat diantar masuk atau dibawa ke luar, seperti makanan, hewan, air, atau alat-alat perang. Namun demikian, pengepungan Samaria pastinya tidak cepat berhasil (bdk. Lagi 1Raj. 20). Di kemudian hari raja Asyur akan mengepung Kota Samaria selama tiga tahun, sampai akhirnya ia sempat mengalahkannya (2Raj. 17:5).

Demikian tentara besar Aram memerangi Kota Samaria. Semua orang Aram mengambil posisinya di sekeliling kota. Para penduduk tertangkap dalam perangkap. Lalu raja Aram mengirim pesan kepada raja Israel. Ia menyuruh Yoram supaya menyerahkan kota ke dalam tangan Aram. Mereka akan masuk dan membawa emas dan perak semua barang berharga yang berada di kota dan juga para istri bersama anak yang cantik-cantik. Mereka akan mengambil ”segala yang mereka lihat dan ingini” (bdk. 1Raj. 20:2-10; juga 2Raj. 18:13-37). Sudah jelas, Aram akan menjarah Kota Samaria sampai habis lenyap. Tidak ada harapan bagi para penghuni kota, kecuali kalau mereka memiliki tentara yang lebih kuat ketimbang tentara Aram. Tentu orang Samaria tidak membuka pintu bagi raja Aram. Mereka siap sedia membela diri melawan Aram, sambil menyadari sepenuhnya bahwa pengepungan kota akan membuat mereka sangat kesusahan. Akan tetapi, penyerahan kota kepada raja Aram pun akan berakibat lebih parah: mereka akan habis sama sekali.

3. Maka terjadilah kelaparan hebat di Samaria

Terjadinya kelaparan hebat di Samaria menunjukkan bahwa pengepungan Samaria sudah berlangsung cukup lama, misalnya setengah tahun. Pada awalnya, pengepungan itu tidak membuat orang Samaria khawatir dan panik. Mereka pasti sudah mengantisipasinya sehingga ada persediaan untuk bertahan lama.70 Akan tetapi, akhirnya makanan mereka semakin kurang bahkan sampai kehabisan. Gandum mulai habis, begitu juga minyak. Hewan domba, kambing, dan sapi artinya, binatang-binatang tahir (bdk. Im. 11) telah dipotong dan dimakan semuanya. Air minum mulai berkurang. Begitu juga kayu api. Akhirnya, para penghuni Samaria menderita kelaparan yang parah. Perut kosong, badan kurus. Mereka sakit, lemah, dan mati.

Penulis berfokus pada keadaan di Samaria yang semakin parah. Para penduduk kota menderita kelaparan yang dahsyat. Untuk menggambarkan hebatnya sengsara yang orang Samaria derita, penulis menyebut dua contoh mengenai harga-harga barang di pasar gelap: sebuah kepala keledai berharga 80 syikal perak, sedangkan setengah liter (FAH; TB memakai ukuran yang lama ”seperempat kab”) tahi merpati berharga lima syikal perak. Orang terpaksa makan daging binatang-binatang najis, seperti kuda yang rupanya juga sudah mulai habis, 7:13 dan keledai, terlebih lagi bagian-bagiannya yang paling tidak disukai, seperti kepalanya.71 Mereka bahkan makan tahi merpati yang agaknya sedikit bergizi karena mengandung biji-biji yang belum dicerna. Untuk barang-barang yang tidak berharga itu mereka harus membayar dengan harga yang luar biasa tinggi. Berat satu syikal kira-kira 12 gram perak. Jadi, 80 syikal untuk kepala keledai sama dengan 960 gram perak (sekitar satu kilogram) dan 5 syikal untuk setengah liter tahi merpati sama dengan 60 gram perak. Sedangkan gaji tahunan seorang pekerja kira-kira 10 syikal perak, maka kita dapat menarik kesimpulan bagaimana ngerinya keadaan di Samaria. Untuk dapat membeli kepala keledai, makanan najis dan hina, orang harus bekerja selama delapan tahun, dan setengah tahun untuk mendapatkan setengah liter tahi merpati. Akan tetapi, bayangkan, apakah sebenarnya orang Samaria masih dapat bekerja untuk memperoleh gaji? Siapa yang masih sanggup bekerja? dan kerja apa?

Mengenai tahi merpati, ada beberapa terjemahan yang membaca ”kacang goreng” (TL) atau ”kulit ubi” (bdk. ”ampas”, Luk. 15:16). Ada juga penafsir yang menginterpretasikan tahi merpati bukan sebagai makanan, melainkan sebagai bahan bakar yang orang butuhkan untuk memasak. Ada lain lagi yang memperkirakan orang memakai tahi merpati sebagai pengganti garam.

Kalau orang terpaksa makan daging najis dan bahkan tahi burung, maka sengsara mereka sungguh-sungguh telah memuncak. Dan ada satu hal yang lebih dahsyat lagi, yang berarti kesusahan sudah melampaui segala batasan, yakni manusia memakan daging manusia (kanibalisme). Itu baru puncak tertinggi segala sengsara! di Samaria kedahsyatan itu baru mulai terjadi: ada ibu yang memakan anak kandungnya. Ini hal yang sama sekali tidak boleh dilakukan. Namun, apa boleh buat? Apakah barangkali raja dapat menolong? dia pemimpin bangsa Israel!

terpaksa menyembelih keledai-keledai yang memikul barang-barang mereka. Harga 60 drakhme untuk kepala keledai dianggap murah.

4. ”Tolonglah, ya tuanku raja!”

Penulis telah menyebut dua contoh yang menyadarkan para pembaca Alkitab akan hebatnya kelaparan di Kota Samaria. Selanjutnya, dalam ayat 26-29 ia menceritakan sebuah kasus yang menunjukkan bahwa sengsara orang-orang Samaria, termasuk raja Israel, nabi TUHAN, dan para tua-tua Samaria, telah memuncak. Para penghuni Samaria sudah putus asa. Raja pun gembala rakyat tidak punya harapan lagi. Akan tetapi, bagaimana reaksi mereka, khususnya tanggapan raja Israel terhadap kesusahan paling ngeri itu? Apakah akhirnya mereka meminta tolong kepada TUHAN, Allah mereka? Kasus yang dikisahkan ini menunjukkan bahwa penderitaan yang paling hebat pun tidak membuat Israel bertobat kepada TUHAN. Sebaliknya, Raja Yoram berani mendakwa TUHAN yang menyebabkan kesulitan di Samaria.

Pada suatu hari Raja Yoram berjalan di atas tembok sekeliling kota (TL: dewala). Sudah tentu, sebagai kepala tentara ia memeriksa kekuatan semua fortifikasinya dan keberanian seluruh tentaranya setiap hari. Sambil menginspeksi, ia agaknya meminta informasi terkini dan memberikan instruksi kepada para komandan mengenai penem patan alat-alat perang, selain itu ia berusaha memberanikan serdadu-serdadu yang takut-takut. Suatu kali, ketika Yoram menyambangi benteng-bentengnya, ”datanglah seorang perempuan” kepadanya. TL tepat menambahkan kata ”anu” untuk menegaskan perempuan ini adalah sembarang orang dari penduduk Samaria yang semuanya mengalami kesulitan yang sama. Dapat dikatakan, perempuan ini mewakili seluruh rakyat kota. Untuk menghampiri raja tampaknya ia berhasil melewati pegawai-pegawai yang menjaga raja, lalu berseru kepada raja. Dengan suara nyaring ia berteriak, ”tolonglah, ya tuanku raja!” (TL memakai bahasa kuno ”patik”, artinya hamba hina; kata ini dipakai bila orang biasa menyapa orang yang tinggi dengan sebutan ”baginda”). Cara perempuan ini berseru menun jukkan bahwa ia tidak dapat menahan kesulitannya lagi. Kalau sekarang ini ia tidak mendapat pertolongan, daya tahannya akan habis (lih. Pembahasan 4:1 dalam Bab 5, butir 3). Sama seperti semua orang Samaria, perempuan ini sudah kerempeng karena kelaparan. Tubuhnya kurus sekali dan begitu lemah, sehingga jalannya terseok-seok. Dengan tenaga terakhirnya ia datang kepada raja sebagai pemimpin dan hakim Israel untuk mengadukan halnya.

Dengan berseru, ”tolonglah, ya tuanku raja!” perempuan itu dengan hormat meminta perhatian dari Raja Yoram. Akan tetapi, beliau tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk terus mengadukan halnya. Sebaliknya, ia merasa diganggu. Dengan wajah uring-uringan ia menyela dia dan dengan spontan bereaksi keras, katanya, ”Jika TUHAN tidak menolong engkau, dengan apakah aku dapat menolong engkau? dengan hasil pengirikankah atau hasil pemerasan anggur?” Yoram langsung menolak permohonan perempuan itu, karena agaknya ia berpikir singkat bahwa perempuan itu akan minta makanan dan minuman darinya. Sudah tentu, kalau hal yang hendak diadukannya mengenai makanan dan minuman, raja tidak akan dapat menolong dia. Semua penghuni Samaria menderita kelaparan yang sama. Perempuan ini hanya satu dari semua mereka. Untuk raja sendiri dan para tentaranya mungkin masih memiliki jatah harian, karena mereka harus kuat untuk dapat mempertahankan kota. Namun, karena pengepungan tidak ada akses lagi ke sumber-sumber produksi makanan dan minuman yang semuanya ada di luar kota, yakni tempat pengirikan (kata bhs. Ibrani goren; TL: pelubur, gudang beras) untuk mendapat gandum atau tepung yang baru, dan tempat pemerasan anggur (kata bhs. Ibrani yekeb; TL: apitan anggur) untuk memperoleh minuman anggur yang baru. Jadi, raja sama sekali tidak dapat menolong perempuan ini. Kalau TUHAN tidak memberi pertolongan-nya, pertolongan mana yang dapat raja berikan?

5. ”Ada apa?”

Agaknya raja mulai menyadari bahwa perempuan ini pasti tidak akan datang mengeluh kalau hanya mengenai hal makan dan minum. Dia sendiri mengerti dengan baik bahwa tidak mungkin mendapat makanan dan minuman selama pengepungan kota masih berlangsung. Pasti ada hal khusus yang membuat perempuan ini menghampiri raja. Dia berteriak minta tolong karena putus asa. Yoram bertanya kepadanya: ”Ada apa? Hal apa yang mau kau adukan?” Maka jawabannya membuat raja dan begitu juga kita sebagai pembaca gemetar.

Hal yang selanjutnya diadukan kepada Raja Yoramsungguh-sungguh tidak terbayangkan! Sambil menunjuk kepada seorang perempuan lain yang berdiri di sampingnya, yang diperkirakan adalah teman atau tetangganya, yang tampaknya dibawanya dengan paksa dan dipegangnya dengan kuat, ia menjawab: ”Perempuan ini berkata kepadaku: Berilah anakmu laki-laki, supaya kita makan dia pada hari ini, dan besok akan kita makan anakku laki-laki.” Usulan itu saja sudah sangat mengharukan! terlebih lagi saat kesepakatan kedua perempuan itu dijalankan, pasti dengan bercucuran air mata! Karena kelaparan mereka berdua melakukan perbuatan putus asa itu: mereka benar-benar sudah memasak dan memakan anaknya. Dan pada hari berikutnya mereka berencana mengulangnya dan memakan anak dari perempuan lain itu. ”tetapi,” kata perempuan yang satu itu, ”ketika aku berkata kepadanya pada hari berikutnya: Berilah anakmu, supaya kita makan dia, maka perempuan ini menyembunyikan anaknya.” Anak yang kedua itu masih hidup, dan tidak jadi dimasak dan dimakan. Akan tetapi, justru itulah hal yang diadukan oleh perempuan yang anaknya sudah mati. Ia meminta raja melakukan keadilan dan bertindak melawan temannya, yang telah menipu dia dengan sengaja atau yang lebih masuk akal mengasi hani anaknya sendiri karena menyesal terhadap perbuatan mereka bersama. Karena dia sendiri kehilangan anak, dia menuntut supaya temannya, yang sebenarnya memprakarsai kesepakatan itu, mengalami hal yang sama. Artinya, ia mau supaya raja menyuruh perempuan yang lain itu untuk memenuhi janjinya dan memberikan anaknya untuk dimakan.

Mendengar cerita perempuan ini, siapa tidak kaget dan gemetar? Kelaparan orang Samaria sudah begitu hebat sehingga mereka mulai makan daging manusia (kanibalisme darurat). Ini keterlaluan! dengan membunuh dan memakan keturunannya sendiri, orang sudah melampaui batas kemanusiaan. Ini akibat dahsyat kalau orang tidak percaya kepada TUHAN lagi. Mereka menuntut orang lain memenuhi janjinya, tetapi ia sendiri melupakan untuk mematuhi janjinya kepada TUHAN. Untuk orang yang menjauhkan diri dari TUHAN tidak ada harapan dan tidak ada masa depan. TUHAN menyerahkan mereka kepada diri mereka sendiri. Mereka dihukum-nya sesuai dengan janji-nya, seperti telah jelas diberitakan oleh Musa (im. 26:27-29; Ul. 28: 54-63; bdk. Yer. 19:9; Rat. 2:20; 4:10; Yeh. 5:10; Za. 11:9; juga Yosefus, Perang Yahudi, Vi 3-4).

6. Sikap Raja Yoram

Apakah ada solusi untuk perkara yang diadukan kepada raja Israel ini? Secara manusia, tidak ada. Pada prinsipnya, kalau terjadi dua orang membuat kesepakatan bersama mengenai satu hal, kedua pihak wajib untuk melakukannya. Namun, dalam perkara ini, konsekuensinya ialah raja sebagai hakim harus menjatuhkan vonis bahwa kedua perempuan harus sekali lagi melakukan pembunuhan dan kanibalisme. Kesepakatan mereka, sekalipun disebabkan oleh kelaparan yang luar biasa, bertabrakan dengan larangan untuk membunuh manusia, apalagi memakannya. Betapapun besarnya kepanikan dan keputusasaan orang karena kelaparan, tetapi kanibalisme sama sekali tidak dapat dibenarkan. Mustahil Raja Yoram mengambil keputusan untuk menyelesaikan perkara ini. Sebenarnya, bagi dia sendiri kasus ini menandakan bahwa kesusahan Samaria telah mencapai titik yang paling buruk. Hal itu jelas dari reaksinya, pertama dari perbuatannya, lalu dari tindakannya. Akan tetapi, reaksi raja ini menunjukkan bahwa masih ada titik yang lebih buruk lagi. Ternyata Yoram belum belajar sesuatu apa pun.

Kejadian yang paling ngeri ini seharusnya membuka mata raja dan seluruh kaum Israel, supaya mereka menjadi sadar dan kembali kepada TUHAN. Setelah mendengarkan aduan, mengapa Yoram tidak mengusulkan kepada perempuan bersama temannya itu dan juga kepada para pengiring raja untuk bersama-sama pergi ke rumah nabi Elisa dan berteriak minta tolong kepada TUHAN? itu solusi yang terbaik: bagi TUHAN, Allah Israel, tidak ada yang mustahil. Pertolongan-nya akan membuat situasi Israel pulih. Kalau sekarang raja bertobat dan menyerahkan diri kepada TUHAN, maka dengan itu ia akan memberikan teladan yang baik kepada seluruh umat Israel. Bukankah TUHAN akan menggenapi doa mereka dan sekali lagi melepaskan mereka dari kesusahannya (bdk. Dan. 9)? Sayang sekali, reaksi Yoram justru membuat situasi bertambah buruk. Ia merangkai kesalahan dan menun jukkan bahwa ia sama sekali tidak peduli akan TUHAN yang telah berulang-ulang kali membuktikan kasih dan kesediaan-nya melepaskan umat perjanjian-nya dari segala kesusahan yang menindas mereka. Bukannya menyerahkan diri kepada TUHAN dengan rendah hati dan mengakui dosanya, Yoram malah dengan sombong mendakwa TUHAN adalah penyebab segala kesulitan yang ia dan Israel derita. Demikian reaksi Yoram:

Perbuatannya: Yoram mengoyakkan pakaiannya Sementara perempuan itu masih mengajukan perkaranya dengan berseru dan menangis, Raja Yoram langsung memberi reaksi spontannya: ia mengoyak kan pakaiannya. Dengan berbuat demikian ia menandai bahwa ia teramat kaget mendengar aduan yang mengerikan ini. Siapa yang tidak tercengang? Mana mungkin seorang ibu membunuh, memasak, dan memakan anak yang dilahirkannya sendiri? Sekalipun kesusahan orang sudah memuncak, tetapi apakah mereka akan dapat membunuh anaknya sendiri, apalagi memakannya? inilah titik puncak keputusasaan! Raja memahami seruan perempuan yang anaknya sudah mati, dan ia juga mengerti sikap perempuan kedua yang menyem bunyikan anaknya.

Kejadian ini sangat mencengangkan Yoram. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kebaha giaan umat kerajaannya ia merasa terpukul, sehingga tidak dapat menahan diri lagi. Penderitaan satu rakyatnya ini adalah contoh kesusahan seluruh umatnya, membuat ia sendiri bersedih. Dengan mengoyakkan pakaiannya, raja menunjukkan bahwa ia dilanda oleh rasa haru. Ia turut berduka dan tidak berdaya menghadapinya. Ia tidak tahu apa yang dapat diperbuatnya untuk menolong perempuan ini.

Perbuatan Raja Yoram ini sekaligus memperlihatkan bahwa sebenarnya ia merasa sedih bukan tiba-tiba karena hal yang baru diadukan kepadanya. Ternyata sebelumnya ia sudah sangat pesimis dan benar-benar putus asa mengenai seluruh situasi yang kini dialami oleh seluruh Israel, khususnya Kota Samaria. Ketika mengoyakkan pakaiannya dan berjalan terus di atas tembok kota, rahasianya terbuka. Semua orang yang berada di sana kedua perempuan itu dan banyak orang lain, terutama tentara Israel menjadi kaget dan dilanda ketakutan, karena mereka melihat bahwa di bawah pakaiannya yang sudah robek itu, raja ternyata memakai kain kabung (saq) pada kulit tubuhnya. Jelas kelihatan di depan mata orang banyak itu bahwa pemimpin mereka sudah tidak punya harapan lagi. Kain kabung yang biasanya orang pakai sesudah terjadi kematian atau malapetaka, menandakan bahwa menurut raja mereka Israel sudah kalah. Tampaknya ia yakin bahwa sebentar lagi Aram akan menga lahkan Israel, atau lebih parah lagi, ia siap sedia untuk menyerahkan Samaria kepada raja Aram. Dan tidak sulit bagi mereka menduga apa akibatnya: mereka akan mati semua. Raja, yang dengan mulut mungkin masih berusaha membakar semangat tentaranya untuk bertahan, dengan perbuatan rahasia ini menunjukkan bahwa ia sendiri putus asa. Kalau kepala negara sudah tidak dapat bertahan lagi, mana mungkin rakyatnya masih dapat bertahan? dengan ini raja yang tidak punya harapan lagi, membuat rakyatnya juga menjadi putus asa.

Tindakannya: Yoram menyuruh nabi TUHAN dibunuh Selain dilanda rasa sedih dan putus asa, raja dilanda juga kemarahan. Setelah mengoyakkan pakaiannya, ia berjalan lagi di atas tembok kota. Boleh jadi, pada awalnya ia masih mau melanjutkan inspeksinya. Namun, karena marahnya semakin besar, ia mengubah rencananya dan tiba-tiba turun dari tembok kota, pergi menuju ke tempat tertentu di pusat Samaria, yaitu rumah nabi Elisa. Untuk apa? Apakah untuk mengakui kesalahannya dan meminta pertolongan dari TUHAN? tidak! Sampai saat ini ia tetap diam, tetapi akhirnya ia mulai berbicara. Dan apa yang dikatakannya sungguh-sungguh mengerikan. Dengan mengucapkan sumpah ”Beginilah kiranya Allah menghukum aku, bahkah lebih dari pada itu” ia menyerukan keputusannya: Elisa harus segera dipenggal kepalanya. Pada hari ini juga abdi Allah akan dieksekusi: ”… jika masih tinggal kepala Elisa bin Safat di atas tubuhnya pada hari ini.” Bunyi sumpah dan vonis yang dijatuhkan oleh raja kepada abdi Allah ini sudah pernah kita dengar dari mulut orang lain. Yoram belajar dari ibunya, izebel, yang pada waktu itu mau membunuh nabi Elia sesudah kejadian di atas Gunung Karmel (1Raj. 19:2). Tentu Yoram bersikap sama dengan ibunya, izebel. Ia melampiaskan kemarahannya terhadap abdi Allah. Menurut dia, segala kesusahan Samaria yang bahkan membuat orang memakan anaknya sendiri, disebabkan oleh abdi Allah, dan atasannya, TUHAN sendiri. Bukankah Elisa, sama seperti Elia, selalu menegur raja dan umat Israel atas nama TUHAN? tidak pernah mereka memberitakan sesuatu yang menyenangkan. Para nabi TUHAN itu tidak melakukan hal lain selain mengkritik dan memarahi Israel, dan mengungkapkan kata-kata ancaman terhadap rajanya. Yang mendatangkan pengepungan Samaria bersama segala kesusahannya ialah TUHAN bersama nabi-nya itu. Namun, sekarang sudah cukup. Pada hari ini juga Elisa itu akan mati. Artinya, daripada meminta pertolongan kepada TUHAN, Yoram mau memukul dia dengan membunuh pelayan-nya. Selain berperang melawan Aram, raja Israel memerangi TUHAN.

Raja Yoram marah terhadap abdi Allah sebagai penyebab segala kesusahan Kota Samaria. Namun, apakah ia telah melupakan apa yang terjadi bebe rapa tahun sebelum ini, ketika raja Aram yang sama, Benhadad iii, memerangi Israel juga, yakni dengan cara bergerombol? Pada waktu itu ia tidak berhasil. Karena apa? Karena nabi Elisa membuka semua rahasia Aram kepada raja Israel. Bahkan Elisa mengantarkan tentara Aram sampai ke tengah-tengah Kota Samaria. Aram tidak dapat berbuat sesuatu pun melawan Israel. Dengan malu mereka pulang dan gerombolan-gerombolan Aram tidak datang lagi. Jadi, perubahan apa sesudah itu yang membuat Aram memerangi Israel lagi? Apakah nafsu balas dendam raja Aram terhadap Israel, atau pelajaran dari TUHAN untuk Israel karena sikap keras hati mereka setelah ia membebaskan mereka dari ancaman Aram itu? Bagaimanapun, sikap keras hati tersebut tampak jelas dalam reaksi Yoram sekarang. Daripada bertobat kepada TUHAN, ia tetap melawan dia. Ia tidak mencari jawaban atas kesusahan yang kini dialaminya sendiri maupun umat Israel. Agaknya kemarahannya masih dipengaruhi oleh ingatannya akan kejadian beberapa tahun lalu. Saat itu Elisa menyuruh dia untuk menghidangkan jamuan besar kepada tawanan-tawanan Aram, lalu mengizinkan mereka pulang. Bagaimana mungkin? Seandainya waktu itu Elisa tidak menyambut Aram dengan begitu manis, tetapi mengizinkan Yoram untuk melawan segala aturan perang melenyapkan semua tentara yang masuk jerat di Samaria itu (tetapi bagaimana hal itu terjadi, Yoram?), maka pengepungan dahsyat sekarang ini pasti tidak pernah terjadi karena raja Aram tentu masih lemah dan takut. Bagi Yoram tampak jelas bahwa Elisa memihak kepada Aram, bahwa TUHAN melawan Israel. Menurut Yoram, tepatlah ia membunuh Elisa dan meniadakan TUHAN. Ini titik paling buruk yang jelas menyatakan apa inti masalah Israel dan rajanya: mereka tetap menolak TUHAN.

Perlulah kita berhati-hati jika ingin menyelidiki persamaan dan perbedaan kisah pengepungan Samaria dengan masa kita sekarang (abad ke-21). Hal ini yang selalu terjadi: bila orang mengalami kesulitan, entah penderitaan pribadi (kesakitan, kecelakaan) atau bencana umum (tsunami, gempa bumi, Holocaust), mereka cepat membenarkan diri dan menyalahkan TUHAN. Baik setelah Holocaust (Perang dunia ii, 1940-1945) maupun sesudah tsunami natal 2004, banyak orang Kristen yang mengatakan tidak dapat percaya kepada Allah lagi. Mereka menarik kesimpulan bahwa ”Allah yang membiarkan atau bahkan membuat hal-hal dahsyat seperti itu terjadi, tidak layak dipuja, tetapi sepatutnya dilenyapkan.” dan orang-orang ateis (yang tidak percaya) melihatnya sebagai bukti nyata bahwa Allah sama sekali tidak ada. Persoalannya, semua orang itu keliru karena selalu menganggap dirinya benar dan bersikeras menyangkal kesalahannya sendiri. Mereka tidak menyadari manusia cenderung menomorsatukan dirinya. Manusia jatuh ke dalam dosa itu berarti ia mau membuat Allah menjadi pelayannya. Selama Allah melakukan apa yang disukainya, manusia senang dan memuji dia. Sebaliknya, jika terjadi hal-hal yang tidak disukai, manusia marah kepada Allah. Demikian halnya dengan Raja Yoram dan umat Israel. Seharusnya mereka mengenal TUHAN dari pengalaman mereka, bahwa dia selalu bersedia menolong umat-nya karena kebaikan dan kasih-nya. Begitupun juga maksud-nya kalau ia menghukum umat-nya: supaya mereka mengaku kesalahan dan dosa, dan kembali percaya kepada dia.72

Setelah mendengarkan aduan perempuan yang telah memakan anaknya, Yoram mau melampiaskan kemarahannya terhadap abdi Allah. Dia bersumpah untuk membunuh Elisa, nabi TUHAN, pada hari itu juga. Sudah pasti Elisa memberitakan firman TUHAN terus-menerus, sambil mengajak raja dan rakyat Samaria untuk bertahan dan tidak menyerahkan diri kepada raja Aram. Tidak perlu mereka takut, asal saja mereka bertobat dan percaya kepada TUHAN! Pada saat ini mereka belum dikalahkan oleh Aram, tetapi belum dilepaskan oleh TUHAN juga. Kelaparan mereka semakin parah. Dengan memakai kain kabung Yoram menunjukkan bahwa ia sudah putus asa. Sekarang dia marah dan mau membunuh Elisa. Mengapa ia tidak percaya kepada TUHAN? Padahal itulah kunci agar Israel dapat diselamatkan dari kesusahannya.

7. ”Adapun Elisa, duduk-duduk di rumahnya”

Jika sebelumnya TUHAN membuka rahasia raja Aram kepada Elisa, lalu Elisa menyuruh orang memberitahukan rahasia itu kepada raja Israel agar ia dapat bertindak semestinya (6:9, 12), tetapi sekarang TUHAN menyatakan rencana raja Israel kepada Elisa. Sebelum orang suruhan Raja Yoram dan selanjutnya raja sendiri datang kepadanya, Elisa telah mengetahui semuanya sehingga ia dapat bertindak semestinya. Dari peristiwa raja Israel yang berjalan di atas tembok kota, perspektif kisah sekarang bergeser kepada Elisa yang hendak dibunuhnya. Nabi TUHAN berada dalam bahaya besar: sebentar lagi suruhan dari Yoram akan berdiri di depan pintu rumahnya dengan maksud memenggal kepalanya. Lalu, bagaimana keadaan Elisa? Kita mendapat informasi bahwa ia sedang ”duduk-duduk di rumahnya” di Samaria. Kalimat ini memberi kesan ia santai saja tinggal di rumahnya, tanpa menyadari bahaya maut yang semakin menghampirinya. Namun, kesan itu tidak tepat. Kalaupun ia santai, tentu itu tidak disebabkan oleh pikiran seakan-akan tidak ada masalah, melainkan oleh kepercayaannya yang teguh kepada TUHAN. Sikapnya memancarkan ketenangan. Perhatikan, ternyata Elisa tidak duduk sendirian di rumahnya. Ada tamu, yaitu ”para tua-tua duduk bersama-sama dia”. Mencoloklah itu! Para pemimpin Kota Samaria rupanya tidak pergi ke istana raja untuk berunding dengan kepala negara tentang strategi yang harus mereka ambil dalam situasi pengepungan kota yang sudah sangat ngeri, tetapi mereka ”duduk bersama-sama” Elisa, abdi Allah. Tampaknya mereka lebih mengandalkan Elisa yang memancarkan ketenangan, daripada Yoram yang memancarkan keputusasaan. Di mana kepala negara sama sekali tidak peduli akan saran Elisa, yang tentu saja ialah nubuat TUHAN (bdk. 6:10), para tua-tua justru mencari nasihatnya. Berbeda dengan raja, para tua-tua sungguh menyadari apa pokok masalah pengepungan kota mereka oleh musuh Aram. Dan mereka bertindak sesuai nasihatnya: sebelum mengambil keputusan, mereka pergi meminta saran dari nabi TUHAN. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Elisa tidak tinggal jauh dari medan perang, tetapi ia benar-benar terkait erat dengan penge pungan Samaria, artinya dengan akibatnya (kelaparan dan kesusahan yang semakin parah) maupun solusinya (nasihat untuk percaya kepada TUHAN). Rumah nabi Elisa adalah pusat perundingan, tempat pemerintah kota berkumpul untuk menentukan kebijakan dan strategi dalam menghadapi kesulitannya sekarang. Sikap raja membuat masyarakat semata-mata putus asa. Akan tetapi, kenyataan tua-tua duduk bersama-sama Elisa, memberikan harapan. Bagi mereka tampaknya Elisa adalah pemimpin mereka yang sebenarnya, yang membakar semangat mereka untuk mengatasi kesusahan yang sudah sangat parah dengan solusi yang tepat dan benar. Sedangkan Yoram adalah gembala palsu yang jahat (bdk. Yeh. 34), yang semata-mata memadamkan motivasi Israel untuk bertahan. Elisa mengantar mereka kembali kepada TUHAN, tetapi Yoram justru menjauhkan mereka dari dia. Raja Yoram dikelilingi oleh suasana keputusasaan manusiawi, sedangkan suasana rumah Elisa dipenuhi dengan suasana ”santai surgawi”.

8. ”Awas-awaslah!”

Sementara para tua-tua duduk berunding dengan Elisa tentang situasi terkini di Samaria (barangkali mereka juga berbicara tentang sikap raja dalam menghadapi bencana ini), ia tiba-tiba memotong pembicaraan mereka karena ada hal darurat yang diperlihatkan TUHAN kepadanya, katanya: ”tahukah kamu, bahwa si pembunuh itu menyuruh orang untuk memenggal kepalaku?” Karena orang suruhan itu sudah dekat, Elisa minta mereka supaya berawas dan segera menutup pintu agar orang itu jangan masuk. Kalau nanti ia berusaha masuk, hendaklah mereka langsung menolak atau bahkan melempar kannya keluar. Tampaknya orang suruhan itu tidak datang sendirian, karena Elisa mengakhiri beritanya, katanya, ”Bukankah sudah kedengaran bunyi langkah tuannya di belakangnya?” Singkatnya, ada suruhan bersama penyuruhnya datang ke mari untuk melakukan kejahatan terhadap nabi TUHAN. Untuk mencegah hal buruk itu terjadi, perlu ada tindakan langsung. Awas-awaslah!

Kita tidak mendengar reaksi tua-tua atas interupsi Elisa yang tiba-tiba itu. Namun, dapat dibayangkan mereka kaget dan langsung melompat dari tempat duduknya untuk menutup pintu rumah. Agak nya mereka juga sudah mendengar bunyi langkah yang bergegas menuju rumah Elisa. Sambil menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, mereka agaknya bertanya tentang siapa yang mau membunuh nabi TUHAN. Atau, mungkin mereka langsung memahami bahwa penyuruh yang Elisa maksudkan sebagai ”si pembunuh itu” tidak lain adalah Raja Yoram. Sudah tentu, yang Elisa maksudkan dengan ”pembunuh” bukan orang suruhan itu, melainkan tuannya. Dia yang menyuruh seorang pegawai mendahuluinya untuk menetak kepala Elisa. Suruhan itu hanya pegawai yang melaksanakan perintah atasannya. Akan tetapi, mengapa Yoram sendiri langsung ikut serta? Untuk menyaksikan eksekusi abdi Allah? Atau untuk menarik kembali vonisnya karena menyadari ia tidak dapat menutup mulut TUHAN? Bagaimanapun, dialah ”si pembunuh itu”.

Apa sebenarnya arti Yoram disebut ”si pembunuh itu”? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, arti harfiah kata bahasa ibrani yang dipakai ialah i ”anak pembunuh”. Jika artinya demikian, pembunuh yang Elisa maksudkan ialah ayah Yoram, yaitu Ahab, dan orang yang dibunuhnya agaknya ialah nabot, pemilik kebun anggur di Yizreel (1 Raj. 21). Atau lebih wajar yang dimaksudkan ialah ibu Yoram, izebel, karena dia telah membunuh banyak nabi TUHAN (1Raj. 18:4, 13), dan juga mau membunuh nabi Elia sesudah peristiwa di Gunung Karmel (1Raj. 19:2; seperti juga anaknya, Ahazia, kakak Yoram, 2Raj. 1).73 Kedua, kata bahasa ibrani ben, artinya ”anak”, sering digunakan untuk menunjukkan golongan atau kategori tertentu, misalnya ”anak-anak Israel” yang sama dengan ”orang-orang Israel” atau ”kaum Israel”. Demikian ”anak pembunuh” dapat berarti ”seorang pembunuh” (seorang dari kaum pembunuh). Jika demikian halnya, maka Yoram sendiri adalah ”seorang pembunuh” itu. Ayat 31 menunjukkan bahwa ia benar-benar mau membunuh nabi TUHAN dan karena itu sudah disebut pembunuh sebelum faktanya terjadi. Ketiga, hampir sama dengan poin kedua, Yoram disebutkan sebagai ”si pembunuh itu” karena bersikap sangat lemah sekaligus sombong dalam pengepungan Samaria oleh Aram. Ia membiarkan masyarakat Samaria mati kasus yang baru diceritakan dalam ayat 28-29 merupakan buktinya karena tidak mau meminta pertolongan TUHAN. Yang bertanggung jawab atas hidup dan mati kaum Israel ialah Yoram. Keempat, perkataan ”si pembunuh itu” tidak mempunyai arti harfiah, tetapi merupakan kiasan, sehingga dipakai sebagai kata sindiran (seperti ”si idiot” tidak berarti orang yang disebut sedemikian adalah orang cacat yang akalnya terbatas, melainkan orang goblok yang tidak memakai akalnya). Menurut saya, arti yang paling cocok di sini ialah opsi pertama dan kedua: Yoram tidak berbeda dari orang tua nya. Dengan rencananya sekarang memenggal kepala nabi Elisa ia menunjukkan bahwa ia sama dengan ayah dan ibunya (sebenarnya dalam seluruh sifat dan sikapnya, Yoram sangat mirip dengan ibunya; jangan lupa juga bahwa izebel masih sangat berpengaruh dan agaknya berkuasa atas Yoram). Artinya, secara harfiah ia anak dari dua orang pembunuh (opsi pertama), sedangkan keluarga Ahab dapat disebut ”kaum pembunuh” (opsi kedua).

9. ”Mengapakah aku berharap kepada TUHAN lagi?”

Selagi Elisa berbicara kepada para tua-tua tentang ancaman Raja Yoram, raja sendiri sudah tiba mendapatkan dia (dan suruhan yang mendahuluinya sudah pasti sedang berusaha membuka pintu yang tertutup untuk melaksanakan misinya). Kenyataan kata bahasa ibrani untuk raja, yakni melek, hampir sama dengan kata bahasa ibrani untuk suruhan atau pemberita, yakni malak (bdk. Malaikat), membuat beberapa penafsir berpendirian bahwa yang tiba di depan pintu rumah Elisa bukanlah raja, melainkan orang suruhan itu (raja agaknya masih di tengah jalan; demikian juga TL dan FAH). Akan tetapi, melihat konteks seluruh kisah ini, yang sesungguhnya dimaksudkan adalah raja (melek), seperti yang diterjemahkan dalam TB dan BIMK:

  • Ayat 32: Raja menyuruh seorang suruhan berjalan mendahuluinya; artinya suruhan itu berjalan di depan dan raja sendiri langsung menyusul.
  • Ayat 32: Elisa mengakhiri pembicaraannya dengan para tua-tua dan mengatakan: ”Bukankah sudah kedengaran bunyi langkah tuannya di belakangnya?” Jadi, jarak antara orang suruhan dan raja rupanya tidak jauh.
  • Ayat 33: Kutipan langsung tidak mungkin ucapan pesuruh itu. Ia hanya disuruh untuk membunuh Elisa dan bukan untuk mengucapkan perasaan hatinya sendiri (atau pesan dari raja). Kata-kata itu justru sangat cocok dengan sifat dan sikap Raja Yoram (bdk. 3:13-14) dan sesuai dengan reaksi sebelumnya atas keluhan perempuan itu.

Yang berseru kepada Elisa bahwa: ”Sesungguhnya, malapetaka ini adalah dari pada TUHAN. Mengapa kah aku berharap kepada TUHAN lagi?” tidak lain adalah Raja Yoram sendiri. Kesimpulan pertama memang tepat: kesusahan ini benar-benar datang dari TUHAN. Akan tetapi, kesimpulan kedua yang diungkapkannya dalam bentuk pertanyaan, tentang tidak ada guna berharap kepada TUHAN lagi, keliru. Padahal, kesimpulan pertama justru harus membawa dia pada kesimpulan berikutnya, yaitu bahwa hanya TUHANlah yang (masih) dapat meluputkan mereka dari malapetaka ini. Kesusahan yang makin lama makin parah ini merupakan panggilan yang semakin keras bunyinya (seperti megafon)74 untuk berlari cepat kepada TUHAN. Akan tetapi, daya pikir Yoram sempit: ”Kalau TUHAN mendatangkan kesulitan, bukan dia yang akan menghentikannya. Jadi, tidak ada guna berharap kepada dia.” Karena Yoram marah kepada TUHAN, ia tidak mau minta pengampunan dan pertolongan dari dia. Kesimpulan kelirunya membuktikan bahwa ungkap annya tidak bersifat pengakuan, tetapi sebaliknya ia mengucapkannya untuk menyalahkan TUHAN. Dia tidak mau merendahkan diri dan mengaku bahwa kesulitan ini timbul dari dosa-dosanya sendiri dan ketidaksetiaan umat Israel. Menurut Yoram, yang bersalah TUHAN. Dialah penyebab segala kekacauan di antara Aram dan Israel. Daripada minta pengampunan dosa, ia menambahkan kejahatannya (tidak mengherankan hubungan antara Yoram dan Elisa selalu problematik; bdk. Lagi 3:13-14).

Agaknya, Elisa telah berulang-ulang kali mengajak raja dan para tua-tua untuk tidak menyerahkan diri kepada Aram. Dan ia selalu melengkapinya dengan imbauan untuk bertobat kepada TUHAN dan meminta pertolongan-nya. Tersedia banyak bukti mengenai orang Israel yang dalam kesusahan nya berteriak minta tolong kepada TUHAN, dan langsung diselamatkan oleh TUHAN. Justru itulah inti seluruh pelayanan nabi Elisa: Siapa yang berseru kepada TUHAN dalam kesusahannya akan benar-benar ditolong-nya (bdk. Mzm. 121:1-2). Jika Yoram tetap menjauhkan dirinya dari TUHAN, mana mungkin ada pertolongan-nya. Dengan sikap berkeras hatinya Yoram mengantar umat Israel ke arah pembinasaan belaka (lagi: Yeh. 34 tentang gembala-gembala jahat). Daripada menaati firman TUHAN, ia bahkan mau tetap menutup mulut-nya dengan membunuh nabi Elisa.

10. ”Dengarlah firman TUHAN!”

Lalu, bagaimana reaksi Elisa atas keluhan yang sekali lagi menyatakan bahwa raja Israel sama sekali tidak menaruh harapannya kepada TUHAN? Mungkin kita menantikan Elisa akan langsung membalas ungkapan raja dengan nasihat keras dan sekaligus menegur beliau karena perintahnya untuk membunuh nabi TUHAN. Atau bahkan Elisa akan mengutuk Yoram demi nama TUHAN (bdk. 2:24). Akan tetapi, tidak demikianlah jawaban Elisa. Sebaliknya, dengan cara yang luar biasa, yaitu dalam bentuk nubuat, Elisa menggambarkan dengan konkret di depan mata raja dan para tua-tua apa yang akan terjadi ”besok kira-kira waktu ini” (7:1). Dengan demikian Elisa membalas ungkapan negatif dari mulut Yoram dengan prospek positif, yang sebelum terwujud sudah memberikan perasaan lega yang besar. Dengan jawabannya ini, Elisa membuktikan atas nama TUHAN bahwa ungkapan Raja Yoram mengenai tidak ada guna berharap kepada TUHAN itu sama sekali tidak benar.

Elisa memulai reaksinya dengan berkata: ”dengarlah firman TUHAN!” Sebenarnya Elisa tidak sering memakai rumusan ini, karena lebih dikenal dari banyak perbuatannya daripada pemberitaannya. Akan tetapi, kata-kata ini langsung jelas artinya untuk semua orang yang mendengarnya (untuk imperatif ”dengarlah” dipakai bentuk jamak). Artinya bahwa yang menanggapi sikap raja Israel yang tampil dalam ungkapan dan tindakannya, bukanlah Elisa melainkan TUHAN sendiri. Setelah meminta perhatian para hadirin, Elisa langsung melanjutkan jawabannya, katanya, ”Beginilah firman TUHAN.” Lalu menyusul isi berita yang merupakan kutipan langsung kata-kata yang TUHAN sampaikan kepada abdi-nya. Kedua rumusan ”dengarlah firman TUHAN” dan ”Beginilah firman TUHAN” ini langsung menutup kemungkinan bahwa semua orang yang mendengarnya terutama raja Israel nanti akan berkata bahwa: ”tidak realistislah jawaban Elisa ini. Omong kosong dari orang gila” (bdk. 9:11). Jika yang disampaikan adalah ”firman TUHAN”, maka kebenarannya jangan diragukan sedikit pun. Dengan cara demikian kekeliruan ungkapan raja tadi ditunjukkan oleh kebenaran firman TUHAN. Kata-kata Elisa bukanlah pendapat pribadinya melawan pendapat raja, dengan akibat timbul diskusi tentang siapa yang benar, melainkan firman TUHAN yang hendak diterima tanpa diskusi. Apa yang TUHAN firmankan pastinya akan jadi.

Kalau seseorang mendengar rumusan ”dengarlah firman TUHAN”, pastinya ia akan segera memusat kan segala perhatiannya pada berita yang akan disampaikan selanjutnya. Terlebih lagi orang-orang Israel yang sedang menderita kesusahan yang sangat parah. Berita firman TUHAN ini tentu teramat penting. Jadi, ketika Elisa berkata bahwa ia akan memberi takan firman TUHAN kepada semua orang yang sedang hadir di (depan) rumahnya (para tua-tua dan raja bersama kelompok pegawainya), mereka menunggu dengan tegang apa yang akan segera disampaikannya. Apakah mereka akan heran ketika mereka mendengar firman TUHAN yang Elisa beritakan nanti? Persoalannya, Elisa tidak mengatakan sesuatu pun tentang TUHAN akan bertindak, apalagi bagaimana tindakan itu, entah terhadap raja Israel yang begitu berani menyalahkan dia (mungkin para hadirin menantikan Yoram akan divonis-nya), atau terhadap raja Aram yang sudah begitu lama membuat mereka sangat menderita (mungkin mereka ingin mendengar kabar baik bahwa akhirnya TUHAN akan membebaskan mereka). Sebaliknya, sesudah berkata, ”Beginilah firman TUHAN,” Elisa hanya menyam paikan pengumuman tentang bagaimana situasi kota pada esok hari, khususnya tentang harga-harga barang makanan di pasar yang akan turun drastis: ”... Sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria.” itu saja pemberitaan TUHAN.

Pada kesan pertama, isi berita ini agaknya akan membuat orang mengerutkan dahinya: Apa gunanya TUHAN memberikan pengumuman mengenai harga-harga barang makanan di pasar? Para pendengar pasti tidak perlu berpikir lama. Dengan cepat sekali mereka memahami arti berita ini lalu menarik kesimpulan. Mana mungkin situasi kota besok dapat berbeda jauh dari situasi hari ini? Hanya kalau TUHAN sendiri mewujudkan perubahan itu. Pengumuman tentang situasi harga-harga bahan makanan yang disampaikan TUHAN melalui abdi-nya itu merupakan akibat dari tindakan TUHAN yang hebat. Bukankah perbekalan makanan sudah lama habis karena tidak ada akses ke lahan-lahan di pedesaan dan ke tempat pengirikan yang berada di luar pintu gerbang kota (1Raj. 22:10)? Bukankah harga-harga barang loakan yang sebenarnya tidak cocok untuk dimakan, sudah terlalu melampaui batasnya (6:25)? Maka besok pagi harga-harga barang kebuTUHAN hidup yang paling utama tepung gandum dan jelai yang sekarang tidak tersedia satu bulir pun, sudah turun sampai kira-kira normal? Mustahil… kecuali kalau sebelumnya TUHAN telah membuat dua mukjizat besar, yaitu 1) menyediakan makanan yang sudah lama habis, apalagi dengan jumlah yang cukup besar. Dan hal itu hanya dapat terjadi kalau sebelum itu 2) TUHAN telah membebaskan mereka dari kuasa Aram. Tambahan Elisa bahwa tepung dan jelai itu terdapat ”di pintu gerbang Samaria” (lokasi pasar dan tempat pengirikan), berarti pintu kota sudah dapat dibuka lagi tanpa risiko musuh Aram masuk dan melenyapkan seluruh isi kota. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengumuman yang dinubuatkan Elisa ini ialah bahwa TUHAN akan menolong mereka dengan segera dan dengan berlimpah-limpah. Pembebasan Israel sudah berada di ambang pintu!

Dengan ”tepung yang terbaik” yang dimaksudkan agaknya ialah gandum gilingan halus yang dipakai untuk membuat roti (bisa juga gandum gilingan kasar yang dipakai untuk membuat bubur; bhs. Belanda gries). ”Jelai” adalah sejenis gandum yang, kalau gilingan halus dipakai untuk membuat roti (untuk jelai gilingan kasar, yang dalam bhs. Belanda disebut gort, bhs. Indonesia memakai sebutan ”beras Belanda”). Bagaimanapun, yang penting ialah bahwa baik gandum maupun jelai adalah makanan pokok bagi orang Israel, sehingga merupakan kebuTUHAN hidup yang paling utama (bdk. Beras untuk orang Jawa dan sagu atau ubi untuk orang Papua). Ukuran ”sukat” (sea) sama dengan kira-kira 12 liter (FAH, menurut BIMK: 3 kilogram). ”Sesyikal” (12 gram perak) kira-kira sama dengan gaji bulanan seorang pekerja. Jadi, harga-harga yang disebut masih agak mahal. Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan harga-harga yang disebut dalam 6:25, itu sudah sangat murah.

Saat Elisa mengatakan, ”besok kira-kira waktu ini,” menunjukkan bahwa tepung dan jelai yang TUHAN sediakan sudah pasti akan datang dari perkemahan tentara Aram (lih. Lanjutan kisah dalam 7:3-20). Mengingat cara Aram berperang (6:8-23), sudah tentu Aram telah merampas segala harta milik, hewan, dan khususnya panen gandum dan jelai dari lahan-lahan dan gudang-gudang kaum Israel di sekitar Kota Samaria sehingga seluruh Israel menderita kelaparan yang luar biasa ini.

Kenyataan para tua-tua Kota Samaria datang ke rumah Elisa merupakan tanda positif. Hal itu memberi kesan bahwa mereka masih selalu atau sudah kembali mengharapkan pertolongan TUHAN. Akan tetapi, sampai sekarang raja dan umat Israel belum menunjukkan satu tanda pertobatan pun. Raja Yoram bahkan mau membunuh Elisa dan dengan demikian menghapuskan firman TUHAN dari tengah-tengah Israel. Meskipun demikian, ternyata TUHAN berkenan sekali lagi menolong umat perjanjian-nya! ia tetap setia dan tidak meninggalkan mereka. Dakwaan Yoram terhadap TUHAN ditang gapi-nya bukan dengan kutuk yang membinasakan, melainkan dengan mukjizat hebat yang menghidupkan. Hal itu jelas dari berita Elisa: Besok akan ada pasar di pintu gerbang Samaria. Akan terdapat makanan lagi. Harga-harga barang akan turun. Kehidupan Israel akan kembali normal. Kelaparan dan kesusahan akan berakhir. Keadaan menjadi normal kembali.

11. ”Engkau tidak akan makan apa-apa dari padanya”

Nubuat Elisa ini memang memerlukan kepercayaan yang kuat dari raja maupun umat Israel. Tadi raja telah menyatakan bahwa ia sama sekali tidak punya harapan akan TUHAN. Lalu bagaimana sebenarnya sikap seluruh umat Israel? Apakah mereka percaya akan nubuat Elisa ini, dan langsung bersyukur kepada TUHAN? tidak tentu juga. Tentang bagaimana tanggapan Yoram akan jawaban Elisa ini kita tidak mendengar sesuatu pun. Jawaban para tua-tua juga tidak disebut. Yang kita dengar hanyalah satu reaksi, dan reaksi itu negatif, yaitu seruan spontan dari mulut pegawai yang paling dekat pada raja, yaitu ”perwira, yang menjadi ajudan raja”. Seorang ajudan adalah pegawai yang paling teper caya, yang selalu mendampingi raja. Dialah pengawal pribadi yang tidak akan meninggalkan raja (bdk. Naaman, 5:18). Ia seperti bayang-bayangnya. Secara harfiah seorang ajudan ialah orang ketiga yang berada di atas kereta perang selain raja dan pengendara kuda yang kalau perlu, melindungi raja dengan hidupnya sendiri. Kalau sang raja lelah, dia akan bertelekan pada lengan ajudannya. Kalau sekarang ini asisten raja membuka mulutnya untuk merespons nubuat Elisa, ia tentu melakukannya untuk melindungi tuannya. Sama seperti Yoram, ia tidak percaya kepada TUHAN. Akan tetapi, di mana raja masih ragu-ragu apa gunanya berharap kepada TUHAN lagi, ajudan ini bahkan memberanikan diri untuk mengolok-olok TUHAN, katanya: ”Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?”

Reaksi spontan ajudan ini berbentuk pertanyaan retoris yang menantikan jawaban negatif. Tampak jelas bahwa ajudan tidak menerima jawaban Elisa atas keluhan raja tadi dengan serius. Dengan terus terang ia menolak kuasa TUHAN untuk membebaskan umat-nya dari kesusahan. Dengan yakin ia mengatakan bahwa TUHAN tidak mampu membuat mukjizat yang begitu besar sehingga mengakhiri seluruh kesulitan Samaria. Bagi dia firman TUHAN ini tidak bermakna. Namun, apakah ia tidak mengenal sejarah umat Israel yang ditentukan oleh banyak perbuatan besar TUHAN? tersedia begitu banyak contoh bagaimana TUHAN membebaskan umat-nya dari sengsara! Akan tetapi, ajudan ini hanya melihat keadaan saat ini yang membuat dia hilang pengharapan. Menurutnya tidak mungkin TUHAN dapat menolong mereka. Mukjizat TUHAN pun tidak akan dapat memberi jalan keluar dari kesusahan sekarang. Seandainya ia membuat lubang-lubang besar di langit dan mengurus hujan makanan yang lebat dari sana (bdk. Makanan manna di padang gurun, Kel. 16), itu hanya akan memberi kelegaan sebentar saja, dan akan membuat penderitaan mereka nanti semakin parah. Pendeknya, ajudan Raja Yoram menolak tindakan TUHAN yang diberitakan oleh Elisa. Berita nabi TUHAN tentang ”makanan yang secukupnya” dianggapnya sebagai omong kosong belaka.

Karena ajudan raja tetap menolak percaya kepada TUHAN, padahal ia mendengar sampai dua kali bahwa jawaban Elisa atas keluhan raja ialah firman TUHAN sendiri (yang bersifat kebenaran) dan bukan dugaan atau harapan Elisa (yang hanya bersifat pep talk), maka ia akan merasakan kuasa TUHAN secara pribadi. Di mana nanti semua orang akan menikmati penggenapan janji TUHAN, ajudan ini akan mendapat penggenapan ”janji” yang sangat berbeda, yakni hukuman TUHAN. Dengan sengaja Elisa disebut sebagai ”abdi Allah” yang menunjukkan bahwa jawabannya kepada perwira ini pula adalah sebuah nubuat dari TUHAN sendiri: ”Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya” (ay. 2). Ajudan ini akan menyaksikan bahwa mukjizat TUHAN benar-benar terjadi, tetapi ia sendiri tidak akan menikmatinya. Pada saat ini agaknya ia belum memahami arti kata-kata Elisa ini. Akan tetapi, nanti ia akan merasakannya.

12. Anugerah TUHAN dan pertobatan umat-Nya

Karena TUHAN membuat umat-nya Israel menderita dengan begitu dahsyat, banyak mereka tidak percaya lagi kepada-nya. Dalam hal ini raja mereka memberi teladan yang buruk: ”Untuk apa aku berharap kepada TUHAN lagi?” demikian juga banyak orang masa kini. Melihat semua peperangan, bencana alam, dan sebagainya mereka berkata: ”Mengapa kami masih percaya kepada Allah yang membiarkan atau yang bahkan membuat malapetaka-malapetaka yang begitu dahsyat terjadi? Yang disalahkan ialah Allah. Akan tetapi, semua orang itu tampaknya tidak menyadari bahwa mereka memutarbalikkan keadaan yang sebenarnya. Mereka melupakan bahwa mereka sendiri lebih dahulu tidak menghormati TUHAN dan melanggar perjanjian-nya. Bagian 2 Raj-raja 6:24–7:2 ini sekali lagi menunjukkan bahwa kesusahan yang diderita oleh umat TUHAN adalah akibat kesalahan mereka sendiri dan menuntut pertobatan mereka. Akan tetapi, mukjizat besar! TUHAN tidak menunggu sampai akhirnya mereka kembali kepada-nya, tetapi berprakarsa untuk melepaskan mereka. Betapa besar kasih dan kemurahan TUHAN terhadap mereka! Kisah ini menunjukkan bahwa manusia tidak akan pernah mampu untuk menyelamatkan diri. Keselamatan hanya terjadi kalau TUHAN memberikannya. Dengan demikian cerita ini menunjuk pada bagaimana Allah Yang Mahakuasa akan menyelamatkan dunia dari dosa dan sengsara oleh Mesias yang akan datang di kemudian hari, Yesus Kristus, Anak Allah.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk Venema
  3. ISBN:
    978-602-0904-96-2
  4. Copyright:
    © Henk Venema (LITINDO)
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas