7. ”Maka Makanlah Mereka”

2 Raja-raja 4:38-44

Persiapan

1. Elisa kembali (TL: datang pula) ke Gilgal. Di mana letak Gilgal (bdk. 2:1)? di situ rombongan nabi ”duduk di depannya”. Apa artinya perkataan itu? Apa kah dapat lagi ditarik kesim pulan tentang jabatan Elisa?
2. Ada kelaparan di negeri atau daerah itu. Apakah masih ada data-data lain tentang datangnya kelaparan ini (bdk. 8:1-6)? Bagaimana mengartikan malapetaka ini? Se butkanlah nas-nas bukti!
3. Elisa menyuruh bujangnya memasak ”sesuatu makanan” bagi rom bongan nabi yang lapar itu. Mana mungkin, bukankah sedang ada kelaparan? Bagaimanapun, Elisa ingin memberi pertolongan lagi. Maka ada seorang anu dari rom bongan nabi yang turut menolong. Apa bentuk pertolongannya? Apakah ia benar-benar meno long? Sudah tentu maksud nya baik sekali. Perhatikan: ia pergi bukan ke ”ladang” (BIMK), melainkan ke ”pa dang” (TL)! Apa bedanya?
4. Apa arti kata-kata ”segera sesudah mereka memakannya”? Lihat BIMK. Jelas kanlah kata-kata ”berteriak” (bdk. 4:1) dan ”maut ada dalam kuali”. Jangan melupakan mereka sedang kelaparan.
5. Apa arti tepung yang dilemparkan ke dalam kuali? (Rupanya masih ada tepung!)
6. ”Datanglah seseorang dari Baal-Salisa”. Tidak tahu siapa dia, tetapi satu hal jelas: orang ini takut akan TUHAN. Letak Baal-Salisa di sebelah Barat dari Gilgal (kira-kira 15 km). Bagai-mana keadaan geografis di wilayah Barat itu? Lihat Atlas Alkitab dan EAMK. Dari ayat 42 dapat ditarik kesimpulan apa tentang tanggal atau musim orang ini datang kepada Elisa?
7. Orang itu membawa roti hulu hasil kepada Elisa. Apa artinya? Bukan kah ini agaknya luar biasa? Jelaskanlah tentang hukum Al lah mengenai hasil per tama (ump. Ul.  26:1-11; sebutkanlah ayat-ayat lain juga). Apa sebab orang ini membawa hulu hasil kepada Elisa?
8. Tafsirkanlah peristiwa yang terjadi dengan hulu hasil ini. Apakah ada cerita-cerita yang sejajar? Apa sebenarnya arti mukjizat ini bagi para nabi yang lapar itu?
9. Apakah kedua cerita ini (ay.  38-41 dan ay. 42-44) dapat digabung? Perhatikan lah kata ”makan”.
10. Bagaimana hubungan ayat-ayat ini dengan Kristus? Bagaimana cerita ini dapat diterapkan kepada jemaat Kristus sekarang ini? Susunlah pokok dan pembagian seba gai dasar khotbah/renungan.

Beberapa catatan teknis

a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH
background image
b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)
background image
Kesimpulan: 2 Raja-raja 4:38-44 berbeda di semua bidang dari bagian-bagian yang mengelilinginya (tentang beda waktu lihat pembahasan di bawah, butir 2). Akan tetapi, terdapat banyak kesamaan anta ra ayat 38-41 dan ayat 42-44. Itulah sebabnya kita dapat menyimpulkan bahwa ayat 38-44 merupakan konteks terkecil. Boleh saja ayat 38-41 dan ayat 42-44 dibahas satu demi satu, berhubung perbedaan di bidang peristiwa dan pokok. Kesamaan kedua peristiwa di bidang oknum, waktu, dan tempat me mang wajar, tetapi tidak dapat dibuktikan secara mutlak.
c. Pembagian nas dapat dibagi sbb.:

  • Ayat 38-41: Makanan yang berbahaya disehatkan
  • Ayat 42-44: Makanan hulu hasil ditambahkan Tafsiran

1. TUHAN membantu dalam masalah kelaparan

Semua pelayanan Elisa menunjukkan bahwa TUHAN tidak melupakan umat-nya Israel Utara, meskipun mereka tidak menaati firman-nya. Karena ketidaksetiaan mereka, TUHAN menghukum mereka. Akan tetapi, mereka juga dilepaskan-nya dari susah, kalau mereka ”takut akan TUHAN”. Yang dipelihara-nya secara khusus ialah semua orang (”7.000 orang”) yang masih setia, artinya rombongan-rombongan nabi di berbagai tempat. Ayat-ayat ini memberikan lagi sebuah contoh mengenai pemeliharaan TUHAN. Pada masa ke laparan, TUHAN menghidangkan makanan kepada orang-orang Israel yang setia, dengan cara yang luar biasa. TUHAN memberikan pengharapan baru kepada umat-nya. Dan lagipula: hal ini sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Musa, umpamanya dalam Ulangan 28 (bdk. Di atas, pembahasan 2Raj. 2). Bagian 2 Raja-raja 4:38-44 terdiri dari dua peristiwa yang saling berkaitan dengan tema makanan (pokok dan tujuannya sama: nabi Elisa menolong orang dengan makanan). Peristiwa pertama (ay. 38-41) terjadi di lingkungan rom bongan nabi di Gilgal (yang dekat Sikhem) ”pada waktu ada kelaparan”. Karena ayat 42-44 langsung disambung dari ayat 38-41, tanpa disebut waktu lain, tempat lain, dan oknum lain, kita dapat menyimpulkan bahwa kedua peristiwa merupakan kesatuan di bidang penafsiran.

Singkatnya:

  • pokok yang dibahas adalah sama, yaitu masalah makanan pada masa kelaparan. Perhatikan saja kata-kata ”supaya mereka makan” (ay. 41, 43);
  • tempat adalah sama, yaitu Gilgal, apalagi Kota Baal-Salisa tidak jauh dari Gilgal itu;
  • waktu adalah sama (masa kelaparan), bukan dalam arti kedua peris tiwa terjadi pada hari yang sama, tetapi pada waktu kunjungan Elisa yang sama.

Ayat 38-41: Makanan yang berbahaya disehatkan

2. ”Elisa kembali ke Gilgal pada waktu ada kelaparan”

Elisa kembali (TL: datang pula) ke Gilgal. Nabi TUHAN sering berkeliling untuk mengunjungi semua rombongan nabi di masing-masing tempat dengan maksud mengajar dan menghibur mereka. Selain pemberita firman TUHAN, Elisa adalah dosen mereka. Para nabi duduk di depannya (bhs. Ibrani: yashab = duduk; bdk. yeshiva = sekolah). Artinya, mereka bersekolah dan mengikuti pengajaran yang Elisa berikan. Boleh jadi, orang-orang setia yang tidak tinggal di asrama rombongan nabi juga datang (4:23) bila mendapat kabar tentang kunjungan nabi TUHAN (yang berkumpul di Gilgal kira-kira 100 orang, ay. 43). Dengan cara demikian umat TUHAN yang tetap takut akan dia dipelihara terus-menerus dengan pengajaran firman TUHAN. Selain memimpin ibadah pada hari Sabat (4:23), Elisa menatar dan menginstruksikan para nabi itu.

Kunjungan Elisa ini terjadi pada waktu ada kelaparan di negeri itu. Dalam 8:1 juga ada bencana kelaparan disebut. Di sana kita membaca nasihat yang Elisa berikan kepada ”perempuan yang anaknya dihidup kannya kembali” (perempuan Sunem), yakni untuk mengungsi ke tempat lain, ”sebab TUHAN telah mendatangkan kelaparan, yang pasti menimpa negeri ini tujuh tahun lamanya”. Lalu perempuan Sunem bersama keluar ganya menetap sebagai pendatang di Filistin selama tujuh tahun (bdk. Rut 1 di mana Elimelekh sekeluarga mengungsi dari Betlehem ke Moab). Walaupun tidak ada bukti bahwa kelaparan yang disebut dalam 8:1 adalah kelaparan sama seperti yang dialami rombongan nabi di Gilgal, tetapi besar kemung kinannya, melihat lamanya kelaparan yang disebut dalam 8:1, yaitu tujuh tahun. Berhubung dengan itu, perlu kita perhatikan siapa sebenarnya raja yang disebut dalam 8:4. Dalam 2 Raja-raja 4 nama raja tidak disebut. Akan tetapi, karena dalam pasal 3 maupun 5 raja yang memerintah atas Israel Utara ialah Yoram, anak Ahab, maka kita dapat menentukan bahwa semua kejadian yang dikisahkan dalam pasal 4 terjadi pada masa pemerintahan Raja Yoram. Ketika anak dari perempuan Sunem itu mati dan dibangkitkan, usianya kira-kira enam tahun. Agaknya, beberapa waktu sesudah itu mulailah kelaparan selama tujuh tahun. Karena Yoram hanya memerintah selama dua belas tahun, maka kita dapat menyimpulkan bahwa raja dalam 8:4 adalah Yehu. Jadi, kelaparan ini terjadi pada akhir pemerintahan Yoram, dan masih berlangsung pada awal pemerin tahan Yehu.

Kalau bertitik-tolak dari anggapan bahwa kelaparan yang disebut dalam 4:38 dan yang disebut dalam 8:1 adalah bencana yang sama, maka kita dapat menarik kesimpulan yang penting untuk penafsiran 4:38-44, yaitu bahwa di antara peristiwa kematian dan kebangkitan anak Sunem (ay. 8-37) dan kedua peristiwa di Gilgal (ay. 38-44) ada perbedaan waktu beberapa tahun. Jadi, kembalinya Elisa ke Gilgal ini (4:38) tidak terjadi langsung setelah ia membangkit kan anak Sunem itu (ay. 37). Elisa tentunya telah melakukan beberapa perjalanan lain sesudah peris tiwa di Sunem dan sebelum mukjizat makanan di Gilgal. Wajarlah kita memperkirakan bahwa keluarga perempuan Sunem sedang tinggal di Filistin pada saat Elisa datang ke Gilgal.

Ternyata, yang mendatangkan kelaparan itu ialah TUHAN (8:1). Rupanya TUHAN ingin menyadarkan umat-nya sekali lagi bahwa dia yang berkuasa (belum lama sudah terjadi kelaparan juga, 1Raj. 17). Ia menghukum mereka agar akhirnya mereka bertobat kepada-nya. Dalam kesulitan ini orang-orang setia diuji, tetapi TUHAN tetap memelihara mereka. Perempuan Sunem diberi saran mengungsi untuk sementara waktu, sedangkan ”pada suatu kali” rombongan nabi di Gilgal diberi makanan. Penting lagi (seperti dalam 2Raj. 2 dan 3), kita memandang bencana ini dalam rangka perjanjian TUHAN. Dia telah memberikan negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu kepada umat-nya. Jikalau Israel hidup sesuai dengan firman TUHAN, mereka akan diberkati-nya, sehing ga tidak ada kekurangan, umpamanya di bidang makanan. Kebun-kebun dan ladang-ladang akan berhasil secara berlimpah-limpah. Akan tetapi, pada zaman Elia dan Elisa, Israel sama sekali tidak menaati firman TUHAN. Akibat-nya, dia tidak memberi berkat-nya lagi, tetapi hukuman berupa kelaparan. Dengan tujuan Israel bertobat kepada-nya.

Mungkin kelaparan ini juga disebabkan oleh kekeringan, seperti yang terjadi pada zaman Raja Ahab (1Raj. 17). Alasan lain yang juga disebut, yaitu gerombolan penyamun dari luar negeri (Aram atau Moab) datang merampas panen (bdk. 5:2; 13:20), tidak begitu masuk akal di sini karena lamanya kelaparan ini (tujuh tahun). Pada kira-kira zaman ini raja Aram maju memerangi Israel Utara juga (2Raj. 6, 7). Itu pun adalah hukuman yang didatangkan TUHAN: pedang. Pedang itu menyebabkan kematian dan juga kelaparan. Khu susnya di Kota Samaria ada kelaparan yang hebat sekali. Akan tetapi, sekali lagi, kelaparan itu tidak berlangsung selama tujuh tahun.

3. ”Masaklah sesuatu makanan”

Boleh jadi Elisa datang ke Gilgal dari Abel Mehola, sambil membawa makanan dari tempat ayahnya di sana (di tepi Sungai Yordan). Kelaparan bukan berarti bahwa tidak ada makanan sama sekali. Ternyata ada tepung (ay. 41), ada hulu hasil juga (ay. 42). Akan tetapi, bagaimanapun ada kekurangan, sehingga orang tidak dapat makan sampai kenyang.

Selama kunjungan Elisa untuk mengajar, pada siang hari rom bongan nabi duduk di depannya, dan menaruh seluruh perhatian mereka pada pengajarannya. Pada suatu kali Elisa menyuruh bujangnya, Ge hazi (namanya tidak disebut di sini, tetapi ia disebut dalam 4:8-37 dan 5:1-27), untuk ”masak sesuatu makanan bagi rombongan nabi itu”. Untuk itu haruslah Gehazi menaruh kuali yang paling besar di atas api. Jumlah orang tampaknya cukup banyak. Sudah tentu, ia harus memasak makanan yang cukup untuk semua orang. Karena kelaparan ini pastinya menjadi jamuan pesta.

Kelaparan sudah dirasakan para nabi di Gilgal. Mereka duduk di depan Elisa dengan perut kosong, sehingga ia merasa kasihan dan ingin menolong mereka. Sebenarnya harus terjadi kebalikannya: patutlah para mahasiswa menjamu dosen yang datang mengajar. Akan tetapi, tampaknya mereka tidak mempunyai makanan apa-apa yang dapat mereka hidangkan kepada nabi TUHAN. Mungkin mereka merasa malu karena tidak mampu menjamu nabi Elisa dengan semestinya.

Sesuai perintah Elisa, Gehazi mulai mempersiapkan masakan untuk rombongan nabi, mungkin dari gandum atau sayur-sayuran yang dibawa oleh Elisa dari Abel Mehola. Akan tetapi, dari pihak rombongan nabi pula ada seorang nabi muda yang ingin membantu. Setelah mendengar perintah Elisa itu, ia berpikir, ”Aku bisa bantu. Jangan-jangan pelayan nabi terlalu sibuk.” Melihat persiapan yang tersedia di dapur, ia agaknya menganggapnya kurang untuk begitu banyak orang. Jadi, ia keluar ke padang di sekeliling Gilgal untuk mengumpul kan sayur-sayuran tambahan. Ia tidak pergi ke ”ladang” (seperti diterjemahkan dalam TB dan BIMK), tetapi ke ”padang” (TL). Di ladang, tanah yang didayagunakan oleh petani (atau kelompok tani) pasti tidak ada apa-apa lagi. Semua sayur-sayuran dan buah-buahan pasti sudah habis. Mungkin orang ini lewat kebun-kebun lama yang sudah tidak dipakai lagi sehingga kembali menjadi padang. Orang itu pergi ke padang alam untuk mencari bahan makanan yang tumbuh secara liar. Ia mau memetik daun-daun yang dapat dimakan, menggali ubi hutan, mencari buah-buahan, dll. (seperti yang biasa dilakukan oleh, misalnya, orang-orang Sumba pada musim kemarau; orang-orang Papua juga ”cari makan” di hutan kalau kebun di pinggir rumah atau di tepi sungai sudah kosong).

Nabi muda itu mencari-cari sampai ”menemui pohonsulur-suluran liar”. Pada pohon itu ia melihat sejenis labu kecil yang liar. Sebenarnya buah ini tak dikenalnya, tetapi tidak apa-apa karena buah ini menarik dan tampak baik untuk dimakan. Mungkin buah ini mirip dengan labu atau terong yang biasanya mereka makan sehingga dianggap baik saja. Jumlahnya banyak, sehingga dengan semangat besar ia memetik serangkul penuh dalam jubah nya. Ia membawa sebanyak-banyaknya (BIMK) ke asrama di Gilgal. Setelah pulang ia mengiris-iris semua labu liar itu ke dalam kuali masakan yang sedang ada di atas api. Nabi-nabi lain juga melihat labu-labu ini, tetapi mereka tidak mengenalnya. Karena mereka semua lapar, maka dimasukkanlah semua.

4. ”Maut ada dalam kuali itu, hai abdi Allah!”

Makanan siap dimakan, Gehazi mencedok ”dari masakan tadi bagi orang-orang itu untuk dimakan”. Dia mengisi piring-piring semua orang. Saat ini mereka menunggu. Menghirup bau sedap dari makanan ini, mereka hampir tidak dapat menahan lagi karena benar-benar lapar. Mereka teramat senang melihat makanan yang kini dihidangkan kepada mereka. Syukurlah, ini hari pesta bagi mereka. TUHAN itu baik.

Akan tetapi, langsung setelah mereka (bersama-sama atau beberapa dari mereka) mulai memakannya, artinya, meng-ambil sendok pertama dari masakan itu (bdk. BIMK: tetapi baru saja mereka mencicipi makanan itu), berteriaklah mereka serta berkata, ”Maut ada dalam kuali itu, hai abdi Allah!” Mungkin ada yang mencoba makan satu sendok lagi, tetapi mereka tidak tahan memakannya. Tidak mungkin mereka makan masakan yang berbahaya ini. Terlalu pahit rasanya (bdk. Kel. 15:23-25; bdk. Daun pepaya). Sudah tentu, ada racun dalam kuali. Tampaknya labu liar yang tidak mereka kenal itu beracun sehingga makanan ini akan mematikan mereka semua. Oleh sebab itu, mereka berteriak dengan suara nyaring: ”maut ada dalam kuali”. Sesungguhnya, mereka berada dalam bahaya besar. Mereka berse ru kepada nabi Elisa agar dia melakukan sesuatu supaya mereka tidak mati. Kata yang dipakai adalah sama dengan seruan yang diteriakkan oleh janda dalam 4:1-7. Bayangkanlah seluruh rombongan nabi di Gilgal akan mati karena keracunan. Sangat menyedihkan. Mereka lapar, ingin makan. Sekarang makanan sudah ada, tetapi mereka tidak dapat mema kannya. Masakan yang beracun ini lebih berbahaya dari perut kosong! Mereka tidak hanya tetap lapar, tetapi bahkan akan mati.

5. ”Cedoklah, supaya mereka makan!”

Walaupun tidak dikatakan bahwa Elisa juga turut makan, tetapi rupanya ia hadir di tengah-tengah mereka. Para nabi berseru kepada nabi Elisa. Sapaan spontan mereka ”hai abdi Allah”

menunjuk kan mereka sadar bahwa hanya TUHAN yang dapat melepaskan mereka dari kesulitan ini. Dalam takut mati ini, mereka tetap takut akan TUHAN. Dan abdi Allah langsung bertindak. Dalam kesusahan para nabi di Gilgal, TUHAN menunjukkan kuasa-nya, sekalipun kita tidak mendengar Elisa berdoa lebih dahulu. Ia juga tidak mengucapkan kata-kata seperti ”demi nama TUHAN”. Tampak jelas dari apa yang terjadi bahwa tindakan Elisa sungguh-sungguh terjadi dalam nama TUHAN.

Elisa berkata, ”Ambillah tepung!” tampaknya masih ada (sisa) tepung terigu (bdk. 1Raj. 17:12). Boleh jadi mereka makan roti bersama kuah sayur-sayuran itu. Ada yang mengambil tepung dari dapur. Lalu semua orang mengembalikan makanan dari piring mereka ke dalam kuali. Selanjutnya Elisa melemparkan tepung itu ke dalam kuali. Tepung itu dipakainya sebagai tanda, sama seperti pinggan dan garam dalam 2:19-22. Bagi mereka tepung adalah bahan dasar untuk makanan pokok mereka, yakni roti (seperti nasi untuk orang Jawa dan sagu untuk orang Papua), sehingga dianggap paling baik dan bergizi. Tepung ini membuat makanan yang sudah berbahaya itu menjadi baik, bukan dari dirinya, tetapi karena TUHAN memakainya untuk menunjukkan kuasa-nya. Dialah yang memberikan makanan yang baik dan murni kepada umat-nya.

Dengan kesusahan ini TUHAN menyadarkan rombongan nabi di Gilgal akan kenyataan bahwa mereka semata-mata bergantung kepada-nya. Dalam masa kelaparan ini hendaklah mereka mengaku bahwa segala makanan datang dari tangan TUHAN! dia yang memberikan makanan dan segala kebuTUHAN hidup lainnya kepada umat-nya. Melalui makanan yang berbahaya ini, TUHAN menguji mereka. Apakah dalam kelaparan ini mereka benar-benar berharap kepada TUHAN? Apakah, kalau ada makanan lagi, mereka masak dan makan saja, atau sebaliknya, memuji TUHAN karena mereka sadar akan pemeli-haraan istimewa-nya?

Sambil menaburkan tepung ke dalam kuali itu, Elisa berkata, ”Cedoklah sekarang bagi orang-orang ini, supaya mereka makan!” ia mengundang semua orang datang sekali lagi dengan membawa piring mereka. Lalu Gehazi mengisi semua piring untuk kedua kalinya. Lalu mereka makan. Mungkin pada awalnya mereka dengan hati-hati mengecapnya, tetapi tidak ada lagi bahaya dalam kuali itu. Tiap-tiap sendok yang mereka ambil dari masakan itu membuat mereka sadar akan mukjizat yang diperbuat oleh TUHAN. TUHAN telah menyehatkan makanan ini. Dialah yang tetap memelihara orang-orang yang takut akan dia. Dalam keadaan susah TUHAN adalah pengharapan mereka.

Ayat 42-44: Makanan hulu hasil ditambahi

6. ”Membawa roti hulu hasil”

Dalam ayat 42-44 diceritakan suatu mukjizat lain lagi dengan tujuan yang sama seperti tadi: TUHAN memelihara umat-nya yang setia de ngan makanan yang secukupnya. Dengan menolong mereka, ia menunjukkan bahwa dia setia dan terus-menerus mengingat akan perjanjian-nya.

Pada hari lain dalam kunjungan Elisa di Gilgal ini, datanglah seseorang laki-laki dari Baal-Salisa. Letak kota ini di sebelah Barat, ke arah Laut Besar, sekitar 15 km dari Gilgal (berjalan kaki tiga, empat jam). Wilayah Israel bagian Barat itu biasanya disebut ”gudang gandum” karena merupakan daratan yang tanahnya cukup subur. Karena letak Gilgal di daerah pegu nungan (Ebal/Gerizim), orang-orang di sana bergantung atas panen di daratan Saron dan, di sebelah timur, Lembah Yordan.

Orang Baal-Salisa ini rupanya adalah orang yang ”takut akan TUHAN”. Kemungkinan besar ia sering datang kepada rombongan nabi di Gilgal, misalnya pada hari Sabat atau Bulan Baru (bdk. 4:23) untuk turut beribadah kepada TUHAN. Sekarang ia membawa hulu hasil dari lahannya, yaitu ”dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantong”. Benar, jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi cukup untuk menarik kesimpulan bahwa ada lagi hasil panen. Inilah bukti dari berkat TUHAN, sebuah tanda yang menimbulkan pengharapan bahwa kelaparan agaknya mulai habis. Untuk hasil yang diperolehnya, orang ini bersyukur kepada TUHAN. Itulah sebabnya ia memberikan hasil pertama kepada abdi Allah, wakil TUHAN.

Sebenarnya tidak tepat orang ini membawa hulu hasilnya bagi abdi Allah, nabi Elisa. Seharusnya ia mengantarnya ke Bait Suci di Yerusalem agar di serahkannya kepada abdi Allah di sana, yakni imam dari keturunan Harun. Dalam hukum taurat-nya TUHAN telah menetapkan aturan-aturan persis mengenai persembahan hasil pertama itu, misalnya dalam Ulangan 26:1-11. Tanah pusaka yang TUHAN percayakan kepada Israel adalah milik-nya sendiri. Hendaklah Israel terus-menerus mengingat akan keselamatan mereka dari Mesir, tempat perbudakan, dan akan kemerdekaan yang mereka nikmati di Kanaan karena kebaikan TUHAN. Dengan demikian TUHAN telah menggenapkan janji-nya kepada Abraham, ”tanah ini akan menjadi milikmu untuk selama-lamanya” (Kej. 17:8). Justru hasil ladang dan kebun menjadi alasan untuk Israel selalu bersyukur kepada TUHAN! Sesuai dengan hukum TUHAN itu, umat Israel biasanya membawa hulu hasil mereka ke Yerusalem setiap kali mereka berziarah ke sana. Pada Pesta Paskah mereka membawa hulu hasil jelai, pada Pesta tujuh Minggu hasil pertama gandum, dan pada Pesta Pondok daun hasil pertama buah-buahan (Ul. 16:1-17; bdk. Mzm. 128). Karena orang Baal-Salisa itu membawa roti jelai, maka kita dapat menarik kesimpulan tentang waktu kedatangannya ke Gilgal, dan juga tentang waktu kunjungan Elisa ini, yaitu pada masa Pesta Paskah, bulan pertama, awal musim panen.

Jika hulu hasil harus dibawa ke Bait Suci di Yerusalem, mengapa orang Baal-Salisa ini tidak mengantarnya ke sana, dan sekaligus merayakan Pesta Paskah di sana? dan bagaimana halnya dengan semua orang Israel Utara yang lain? Karena sudah sejak zaman pemerintahan Raja Yerobeam hubungan Israel Utara dengan Yerusalem putus. Kaum Israel tidak diperbolehkan lagi berziarah ke Yerusalem dan membawa hulu hasil mereka ke sana. Yerobeam telah mendirikan dua patung lembu emas di Betel dan dan ganti Bait Suci di Yerusalem. Patung-patung itu adalah ”allah yang membawa kamu ke luar dari Mesir”. Selain itu, Yerobeam mengangkat para imam dari suku mana saja. Dan Yerobeam sendiri menentukan hari-hari raya yang baru bagi Israel Utara. Dengan demikian Raja Yerobeam mengubah seluruh pelayanan dan ibadah Israel kepada TUHAN sesuai dengan kesukaannya sendiri. Memang benar, kebijakan Yerobeam itu adalah sangat strategis dan pintar, tetapi akibatnya ialah Israel Utara dilepaskan dari Yerusalem, dan juga dilepaskan dari TUHAN (1Raj. 12:25-33). Selanjutnya Raja Ahab dan istrinya, izebel, menambahkan kejahatan Israel. Mereka mendirikan tempat-tempat pengurbanan bagi Baal. Di mana Raja Yerobeam berdosa melawan firman kedua, Ahab melanggar firman pertama (Kel. 20:3-6). TUHAN digantikannya dengan dewa Baal. Raja Yoram lebih baik ketimbang orang tuanya karena menjauhkan tugu-tugu berhala Baal, namun ia tetap berpaut kepada dosa Yerobeam.

Kembali pada perbuatan orang Baal-Salisa yang diceritakan dalam 4:42-44, hal itu tidak lain dan tidak kurang menunjukkan puncak kefasikan Israel Utara. Sudah sejak Raja Yerobeam Israel Utara terpisah dari Yerusalem dan dari Bait Suci, tempat kediaman dan pusat ibadah TUHAN. Pada umumnya mereka tidak berziarah ke Sion lagi, tidak merayakan hari-hari raya lagi, dan juga tidak membawa hulu hasil mereka kepada TUHAN lagi. Sebaliknya, mereka mengantar hulu hasil itu ke Betel atau dan, atau ke kuil Baal di Samaria. Teramat buruklah tingkah laku raja dan rakyat Israel Utara. Mereka tidak bersyukur kepada TUHAN yang telah memberikan tanah Kanaan kepada mereka, tetapi sujud menyembah dewa Baal yang sudah terbukti! tidak mampu memberikan hasil kebun sedikit pun, karena dia patung saja (1Raj. 18; bdk. Mzm. 115, 135). Mereka tidak merayakan Pesta Paskah lagi karena sudah melupakan Allah yang melepaskan mereka dari susah dan sengsara.

Akan tetapi, di tengah-tengah semua orang Israel yang fasik itu, di sini ternyata ada satu orang yang tetap membawa hasil pertama ladangnya kepada TUHAN. Tidak mungkin ia berziarah ke Yerusalem. Tidak mau ia pergi ke Betel, dan, atau Samaria. Karena itu, ia datang kepada nabi TUHAN yang sedang di Gilgal, tempat tinggal orang-orang yang masih takut akan TUHAN. Perbuatan orang dari Baal-Salisa ini adalah kesaksian imannya. Dia pastinya bukan orang satu-satunya yang berbuat demikian, tetapi disebut sebagai contoh yang memberikan harapan. Dan syukurlah, TUHAN sendiri sangat menghargai pembawaan hasil pertama ini. Jelas dari ayat-ayat berikutnya.

7. ”Maka makanlah mereka dan ada sisanya”

Elisa menyambut hulu hasil yang orang Baal-Salisa serahkan kepada TUHAN dengan gembira, lalu minta makanan itu dihidangkan kepada orang-orang ini, artinya rombongan nabi di Gilgal yang sudah pasti berdiri di sekeliling Elisa dan orang Baal-Salisa itu. Mereka kan lapar, sehingga pasti merasa senang dengan setiap makanan yang mereka peroleh, biarpun tidak banyak. Jadi, dua puluh roti jelai dan kantong gandum itu diserahkan Elisa supaya mereka makan. Akan tetapi, pelayan Elisa Gehazi langsung menanggapi perintah tuannya dengan spontan, ”Bagaima nakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?” dua puluh roti dan sebuah kantong gandum paling hanya mencukupi untuk tiga puluh orang. Mus tahillah seratus orang menjadi kenyang dari makanan ini. Mana mungkin Elisa memberikan perintah seperti ini kepadanya?

Tampak lagi sifat Gehazi, bujang Elisa. Entah sudah berapa lama ia melayani Elisa. Pada hari Elisa memberikan janji kelahiran anak laki-laki kepada perempuan Su nem itu, Gehazi hadir sebagai pelayannya (ay. 12-16). Demikian halnya, ketika anak itu pada umur kira-kira enam tahun mati dan hidup kembali. Pada kesem patan itu Gehazi berpikir bahwa tongkat Elisa mempunyai kuasa, padahal anak itu tidak bangun (ay. 31). Sekarang sudah beberapa tahun kemudian. Jadi, Gehazi telah mengikuti Elisa dalam segala perjalanannya selama kira-kira 10 tahun. Akan tetapi, ternyata ia belum mengerti apa arti tuannya yang adalah abdi Allah, padahal ia telah melihat berbagai buktinya. Ia melayani Elisa dengan mata yang tertutup (bdk. 6:17; juga murid-murid Yesus di kemudian hari). Gehazi tidak melihat TUHAN di belakang Elisa. Akibatnya, ia terus-menerus meragu kan suruhan-suruhan yang Elisa berikan kepadanya. Dapat dikatakan, perintah-perintah Elisa sering cukup aneh. Begitu pula suruhan ”berilah makanan yang sedikit ini kepada banyak orang”, tidak masuk akal. Akan tetapi, kalau Gehazi mengenal Elisa dengan baik, mengapa ia berkeberatan melaksanakan perintahnya? dari perintah yang aneh itu sendiri sudah jelas, bahwa pastinya akan terjadi mukjizat dengan hulu hasil itu. Baru saja Elisa memakai kata-kata yang sama, ”supaya mereka makan”, yakni setelah ia menyehatkan makanan yang berbahaya itu (ay. 41). Orang yang sungguh-sungguh memperhatikan firman yang keluar dari mulut Elisa, tidak perlu ragu-ragu.

Tampaknya Elisa adalah seorang yang panjang sabar. Ia mengulang perintahnya tadi, dan sekarang menambahkan motivasi agar jangan Gehazi ragu-ragu lagi: ”se bab beginilah firman TUHAN: Orang akan makan, bahkan akan ada sisa nya.” Elisa tidak berbicara menurut kesukaannya sendiri (yang tidak masuk akal), tetapi ia memberi perintah demi nama TUHAN. TUHAN begitu menghargai persembahan hasil pertama ini, biarpun sedikit saja, sehingga dia memperbanyakkannya supaya semua orang di situ dapat makan sampai kenyang. Maka Gehazi mempersiapkan dan menghidangkan makanan itu di depan mereka. Semua orang mengambil roti dan gandum itu. Mereka memakannya dan ada sisanya, sesuai dengan firman TUHAN. Mereka pasti senang sekali melihat TUHAN memberi bukti berkat-nya lagi. Dalam masa kelaparan, dia memelihara mereka dengan makanan yang secukupnya. Sekali lagi TUHAN menyatakan sifat-nya: Kalau dia memberi pertolongan, ia tidak membatasinya sampai apa yang diperlukan, melainkan jauh lebih dari itu: ada sisanya. TUHAN menolong dengan berlimpah-limpah.

Bukankah hulu hasil yang diperbanyak ini adalah tanda dari TUHAN yang penuh harapan untuk rombongan nabi di Gilgal itu? Kalau ada hulu hasil, sudah pasti ada juga hasil yang lebih besar di rumah orang Baal-Salisa itu. Kalau TUHAN memperbanyak hasil pertama ini untuk 100 orang menjadi kenyang, sudah tentu dia juga memberi berkat tambahan pada ladang-ladang, dalam arti panen yang berlimpah. Inilah tanda bahwa kelaparan mulai berakhir. Bagaimanapun, TUHAN menjamin berkat-nya kepada setiap orang yang mengikuti firman-nya dengan setia. TUHAN tidak membantu sedikit saja, tetapi dengan berlimpah-limpah. Sekarang rom bongan nabi di Gilgal boleh mengalami bahwa pertolongan TUHAN berarti ada lebih dari cukup.

8. Roti yang hidup: Yesus Kristus

Di kemudian hari mukjizat seperti ini juga diperbuat oleh Yesus (Mat. 14:13-21; Mrk. 6:32-44; Luk. 9:10-17; Yoh. 6:1-15). Dia menghidangkan makanan roti dan ikan kepada lima ribu orang (laki-laki, belum dihitung perempuan dan anak). Padahal, murid-murid-nya berkeberatan sama seperti bujang Elisa, karena meragukan kemungkinan orang yang sangat banyak itu dapat dikenyangkan de ngan hanya lima roti dan dua ekor ikan (yang adalah makan siang seorang pemuda). Akan tetapi, itu yang terjadi. Dan ada sisanya! Sisa itu bahkan jauh lebih banyak dari jumlah makanan yang pada awalnya diserahkan kepada Yesus.

Makan, dan masih ada sisa. Itulah berkat besar yang berdasarkan kuasa firman TUHAN. Benarlah janji TUHAN! Jelas dari perkataan dan perbuatan Elisa ini! Lebih jelas lagi dari firman dan tanda-tanda TUHAN Yesus Kristus. Nabi Elisa menunjuk (sama seperti Yohanes Pembaptis) kepada Juru Selamat yang akan datang. Dialah yang menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan juga memberikan makanan kepada orang banyak. Sama seperti Elisa. Akan tetapi, pertolongan Yesus Kristus jauh lebih besar daripada bantuan Elisa. Sebab Yesus Kristus menyerahkan diri-nya sendiri menjadi kurban pendamaian. Dialah anak domba Allah yang disembelih pada Pesta Paskah. Dialah roti hidup, roti yang benar dari surga. Dialah hulu hasil hidup baru (Kol. 1:18).

Setelah bercerita dalam injilnya tentang Yesus menghidangkan makanan kepada lima ribu orang, Rasul Yohanes mengutip dari khotbah Yesus tentang diri-nya sendiri sebagai ”roti yang hidup” (Yoh. 6:25-59). Yesus memberikan nasihat tegas kepada semua orang yang hanya mengikut-nya karena tanda-tanda yang dilakukannya (mereka sudah makan roti sampai kenyang):

”Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu” (Yoh. 6:27).

Lalu mereka menuntut tanda bukti dari Yesus, sama seperti Musa memberi manna dari surga. Lalu Yesus berbicara tentang roti yang hidup itu:

”Akulah roti kehidupan; siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi” (Yoh. 6:35).

dan:

”Akulah roti kehidupan yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan itu ialah daging-Ku yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” (Yoh. 6:51).

Selain itu, Yesus juga sering berbicara tentang jamuan bersama-sama dengan dia dalam Kerajaan Allah.

Sudah tentu, rombongan nabi di Gilgal yang Elisa tolong dengan makanan yang berlimpah-limpah, tidak mengerti akan semua hal yang akan terjadi di kemudian hari. Mereka belum pernah mendengar tentang ”roti yang hidup”, karena belum waktunya. Hendaklah kita memperhatikan perkembangan Sejarah Keselamatan (atau Sejarah Penya taan Allah). Pada zaman Elisa, TUHAN memelihara umat-nya dengan berbagai berkat jasmani (pada masa kini sama halnya juga!), tetapi melalui persembahan hasil pertama, dan pengorbanan anak domba Paskah TUHAN menunjuk ke masa depan yang mereka tidak tahu persis akan terjadi apa. Pengetahuan kita yang hidup pada akhir zaman jauh lebih besar, dan jauh lebih kaya.

Segala pemeliharaan TUHAN atas semesta alam dan dunia menunjuk ke puncaknya, yakni keselamatan oleh Yesus Kristus dan hidup yang kekal di mana tidak akan ada lagi kesusahan dan pergumulan. Dalam Kerajaan Allah tidak akan ada lagi orang fasik. Semua orang percaya senang mengadakan hari raya Pesta Perkawinan Anak domba. Itulah tujuan pemeliharaan TUHAN yang berlimpah-limpah itu, yang telah tampak juga dalam mukjizat-mukjizat yang diperbuat Elisa dalam nama TUHAN.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk Venema
  3. ISBN:
    978-602-0904-96-2
  4. Copyright:
    © Henk Venema (LITINDO)
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas