12. ”Harga Sesukat Tepung Terbaik Satu Syikal”

2 Raja-raja 6:24–7:20 Bagian 2 (7:3-20)

Persiapan

1. Pada bagian ini perspektif cerita berpindah beberapa kali, pertama dari nabi Elisa di rumahnya di Kota Samaria kepada empat orang sakit kusta yang tinggal di depan pintu gerbang Samaria di luar kota. Coba gambarkan situasi mereka berdasarkan penyakit kusta mereka (im. 13:46; Bil. 5:2-3; bdk. 2Raj. 5). Dan di mana persis lokasi mereka, melihat letak Kota Samaria dan tempat perkemahan orang Aram?
2. Apa konsekuensi keputusan mereka untuk menyeberang ke perkemahan Aram?
3. Ketika keempat orang kusta tiba di pinggir perkemahan Aram, keadaan apa yang mereka temui? Apa artinya ”tidak ada orang di sana”? Apakah sudah lama mereka pergi?
4. Jelaskan apa sebenarnya alasan yang membuat tentara Aram langsung lari menyelamatkan nyawanya? Berkaitan dengan itu, apa artinya nama orang Het dan orang Misraim (= Mesir)? Kesimpulan apa yang dapat ditarik?
5. Apa sebenarnya penilaian Anda terhadap kelakuanorang-orang kusta ini:
6. Mengenai keputusan dan perbuatan mereka menyeberang kepada tentara Aram: Apakah itu tidak berarti mereka melakukan pengkhianatan terhadap Israel?
7. Mengenai perbuatan mereka di perkemahan Aram: Apakah itu tidak berarti mereka menjadi perampok sama seperti orang-orang Aram mengambil barang yang bukan milik mereka?
8. Mengenai perbuatan mereka mengenyangkan diri dahulu dan baru sesudah itu melapor kan situasi perkemahan Aram kepada para penunggu kota: Apakah mereka tidak terlalu mengutamakan diri sendiri (egoisme)?
9. Setelah ”kabar baik” tiba di istana, apa reaksi Raja Yoram? Apakah reaksi ini wajar atau tidak? dari reaksi ini dapat ditarik kesimpulan apa tentang sifat dan sikap raja ini? Apakah usulan seorang pegawainya berarti ia setuju dengan pendapat raja, atau tidak?
10. Gambarkan dan jelaskan penemuan-penemuan para suruhan yang raja kirimkan untuk memeriksa keadaan yang sebenarnya.
11. Apakah Anda dapat menceritakan secara ringkas mengenai perbuatan para penduduk Kota Samaria setelah mereka mendengar kabar tentang tentara Aram yang sudah pergi? Gambarkan juga keadaan yang menyebabkan ajudan raja mati.
12. Apa sebenarnya alasan dan maksud penulis mengulang bagian ayat 1-2 seluruhnya dalam ayat 16-20?
13. Apakah Anda dapat menghubungkan pembebasan Israel dari kuasa Aram ini dengan karya Kristus yang menyelamatkan dunia dari kuasa iblis, dosa, dan maut?

Beberapa catatan teknis

a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH

background image
background image

b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)

background image

Kesimpulan: Bagian 2 Raja-raja 6:24–7:20 merupakan kesatuan untuk penafsiran kita. Yang menentukan ialah semua perbedaan dengan bagian-bagian di sekitarnya (lih. Pembahasan Bagian 1 dalam Bab 11).

c. Pembagian Hanya karena alasan praktis kesatuan 6:24–7:20 cukup panjang saya membagi pembahasan kisah ini menjadi dua bab. Dalam Bab 11 ini kita telah membicarakan bagian pertama peristiwa pembebasan Samaria dari pengepungan Aram, yaitu 6:24–7:2. Bagian itu mengenai kesusahan umat Israel di Samaria pada waktu dikepung oleh Aram. Pada akhir bagian itu Elisa menyampaikan janji TUHAN untuk membebaskan umat-nya. Selanjutnya dalam Bab 12 ini kita menafsirkan bagian kedua, yaitu 2 Raja-raja 7:3-20 yang khususnya mengenai penggenapan janji TUHAN melalui mukjizat besar. Bagian kedua ini dapat dibagi ke dalam tiga sub berikut:

  • Ayat 3-9: Beberapa orang Israel yang sakit kusta menemukan tentara Aram sudah pergi.
  • Ayat 10-15: Reaksi raja Israel atas kabar baik tentang perginya tentara Aram.
  • Ayat 16-20: Sesuai dengan janji-nya TUHAN telah melepaskan umat Israel dari kesusahannya.

Tafsiran

1. ”Kita akan mati… kita akan hidup”

Kisah tentang pengepungan Kota Samaria oleh raja Aram, Benhadad iii, masih diteruskan. Dalam Bagian Pertama (6:24–7:2) kita telah menerima informasi rinci tentang keadaan Kota Samaria yang benar-benar sudah teramat memprihatinkan. Selain itu, kita mendengar reaksi Raja Yoram: ia tidak berharap kepada TUHAN lagi dan bahkan mau membunuh nabi-nya. Lalu kita mendengar Elisa menyampaikan firman TUHAN mengenai apa yang akan terjadi dalam jangka satu hari. Sekalipun raja Israel telah menutup telinganya untuk firman TUHAN, tetapi justru firman itu yang datang kepadanya. Dengan demikian Bagian Pertama, yang dimulai dengan menggambarkan keputusasaan besar, diakhiri dengan memberi harapan baru. Selanjutnya, dalam Bagian dua (7:3-20), kita mendengar tentang bagai mana firman TUHAN itu langsung dipenuhi: dengan melakukan mukjizat hebat TUHAN melepaskan Israel dari pengepungan Aram. Israel tidak perlu berbuat apa pun. TUHAN sendiri mengusir tentara Aram dan mengurus makanan yang secukupnya untuk umat Israel. Demikian Bagian dua, yang bertitik-tolak dari nubuat Elisa, diakhiri dengan akibat penggenapannya: hidup kembali menjadi baik. Dari sebelumnya berduka cita, orang dapat bersukaria lagi. Mereka bebas dan tidak lapar lagi.

Untuk menggambarkan penggenapan firman TUHAN dengan konkret, perspektif cerita bergeser lagi, yakni dari nabi TUHAN yang baru saja menyampaikan kepada raja dan para tua-tua di Samaria apa yang akan terjadi dalam jangka satu hari, kepada beberapa sosok yang pada saat yang sama sedang tinggal di luar Kota Samaria. Dari Elisa yang duduk-duduk di rumahnya di dalam kota, fokus berpindah pada empat orang yang duduk-duduk di depan pintu gerbang di luar kota. Kita mendengar tentang apa yang mereka alami pada petang hari yang sama itu. Tepatlah BIMK menginterpretasikan awalan bahasa ibrani we-(arti harfiah: ”dan”) sebagai ”pada hari itu”. Tidak ada perbedaan waktu di antara pertemuan Elisa dengan raja dan tua-tua di dalam Samaria dan pembicaraan keempat orang sakit kusta di luar Samaria. Dalam Bagian dua ini, ayat 3-4 bersifat pendahuluan yang bermaksud untuk memperkenalkan empat orang sakit kusta itu dalam situasi mereka. Lalu, dalam ayat-ayat berikutnya kita membaca tentang peran mereka dalam tindakan TUHAN membebaskan Israel dari kesusahannya. Mana mungkin ada orang-orang Israel tinggal di depan pintu gerbang di luar kota? Ketika Aram mengepung Samaria, mengapa mereka tidak dibiarkan masuk dan menerima perlindungan di dalam kota? Karena keempat orang itu berpenyakit kusta, sehingga sesuai dengan hukum TUHAN harus menetap jauh dari masyarakat (im. 13:46; Bil. 5:3). Karena sakit kusta mereka najis, sehingga terpaksa hidup terpisah dari persekutuan umat Israel. Sekalipun mereka tidak menderita penyakit yang mematikan, apalagi ada jenis-jenis kusta yang dapat disembuhkan (mungkin karena itu BIMK mengatakan bahwa beberapa orang ini ”berpenyakit kulit yang mengerikan”), bagaimanapun sesuai peraturan hukum mereka tidak diperbolehkan untuk tinggal bersama-sama dengan orang-orang Israel lainnya. Sama seperti untuk Aram, pintu kota tetap ditutup untuk mereka juga. Akibatnya, keempat orang tersebut tidak terlindung dari ancaman musuh-musuh Aram. Penderitaan mereka dua kali lipat: sakit kusta dan lapar. Walaupun demikian, keadaan mereka ini tidak memupus semangat hidup mereka. Tampaknya, mereka berhasil sampai hari ini untuk mempertahankan diri di luar pintu gerbang Kota Samaria dan tidak langsung menyerahkan diri kepada tentara Aram. Namun, bagi mereka pula kelaparan sudah menjadi sangat dahsyat. Daya tahan mereka sudah mencapai batasnya. Mereka harus mengambil keputusan tentang bagaimana selanjutnya.

Empat orang kusta ini tinggal di luar kota, persis di depan pintu gerbangnya, yaitu di antara tembok luar Kota Samaria dan perkemahan tentara Aram. Agaknya mereka memiliki pondok atau rumah asuhan yang dibangun pada kaki tembok kota, langsung di luar pintu kota, di atas bukit Samaria. Di sana mereka menetap selama sakit kusta. Boleh jadi mereka harus mencari makanannya sendiri, atau dirawat oleh kerabatnya. Tentara Aram mungkin agak jauh, yaitu di lembah di bawah atau di atas bukit-bukit sekeliling Samaria. Tampaknya Aram belum menyerang Kota Samaria, tetapi hanya menutup kota dengan mengepung. Itu cara yang paling aman juga gampang bagi mereka. Jadi, posisi orang-orang kusta di tengah-tengah Israel dan Aram ini tidak terlalu berbahaya. Akan tetapi, kalau kedua pihak mulai bertempur, mereka agaknya menjadi korban-korban yang pertama. Selain itu, jelas bahwa situasi keempat orang yang tinggal di luar kota ini tidak berbeda dari semua orang di dalam kota: mereka menderita kelaparan yang semakin parah.

Seorang berkata kepada teman-temannya: ”Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati?” tentu saja, yang dimaksud dengan pertanyaan yang bersifat kesimpulan ini bukan keadaan medis mereka, yaitu menderita penyakit yang mungkin tidak dapat disembuhkan (kecuali jika TUHAN melakukan mukjizat, seperti pada orang Aram, Naaman; 2Raj. 5), melainkan kelaparan yang mereka derita karena pengepungan Samaria. Bisa saja mereka tinggal di depan pintu gerbang, tetapi itu berarti mereka akan mati (kata bhs. Ibrani ‘ad berarti sampai, sambil, atau menuju). Walaupun kemungkinannya kecil sekali, apakah masih ada jalan keluar dari kesusahan ini? Agaknya mereka sudah sering kali membicarakan kemungkinan untuk luput dari kesulitan ini, sama seperti para penghuni kota. Begitu sifat manusia yang tidak mau mati, tetapi mau tetap hidup. Orang tidak akan cepat berhenti mencari jalan keluar dari kesusahannya.

Sebenarnya ada tiga opsi, seperti yang telah dipikirkan oleh satu orang kusta itu. Namun, hanya ada satu kemungkinan kecil. Apakah mereka bersedia meraih kesempatan, biarpun kecil sekali, untuk tetap hidup. Dua opsi lain pastinya tidak akan memberi solusi (TL sangat tegas: ”niscaya” dan ”tak dapat tiada”) ialah:

  • Masuk ke kota: ”padahal dalam kota (pula) ada kelaparan, sudah tentu kita akan mati di sana”.
  • Tinggal di sini (di luar kota, di depan pintu gerbangnya): ”kita tidak dapat tidak akan mati juga”.
    Jadi, hanya tinggal opsi ketiga, yang tidak pasti akan memberi solusi juga, yaitu:
  • Menyeberang ke perkemahan tentara Aram:mudah-mudahan tindakan itu akan berakhir dengan baik, ”jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati”. Sebenarnya BIMK tidak menerjemahkan kalimat akhir ini, tetapi menunjukkan arti yang tepat: ”Paling-paling kita dibunuh oleh mereka. Akan tetapi, ada kemungkinan juga kita tidak diapa-apakan”.

Kata-kata yang diungkapkan oleh seorang kusta itu merupakan kesimpulan yang tidak terelakkan: ”Oke, kita akan mati, tetapi masih ada satu kemungkinan yang sangat kecil,” yang sekaligus bersifat ajakan: ”Mari, kita coba saja. Kalau tidak bergerak, hidup kita sudah berakhir. Kalau bergerak, mungkin kita tetap akan mati, tetapi ada juga kemung kinan kita hidup.” Hanya, mereka tidak dapat menye berang secara diam-diam, lalu mencuri makanan dari sana dan pulang ke pintu gerbang Samaria. Untuk meraih kesempatan kecil ini mereka harus menyerahkan diri kepada musuh Aram itu (terjemahan TL, ”membuang diri kita”, lebih mendekati arti yang sebenarnya daripada TB, ”menyeberang”). Dan itu bukan hal gampang, karena para penghuni kota agaknya akan menganggap tindakan mereka ini sebagai pembelotan dan pengkhianatan (bdk. 2Raj. 25:11), sekalipun mereka tidak memihak kepada orang Aram, tetapi sebaliknya menjadi tahanan atau bahkan budak mereka.

2. ”Tampaklah tidak ada orang di sana (perkemahan orang Aram)”

Dapat ditanya mengapa baru sekarang empat orang yang sakit kusta itu pergi ke perkemahan tentara Aram. Apakah sampai hari ini mereka belum pernah memikirkan solusi ini? itu memang bisa, tetapi tidak diberi tahu. Yang penting ialah bahwa keputusan yang sekarang mereka ambil, langsung berkaitan dengan nubuat Elisa. Ternyata TUHAN mau memakai keempat orang ini menjadi sarana-nya untuk: 1) menemukan tentara Aram sudah pergi, dan 2) menyampaikan kabar baik itu kepada kaum Israel di Kota Samaria. TUHAN membuat beberapa orang yang menderita dua kali lipat sakit dan lapar menjadi ”malaikat” yang menyam paikan kelepasan kepada umat Israel. Perhatikan, mereka berbicara tentang apa yang harus mereka perbuat itu persis pada waktu Elisa mengungkapkan nubuat TUHAN kepada raja dan tua-tua Israel. Keempat orang kusta menunggu sampai sore (TB: ”waktu senja”; TL: ”waktu terang tanah”). Setelah mengambil keputusan untuk menyerahkan diri kepada tentara Aram mereka tidak langsung pergi, tetapi sabar menunggu sampai matahari terbenam. Agaknya, saat hari mulai malam ialah waktu yang paling cocok. Justru pada saat itu orang masih sibuk mengakhiri aktivitasnya, mandi, menyiapkan makan malam, supaya setelah gelap turun, mereka dapat beristirahat dan tidur. Para pengawal pasti nya tetap waspada, tetapi di tengah gelap mereka tidak dapat membedakan dengan baik siapa orang-orang yang keluar masuk perkemahan. Seperti tadi dikatakan, keempat orang ini tidak bermaksud untuk memasuki perkemahan sembunyi-sembunyi untuk bisa mengambil makanan tanpa diperhatikan oleh musuh Aram. Menurut mereka waktu senja ialah saat terbaik dan paling aman untuk tidak langsung dibunuh, tetapi untuk diterima dengan baik.

Ketika mereka sampai ke pinggir tempat perkemahan Aram, dan sebentar lagi dapat bertemu dengan beberapa orang pengawal Aram, mereka memperhatikan sesuatu yang cukup aneh. Tadi, pada waktu berangkat dari tembok Samaria, mereka agaknya masih mendengar kebisingan di perkemahan yang di seberang bukit Samaria, tetapi sesudah tiba di ujung perkemahan, bunyi orang dan bunyi hewan tidak semakin keras, tetapi sebaliknya hilang total. Terlihat tidak ada lagi orang di sana. Perkemahan itu kosong. Tadi tentara masih ada, sekarang mereka hilang. Sangat mengherankan! Coba bayangkan apa yang dialami oleh keempat orang yang sakit kusta itu. Sudah tentu mereka teramat kaget dan terkejut, berdiri dan diam tanpa bergerak, sambil berawas dan saling memandang. Mereka tidak percaya apa yang sekarang mereka alami. Tentu saja mereka ragu-ragu dan tidak tahu harus berbuat apa. Akan tetapi, mereka cepat mengerti bahwa perkemahan tentara Aram sungguh-sungguh kosong. Tidak ada lagi orang di sana. Mana mungkin? dan apa artinya?

3. ”TUHAN telah membuat tentara Aram itu mendengar bunyi”

Keempat orang kusta Israel berdiri di pinggir perkemahan orang Aram, sambil masih ragu-ragu akan kesunyian senyap yang mereka temukan di sana. Sebelum mendengar tentang tindakan mereka selanjutnya (ay. 8), kita sudah langsung mendapat keterangan dari penulis kisah ini tentang apa yang sebenarnya menyebabkan perkemahan itu kosong (ay. 6-7). Apa yang diharapkan setelah mendengar firman TUHAN yang disampaikan oleh Elisa kepada raja dan tua-tua Israel itu, terjadi dengan segera: TUHAN (bhs. Ibrani memakai di sini nama Adonai, dalam arti pemilik alam semesta) langsung bergerak sendiri untuk memenuhi janji-nya! dengan memakai cara hebat yang sudah kita kenal dari kisah sebelumnya mengenai pengepungan Kota dotan oleh tentara Aram yang sama, 6:8-23 (tentang cara TUHAN menangani musuh-musuh umat-nya, bdk. Juga Kitab-kitab Yosua dan Hakim-hakim, mis. Hak. 7:21-22). Pada waktu itu bujang Elisa melihat apa yang tidak kelihatan, sedang kan tentara Aram tidak melihat apa yang kelihatan. Sekarang TUHAN melibat kan empat orang kusta untuk menyaksikan tindakan-nya terhadap orang-orang Aram itu. Empat orang itu tidak lagi mendengar bunyi-bunyi yang selalu ada yang berasal dari perkemahan tentara Aram di seberang bukit Samaria. Padahal orang-orang Aram mendengar bunyi yang sama bunyi kereta, bunyi kuda, dan bunyi tentara yang sebenarnya tidak ada. Empat orang kusta menjadi kaget karena bunyi yang tadi masih ada, tidak terdengar lagi. Orang Aram takut karena tiba-tiba mendengar bunyi yang tadi tidak ada. Dalam pada itu, dia yang bersemayam di surga pastinya tertawa (Mzm. 2).

Apa yang sebenarnya terjadi? Sementara tentara Aram sibuk mengurus perkemahan mereka pada sore hari itu, mereka tiba-tiba mendengar bunyi yang awalnya kecil, tetapi semakin lama semakin keras. Bukan hanya satu orang yang mendengarnya, melainkan semuanya tanpa kecuali. Agaknya, di awal mereka masih bingung apakah salah dengar atau tidak. Namun, karena semua orang Aram mendengar bunyi itu, tidak mungkin mereka keliru. Barangkali ada yang berpikir bunyi ini terjadi di dalam perkemahan: selalu ada keributan entah dari hewan atau orang. Akan tetapi, tampak jelas apa yang mereka dengar itu tidak berasal dari perkemahan mereka sendiri, tetapi datang dari luar dan semakin mendekat. Mereka berdiri tak bergerak dan memasang telinga mereka. Apa yang mereka dengar ialah bunyi-bunyi bala tentara yang besar sekali yang cepat sekali mendekat: terdengar suara nyaring orang-orang yang menyerukan komando-komando, suara langkah kaki ribuan orang, kuda-kuda yang meringkik, dan bunyi roda-roda kereta. Bagi mereka yang berprofesi sebagai serdadu, bunyi-bunyi seperti ini tidak asing, yaitu bunyi yang berasal dari tentara lain yang maju berperang melawan mereka.tiba-tiba mereka menyadari: ada tentara besar datang yang siap menghabisi mereka. Mereka pun langsung panik dan melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya.

Ketika mendengar bunyi tentara besar yang semakin mendekat, orang-orang Aram menarik kesimpulan dan berkata seorang kepada yang lain: ”Sesungguhnya raja Israel telah mengupah (atau: menyewa) raja-raja orang Het dan raja-raja orang Misraim (= Mesir) melawan kita, supaya mereka menyerang kita.” Pada umumnya inilah hal yang selalu akan diusahakan oleh pihak yang disiksa. Bilamana sebuah kota dikepung atau negara diserang, pemerintah setempat akan mencari satu atau beberapa sekutu yang bersedia membebaskannya dari kuasa musuh. Dengan demikian Aram dan Israel juga sudah pernah bersepakat untuk bersama-sama mengusir tentara Asyur (lih. Pada 2Raj. 5:1). Sejak pengepungan Kota Samaria berlangsung, Aram pastinya tetap waspada agar utusan-utusan Raja Yoram jangan keluar untuk mencari pertolongan dari luar. Namun, raja Israel tampaknya sudah berhasil membujuk beberapa bangsa dengan membayar harga tinggi untuk mengirimkan tentara-nya menyerang orang-orang Aram.

Menurut perkiraan orang Aram, sekutu yang disewa Israel ialah raja-raja orang Het dan raja-raja orang Mesir. Penyebutan dua nama ini membuat kita dapat menarik kesimpulan yang jelas, yaitu: karena bangsa Het tinggal jauh di Utara dan bangsa Mesir di Selatan, bunyi tentara besar yang didengar orang-orang Aram itu tampaknya datang dari dua arah. Bayangkan situasinya! Seandainya sungguh-sungguh terjadi, apa yang didengar oleh orang Aram, artinya mereka akan diserang dari Utara dan sekaligus dari Selatan, ditambah dari Kota Samaria. Lagipula, mengenai tentara Het: sambil mendekat dari Utara, kemungkinan besar mereka sebelumnya telah merebut tanah Aram dan Kota damsyik juga. Tidak mengherankan, bunyi tentara besar yang didengar Aram, membuat mereka sangat panik. Kalau tidak langsung melarikan diri, mereka akan segera terkurung dalam jerat dan dilenyapkan dari muka bumi. Perkiraan ini juga menjelaskan ke arah mana mereka pergi untuk menyelamatkan nyawanya, yaitu ke timur menuju Sungai Yordan. Itu satu-satunya tujuan yang masih terbuka. Mereka meraih kesempatan kecil ini untuk mengamankan dirinya sendiri.

Faktanya tentara orang Het dan Mesir itu tidak ada. Ternyata bunyinya sudah cukup membuat orang-orang Aram menjadi kaget dan panik. Mereka disergap oleh ketakutan dan bahkan tidak berpikir tentang strategi untuk bertahan dan melawan tentara itu dengan berani. Mereka hanya berpikir untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Ada satu kemungkinan saja: lari cepat. Mereka langsung pergi dengan meninggalkan perkemahan begitu saja. Tidak ada waktu untuk membawa kuda dan keledai, kereta dan kemah, makanan, pakaian, dan barang-barang berharga yang telah mereka rampas selama perang ini. Semuanya mereka tinggalkan. Hanya dalam sekejap mata perkemahan tentara Aram kosong. Tidak ada satu orang pun yang masih di sana.

Demikianlah tindakan TUHAN untuk mengusir Aram dan memberikan kelegaan kepada umat-nya, Israel. Dengan hanya memperdengarkan bunyi tentara, ia membuat Aram sangat panik dan lari menyela matkan nyawanya. Sudah terbukti sekali lagi bahwa bagi dia hal melindungi umat-nya melawan segala ancaman adalah perkara kecil saja. Dengan begini diharapkan seluruh Israel, khususnya raja, menyadarinya dan sungguh-sungguh bertobat kepada TUHAN. Dengan tegas penulis menjelaskan bahwa yang berpra karsa untuk membebaskan mereka bukanlah bangsa-bangsa lain yang punya tentara besar, melainkan TUHAN sendiri, yang memiliki tentara besar pula (6:16-17), tetapi yang berkuasa untuk mengurus perkara ini sendiri, tanpa memerlukan pertolongan sedikit pun.

4. ”Masuklah mereka, lalu makan dan minum”

Sementara ini, keempat orang kusta masih menunggu di pinggir perkemahan tentara Aram. Mereka memperkirakan akan dihentikan oleh beberapa orang penjaga, tetapi mereka tidak melihat dan bahkan tidak mendengar seorang pun (tampaknya mereka mendengar bunyi hewan yang tidak tenang, bdk. Ay. 10). Lalu mereka menarik kesimpulan yang tepat: ”tampaklah tidak ada orang di sana” (ay. 5). Sekali lagi, mencoloklah perbedaannya: tadi orang Aram mendengar bunyi orang yang sebenarnya tidak ada, dan sekarang empat orang kusta itu tidak mendengar bunyi orang yang sebenarnya harus ada, tetapi yang tampaknya sudah pergi. Bagi mereka inilah bumi terbalik.

Dalam ayat 8 kita kembali pada keempat orang Israel yang sakit kusta itu, dan mendengar tentang apa yang selanjutnya mereka perbuat (ay. 8 bersambungan persis dengan ay. 5). Tentu saja, mereka berunding bersama-sama tentang situasi aneh yang mereka temukan ini. Apakah benar orang Aram sudah pergi? Mana mungkin? dan mengapa? Apakah aman untuk memasuki perkemahan? Atau lebih baik sabar sebentar lagi? Jangan sampai orang Aram masih ada dan sudah memasang jerat untuk mereka. Namun, melihat keadaan mereka sendiri yang sudah tidak ada harapan, apa masalahnya kalau mereka ditangkap dan dibunuh? Jadi, mereka memberanikan diri untuk masuk dan mengalami apa yang tidak terduga: tidak ada orang di sana. Tentara Aram yang sudah begitu lama menyiksa kaum Israel hanya dengan kehadirannya di sekeliling Kota Samaria, tiba-tiba hilang total. Keempat orang kusta memang tidak mengetahui apa yang terjadi, tetapi ketika melihat keadaan di dalam perkemahan tentara Aram, mereka menyimpulkan dengan mudah bahwa orang Aram tidak pergi dengan sukarela dan teratur, tetapi melarikan diri dalam kepanikan luar biasa. Apa yang terjadi di sini? tentang alasan perkemahan itu kosong mereka tampaknya tidak terlalu memikirkannya. Yang tiba-tiba mereka sadari ialah akibatnya. Dan akibat itu sangat menggembirakan mereka: bagaimanapun mereka sempat untuk mengakhiri kesusahan mereka. Jadi, mereka masuk ke dalam sebuah kemah, lalu makan dan minum. Agaknya, karena sudah waktu senja, orang Aram sudah memasak sebelum mereka harus melarikan diri. Keempat orang kusta langsung menikmati makanan yang tersedia di tungku api. Mereka makan dan minum sampai kenyang. Selain itu, selesai makan mereka mulai menggeledah kemah itu, lalu mendapatkan emas dan perak, juga pakaian. Tidak mengherankan, mereka mengang-kutnya dan menyembunyikannya di luar perkemahan di tempat aman. Hal itu mereka lakukan beberapa kali. Dalam hanya satu, dua jam keadaan mereka sudah berubah total: dari lapar dan haus mereka sudah menjadi kenyang, dari miskin mereka sudah menjadi kaya. Luar biasa, bagi mereka inilah hari yang sangat baik.

Sikap keempat orang kusta ini dapat kita pahami dengan baik. Sesudah menderita kelaparan yang begitu parah, sampai harapannya sudah tidak ada lagi, tidak mengherankan mereka langsung mengenyangkan diri dengan makanan dan minuman yang sudah begitu lama mereka tidak nikmati. Janganlah orang lapar diharapkan tidak makan, kalau sudah tersedia makanan di depannya, tidak ada yang menolaknya! tidak mungkin orang seperti itu dapat menahan diri. Apa yang selanjutnya mereka lakukan, yaitu memeriksa kemah, tempat mereka makan, dan kemudian seluruh perkemahan Aram, masuk akal juga. Sekalipun kita dapat menduganya, tetapi dengan mengangkut kekayaan yang mereka dapati di sana dan menyembunyikannya untuk dirinya sendiri, mereka benar-benar melampaui batas kepatutan. Dengan berbuat demikian mereka menjadi sama dengan orang Aram, yang semuanya pencuri dan perampok. Empat orang kusta ini tidak berhak mengambil emas, perak, dan pakaian yang sebelumnya dirampas oleh orang Aram, agaknya dari warga bangsa Israel. Sudah sepatutnya semua barang kekayaan itu dikembalikan kepada pemiliknya.75

5. ”Hari ini ialah hari kabar baik”

Sambil mengumpulkan sebanyak mungkin kekayaan untuk mereka sendiri, keempat orang kusta mulai insyaf akan perbuatan mereka, lalu berkata seorang kepada yang lain, ”Apa yang kita lakukan ini tidak baik” (TB: tidak patut). Hanya saja, alasan mereka berbicara demikian bukan karena mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka berdosa, dan sudah menjadi sama dengan orang Aram merampas apa yang dirampas tetapi karena mereka mengutamakan dirinya sendiri dan tidak memperhatikan para penghuni Samaria yang masih menderita kelaparan. Padahal, ”hari ini ialah hari kabar baik, tetapi kita ini tinggal diam saja!” Sepatutnya, mereka cepat kembali ke Samaria dan menyampaikan kabar mengenai tentara Aram yang sudah pergi dan perkemahan mereka penuh dengan makanan, hewan, dan barang kekayaan, kepada raja dan rakyat Israel. Semuanya berhak ikut serta dalam sukacita besar ini. Ini hari pembebasan bagi seluruh umat Israel! Berhubung dengan ini, mereka takut pula bahwa nanti ”didapati akan kesalahan kita” (TL), ”maka hukuman akan menimpa kita” (TB). Mengingat bahwa pada saat mereka tiba di pinggir perkemahan hari baru mulai gelap, tidaklah wajar mereka menanti sampai terang pagi, dan baru menyampaikan kabar baik ini setelah matahari terbit. Maka mereka berangkat dari perkemahan Aram untuk melapor kepada penunggu pintu gerbang Samaria tentang perubahan besar yang sudah terjadi di perkemahan tentara Aram.

Setelah kembali ke depan pintu gerbang Kota Samaria, mereka berseru untuk meminta perhatian dari para penunggu kota. Lalu mereka menceritakan apa yang mereka lihat dan alami di perkemahan orang Aram: ”ternyata tidak ada orang di sana, dan tidak ada suara manusia kedengaran”. Selain itu tidak ada perubahan: kuda dan keledai tertambat seperti biasa, dan kemah-kemah ditinggalkan dengan begitu saja. Semuanya normal, kecuali penghuninya saja yang sudah pergi. Berita ini memang cukup aneh dan kalau tidak menyaksikannya sendiri, sulit untuk percaya. Apalagi, yang menceritakannya bukan orang biasa juga. Walaupun demikian, para penunggu pintu gerbang langsung bertindak. Mengenai apa yang mereka perbuat, terjemahan-terjemahan ayat 11 agak berbeda. TB dan FAH memberi kesan penjaga berjalan sendiri untuk ”menyerukan dan memberitahukan hal itu” (TB) atau ”menyampaikan kabar itu” (FAH) ke istana. Berbeda dengan itu, TL dan BIMK memperkirakan penunggu ”meneriakkan berita itu” (BIMK) atau ”berseru-serukan kabar ini” (TL) ke dalam kota sehingga didengar oleh siapa saja, lalu melalui mulut orang berita ini sampai ke istana juga (TL: ”sehingga kedengaranlah kabar ini sampai ke dalam istana baginda” dan BIMK: ”sehingga orang menyampaikannya ke istana”). Akan tetapi, mengingat peraturan militer umum, yaitu 1) bahwa para penjaga tidak diperbolehkan meninggalkan posnya, dan 2) bahwa mereka wajib menginformasikan setiap perubahan pertama-tama kepada komandan atau bahkan raja, maka menurut saya penyampaian berita dari pintu gerbang ke istana terjadi begini: tim penunggu berseru memanggil seorang prajurit (agaknya tetap ada satuan tentara bersiaga di depan pintu gerbang di dalam kota), yang selanjutnya segera berangkat menuju istana. Di sana ia memberitahukan kabar yang berasal dari empat orang kusta di luar kota itu kepada para pengawal istana, lalu disampaikan oleh seorang pegawai istana kepada raja Israel. Entah kabar tersebut benar atau tidak, tetapi raja harus mengetahuinya. Di antara keempat terjemahan yang disebut, BIMK memberi terjemahan yang paling tepat (bdk. Contoh-contoh lain dalam PL).

6. ”Biar kuterangkan kepadamu apa maksud orang Aram itu terhadap kita”

Pada saat mendengar kabar tersebut, Raja Yoram langsung bangun sekalipun masih tengah malam. Mungkin para pegawainya sudah hadir di istana atau disuruh untuk segera berkumpul. Mereka petugas pelayan raja, entah penasihat atau perwira tinggi (arti harfiah kata bhs. Ibrani ’ebed ialah ”hamba”, ”pelayan”), yang selalu dekat pada raja, untuk menolongnya saat diperlukan atau melaksanakan perintahnya. Sekarang mereka dipanggil untuk berunding bersama-sama dengan raja mengenai situasi yang baru saja dikabarkan ke istana. Namun, tampaknya raja tidak memerlukan saran mereka karena ia sudah tahu apa yang terjadi dan apa arti dan maksudnya. Dengan tegas ia berkata kepada mereka: ”Biar kuterangkan kepadamu apa maksud orang Aram itu terhadap kita” (TB; ”baiklah” = ”biar”), atau: ”dengar kan! Aku tahu rencana orang-orang Siria itu!” (BIMK). Dengan nada bicara seperti itu, Yoram menyuruh para pegawainya diam dan dengar (bhs. Inggris: Just listen to me. I will tell you…). Menurut dia, kabar mengenai perkemahan kosong itu menunjukkan bahwa orang Aram menggunakan sebuah strategi yang sangat pintar. Setelah mengepung Kota Samaria begitu lama, mereka sekarang maju ke tahap berikutnya. Tentu saja tentara Aram tahu bahwa kelaparan di dalam kota sudah sangat parah. Menurut perkiraan mereka, daya tahan orang Samaria sudah habis. Jadi, untuk memancing mereka membuka kota, tentara Aram pura-pura sudah pergi, tetapi sebenarnya mereka bersembunyi di padang sambil menunggu orang Samaria keluar untuk mencari makanan di perkemahan yang tampak kosong itu. Lalu, bila hal itu benar-benar terjadi, dengan tiba-tiba mereka akan kembali dan menyergap semua orang itu hidup-hidup (untuk dijadikan budak), lalu memasuki dan menduduki kota. Demikian kesimpulan Yoram setelah mendengar kabar mengenai perkemahan Aram yang kosong itu.

Dari sudut pandang manusia inilah strategi yang sunguh-sungguh pintar, yang agaknya sering dipakai oleh tentara mana pun dengan maksud membujuk orang yang kotanya mereka kepung supaya akhirnya membuka pintu (bdk. Juga Yos. 8 tentang Israel merebut Kota Ai). Dugaan raja Israel bahwa inilah strategi yang kini dipakai oleh Aram untuk bisa merebut Samaria sehingga menyelesaikan perang ini dengan kemenangan atas Israel tentunya masuk akal. Walaupun demikian, bukankah Raja Yoram baru kemarin mendengar firman TUHAN dari mulut Elisa bahwa dalam jangka satu hari harga-harga makanan di pasar akan kembali normal, artinya Samaria akan bebas dari pengepungan tentara Aram itu? Jadi, mengapa ia tidak meralat kata-katanya pertama, yaitu ”biarlah kuterangkan kepadamu….” dengan sorak gembira ”… bahwa inilah penggenapan firman TUHAN itu! Kita sudah bebas dari kuasa Aram!” bersama puji-pujian kepada TUHAN, ”terpujilah TUHAN karena perbuatan-nya yang hebat ini!” Sudah tampak jelas bahwa raja ini benar-benar keras kepala. Ia tidak belajar apa pun dari nubuat Elisa. Sejalan dengan keluhannya kemarin ”Sesungguhnya, malapetaka ini adalah dari pada TUHAN. Mengapakah aku berharap kepada TUHAN lagi?” (6:33) ia sekarang memberikan respons negatif terhadap kabar baik yang baru disampaikan dari luar kota oleh beberapa orang kusta itu. Hal ini membuktikan bahwa Raja Yoram menganggap firman TUHAN bohong belaka. Ia tetap tidak percaya kepada TUHAN, tetapi sebaliknya mempermalukan dia di hadapan para pegawainya. Sama sajalah dia dengan semua raja bangsa-bangsa, padahal mereka tidak mengenal TUHAN, sedangkan Yoram mengenal TUHAN dengan baik sekali (mis. Firaun, raja Mesir pada zaman Musa, Kel. 5:2; yang berbeda dengan mereka ialah darius, raja Persia, dan. 5). Kalau karena raja ini, TUHAN pastinya tidak akan membebaskan Samaria dari kesusahannya (bdk. Lagi 2Raj. 3:14). Reaksi Yoram ini menegaskan bahwa keselamatan Israel hanya berdasarkan kebaikan dan kemurahan TUHAN.

7. Mereka menyusul tentara Aram

Raja Israel tidak mengakhiri keterangannya dengan kesimpulan jelas tentang tindakan yang harus diambil sekarang. Namun, tidak sulit untuk menarik kesimpulan dalam kata-kata Yoram itu, yakni: ”Janganlah kita membuka pintu gerbang kota, karena Aram tentunya sudah memasang jerat untuk melenyap kan kita!” Sama seperti Yoram tidak menerima kebenaran firman TUHAN yang kemarin disampaikan oleh Elisa, demikian ia menolak kabar baik yang tadi disampaikan oleh empat orang kusta itu. Bagi Yoram berita itu tidak berarti. Bisa jadi juga ia mengajak para pegawainya untuk kembali tidur. Akan tetapi, salah seorang pegawai nya tampaknya tidak merasa puas dengan respons raja Israel itu. Mungkin kabar itu palsu, tetapi interpretasi spontan dari raja tidak membuktikannya. Mungkin juga kabar itu menimbulkan harapan di dalam dirinya: ”Alangkah bagus-nya kalau kabar itu memang benar!” Bagaimanapun, karena ingin mendapatkan bukti yang pasti, ia mengusulkan supaya kebenaran kabar itu dicek dahulu: ”Baiklah kita ambil lima ekor dari kuda yang masih tinggal di dalam kota ini; tentulah keadaannya seperti seluruh khalayak ramai Israel yang sudah habis mati itu....”

Usulan pegawai ini diterima dengan baik dan langsung ditindaklanjuti, walaupun tidak persis seperti yang diusulkannya. Yaitu untuk mengambil kira-kira lima ekor dari kuda-kuda yang masih tersisa di dalam kota, lalu menyuruh para pekudanya menyusul tentara Aram. Kalau tentara Aram masih ada dan mereka ditangkap dan dibunuh, apa bedanya dengan keadaan orang yang di dalam kota? Seluruh massa (TB: khalayak ramai) Israel, dapat dikatakan, sudah habis mati! Jadi, usulan nya ialah: ”Biarlah kita suruh saja orang pergi, supaya kita lihat” (suruhan mewakili penyuruhnya, sehingga dikatakan ”kita lihat”). Namun, tampaknya raja tidak mau mengambil risiko terlalu besar sehingga yang dikirimnya hanyalah dua kereta kuda bersama orang-orangnya, pengendara dan pemanah (jadi empat ekor kuda, empat orang; interpretasi LXX: dua kuda dan dua orang). Yoram menyuruh mereka menyusul tentara Aram, katanya: ”Pergi lah melihatnya!” dalam teks asli terjadi apa yang disebut ditografi: beberapa kata ditulis dua kali (mungkin karena seorang penyalin keliru), yaitu kata-kata ”dari pada kebanyakan (= massa) orang Israel yang…” TL menerjemahkannya dengan harfiah: ”bahwasanya tiada ia lebih baik dari pada kebanyakan orang Israel yang tinggal lagi di dalam ini, atau dari pada kebanyakan orang Israel yang telah dibinasakan”, tetapi arti yang sebenarnya kurang jelas. Selain itu, arti kata ”ia” dalam kalimat ”bahwasanya tiada ia lebih baik” kurang jelas. Pronomina persona ini merujuk ke kata yang mana? Ke ”kuda” (yang disebut dalam kalimat sebelumnya) atau ke ”pekuda” atau ”pengendara” (yang tidak disebut, tetapi yang lebih cocok dengan ”massa orang Israel”). TB, BIMK, dan FAH mencoba memberi interpretasi yang baik. Di antaranya usulan TB dan BIMK lebih wajar daripada keterangan FAH. Ada juga penafsir yang berpendirian bahwa yang dimaksudkan memang kuda, dan bukan orang: Entah kuda mati di dalam Kota Samaria atau dibunuh oleh orang Aram, sama saja. Akan tetapi, untuk mempertahankan pendapat itu, kata ”Israel” harus dianggap sebagai tambahan dari penyalin yang berpikir bahwa yang dimaksudkan ialah orang yang berpadu dengan kuda, yakni pekuda atau pengendara kuda (kalau kuda disebut, pengendaranya langsung terlibat).76

Beberapa suruhan yang diangkat oleh raja itu pergi menyusul tentara Aram. Pintu gerbang kota dibuka untuk mereka, lalu mereka keluar dan berangkat (boleh jadi mereka masih berbicara dengan empat orang kusta yang tinggal tepat di depan pintu gerbang itu tentang apa yang telah mereka lihat). Tentu saja, para pengintai bergerak dengan hati-hati. Pertama-tama mereka pergi ke perkemahan tentara Aram untuk memeriksa apakah benar-benar kosong. Setelah melihat bahwa memang ”tidak ada orang di sana” (ay. 5), mereka lanjut dan mengikuti jejak-jejak tentara Aram, yang rupanya ke arah timur. Pada awalnya mereka masih waspada agar jangan dikejutkan oleh tentara Aram yang seperti diduga oleh raja – bersembunyi di padang dan siap untuk menangkap mereka. Namun, ketika menyusul orang-orang Aram lebih jauh, bukan hanya beberapa kilometer, bahkan sampai ke Sungai Yordan (jarak dari Samaria ke tempat penyeberangan Sungai Yordan yang paling dekat sekitar 40 km jauhnya), para pengintai Israel menjumpai banyak bukti yang menandakan bahwa orang-orang Aram itu benar-benar sudah pergi. Mereka bahkan telah menyeberang Sungai Yordan, yang menunjukkan mereka sudah pulang ke Aram dan tidak akan kembali lagi. Apa yang dilihat oleh para suruhan membawa mereka pada kesimpulan bahwa orang-orang Aram disergap kepanikan yang besar sehingga melarikan diri secepat-cepatnya. Sepanjang jalan penuh dengan pakaian (baju zirah, ketopong) dan perkakas (senjata, kereta, peralatan) yang dilemparkan ke mana saja pada waktu orang-orang Aram lari terburu-buru. Dengan demikian para suruhan Raja Yoram menemukan dengan lebih rinci apa yang sebelumnya telah dilihat oleh keempat orang kusta itu (dan apa yang telah langsung kita dengar), yaitu bahwa tentara Aram sungguh-sungguh telah lari menyelamat kan nyawanya. Jadi, kabar yang telah disampaikan kepada raja itu sungguh benar. Dan dugaan raja keliru semata. Para suruhan agaknya merasa sangat heran tentang apa yang sebenarnya membuat tentara Aram itu melarikan diri padahal mereka sudah begitu dekat dengan kemenangannya atas Israel. Apakah mereka menghubungkannya dengan nubuat Elisa? Bagaimanapun, dalam suasana yang ceria dan gembira mereka cepat pulang ke Samaria. Seluruh perjalanan mereka ini pastinya makan waktu yang cukup lama (Samaria–Yordan pulang pergi: 80 km), sehingga pada waktu kembali ke istana raja, fajar sudah menyingsing. Lalu mereka ”menceritakan hal itu kepada raja”.

8. Maka keluarlah penduduk kota itu…

Reaksi raja Israel atas kabar baik yang pertama, yaitu berita dari empat orang sakit kusta, negatif. Ia tidak mau percaya tentara Aram sudah pergi, sekalipun baru kemarin ia mendengar firman TUHAN tentang pembebasan Samaria yang akan datang hari ini. Tanggapannya pada kabar baik yang kedua, yakni laporan langsung dari suruhannya, tidak diberi tahu. Bagaimana sikapnya setelah ia dihadapkan dengan kenyataan yang menggembirakan, kita tidak akan pernah mengetahui-nya. Akan tetapi, mau tidak mau ia harus mengaku kesalahan dan ketidakpercayaannya. Rupanya penulis tidak menganggap penting untuk menyampaikan reaksi Yoram yang sekarang, tetapi berfokus pada tanggapan yang lebih menarik, yaitu reaksi rakyat Samaria. Setelah menulis tentang para suruhan pulang dan melapor kepada raja, ia langsung memindahkan perspektifnya kepada para penduduk kota yang sementara itu telah mendengar tentang perginya orang Aram juga.

Menyangkut jawaban para penduduk kota yang sudah begitu lama menderita kelaparan yang semakin parah sampai merasa sangat putus asa, penulis menceritakannya dengan memakai kata-kata yang agak netral: ”Maka keluarlah penduduk kota itu…” Akan tetapi, coba bayangkan reaksi di dalam kota (misalnya dari perempuan yang kemarin berteriak mengadukan halnya kepada raja, 6:26), setelah kabar baik tentang perginya orang Aram itu mulai disebarluaskan dari orang yang satu kepada yang lain. Sudah tentu, semua orang mulai berteriak, bersorak-sorai, menangis, tertawa, berdansa, dan bersukaria. Dan semuanya mulai bergerak dan berjalan ke arah pintu gerbang kota. Di sana sudah macet total. Namun, mereka memaksa diri keluar dan lari cepat ke tempat perkemahan tentara Aram. Mereka pastinya sudah lemah sekali karena kelaparan hebat itu, tetapi kabar baik ini membakar semangat dan daya hidup mereka. Ayat 16 khususnya menceritakan tentang para penduduk Samaria dan apa yang mereka lakukan di perkemahan itu. Mereka berlari ke luar kota (BIMK), lalu merebut dan menjarah perkemahan orang Aram. Mereka memasuki semua kemah untuk mencari makanan dan barang-barang yang berharga. Dalam sekejap mata perkemahan Aram dirampas dan diruntuhkan. Dan para penduduk kota makan dan minum sampai kenyang.

Pembongkaran perkemahan tentara Aram dilakukan dengan cepat, hanya berlangsung selama beberapa jam. Dan ada akibat yang tetap, yakni: ”Karena itu sesukat tepung yang terbaik berharga sesyikal dan dua sukat jelai berharga sesyikal”. Ini kutipan langsung firman TUHAN yang kemarin disampaikan oleh nabi Elisa, tetapi perhatikan sekarang tanpa kata ”akan”. Apa yang kemarin masih dikabarkan sebagai janji, sekarang menjadi kenyataan. Artinya, TUHAN telah memenuhi janji-nya! Mulai hari ini harga-harga makanan pokok gandum dan jelai telah kembali normal. Inilah tanda bahwa untuk orang Israel cara hidup sudah kembali seperti biasa. Kelaparan dan kesusahan mereka sudah berakhir karena mereka tidak dikuasai lagi oleh Aram. Itu semua berkat kebaikan TUHAN.

9. Matilah ia

Akan tetapi, masih ada akibat lain, yaitu penggenapan nubuat Elisa yang kedua, yang diungkapkannya sesudah ajudan Raja Yoram menanggapi pemberitaan firman TUHAN dengan mengolok-olok, katanya ”Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?” (ay. 19a). Maka Elisa memberitahukan kepadanya, bahwa ”engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya”. Setelah menulis tentang sukacita para penduduk kota yang ramai-ramai keluar kota, dalam ayat 17 penulis memfokuskan pada ajudan tersebut yang sedang mengatur arus lalu lintas (FAH) di ambang pintu gerbang. Ia ditempatkan di sana oleh raja untuk mengawasi pintu gerbang (BIMK kurang persis: kebetulan… bertugas), agar para penduduk kota keluar dengan teratur dan tidak berkelahi atau saling melukai. Akan tetapi, saat ia sedang melaksanakan perintah raja itu, ”rakyat menginjak-injak dia di pintu gerbang, lalu ia mati”. Apakah ajudan masih memikirkan kata-kata Elisa kepadanya pada saat ia jatuh dan diinjak, tidak tahu, tetapi dengan cara demikian kata-kata itu dipenuhi: matilah ia di pintu gerbang Kota Samaria. Rupanya justru kematian ajudan Yoram ini memberikan kesan yang mendalam pada penulis, karena dalam ayat 18-20 ia mengulang secara harfiah apa yang kemarin terjadi di rumah nabi Elisa (lih. 7:1-2). Sekaligus pengulangan ini menekankan bahwa pembebasan Israel dari kuasa Aram adalah sepenuhnya perbuatan TUHAN. Segala puji dan syukur untuk pembebasan Israel ini patut diberikan kepada dia. Dan siapa yang berani menghujat nama TUHAN akan mengalami konsekuensinya.

10. Tingkap pada Kristus

Sama seperti kisah-kisah Alkitab lainnya tentang umat perjanjian TUHAN yang menderita kesusahan, bahkan perbudakan (di Mesir) dan pembuangan (ke Asyur dan Babel) karena dosa dan kesalahannya sendiri (Kel. 1; Hak.; 2Raj. 17; Yer.), demikian kisah tentang pengepungan Kota Samaria oleh tentara Aram menunjukkan keharusan Israel untuk bertobat dan percaya kepada TUHAN. Hanya dia yang dapat menjamin kesejahteraan umat-nya (dan seluruh dunia). Manusia tidak akan pernah dapat menyelamatkan diri, melainkan bergantung pada kasih dan anugerah TUHAN. Dengan demikian kisah ini pula merupakan ”tingkap” pada pembebasan dan perdamaian yang kelak akan diwujudkan oleh TUHAN sendiri, yakni melalui penderitaan dan kematian Anak-nya sendiri, Yesus Kristus. Dia akan membuat musuh TUHAN dan musuh umat-nya hilang untuk selama-lamanya. Janji TUHAN yang diberitakan oleh Elisa dan banyak nabi lain, tentunya digenapi tepat pada waktu yang telah TUHAN rencanakan. Janganlah ada orang yang menyangkalnya, karena apa yang dijanjikan oleh TUHAN sungguh-sungguh akan terjadi. Kalau kesusahan sudah memuncak, datanglah keselamatan. Dari TUHAN!

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk Venema
  3. ISBN:
    978-602-0904-96-2
  4. Copyright:
    © Henk Venema (LITINDO)
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas