3. Elisa Memberitakan Berkat dan Kutuk TUHAN

2 Raja-raja 2:19-25

Persiapan

1. Apa hubungan antara 2 Raja-raja 2:19-25 dan ayat 1-18? Apakah kedua peristiwa yang dikisahkan dalam ayat 19-25 (yang satu di Yerikho dan satu lagi di Betel) dapat dipandang sebagai tindakan Elisa memperkenalkan diri kepada Israel sebagai nabi TUHAN menggantikan Elia? Apa perbedaan dan kesamaan di antara kedua kejadian itu? Apa sebenarnya maksud peristiwa yang terjadi di Yerikho, dan yang terjadi di Betel?
2. Di Yerikho air minum membuat orang mati. Selidikilah letak dan sejarah kota ini (Yos. 2 dan 6; 1 Raj. 16:34). Kesulitan di Yerikho disebabkan oleh apa?

  • Hal alam? Letak kota ini dekat muara Sungai Yordan ke Laut Mati. Lembah Yordan adalah wilayah subur, tetapi daerah Laut Mati tandus dan asin (bdk. Yeh. 47).
  • Kutuk TUHAN? Apakah ada hubungan dengan pembangunan kembali Kota Yerikho yang dilarang oleh TUHAN, sehingga dengan bantuan nabi Elisa (nabi berbicara ”demi nama TUHAN”!) kutuk itu ditiadakan? Perhatikan, dalam rangka apa TUHAN berbicara tentang hukuman keguguran bayi, umpamanya dalam Ulangan?
3. Apa arti pinggan baru dan garam yang dipakai oleh Elisa? Garam biasanya dipakai untuk apa? (Pakailah Konkordansi Alkitab).
4. Selidikilah letak dan sejarah Kota Betel. Apa kaitan kota ini dengan perjanjian TUHAN (Yakub, Kemah Suci, ibadah lembu emas, rombongan nabi). Apakah tingkah laku anak-anak Betel terhadap Elisa memang begitu jahat, atau hanya bersifat kenakalan anak? Apakah hukuman yang diberikan kepada mereka adil atau sangat berlebihan?
5. Apa arti cacian ”naiklah botak!”? (Perhatikan baik-baik kata ”naik” maupun ”botak”).
6. Apakah angka 42 (kedua beruang membunuh 42 anak) mempunyai arti khusus? Bagaimana perbuatan ”beruang” itu? Apakah tindakannya terhadap anak-anak Betel sesuai dengan sifatnya sebagai binatang buas?
7. Apakah dapat dilihat hubungan antara kedua bagian ini dan Juru Selamat Yesus Kristus?
8. Mengenai khotbah tentang bagian ini, ada beberapa kemungkinan, yaitu dua kali (ay. 19-22 tersendiri dan ay. 23-25 tersendiri) atau sekali saja (ay. 19-25 sekaligus). Rumuskan pokok dan pembagian sebagai dasar khotbah.

Beberapa catatan teknis

a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH

background image

b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)

background image

Kesimpulannya sebagai berikut:

  • Ada kesamaan di antara 2 Raja-raja 2:1-18 dan ayat 19-22 di bidang tempat (Yerikho) dan waktu (segera setelah kenaikan Elia), tetapi ada perbedaan di bidang oknum, pokok, dan tujuan.
  • Tidak ada hubungan di antara 2 Raja-raja 2:19-25 dan 2Raja-Raja 3, oleh karena ada perbedaan di segala bidang, kecuali oknum Elisa sebagai abdi Allah.
  • Di antara 2 Raja-raja 2:19-22 dan ayat 23-25 ada banyak perbedaan (tempat, oknum, dan peristiwa), tetapi ada kesamaan di bidang waktu (setelah kenaikan Elia), pokok dan tujuan (memperkenalkan nabi Elisa). Ada dua kemung kinan: 1) 2 Raja-raja 2:19-22 dan 2 Raja-raja 2:23-25 masing-masing merupakan konteks terkecil, dan dibahas satu demi satu, karena diutamakan perbedaannya; atau 2) 2 Raja-raja 2:19-25 dianggap sebagai konteks terkecil atas dasar kesatuan di bidang pokok dan tujuan. Di bawah saya memberi tafsiran menurut kemungkinan kedua.

c. Pembagian dalam perikop 2 Raja-raja 2:19-25 dilukiskan bagaimana TUHAN memperkenalkan Elisa kepada umat Israel sebagai nabi ganti Elia. Ayat-ayat ini dapat dibagi sebagai berikut:

  • Ayat 19-22: di Yerikho TUHAN memberi berkat ganti kutuk
  • Ayat 23-25: di Betel TUHAN memberi kutuk ganti berkat Tafsiran

1. TUHAN memperkenalkan Elisa kepada Israel sebagai nabi pengganti Elia

Bagian 2 Raja-raja 2:19-25 berhubungan erat dengan ayat 1-18. Dalam ayat 1-18 kita baca Elisa telah menjadi nabi pengganti Elia. TUHAN sendiri membuat Elisa tahu tentang pengangkatannya menjadi abdi Allah, khususnya melalui mukjizat yang terjadi di tepi Sungai Yordan (ay. 14). Allah Elia ternyata adalah Allah Elisa juga. Roh Elia telah hinggap pada Elisa. Elisa telah menyaksikan Elia naik ke surga. Karena itu ia yakin bahwa ia benar-benar telah mendapat dua bagian dari roh Elia. Hal itu juga diakui oleh rombongan nabi dari Yerikho yang melihat Elisa kembali menyeberangi Sungai Yordan.

Sekarang Elisa siap untuk melaksanakan tugasnya ditengah-tengah umat Israel. Dalam kedua peristiwa yang diceritakan dalam ayat 19-25 Elisa diperkenalkan TUHAN kepada umat-nya sebagai nabi pengganti Elia, khususnya di kedua Kota Yerikho dan Betel. Baik di Yerikho maupun di Betel terdapat rombongan nabi, yaitu sekelompok orang yang tidak memuja Baal (1Raj. 19:18), tetapi yang masih setia percaya kepada TUHAN. Mereka, dan bahkan para penduduk kedua kota itu, pastinya sudah mengenal Elisa sebagai pembantu Elia. Sekarang mereka bertemu dengan dia sebagai pengganti Elia yang telah mengambil alih pelayanannya. Mereka akan menyadari bahwa firman TUHAN tidak pergi, tetapi tetap tinggal dan selalu dekat pada mereka.

Ayat 19-22: Firman TUHAN berkuasa untuk memberi hidup

2. ”… tetapi airnya tidak baik”

Setelah Elia terangkat ke surga, nabi Elisa kembali ke Yerikho, tetapi besar perbedaannya dengan kunjungan sebelumnya (ay. 4-5). Sekarang Elisa datang sendirian. Ia bukan ”pelayan Elia” lagi, melain kan ”abdi Allah”. Oleh karena itu, Elisa tinggal beberapa hari bersama rombongan nabi di Yerikho (bdk. 6:1-7). Sudah tentu, setelah mendengar kabar tentang apa yang terjadi di seberang Yordan, khususnya tentang mukjizat yang diperbuat Elisa, dan juga tentang usaha sia-sia rombongan nabi untuk mencari Elia.

Pada satu hari para penduduk kota atau delegasi yang mewakili mereka datang kepadanya dengan hormat untuk meminta bantuannya karena mereka dalam keadaan susah yang cukup ngeri. Kesulitan yang mereka alami, berhubung dengan mata air mereka. Dalam ayat 19 segera nyata apa maksud mereka. Mereka memang tidak mengajukan permohonan yang jelas kepada Elisa, tetapi memberi penjelasan yang mengandung permohonan secara implisit. Seluruh perhatian dipusatkan pada kesulitan dan bantuan yang mereka butuhkan.

Letak Kota Yerikho yang baru dibangun kembali (1Raj. 16:34), adalah baik saja. Elisa sendiri melihat indahnya kota, pada lokasi yang sangat strategis. Apalagi, wilayahnya subur karena dekat Lembah Yordan. Akan tetapi, ada satu hal yang menimbulkan banyak kesusahan: airnya tidak baik. Air itu tidak dapat dipakai karena jahat. Air itu sering menyebabkan terjadinya keguguran bayi di daerah itu. Mata air (yang letaknya agaknya di luar kota, tetapi bisa juga di dalam kota) adalah sumber kematian. Sesudah minum air itu, manusia maupun hewan menjadi sakit. Tanah juga tidak subur dan tanaman tidak menghasilkan kalau disiram dengan air itu. Kota Yerikho dan daerah sekitarnya tampaknya dikuasai oleh kutuk ketandusan dan kematian. Sekarang para penduduk kota berharap kepada Elisa, abdi Allah. Mereka menaruh hidup mereka serta anak-anak mereka ke dalam tangan Elisa, dan dengan demikian ke dalam tangan TUHAN.

Karena sebagian besar wilayah timur tengah adalah padang gurun, adanya air sangat menentukan untuk manusia, hewan, dan tanaman. Siapa yang memiliki sumur entah orang, warga, atau masyarakat: ”tuan sumur” ialah pihak yang paling berkuasa. Jika sumur kering karena kekurangan hujan atau tidak baik karena berisi racun (misalnya belerang), ataupun direbut oleh musuh, terjadinya malapetaka sudah pasti (bdk. 2Raj. 3). Jadi, bukan emas atau uang, melainkan air yang menjamin kesejahteraan hidup. Hal ini dapat dialami di indonesia pula, misalnya oleh masyarakat di Pulau Sumba. Orang setempat memakai istilah istimewa wai marangu (air dingin, air yang memberi keselamatan) untuk menunjukkan kebahagiaan atas air. Mata air Yerikho yang dimaksud dalam ayat 19 barangkali sama dengan sumur yang sekarang bernama ”Ain es Sultan”. Lokasinya di pegunungan, beberapa kilometer dari Yerikho. Airnya dipakai orang untuk irigasi ladang-ladang di lembah-lembah sekitar Yerikho.

Boleh jadi banyak orang Yerikho menganggap Elisa bukan sebagai nabi TUHAN, tetapi hanya sebagai seorang ahli sihir yang telah membuktikan kuasanya atas air Sungai Yordan. Jika demikian halnya, mereka tidak berharap akan TUHAN sama sekali. Akan tetapi, bagaimanapun, alamat permintaan mereka adalah sangat tepat. Mereka dapat memperoleh pertolongan hanya daripada Allah perjanjian, melalui nabi-nya. Semoga mata mereka dibuka untuk kemuliaan TUHAN, hingga membuat mereka bertobat.

3. Penyebab kesusahan air di Yerikho

Tidak dijelaskan kenapa mata air di Yerikho itu menjadi ”tidak baik”. Barangkali karena masalah alam, yaitu letaknya dekat dengan Laut Mati. Di wilayah sekitarnya banyak sumur mengeluarkan air asin atau air belerang, yang tidak mungkin diminum. Hal sama kadang terjadi di padang gurun di Afrika, juga di pegunungan Papua. Mengenai hal ini, baca juga Keluaran 15:22-26. Ketika Israel baru keluar dari Mesir, mereka mengalami kesusahan di Mara seperti yang kini terjadi di Yerikho. Di Mara pula air tidak dapat diminum, karena pahit rasanya. Pada waktu itu, Musa atas perintah TUHAN melemparkan sepotong kayu ke dalam air hingga air itu menjadi manis.

Akan tetapi, para penafsir cenderung mengutamakan alasan lain: Air yang tidak baik itu ialah akibat hukuman atau kutuk dari TUHAN. Bukankah Kota Yerikho baru dibangun kembali oleh orang yang bernama Hiel, atas perintah Raja Ahab yang mau mengamankan diri terhadap Moab? Padahal, pembangunan Yerikho dilarang keras oleh TUHAN (baca Yos. 6:26 dan 1Raj. 16:34). Israel tidak membutuhkan kota-kota berkubu seperti Yerikho untuk mencegah musuh-musuh dari timur maju berperang, karena TUHAN yang melindungi umat-nya. Jadi, pembangunan Yerikho itu menandai ketidakpercayaan dan kemurtadan Israel. Sama seperti menara Babel di masa kuno (Kej. 11:1-9), Kota Yerikho yang baru ini adalah bukti kefasikan Israel. Karena mereka tidak menaati kehendak TUHAN, para penduduk kota dihukum-nya, sehingga tidak dapat hidup dengan sejahtera di kota ini. Karena kematian dan keguguran bayi, tidak ada masa depan untuk kota ini.

Sekalipun interpretasi terakhir ini cukup masuk akal, tetapi atas dasar data-data Kitab Suci, pembangunan kembali Kota Yerikho tidak mungkin dianggap sebagai penyebab mata air di Yerikho ”tidak baik”. Tampaknya air yang menyebabkan kematian itu menimpa semua penduduk kota tanpa kecuali. Padahal menurut Yosua 6:26, yang ”terkutuklah di hadapan TUHAN”, bukanlah Kota Yerikho dan daerah sekitarnya, dan bukan juga para penduduknya, melainkan hanya orang yang berani membangunnya kembali. Artinya, yang terkutuk ialah Hiel sekeluarga. Dia yang membangun kembali Kota Yerikho itu. Dan memang sudah terjadi, orang itu dihukum TUHAN: anaknya yang sulung dan anaknya yang bungsu sudah mati (dan mungkin juga semua anak di tengah anak sulung dan bungsu itu, sehingga orang itu tidak mempunyai keturunan lagi dan akan dilupakan peringatannya, 1Raj. 16:34). Dengan demikian hukuman TUHAN karena pembangunan kembali Kota Yerikho sudah genap! Ketika sekarang ada kematian dan keguguran bayi karena mata air di Yerikho tidak baik, kesimpulan bahwa kutuk TUHAN atas Hiel juga menimpa semua penduduk kota, sangat berlebihan. Kutuk TUHAN dikarenakan pembangunan kembali Kota Yerikho sudah kena pada Hiel sekeluarga, dan tidak turut kena pada para penduduk kota atau bahkan seluruh Israel. Jadi, untuk mata air yang menyebabkan kematian di Yerikho itu perlu dicari alasan lain. Boleh jadi, penyebabnya ialah hal alam, tetapi hal itu tidak ada buktinya. Sebenarnya, pada waktu Israel memasuki tahan Kanaan dan TUHAN menghancurkan Kota Yerikho, kota itu sudah lama ada. Kalau selama berabad-abad air minum di daerah itu sudah menyebabkan problem kesehatan, mengapa orang membangun kota di sana, biarpun lokasi yang sangat strategis? Adalah lebih wajar, air menjadi kotor sebagai akibat Kota Yerikho diruntuhkan. Mungkin sekali mata air itu turut hancur, lalu dibuka kembali, ketika kota dibangun kembali. Lalu sesudah beberapa waktu tampaklah bahwa airnya tidak baik. Akan tetapi, sekali lagi, buktinya tidak ada.

Bagaimanapun, bencana alam dapat juga mempunyai arti rohani, artinya dapat dipakai oleh TUHAN sebagai tanda atau bahkan hukuman untuk menyadarkan orang akan keadaannya dan mengajak mereka supaya tetap atau kembali percaya kepada TUHAN. Bila memperhatikan keadaan umum di Kerajaan Israel Utara, kita melihat bahwa umat TUHAN tidak setia kepada-nya. Sebaliknya, mereka hidup sesuai dengan kesukaan mereka sendiri. Oleh sebab itu, TUHAN menghukum umat-nya dengan pelbagai hukuman, supaya mereka bertobat. TUHAN menghukum Israel antara lain dengan bencana alam, misalnya keguguran bayi karena mata air yang tidak baik (tidak adanya keturunan adalah hukuman berat). Jelas dari berbagai ayat Kitab Suci Kel. 23:13-33; im. 26:9; Ul. 28:4, 11, 18 bahwa TUHAN akan memberi kutuk ganti berkat, kematian ganti hidup, kalau terjadi umat perjanjian-nya tidak taat dan tidak setia. Justru itulah yang sekarang terjadi di Yerikho! Celaka bagi para penduduknya, bukan karena kota dibangun kembali (oleh orang lain), tetapi karena mereka sendiri tidak berharap kepada TUHAN, sekalipun ada rombongan nabi di Yerikho. Akan tetapi, syukurlah sekarang sikap mereka tampak mulai berubah dengan permintaan mereka kepada Elisa yang baru saja kembali dari seberang Yordan sebagai nabi TUHAN! Mereka mulai bertobat (bdk. 6:1 tentang tempat tinggal rombongan nabi di Yerikho yang menjadi sesak).

Sama seperti terangkatnya Elia di seberang Sungai Yordan mengingatkan Israel akan keadaannya pada waktu mereka memasuki Kanaan, demikian juga bencana air di Yerikho ini mengingatkan mereka akan Musa, khusus khotbah perpisahannya (Ul. 28), sebelum ia meninggal dunia.

4. ”Sebuah pinggan baru dan garam”

Masyarakat Israel Utara melanggar hukum TUHAN, sudah sejak masa pemerintahan Yerobeam, dan lebih parah lagi mulai masa pemerintahan dinasti Ahab. Namun, TUHAN setia dan tetap bersedia menolong umat-nya. Melalui nabi Elisa, para penduduk Yerikho yang menderita karena air yang tidak baik itu boleh mengalami bahwa TUHAN itu baik bagi mereka. Elisa mohon supaya mereka mengambil sebuah pinggan baru dan menaruh garam ke dalamnya. Lalu garam itu dilemparkannya ke dalam mata air, sambil berkata, ”Beginilah firman TUHAN: telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi.” Mulai saat itu, air minum di Yerikho tetap sehat: ”demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa.” Kesusahan Yerikho sudah habis. Hidup telah memenangi kematian, berkat menggantikan kutuk.

TUHAN sendiri yang menyehatkan air itu melalui firman-Nya.

Pinggan baru dan garam menandai dan menunjukkan kuasa firman Allah itu. Dengan kedua tanda itu TUHAN meneguhkan firman-nya (bdk. Sunat dan baptisan yang merupakan tanda, bahkan jaminan, dari perjanjian keselamatan TUHAN):

• Garam dipakai untuk memurnikan dan menyehatkan sesuatu dari keadaan ”tidak baik” menjadi ”baik”. Garam mencabut kotoran, misalnya dari luka. Jadi, garam cocok sekali sebagai tanda kemurnian yang diwujudkan oleh firman Allah. Garam juga dipakai untuk menyedapkan makanan (kurban untuk TUHAN pula harus dibubuhi garam, im. 2:13) dan melindunginya melawan kebusukan (bdk. Ikan asin). Memang benar, garam dapat juga merusakkan, umpamanya tanah (contoh besar: Laut Mati; bdk. Kej. 19; Hak. 9:45; Mzm. 107:34). Akan tetapi, dalam cerita ini garam mempunyai arti sebagai tanda pembersihan (Kel. 30:35). Akhirnya, garam berarti sebagai tanda kesetiaan TUHAN (”perjanjian garam”, Bil. 18:19; 2taw. 13:5) dan kepercayaan umat-nya (Mat. 5:13; Mrk. 9:49-50).

• Pinggan baru menandai kesempurnaan dan pembaruan yang dikerjakan oleh firman Allah. Yang ditekankan adalah keadaan yang (kembali) menjadi baik.

Sifat-sifat yang ditandai oleh garam dan pinggan baru ialah ”baik”, ”sehat”, ”murni”, ”enak”, dan ”baru”. Garam sendiri (sama seperti sepotong kayu dalam Kel. 15:25) tidak menyehatkan air itu, melainkan firman TUHAN. Garam dan pinggan tidak mempunyai kuasa sendiri, tetapi hanya dipakai sebagai tanda. Yang berkuasa itu firman TUHAN. Elisa bukanlah ”tukang tipu-tipu”, artinya ahli sihir yang bekerja pribadi dan tanpa moral, melainkan ”penyambung lidah” TUHAN.

5. Berkat ganti kutuk

Menanggapi permintaan para penduduk Yerikho, nabi Elisa menyampaikan firman TUHAN kepada mereka. Oleh kuasa firman itu kematian di Yerikho diganti oleh hidup. Air sudah menjadi baik. Tidak ada lagi kematian dan keguguran bayi, melainkan ada hidup dan masa depan yang baru. Kutuk sudah digantikan oleh berkat TUHAN.

Dengan tindakan ini Elisa menyatakan tugasnya untuk memberitakan hidup baru bagi Israel, menggantikan kematian. TUHAN adalah setia menurut janji-nya. Dia mengingat akan perjanjian-nya dengan Israel dan tidak mau membinasakan umat-nya karena ketidaksetiaan mereka. Di Kota Yerikho Elisa memberitakan, bahwa TUHAN selalu bersedia untuk memberi berkat menggantikan kutuk. Hendaklah seluruh Israel (bukan saja orang Yerikho) bertobat, dan meminta pertolongan dari TUHAN. Elisa diperkenalkan-nya sebagai pemberita kehidupan. Hendaklah Israel mendengarkan Elisa dan senantiasa kembali melayani Allah dengan setia. Kalau demikian, maka Israel akan selalu hidup sejahtera di bawah berkat TUHAN. Dialah Allah yang hidup dan baik.

Ayat 23-25: Firman TUHAN berkuasa untuk mematikan

6. ”Elisa pergi dari sana ke Betel”

Kebalikannya dapat juga terjadi. Firman TUHAN dapat mengerjakan hidup maupun kematian. Kutuk dapat menggantikan berkat, kematian dapat menggantikan hidup. Hal itu dinyatakan dalam ayat 23-25.

Dari Yerikho nabi Elisa pergi (kembali bdk. Ay. 2-3) ke Kota Betel untuk bertemu dengan rombongan nabi di situ. Perjalanan ini pastinya cukup melelahkan, karena letak Kota Betel di punggung pegunungan yang merupakan batas air antara wilayah timur (ke arah Sungai Yordan) dan wilayah Barat (ke arah Laut Besar yang sejak masa Kekaisaran Romawi disebut Laut tengah). Dari Lembah Yordan jalan menuju Betel sangat mendaki, karena tingginya Betel kira-kira 1.000 meter (lih. Simon Jenkins, Peta Alkitab, hlm. 29).

Di Betel pun orang telah mengenal Elisa sebagai pelayan nabi Elia. Selain itu, rombongan nabi di sana ternyata sudah tahu tentang apa yang akan terjadi dengan Elia (ay. 3). Sementara Elisa masih tinggal di Yerikho, mungkin para penduduk Betel telah mendapat kabar juga tentang tindakan-tindakan awal Elisa sebagai pengganti Elia.

7. Anak-anak Betel berseru: ”Naiklah botak! Naiklah botak!”

Ketika Elisa sudah dekat, terjadi hal yang sama seperti yang terjadi beberapa hari lalu (ay. 3): serombongan orang datang ke luar kota untuk menjemput dia. Akan tetapi, yang sekarang keluar bukanlah rombongan nabi, melainkan kelompok besar anak laki-laki Kota Betel. Sebenarnya ini bukan hal aneh, meskipun jumlahnya yang cukup besar memang menarik perhatian (lebih dari 42, ay. 24). Biasa saja kan anak-anak berkumpul dengan maksud bermain bersama-sama. Apakah kini mereka datang ke luar kota secara kebetulan atau dengan sengaja karena melihat Elisa mendaki, tidak dapat dipastikan. Bagaimanapun, mereka turun dari kota, pada saat Elisa mendaki ke Betel. Mereka bertemu dengannya. Maka, setelah melewati nabi Elisa, tampaklah sifat mereka yang buruk. Dengan tiba-tiba mereka berpaling dan mulai mencemooh dia sambil berseru: ”naiklah botak! naiklah botak!” Anak-anak itu tidak menghormati Elisa sebagai abdi Allah, tetapi mereka menggiring dia seumpama ia hewan yang harus memasuki kandang atau anjing yang mau diusir. Rupanya nabi-nabi yang menasihati umat Israel karena ketidaksetiaannya tidak diterima di Betel, kota patung lembu itu (lih. Di bawah, butir 8), sebaliknya ditertawai. Dan anak-anak juga turut menolak nabi TUHAN, bahkan mereka menghinanya seumpama ia orang gila (bdk. 9:11).

background image

Anak-anak Betel itu menghalau nabi Elisa, katanya, ”Naiklah!”

Satu penafsir mengusulkan supaya kata ”naiklah” dikaitkan dengan kenaikan Elia ke surga. Menurut penafsir itu, maksud anak-anak Betel dengan kata itu ialah: ”naiklah ke surga sama seperti tuanmu, Elia, hai orang botak; untuk apa kau datang kepada kami (di Betel)?” Melihat jubah nabi Elia sekarang dipakai oleh Elisa, anak-anak itu menyamakan Elisa dengan Elia. Boleh jadi mereka berpikiran bahwa Elia yang kembali. Bagaimanapun, bila memperhatikan akibat dari olok-olokan ini, interpretasi tersebut tidak meyakinkan. Anak-anak Betel itu tidak bermaksud lain selain dari mengejek Elisa sebagai abdi Allah. Mereka menyebut Elisa ”botak”. Apakah Elisa botak? Atau haruskah semua nabi di Israel berkepala botak, sesuai dengan sebuah aturan TUHAN? imamat 21:5 menyatakan bahwa para Elisa dihina anak-anak Betel Sumber: istimewa imam Israel dilarang menggundul sebagian kepalanya, agar jangan mereka menyamakan diri dengan imam-imam di kuil-kuil berhala (bdk. Im. 19:27). Peraturan itu tentunya juga berlaku untuk para nabi TUHAN. Jadi, Elisa sama sekali tidak botak, atau botak karena penyakit rambutnya, atau disebut ”botak” karena tidak memakai topi atau destar. Bagaimanapun, anak-anak itu memakai kata ”botak” sebagai kata sindiran. Dengan ungkapan itu mereka menghina abdi Allah dan melanggar firman-nya (bdk. Mat. 5:21-22).

8. Anak-anak Betel meniru orang tuanya

Yang mengolok-olok nabi Elisa ialah anak-anak. Menurut istilah yang dipakai dalam bahasa ibrani untuk ”anak”, umur mereka di antara 6 dan 15 tahun. Akan tetapi, meskipun masih anak, mereka sungguh-sungguh tahu bahwa orang yang mendaki ke Betel itu adalah nabi TUHAN. Hal itu jelas dari jubahnya. Bisa saja anak-anak nakal. Akan tetapi, jangan kita bilang bahwa karena masih muda, mereka belum bertanggung jawab. Menurut hukum, kalau mereka sudah melebihi umur 12 tahun, mereka bertanggung jawab sendiri, dan kalau belum, maka orang tua yang bertanggung jawab atas kelakuan anak-anak mereka. Dari perbuatan mereka terhadap Elisa dapat kita simpulkan bahwa dengan sengajalah anak-anak ini mengejek Elisa. Lagipula, jelas bahwa perbuatan seperti itu tidak timbul dalam diri mereka sendiri. Sudah tentu, mereka belajarnya dari ibu-bapak mereka. Kalau orang tua tidak menghormati nabi TUHAN, bahkan menghujat TUHAN sendiri dengan ibadah yang palsu dan munafik, mana mungkin anak-anak mereka akan berkelakuan baik? Bukankah orang tua wajib mendidik anak-anak yang dipercayakan TUHAN kepada mereka, supaya hidup takut akan TUHAN? Akan tetapi sebaliknya, mereka memberi teladan yang tidak baik. Mereka tidak menghormati nabi TUHAN, tidak menerima firman TUHAN, tidak memuliakan nama TUHAN, tetapi menghina dan menghujat-nya. Seperti orang tua, demikian anak-anak mereka. Dalam kelakuan anak-anak terhadap Elisa, mereka memperlihatkan sifat dan sikap orang tuanya.

Kota Betel (dan dan) merupakan pusat ibadah yang sudah berlangsung sejak perpecahan Israel. Raja Yerobeam telah mendirikan patung lembu emas, lengkap dengan kuil dan ibadahnya. Hal itu membuat umat Israel Utara berdosa (1Raj. 12:25-33, khusus ay. 30). Kebanyakan orang Israel sujud menyembah kepada patung itu dan tidak melayani TUHAN menurut firman-nya yang kedua. Nabi-nabi TUHAN yang menegur mereka supaya bertobat, tidak mereka taati, tetapi sebaliknya dianggap sebagai orang gila yang bicara omong kosong (9:11). Di Betel ada juga rombongan nabi TUHAN yang selalu memberikan teladan baik kepada para penduduk kota. Jadi, di pusat ibadah palsu ada juga pusat pemberitaan firman TUHAN. Akan tetapi, bagi orang Betel yang ingin setia kepada TUHAN, kehidupannya pasti sangat sulit. Sama seperti Elisa, mereka dihina semata-mata.

Di Yerikho airnya tidak baik. Di Betel orangnya tidak baik.

Padahal, mereka semua anak-anak perjanjian TUHAN, baik orang-orang dewasa maupun anak-anak mereka (bdk. Firman ke-2 tentang ”keturunan yang ketiga dan keempat”, Kel. 20:5). Anak-anak dididik orang tuanya untuk menghujat nama TUHAN. Racun kemurtadan menguasai mereka semua. Hal itu menjadi nyata bilamana anak-anak Betel menghalau dan mengejek nabi TUHAN, Elisa.

9. ”Dikutuknyalah mereka demi nama TUHAN”

Akibat perbuatan anak-anak Betel sangat mengerikan. Karena menghujat abdi Allah, mereka dihukum dengan hukuman yang paling berat, yaitu hukuman mati (bdk. Im. 24:10-23). Kalau perlu, TUHAN tidak ragu-ragu menjatuhkan hukuman mati, baik di luar perjanjian-nya (Sodom dan Gomora, Kej. 19; anak-anak sulung Mesir, Kel. 12), maupun di dalamnya (ketika Israel di padang gurun, ump. Korah, datan, dan Abiram, Bil. 16; dan, berhubung dengan keadaan sekarang di Betel, masalah patung lembu, Kel. 32). Baca lagi Ulangan 28! dan baru saja TUHAN masih memberikan hukuman yang sama kepada dua pasukan tentara Raja Ahazia (2Raj. 1). Bandingkan dalam PB, Matius 11 (hukuman bagi Israel karena Anak Manusia tidak diterima mereka), juga Lukas 9:52-56.

Ketika dicemoohkan oleh anak-anak Betel itu, Elisa berpaling ke belakang, memandang anak-anak itu, dan mengutuk mereka demi nama TUHAN. Lalu TUHAN langsung menggenapkan kutuk yang diungkap kan abdi-nya itu. Anak-anak itu dicabik-cabik oleh dua ekor beruang betina yang tiba-tiba keluar dari hutan. Bandingkan imamat 26:22. Ancaman TUHAN yang diberikan-nya melalui Musa, kini dilaksanakan secara harfiah! dari jumlah anak-anak itu, 42 yang dibunuh. Mengenai jumlah 42 itu, bandingkan 2 Raja-raja 10:14; Wahyu 13:5. Apakah angka 42 mempunyai arti istimewa di sini, tidak dapat dipastikan. Cukuplah kita menyimpulkan bahwa jumlah anak yang menghina abdi Allah sangat banyak.

Perhatikan bahwa kedua beruang itu tidak dipanggil oleh Elisa.

Mereka ”keluar dari hutan”, artinya diurus oleh TUHAN sendiri. Apa yang mereka perbuat sebenarnya tidak sesuai dengan sifat mereka. Biasanya beruang (begitu juga binatang buas lainnya) tidak akan mencabik-cabik banyak mangsa. Kalau mengikuti nalurinya, mereka agaknya sudah berhenti sesudah membunuh dua atau tiga anak. Tindakan mereka terhadap anak-anak Betel menjelaskan bahwa kedua binatang ini melaksanakan perintah TUHAN (bdk. 1Raj. 13:24-25, juga di Betel). Kedua beruang itu menjadi sarana TUHAN dan dengan demikian menandai kuasa firman-nya yang dapat membangkitkan maupun mematikan.

10. Kutuk ganti berkat

Kita tidak mendengar informasi sedikit pun tentang akibat malapetaka ini di Kota Betel. Akan tetapi, sudah pasti ada dukacita besar di Kota Betel. Para orang tua dan semua penduduk kota mengalami kutuk Allah ganti berkat-nya. Firman TUHAN, yang disampaikan melalui pelayanan nabi Elisa, berkuasa untuk memberi hidup, tetapi juga untuk mematikan. Semoga para penduduk Betel, bahkan seluruh Israel, bertobat kepada TUHAN! dengan harapan hukuman TUHAN terhadap anak-anak mereka ini mengingatkan mereka akan peristiwa yang sudah terjadi di kaki Gunung Sinai (Kel. 32). Dengan tindakannya di Betel, Elisa menyatakan tugasnya untuk memberitakan kematian bagi Israel, ganti hidup. Tugas Elisa untuk mengabarkan kutuk TUHAN, ganti berkat-nya.

Tanggapan Elisa yang adalah tanggapan TUHAN sendiri atas kelakuan anak-anak Betel itu sering dianggap terlalu tegas. Menurut beberapa penafsir, perbuatan anak-anak itu bukan hal serius, tetapi hanya kenakalan anak saja, sehingga hukuman yang diberikan dianggap tidak seimbang, tetapi terlalu berlebihan. Siapakah yang akan membunuh seorang anak karena ia nakal? tidak masuk akal, ujar penafsir. Oleh sebab itu, fakta peristiwa ini mereka tolak. Karena mustahil TUHAN akan menghukum sedemikian rupa. Di pihak lain, TAMK tidak menolak reaksi Elisa secara terang-terangan, tetapi menunjuk kepada Kristus yang semata-mata menerima pengolokan dari pihak orang Yahudi dan tentara Romawi. Kesimpulan TAMK, dalam hal ini Elisa menegaskan bahwa tak seorang pun boleh mengolok-olok nabi TUHAN. Akan tetapi, meskipun sangat berat, hukuman ini adil.Anak-Anak itu menghina nabi TUHAN, artinya, mereka menghujat TUHAN sendiri. Mereka keturunan orang tua yang sama keras hatinya. Hendaklah kelakuan anak-anak Betel dinilai atas dasar hukuman mati yang dijatuhkan TUHAN kepada mereka (kalau diberi hukuman begitu berat, perbuatan mereka tentu sangat buruk) dari, sebaliknya, hukuman dinilai atas dasar kelakuan (yang menurut perasaan penafsir kenakalan saja, sehingga hukuman terlalu berlebihan). Hukuman dari TUHAN menentukan beratnya dosa anak-anak Betel. Oleh karena mereka dibunuh, kelakuan mereka tentu bukan kenakalan saja, melainkan murtad melawan TUHAN.

Dalam kisah ini yang diutamakan bukan pengolokan yang dialami nabi Elisa serta penderitaannya karena pengolokan itu, melainkan latar belakangnya, yakni kefasikan Israel yang tidak percaya lagi kepada TUHAN. Bukan status terhormat pelayan firman, melainkan kejahatan Israel yang merupakan alasan bagi hukuman terhadap anak-anak Betel itu. Di sini TUHAN menggenapkan apa yang dikatakan-nya melalui Musa dalam firman kedua: Kesalahan bapak dibalaskan kepada anak-anaknya, karena semuanya membenci TUHAN. Jangan-jangan jahatnya dosa dimaniskan. Sewajarnya dosa dihukum.

Pokok ayat 23-25 ini bukanlah masalah bagaimana anak-anak TUHAN menanggapi penghinaan dan penganiayaan (seperti diperkirakan TAMK yang menyebutkan sikap Kristus yang menerima saja sebagai contoh untuk Elisa), melainkan adilnya hukuman dan kutuk TUHAN karena dosa manusia. Seluruh sejarah keselamatan menunjukkan bahwa justru untuk luput dari hukuman itu TUHAN menganugerahkan Juru Selamat. Bagi siapa yang bertobat dan percaya dengan setia tidak ada hukuman dan kutuk lagi, tetapi berkat dan hidup (Mrk. 16:16; juga Mat. 11:20-24 tentang Kapernaum dan Sodom).

Apakah pengolokan seperti yang dialami oleh nabi Elisa tidak mempunyai arti untuk penderitaan setiap pelayan firman pada zaman PL dan PB (mis. Nabi Yeremia dan Rasul Paulus) dan setiap orang percaya dari dahulu sampai sekarang ini? Betapa banyaknya orang Kristen yang dihina dan disiksa, bahkan dibunuh, karena nama TUHAN! Sama seperti Yesus, Anak Allah, diolok-olok dan dibunuh, demikian juga para pengikut-nya. Janganlah kita berpikir bahwa segala pengolokan itu tidak (akan) dihukum oleh TUHAN, biarpun tidak langsung seperti yang terjadi pada anak-anak Betel itu. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat menghinakan Kristus dan orang Kristen tanpa akhirnya menerima balasan dari TUHAN, yaitu pada Hari Kiamat. Itulah penghiburan yang memberi kekuatan untuk bertahan dalam iman dan pengharapan kepada TUHAN.

11. Ke Karmel, lalu ke Samaria

Dari Betel Elisa melanjutkan perjalanannya ke Gunung Karmel (bdk. 2Raj. 4:2-25), dan dari sana ia kembali ke Samaria, tempat tinggalnya (bdk. 2Raj. 5, 6). Tidak diketahui berapa lama Elisa tinggal di situ. Mengingat seluruh riwayatnya, Elisa sering berjalan berkeliling untuk mengunjungi rombongan-rombongan nabi di berbagai tempat. Pada musim kemarau Elisa biasanya tinggal di Gunung Karmel, dan pada musim dingin di Kota Samaria, tempatnya dekat istana raja Israel, yang diangkat TUHAN untuk memimpin umat perjanjian-nya, tetapi yang selalu memberi teladan buruk saja.

Kesimpulan tentang ayat 19-25

12. Keselamatan dari kutuk dosa

Dalam ayat 19-25 TUHAN menunjukkan bahwa firman-nya yang diberitakan oleh abdi-nya, Elisa, berkuasa untuk memberi hidup (Yerikho), juga untuk mematikan (Betel). Kedua sisi firman itu disampaikan oleh Elisa, supaya bangsa Israel menerimanya dan akhirnya bertobat kepada TUHAN. Sampai dua kali nabi Elisa diperkenalkan kepada bangsa Israel sebagai pengganti Elia. Sama seperti Elia, Elisa bertugas sebagai pengabar firman Allah. Pekabaran firman itu tidak akan berhenti, tetapi akan dilanjutkan dan menghasilkan hidup atau kematian.

Dalam ayat 1-18 telah dilukiskan bagaimana atas perintah TUHAN Elia mundur dari Israel ke seberang Yordan, lalu diangkat TUHAN ke surga. Hal ini memberi kesan seandainya belum ada perkem bangan apa pun sejak zaman Musa. Akan tetapi, kemudian Elisa menyeberangi Sungai Yordan sekali lagi dan maju untuk memberitakan berkat dan kutuk TUHAN. Pemberitaan firman TUHAN dilanjutkan (bdk. Ul. 30:11-20), sekalipun umat perjanjian-nya tidak setia. Firman itu berkuasa!

Akhirnya firman ini digenapkan oleh Yesus Kristus. Kita sendiri hidup sesudah kematian dan kebangkitan-nya. Anak Allah telah menyerahkan hidup-nya, dikutuk oleh Allah Bapa, sedangkan kita yang patut dikutuk karena dosa mendapat hidup. Oleh kebangkitan-nya dia menggantikan kematian menjadi hidup baru. Semua orang yang percaya memperoleh hidup yang kekal, tetapi orang-orang yang tidak percaya mengalami kematian yang kekal. Jadi, dalam Yesus Kristus genaplah kuasa firman TUHAN yang telah diberitakan oleh Elisa.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk Venema
  3. ISBN:
    978-602-0904-96-2
  4. Copyright:
    © Henk Venema (LITINDO)
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas