1. Elisa Dipanggil Menjadi Pengganti Nabi Elia

1 Raja-raja 19:19-21

Persiapan

1. Apa yang terjadi sebelum peristiwa panggilan Elisa menjadi pengganti nabi Elia (1Raj. 19:19-21), dan apa pentingnya arti ayat-ayat ini? Apa persis sebabnya nabi Elia harus mengurapi Elisa ”menjadi nabi menggantikan engkau” (ay. 16)?
2. Siapa Elisa (pribadi, keluarga, suku, tempat tinggal, pekerjaan)? Bagaimana situasi umat perjanjian TUHAN, khususnya keadaan Israel Utara pada saat Elisa dipanggil menjadi pengganti nabi Elia?
3. Di mana letak tempat asal/tinggal Elisa (lih. Atlas Alkitab)? Dapat ditarik kesimpulan apa dari hal ”membajak dengan 12 pasang lembu”, mengenai:

  • Keadaan tanah tempat tinggal Elisa, khususnya sesudah kejadian 1 Raja-raja 18?
  • Status Elisa dan keluarga ayahnya?
  • Musim atau bulan saat Elisa bertemu Elia?
4. Bacalah 1 Raja-raja 17:1-6. Sebutkan dua bukti bahwa nabi Elia sebenarnya bukan ”orang asing” di wilayah tempat tinggal Elisa.
5. Elisa tampaknya segera mengerti maksud nabi Elia ”melemparkan jubahnya” kepadanya. Menurut Anda, persisnya apa yang terjadi? dan apa artinya secara simbolis?
6. Apakah Anda setuju dengan reaksi Elisa yang pertama? Saya pernah mendengar seorang pengkhotbah mengkritik sikap Elisa karena ia tidak segera mengikuti nabi Elia, tetapi mau berpamitan dahulu dengan orang tuanya. Seharusnya dia langsung meninggalkan semuanya dan mengikuti Elia. Sebagai bukti, pengkhotbah tersebut menyebut ayat-ayat PB Markus 1:16-20 dan Lukas 9:61-62. Apakah kritik itu pantas?
7. Apa artinya Elisa menyembelih dan memasak pasangan lembunya?
8. Pada awalnya Elisa belum menjadi pengganti nabi Elia, melainkan pelayannya atau muridnya. Apakah itu sesuai dengan ayat 16? Bandingkan Keluaran 24:13. Apa arti dan maksudnya? (Elia tampaknya sudah mempunyai ”bujang” yang membantunya; bdk. 18:43-44; 19:3).
9. Apa arti ayat 19-21 dalam seluruh rencana keselamatan TUHAN? Apa kedudukan seorang nabi (Elia, Elisa, dll.) dalam pelaksanaan rencana itu?
10. Apakah ada hubungan di antara ayat 19-21 dan kedatangan Yesus Kristus? Kalau ada, di mana?
11. Apa arti ayat 19-21 untuk gereja Kristen masa kini (konkret: jemaat Anda), baik untuk para pelayannya maupun para anggotanya (bdk. 1Kor. 12)?
12. Untuk khotbah dan renungan: menurut Anda, apa inti atau puncak ayat-ayat ini? Coba ringkaskan peristiwa itu hanya dalam satu kalimat.

Beberapa catatan teknis

a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH
background image
b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)
background image
Kesimpulan: Bagian 1 Raja-raja 19:19-21 merupakan kesatuan terkecil untuk penafsiran meskipun ada beberapa kesamaan dengan ayat 1-18. Yang dikisahkan dalam 1 Raja-raja 20 memang sangat berbeda. Arti ayat 19-21 tidak mungkin kita pahami tanpa mengetahui peristiwa ayat 1-18. Hubungan antara peristiwa di Gunung Horeb dan panggilan Elisa khususnya terwujud melalui ayat 16. Ayat 19-21 merupakan pelaksanaan tugas nabi Elia yang telah disebut dalam ayat 16.

  • Mengenai oknum Elia, ada kesamaan: Elia bertindak sebagai subjek dalam dua perikop. Mengenai Elisa, ada perbedaan: dalam ayat 16 namanya hanya disebut, sedangkan dalam ayat 19-21, Elisa sendiri turut bergiat (ia membalas perbuatan Elia).
  • Mengenai waktu dan tempat: kedua-duanya lain.
  • Mengenai peristiwa dan pokok, perbedaan lebih besar dari kesamaannya.

c. Pembagian dalam ayat 19-21 kita melihat aksi Elia dan reaksi Elisa, sbb.:

  • Ayat 19: Elia memanggil Elisa, sesuai dengan perintah TUHAN (lih. Ay. 16).
  • Ayat 20: Elisa segera menerima panggilan itu.
  • Ayat 21: Elisa mengikuti Elia.

Tafsiran

2. ”Pergilah, kembalilah ke jalanmu....”

Dari Gunung Karmel (1Raj. 18:20-46) nabi Elia pergi ke Gunung Horeb (19:1-18). Akhir-akhir ini Gunung Karmel di Israel Utara menjadi sangat terkenal, karena di sanalah TUHAN menyatakan kemahakuasaan dan kedaulatan-nya. Bukan dewa Baal, melainkan dia yang memberkati Israel dengan hujan, kesuburan, panen, dan makanan. Dia yang melakukan apa yang Baal tidak sanggup perbuat. Hal itu sudah tampak jelas selama 3,5 tahun lalu, tetapi di atas Gunung Karmel penyataan kuasa TUHAN mencapai puncaknya. Pada doa Elia, TUHAN sendiri menyalakan api pada kurban yang telah disediakan bagi-nya. Meskipun kurban itu basah kuyup, tetapi api TUHAN menyambar kurban dan bahkan seluruh mezbah dan tanah di sekitarnya sampai habis total. Doa Elia ”Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali” (1Raj. 18:37) langsung dikabulkan-nya. Ketika seluruh rakyat Israel yang sudah berkumpul di sana, melihat perbuatan TUHAN yang begitu dahsyat itu, mereka berseru, ”TUHAN, dialah Allah!” (1Raj. 18:39). Akhirnya mata Israel terbuka, sehingga mereka berseru bahwa bukan Baal, melainkan TUHAN adalah Allah mereka. TUHAN adalah Allah yang hidup, sedangkan Baal dan semua dewa-dewi lainnya adalah batu dan kayu, angan-angan manusia saja (bdk. Mzm. 115 dan 135).

Gunung Horeb juga terkenal. Sudah berabad-abad lamanya umat Israel dan Horeb berkaitan satu dengan yang lain. Di bawah pimpinan Musa, TUHAN sendiri mengantar keturunan Abraham, ishak, dan Yakub dari Mesir, tempat perbudakan, ke Gunung Horeb di pegunungan Sinai. Di sana dia menyatakan diri kepada umat-nya Israel (Kel. 19) dan memperbarui3 perjanjian-nya dengan mereka (Kel. 20:1-17) itu mukjizat yang jauh lebih besar ketimbang kejadian di Karmel lalu mengantar mereka ke tanah pusaka Kanaan. Kemah Suci dan kemudian Bait Suci di Yerusalem yang di atas Gunung Sion, selalu mengingatkan umat Israel akan kehadiran Allah mereka. TUHAN adalah Allah Israel. Tempat tinggal-nya berada di tengah-tengah mereka.

Melalui perjalanan nabi Elia, TUHAN menghubungkan dua gunung termasyhur itu, yang satu dengan yang lain. Dengan demikian dia seakan-akan menggarisbawahi relasi di antara dua peristiwa yang masing-masing terjadi pada dua gunung itu. TUHAN yang di atas Horeb telah menerima Israel sebagai umat perjanjian-nya, kini di atas Karmel menegaskan bahwa bukan dewa Baal, melainkan dia sendiri adalah Allah Israel. Ada masa depan untuk Israel, asal saja mereka tetap taat dan setia hidup dalam perjanjian itu.

Apa alasan nabi Elia pergi ke Horeb? Sebenarnya, gunung itu bukan merupakan tujuan perjalanannya. Ia memang pergi ke arah Selatan, menembus wilayah Kerajaan Yehuda sampai tiba di Bersyeba (perbatasan Yehuda). Lalu ia ke padang gurun, tetapi hanya sehari perjalanan jauhnya untuk... Mati. Alasannya, ia takut dan putus asa. Izebel, istri Raja Ahab, mau melepaskan dendamnya kepada Elia, sesudah peristiwa di atas Karmel (1Raj. 19:2). Itulah sebabnya Elia melarikan diri ke tempat aman, yaitu Kerajaan Yehuda yang di luar kawasan pengaruh izebel, untuk menyelamatkan nyawanya. Akan tetapi, dalam perjalanan itu semangat hidupnya semakin mengurang sampai habis. Selama tahun-tahun lalu, Elia selalu kuat dan tetap bertahan, tetapi sekarang ia mengalami burn out, sehingga ia memohon TUHAN mengambil nyawanya. Katanya, hanya dia sendiri yang masih ada. Umat TUHAN sudah habis lenyap. Perjanjian TUHAN sudah gagal total. Relasi di antara TUHAN dan Israel sudah putus. Tidak ada guna lagi ia memberitakan firman TUHAN. ”Cukuplah itu!,” kata Elia.

Maka TUHAN sendiri campur tangan dan mengajak Elia untuk melanjutkan perjalanannya sampai ke Horeb yang dengan tegas disebut ”gunung Allah”, karena itulah tempat dia pernah memperbarui perjanjian-nya dengan Israel serta memberikan hukum-hukum-nya, yaitu melalui Musa.4 Justru pada tempat yang teramat historis itu, TUHAN kini menyatakan diri kepada nabi-nya5 dan memperdengarkan kepadanya bahwa perjanjian TUHAN tidak gagal, tetapi masih ada, karena TUHAN masih ada. Dan umat perjanjian-nya juga masih ada, biar jumlahnya sedikit, hanya 7.000 orang. Benar sekali, ada banyak kejahatan di Israel. Oleh pengaruh izebel, istri Raja Ahab raja yang wajib memerintah atas nama TUHAN banyak orang Israel sujud menyembah Baal. Akan tetapi, ini tidak berarti TUHAN sudah kalah! Peristiwa di atas Karmel menunjuk ke fakta yang pernah terjadi di atas Horeb: TUHAN tetap ada YHWH untuk melaksanakan rencana-nya dan memenuhi janji keselamatan-nya. Jangan Elia takut dan putus asa, tetapi sebaliknya, hendaklah ia memberanikan diri dan pulang ke Israel untuk menyelesaikan tugasnya. TUHAN berfirman kepada Elia, ”Pergilah, kembalilah ke jalanmu.”6

2. Tugas akhir Nabi Elia: mengurapi tiga orang pengganti

Pulangnya Elia ke Israel Utara tidak berarti ia kembali melanjutkan tugasnya seperti pada masa lalu. TUHAN berkenan mengabulkan permohonan Elia agar pelayanan sebagai nabi-nya berakhir. Akan tetapi, Elia tidak diperbolehkan membebastugaskan diri sendiri, yakni atas prakarsa dirinya sendiri melalui kematian tenang (eutanasia) di padang gurun (ay. 4). Sebaliknya, TUHAN yang akan melepaskan Elia dari tugasnya yang berat, yaitu melalui serah terima yang resmi dan pemberhentian yang terhormat (lih. Tafsiran 2Raj. 2:11). Apalagi, janganlah Elia berpikir bahwa pelayanannya kepada jemaah Israel adalah percuma saja. Tak mungkin firman TUHAN yang Elia beritakan, kembali tanpa hasil (bdk. Yes. 55:11). Jangan juga ia berpikir bahwa dialah nabi terakhir, sehingga firman TUHAN akan habis pada saat ia berhenti. Firman TUHAN tentunya tidak bergantung pada pekabarnya. Allah sendiri yang menjagai kesinambungan firman-nya. Sudah tentu, dia akan melaksanakan rencana-nya sampai kesudahan. Sesudah beberapa waktu pelayanan Elia memang akan berhenti (lih. 1Raj. 20–2Raj. 1), tetapi pekerjaannya pemberitaan firman TUHAN tidak akan berhenti, melainkan akan terus berlangsung. Berkaitan dengan itu, masih ada satu tugas penting yang harus Elia lakukan sebelum pensiun, yakni mengurus penggantiannya. Elia mendapat perintah untuk mengurapi tiga orang, yaitu:

  • Hazael, menjadi raja atas Aram, menggantikan Raja Benhadad iii;
  • Yehu, menjadi raja atas Israel, menggantikan Raja Yoram;
  • Elisa, menjadi abdi Allah (nabi), menggantikan Elia.

Tugas akhir ini menunjukkan bahwa Elia tidak perlu khawatir tentang masa depan umat perjanjian TUHAN. Tiga orang tersebut masing-masing merupakan sarana tangan TUHAN untuk melanjutkan rencana keselamatan-nya. TUHAN yang mengontrol segala-galanya. Melalui berkat dan hukuman, damai dan perang, dia akan mencapai tujuan akhir-nya. ”Siapa yang terluput dari pedang Hazael akan dibunuh oleh Yehu; dan siapa yang terluput dari pedang Yehu akan dibunuh oleh Elisa. Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia” (1Raj. 19:17-18). Sudah tentu, TUHAN melakukan apa yang telah direncanakan-nya.

Nabi Elia harus mengurapi tiga orang, yaitu Hazael, Yehu, dan Elisa. Tiga orang itu sangat berbeda satu dari yang lain. Mereka masing-masing agaknya akan bertindak menurut sifat, cara, dan maksud mereka sendiri.7 Perhatikan urutan mereka yang disebut dalam ayat 15-17. Peristiwa-peristiwa yang kemudian menunjukkan bahwa urutan itu tidak kronologis, karena pelayanan Elisa yang disebut sebagai yang terakhir sudah dimulai sebelum Hazael dan Yehu bertindak. Dalam pelaksanaan tugasnya, dua raja itu bahkan bergantung pada tindakan Elisa sebagai abdi Allah. Urutan tersebut mempunyai arti yang rohani. Penghukuman terhadap umat Israel akan terjadi dari luar (oleh raja asing yang tidak mengenal TUHAN), dari dalam (oleh raja Israel yang memerintah atas nama TUHAN), dan bahkan oleh TUHAN sendiri (melalui nabi sebagai mulut-nya). Seluruh proses itu dari awal sampai akhir dikuasai oleh TUHAN.

Mengenai pengurapan tiga pengganti tersebut,peristiwa-peristiwa selanjutnya menunjukkan bahwa bukanlah Elia yang mengurapi Hazael8 dan Yehu, tetapi yang melakukannya ialah Elisa (2Raj. 8:13) atau bahkan seorang utusan Elisa (”nabi muda”, 2Raj. 9:4). Masalah ini mudah terjawab: yang menentukan di sini bukanlah nabi (oknum), melainkan kenabian. Dalam pelayanannya sebagai nabi, Elia, Elisa, dan ”nabi muda” sama saja (pelayan dapat berbeda, tetapi pelayanan tetap sama).9

Kita juga tidak membaca pengurapan itu terjadi dengan minyak, kecuali pengurapan Yehu. Elisa dipanggil oleh Elia melalui tanda melemparkan jubahnya. Dan mengenai pengurapan Hazael, Elisa hanya memberitahukan kepada Hazael bahwa, ”TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa engkau akan menjadi raja atas Aram” (2Raj. 8:13). Kitab Suci tidak menyatakan apakah pada saat itu atau pada saat yang lain Elisa dan Hazael diurapi dengan minyak. Kalau tidak, kata ”pengurapan” rupanya juga mempunyai arti umum ”panggilan” atau ”pengangkatan”. Yang menonjol ialah subjek yang memerintahkan tiga pengurapan ini, yakni TUHAN, Allah umat Israel.

Bagaimanapun, dua masalah tentang pengurapan tiga orang pengganti itu tidak dapat menjadi alasan untuk membantah kenyataannya.10 Pengurapan mereka menunjukkan bahwa TUHAN sungguh-sungguh melanjutkan pekerjaan-nya sesuai dengan rencana keselamatan-nya. Melalui Hazael, Yehu, dan Elisa, TUHAN akan menghukum pemberontakan umat perjanjian-nya. Israel akan mengalami murka TUHAN. Akan tetapi, penghukuman ini terjadi demi keselamatan ”semua orang yang tidak sujud menyembah kepada Baal”. TUHAN adalah Allah yang adil, yang suka umat-nya bertobat dan percaya. Dialah Allah yang memelihara umat-nya dan memberi kepada mereka hidup yang berbahagia.11

3. ”Setelah Elia pergi dari sana....”

Atas perintah TUHAN, Elia melanjutkan pelayanannya dengan semangat yang baru. Ia kembali menjadi yakin bahwa rencana TUHAN tidak akan dapat gagal, oleh karena TUHAN sendiri tidak putus asa. Sebaliknya, dia menjamin kelanjutan rencana-nya untuk menyelamatkan umat pilihan-nya, sekalipun melalui penghukuman yang berat. Kesadaran itu memberikan kekuatan baru kepada Elia sebagai pekerja TUHAN. Khususnya penting Elia menyadari bahwa pelayanannya nanti akan diberlangsungkan oleh seseorang pengganti. Elia diperkenankan untuk memanggil sendiri dan mendidik penggantinya itu, yakni Elisa. Hanya namanya saja sudah tanda penghiburan! Karena nama itu berarti ”Allahku adalah hidup.”

Dari Gunung Horeb, Elia kembali ke Israel Utara untuk melanjutkan dan menyelesaikan tugasnya sebagai nabi TUHAN. Dalam ayat 19, penulis Kitab Raja-raja membawa pembaca langsung beralih dari Horeb ke padang gurun lalu ke damsyik (ay. 15), dan lalu ke tempat tinggal Elisa, Abel-Mehola (lih. Peta). Akan tetapi, di antara saat Elia berangkat dari Horeb dan hari ia bertemu dengan Elisa, jarak waktunya pasti cukup lama. Perjalanan dari Horeb sampai ke Bersyeba ditempuhnya dalam waktu enam minggu (bdk. Ay. 8). Kemudian ia (bersama bujangnya?) berjalan dari Bersyeba melalui wilayah di seberang Sungai Yordan? ke padang gurun ke damsyik yang terletak di sebelah timur Laut Israel. Perjalanan itu pun agaknya memerlukan waktu beberapa minggu.12 Jadi, pada saat Elia tiba di padang gurun ke damsyik itu, peristiwa di atas Karmel sudah lewat tiga atau empat bulan. Tambah lagi jarak waktu Elia tinggal di padang gurun ke damsyik itu. Berapa lama ia tinggal di sana? Satu bulan? dua bulan? Apakah dia juga ke damsyik untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram? Bagaimanapun, di antara kejadian di atas Karmel dan saat Elia memanggil Elisa di Abel-Mehola ada jangka waktu yang sekurang-kurangnya enam bulan.

background image

Jarak waktu enam bulan itu cocok sekali dengan konteks pertemuan Elia dan Elisa. Elia bertemu dengan Elisa ”yang sedang membajak.” Kegiatan itu tentunya berkaitan dengan kenyataan musim hujan sudah dekat. Menurut anggapan banyak penafsir, peristiwa di atas Karmel terjadi pada akhir tahun, yakni pada awal musim hujan perdana (november/desember). Kemudian, pada April dan Mei tanah kembali dibajak, berhubung dengan musim hujan akhir.13 Mungkin sekali inilah saatnya, Elia bertemu dengan Elisa.

Tempat tinggal Elisa, Kota Abel-Mehola terletak di tepi sebelah Barat Sungai Yordan, bagian Utara, sekitar 15 km ke Selatan Bet San. Kota ini juga disebut dalam Hakim-hakim 7:22 dan 1 Raja-raja 4:12, tidak jauh dari tisbe yang di seberang Yordan, tempat asal nabi Elia, dan dari daerah aliran Sungai Kerit, tempat Elia menyembunyikan diri untuk Raja Ahab (1Raj. 17:1-6). Kemungkinan besar, Elia mengenal tempat kediaman Elisa, dan bahkan mengenal keluarganya.

Tanah di sekitar Abel-Mehola sangat subur. Lembah Yordan, khususnya bagian Utara (Bet San) dan bagian Selatan (Yerikho), dikenal sebagai ”gudang gandum”. Sudah selama berabad-abad, seluruh wilayah aliran Yordan dipenuhi dengan desa, kota, ladang, serta lahan. Juga pada masa kelaparan, wilayah ini mungkin tidak begitu merasa kesulitan karena Yordan tidak pernah akan kering.

4. ”... Ia bertemu dengan Elisa bin Safat”

Siapa Elisa? Penulis Kitab Raja-raja memperkenalkannya sebagai ”bin (= anak) Safat”. Elisa adalah warga keluarga luas Safat.14 Hanya itu informasi tentangnya. Sukunya tidak disebut, tetapi Abel-Mehola termasuk wilayah Suku Manasye. Tidak tahu apakah Elisa anak sulung, apakah dia berpendidikan, apakah dia bujang (artinya seorang pemuda yang belum menikah). Dari arti namanya, ”Allahku adalah hidup”, dapat kita simpulkan bahwa orang tua Elisa tetap takut akan TUHAN. Agaknya keluarga Safat tergolong pula dalam sebuah ”rombongan nabi” yang masih setia menaati firman TUHAN. Sebagai petani di wilayah Lembah Yordan mereka sangat mengandalkan hujan dan turut menderita musibah kekeringan dan kelaparan selama 3,5 tahun lalu. Akan tetapi, mereka tampaknya selalu bertahan dalam iman kepada TUHAN. Mungkin sekali, Elisa bersama ayahnya juga menyaksikan peristiwa di Gunung Karmel, dan memuliakan nama TUHAN yang akhirnya memberi hujan. Sekarang mereka sangat sibuk menyiapkan ladang.

Elisa sedang mengusahakan ladang ayahnya (kepunyaan keluarga luas Safat, termasuk Elisa sendiri) di Lembah Yordan. Ia sibuk membajak dengan 12 pasang lembu. Ia bekerja dan sekaligus memimpin kerja. Elisa sendiri mengemudikan sepasang yang kedua belas, artinya ia mengontrol semua pasang lembu yang di depannya, yang dikemudikan oleh orang lain, misal adik-adiknya atau kaum buruh ayahnya.15 ia memperhatikan supaya semua pasang lembu menarik jajar lurus dan bersambungan. Adanya 12 pasang lembu berarti ayah Elisa mempunyai wilayah pertanian yang cukup luas. Elisa tentunya berasal dari keluarga yang kaya dan berpengaruh. Sambil bekerja, Elisa agaknya memikirkan rencana menabur dan musim panen yang akan datang, berhubung cuaca dan iklim yang sudah kembali normal sesudah peristiwa di Gunung Karmel. Ia tampil sebagai petani yang tekun. Dia belum tahu TUHAN telah menentukan rencana kerja lain bagi dia. Dari membajak ladang ayahnya, Elisa akan ”membajak ladang TUHAN” umat perjanjian Israel dan menabur biji firman TUHAN.16

Mengenai umur Elisa pada saat ia dipanggil oleh Elia, para penafsir memperkirakannya kurang lebih maksimal 25 tahun. Angka ini mereka dapati melalui perhitungan mundur. Elisa meninggal dunia pada pemerintahan Raja Yoas (dinasti Yehu). Di antara tahun-tahun pemerintahan raja ini dan tahun-tahun akhir pemerintahan Raja Ahab ada jarak waktu ± 60 tahun. Pada saat Elia mendekatinya, Elisa sudah termasuk golongan orang dewasa (ia memimpin pekerjaan membajak), tetapi untuk memenuhi fungsi pejabat di Israel ia agaknya dianggap masih muda. Sesudah dipanggil, ia mengikuti Elia sebagai pelayan selama kira-kira enam tahun. Pada umur 30 tahun ia menggantikan Elia sebagai nabi TUHAN. Pada umur itu, orang dapat menerima kewibawaan jabatannya (bdk. Luk. 3:23; lih. Bagan Riwayat nabi Elisa pada awal buku ini). Itu saja informasi yang dapat diberikan tentang kepribadian Elisa. Dalam pasal-pasal berikutnya, akan lebih sedikit keterangan tentang Elisa. Misalnya, beberapa penafsir dan juga penggambar (lih. Sampul buku ini) menarik kesimpulan dari 2 Raja-raja 2:23 bahwa Elisa botak. Entah benar atau tidak, sudah cukup kita tahu Elisa adalah petani yang muda dan kuat (sama seperti mis. Saul dan daud), yang bertugas dengan semangat, dan terutama yang takut akan TUHAN.

5. ”ia melemparkan jubahnya kepadanya”

Apakah Elia telah mengenal Elisa sebelumnya, sehingga ia langsung mendekatinya di ladang? Atau mungkin ia belum mengenal Elisa, sehingga ia terpaksa bertanya-tanya dahulu di Abel-Mehola, ”Siapa Elisa, bin Safat? Mana rumahnya? di mana dia?” Sudah tentu, ada juga kemungkinan TUHAN sendiri mengantar Elia kepada Elisa. Bagaimanapun, si penulis Kitab Raja-raja segera meminta perhatian para pembaca untuk pokok ceritanya, yaitu pengurapan Elisa menjadi nabi menggantikan Elia, sesuai dengan perintah TUHAN dalam ayat 16.

Sudah tentu, Elia tidak turun dari jalan untuk singgah di ladang Elisa dan bercakap-cakap sebentar tentang cuaca atau pekerjaan membajak. Ia juga tidak menghampiri Elisa untuk menyampaikan dan menjelaskan kehendak TUHAN kepadanya. Sebaliknya, ia lekas mendekati Elisa, lalu melewatinya17 dari dekat tanpa mengatakan apa pun. Pada saat ia lewat, ia tiba-tiba melemparkan jubahnya kepada Elisa dan meneruskan perjalanannya. Nabi Elia bertindak sebagai pelintas yang tidak berhubungan dengan orang yang dilewatinya. Ia bahkan tidak menggunakan kebiasaan memberi salam, ”Syalom!” atau ”Selamat pagi!”, namun selagi pergi, ia memberi tanda nonverbal yang sangat berarti.

Elisa pasti terheran-heran. Secara otomatis ia melepaskan bajak atau tali kekang dan mengulurkan kedua tangannya untuk menangkap jubah Elia. Sebenarnya ada juga kemungkinan jubah itu terjatuh ke tanah, lalu dipungut oleh Elisa (seperti dalam 2Raj. 2:13), tetapi di sini hal itu tidak masuk akal karena Elia melewati Elisa ”dari dekatnya” dan melemparkan jubahnya ”kepadanya”. Tidak ada satu penafsir pun yang mendukung kemungkinan itu. Lagipula, Elisa tidak ”menangkap” jubah Elia di bahunya atau pundaknya, seakan-akan Elia membuat Elisa mengenakan jubahnya sebagai tanda pengangkatannya menjadi nabi pengganti Elia. Interpretasi BIMK, FAH, dan beberapa penafsir ini kurang tepat, oleh karena Elisa tidak langsung berfungsi sebagai nabi, melainkan sebagai pembantu nabi. Nabi berhak mengenakan jubahnya (bhs. Inggris to wear), pembantunya wajib memikul jubah tuannya (bhs. Inggris to bear). Adalah tugas seorang pelayan untuk merawat tuannya, antara lain memikul barangnya. Pada saat Elia melemparkan jubahnya kepada Elisa, Elisa belum berhak mengenakannya, namun hanya untuk memikulnya. Di kemudian hari jubah Elia sungguh-sungguh akan menjadi jubah Elisa, tetapi itu baru terjadi setelah Elia terangkat ke surga (lih. Lagi 2Raj. 2:13).

Van Gelderen menggambarkan apa yang terjadi di ladang Safat dengan nyata, sbb: ”Pada salah satu hari panas di musim semi, Elia semakin mendekat (yakni untuk melaksanakan tugas mengurapi Elisa). Udara beringsang, khususnya di dataran yang di sekitar Bet San, bagian Lembah Yordan yang letaknya amat dalam. Elia sedang memakai jubahnya yang kersang. Ketika menghampiri petani muda yang kuat itu, Elia menggabungkan tugasnya dengan perasaan fisiknya, ”Sebaiknya saya sebentar membuka mantel buluku, karena matahari sudah cukup panas.” Lalu ia melemparkannya kepada Elisa, seolah-olah ia mau bilang, ”Ambil jubahku ini, dan pikul itu untuk saya! Engkau pembantuku.”18

Mungkin ada alasan alami Elia merasa panas di terik matahari untuk melemparkan jubahnya kepada Elisa. Akan tetapi, bagaimanapun tindakan ini bermakna simbolis. Dengan cara ini, Elia memanggil Elisa untuk mengikutinya sebagai pelayan dan kemudian menjadi penggantinya.

Jubah nabi Elia adalah pakaian yang bersifat khas (bdk. pakaian dinas, walaupun itu tidak persis sama). Jubah berbulu (pakaian bulu unta) agaknya merupakan ciri identitas seorang nabi (lih. 1Sam. 28:14; 2Raj. 1:8; 2:13; Za. 13:4; Mat. 3:4). Boleh jadi jubah semacam ini berhubungan dengan kain kabung (lih. 2Raj. 7:30), sehingga menunjukkan perkabungan dan pertapaan yang dilakukan oleh nabi-nabi demi pertobatan umatnya. Mengenai pakaian seperti ini, bandingkan kebiasaan pendeta atau pastor untuk memakai pakaian hitam. Jika di jalan orang bertemu dengan orang yang berpakaian hitam seperti itu, mereka langsung menarik kesimpulan, ”itu pendeta!”

6. ”Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu”

Tanggapan Elisa menunjukkan bahwa ia sudah mengenal nabi Elia. Mungkin pada awalnya ia merasa heran, ketika melihat seseorang turun dari jalan untuk mendekatinya di ladang.19 Akan tetapi, pada saat Elisa melihat jubah berbulu, ia langsung menyadari bahwa orang yang sedang menghampirinya itu ialah nabi TUHAN. Dan sudah tentu, ia mengenal nabi itu sebagai Elia. Siapa yang termasuk kaum percaya yang setia (”rombongan nabi”, 7.000 orang)20 tidak mengenal nabi Elia? tadi saya telah menduga bahwa Elisa agaknya turut menyaksikan doa Elia dan mukjizat Allah di Gunung Karmel, yang terjadi kurang lebih enam bulan lalu. Atau, boleh jadi ia sudah mengenal Elia, sebab tisbe, tempat asal Elia, dan Sungai Kerit tidak jauh dari Abel-Mehola. Akan tetapi, kalaupun Elisa belum pernah bertemu dengan Elia, ia kini segera tahu bahwa nabi yang semakin dekat adalah Elia. Jelas dari jubah yang dilemparkan kepadanya.

Reaksi Elisa juga menunjukkan bahwa ia segera memahami maksud perbuatan Elia itu. Ia berdiri di ladang, sambil memegang jubah Elia di tangan. Elia telah meneruskan perjalanannya tanpa mengatakan apa-apa. Akan tetapi, Elisa tidak memerlukan waktu untuk membuka rahasia dari tindakan Elia. Ia juga tidak membutuhkan penjelasan untuk dapat mengambil keputusan yang matang. Sebaliknya, ia segera mengerti dan langsung siap untuk melaksanakan perintah nabi TUHAN. Elisa langsung meninggalkan lembu dan bajaknya dan berlari mengikuti Elia. Tanpa ragu-ragu Elisa mengambil tempatnya di belakang Elia. Dia hanya minta izin untuk ”mencium ayahku dan ibuku”. Sesudah itu, janjinya, ”aku akan mengikuti engkau”, yakni untuk memikul jubah Elia. Perhatikan, Elisa minta izin, ”Biarkanlah ...!” dia yang berhak memberi perintah kepada kaum buruh yang membajak di depannya, segera memperlakukan nabi TUHAN sebagai tuannya. Dalam sekejap mata, majikan telah berubah menjadi pelayan.

Dalam reaksinya pada suruhan simbolis Elia, ”ikutlah aku!” (perintah nonverbal), Elisa tidak berbeda dari Petrus dan Andreas, Yohanes dan Yakobus yang di kemudian hari segera meninggalkan segala sesuatu untuk menaati panggilan TUHAN Yesus (Mrk. 1:16-20). Apakah Elisa sudah sadar ia akan menjadi pengganti nabi Elia? Mungkin belum. Sekarang ini ia dipanggil menjadi pelayannya. Panggilan itu Elisa terima tanpa keberatan. Akan tetapi, ia minta izin untuk berpamitan kepada orang tuanya dahulu. Dan Elia tampaknya setuju, katanya, ”Baiklah, pulang dahulu.” ia yakin Elisa tidak mencari alasan, tetapi sungguh-sungguh siap menjadi pelayan nabi TUHAN. Karena itu, Elia memberikan kesempatan kepada Elisa untuk mengadakan acara perpisahan. Ia sendiri merasakan apa akibat pengurapan ini bagi Elisa, karena lebih dahulu ia telah mengalaminya: ini perpisahan definitif. Kehidupan Elisa terbalik. Ia tidak pernah akan bekerja lagi di ladang keluarga ayahnya. Mulai sekarang, ia bukan seorang petani lagi. Apalagi, keberangkatan Elisa terjadi dengan sangat tiba-tiba. Jangan sampai Elisa merasa sedih karena belum sempat pulang ke rumah orang tuanya. Atau orang tua Elisa terlalu menderita kehilangan anaknya. Oleh sebab itu, Elia memberi izin atas permintaan Elisa.

Walaupun demikian, perihal pemberian izin itu pada akhirnya memunculkan berbagai pendapat dari para penafsir. Penyebab perbedaan pendapat ialah mengenai kata-kata Elia yang berikut, yang sulit dipahami dalam bahasa ibrani.

  • Pertama, menurut TB dan FAH (TL dan BIMK kira-kira sama artinya) Elia mengatakan, ”dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.” Artinya, Elia menegaskan janji Elisa untuk menaati perintah nabi TUHAN tadi. Kalau arti dan maksudnya demikian, kata-kata itu semata-mata tidak menjadi masalah.
  • Sama halnya, kedua, dengan terjemahan yang terdapat dalam Alkitab terjemahan Baru bahasa Belanda dan new international Version bahasa inggris, ”karena apa yang kuperbuat kepadamu?” (bentuk pertanyaan; tanpa kata ”ingatlah”). Kalimat seperti itu menunjukkan perasaan Elia, ”Baiklah, pulang dahulu, karena, aduh, saya membuat engkau kaget dengan hal yang cukup berat ini, bukan?” Artinya, Elia merasa sayang terhadap Elisa, karena ia membuat hidup Elisa berubah total dalam sekejap mata.
  • Akan tetapi, ketiga, ada juga beberapa penafsir yang menyimpulkan dari kata-kata Elia ini bahwa dia mencela permohonan Elisa itu. Para penafsir ini menghubungkan ungkapan Elia ”ingatlah/sadarilah apa yang kuperbuat kepadamu” dengan kata-kata Yesus di kemudian hari, yang diucapkan-nya kepada orang-orang Yahudi yang mencari alasan untuk tidak segera mengikuti Yesus, ”Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Luk. 9:61-62).21 Akan tetapi, sikap orang-orang Yahudi pada zaman Yesus itu tidak mungkin diterapkan kembali kepada Elisa, seakan-akan ia bersikap sama seperti mereka. Orang-orang Yahudi itu tidak serius. Mereka tidak mau mengikuti Yesus. Padahal Elisa sangat serius. Ia tidak bermaksud menunda atau bahkan membatalkan keberangkatannya mengikuti Elia. Adalah lebih tepat kita mengaitkan sikap Elisa dengan sikap murid-murid Yesus yang sungguh-sungguh siap sedia untuk meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus. Ayat-ayat Alkitab yang lebih pas di sini ialah Matius 19:27-29 dan Lukas 14:25-27. Tanggapan Elisa tadi menunjukkan bahwa ia sudah langsung menyerahkan diri kepada kuasa dan pimpinan Roh Kudus. Perkataan Elia tersebut tidak menunjukkan kekhawatiran tentang maksud Elisa, melainkan keyakinan tentang kesediaannya.

7. ”Lalu berbaliklah ia dari pada Elia”

Setelah Elisa memperoleh izin, ia ”berbalik dari belakang Elia” (harfiah). Kata-kata ini menunjukkan bahwa Elisa mengakui Elia adalah tuannya (pelayan berposisi di belakang tuannya). Dengan izin Elia, Elisa berbalik dari padanya untuk sementara waktu, yaitu untuk menuntaskan urusan pribadinya. BIMK dan FAH menyebut akibat dari ”berbalik” ini (sehingga bersifat interpretasi dari terjemahan): ”Elisa kembali ke ladangnya”.

Kemudian kita membaca tentang bagaimana Elisa berpisah dari pekerjaannya sebagai petani. Tentang hal ”mencium ayahku dan ibuku” tidak ada satu kata pun, tetapi itu pastinya terjadi pada acara perpisahan yang Elisa adakan. Tindakannya di ladang menunjukkan Elisa menyadari bahwa keputusannya mengikuti Elia adalah definitif. Selama hidupnya (lebih dari 60 tahun), Elisa tidak akan bekerja lagi sebagai petani. Itu sebabnya ia mengambil pasang lembu yang tadi dikemudikannya, lalu menyembelih kedua sapi dan memotong bajak menjadi kayu bakar (bdk. 1Sam. 6:14). Dia tidak akan pernah memakainya lagi. Elisa memasak daging dan menghidangkannya kepada orang-orangnya, lalu mereka makan. Mengenai yang dimaksud dengan ”orang-orangnya”, ada dua kemungkinan: 1) tenaga-tenaga yang bersama-sama dengan dia membajak ladang (11 orang), atau 2) semua orang yang termasuk keluarga luas Safat. Menurut saya, opsi kedua adalah yang terbaik, berhubung dengan alasan Elisa meminta izin, ”biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku” (ay. 20).

Acara perpisahan Elisa agaknya membutuhkan waktu setengah hari. Tampaknya Elia tidak berkeberatan dan agaknya ia sendiri turut makan. Keberangkatan Elisa tentunya berat untuk orang tuanya. Namun, mereka membiarkan dia pergi. Kehendak TUHAN lebih penting ketimbang kemauan diri mereka sendiri.

8. ”Sesudah itu bersiaplah ia... Dan menjadi pelayannya”

Kemudian Elisa bersiap. Ia membungkus barang bawaannya, lalu sesudah mencium orang tuanya mengikuti nabi Elia, dan menjadi pelayannya. Elisa tidak langsung menjadi nabi menggantikan Elia. Pada awalnya ia mengikuti Elia sebagai muridnya (bdk. Murid-murid Yesus), anaknya (2Raj. 2:12), pelayannya. Selama tahun-tahun mendatang mereka tinggal bersama-sama, dan Elisa sebagai calon-nabi yang dididik oleh Elia. Akan tetapi, yang sudah pasti dan jelas ialah bahwa pada suatu hari tertentu Elisa akan menggantikan Elia (bdk. Musa dan Yosua, Kel. 24:13; 33:11; Bil. 11:28; Yos. 1:1). Di masa depan Elisa akan meneruskan pekerjaan Elia, dan memberitakan rencana keselamatan TUHAN kepada Israel. Ia akan memberikan penghiburan dan kekuatan kepada semua orang yang percaya dengan setia. Ia akan menegur semua orang yang tidak mau mendengar. Penggantian Elia oleh Elisa menjamin kesinambungan kerja TUHAN.

Menurut John Gray22 baik perbuatan Elia melemparkan jubah maupun reaksi Elisa menyembelih dan memasak kedua sapinya ialah ritus yang magis dan religius. Menurut Gray, jubah Elia mewujudkan kontak magis (bhs. Inggris contact magic) di antara Elia dan Elisa, sedangkan acara perpisahan Elisa bersifat sebagai ritus peralihan (bhs. Inggris rite of passage). Sebenarnya, cara penafsiran semacam ini lebih bersifat religius umum (ilmu agama) ketimbang alkitabiah (ajaran Kitab Suci). Oleh sebab itu, saya berkeberatan terhadap metode ini. Berdasarkan cara pemikiran Alkitab, benda jubah pastinya tidak mempunyai kuasa dalam dirinya sendiri, melainkan hanya mencirikan identitas seorang nabi. Dan mengenai acara perpisahan Elisa, kegiatan makan kedua sapi tidak berarti religius, karena tidak terjadi pengurbanan, melainkan hanya jamuan saja.

9. Rencana keselamatan TUHAN tak mungkin gagal!

Berulang-ulang kali Sejarah Suci menunjukkan bahwa TUHAN melanjutkan rencana keselamatan-nya, walaupun jumlah orang yang sungguh-sungguh takut akan dia hanya sedikit. Pada mulanya, umat TUHAN terdiri hanya dua orang, Adam dan Hawa. Pada zaman Air Bah masih tertinggal hanya satu keluarga, nuh sekeluarga (8 orang). Beberapa waktu sesudah Air Bah, TUHAN melanjutkan lagi pelaksanaan rencana-nya melalui hanya dua orang, Abraham dan Sara (yang sudah tua dan tidak mempunyai keturunan). Melihat itu, jumlah 7.000 orang yang TUHAN sebutkan kepada Elia masih banyak. Akan tetapi benar, jika membandingkan jumlah 7.000 itu dengan jumlah total warga bangsa Israel, kita dapat mengerti bahwa Elia sangat kecewa. Kita pun turut merasa sedih. Kenyataan bahwa hanya sisa Israel yang setia menaati firman TUHAN, akan diselamatkan-nya (bdk. Kitab-kitab Para nabi, Rm. 9–11), membuat kita pun berduka.

Sama halnya, bilamana kita membaca tentang kebanyakan orang Yahudi tidak menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Mereka menolak, bahkan membunuh Anak TUHAN. Yesus mengalami menurut kehendak Allah! apa yang Elia tidak alami, yakni kematian oleh pihak orang murtad. Sejarah Gereja pula tidak memberi informasi lain: Gereja Kristus yang besar dapat menjadi kecil atau bahkan hilang, sebab orang Kristen tidak percaya lagi. TUHAN dapat mengambil kaki dian sehingga tempat terang kembali menjadi gelap (Why. 2-3). Demikian misalnya di Afrika Utara dan di turki. Hanya sebagian kecil para penduduk dunia menjadi percaya. Sering kita cenderung putus asa, karena ”nanti umat TUHAN akan habis dan hanya saya seorang dirilah yang masih hidup” (perkataan Elia). Keluhan Elia adalah keluhan kita. Kita sering merasakan keputusasaan yang sama.

Walaupun demikian, tetapi perhatikan apa yang TUHAN lakukan. Di Gunung Horeb ia menyatakan kelanjutan kerja keselamatan-nya kepada Elia, sama seperti di gunung yang sama! ia telah menyampaikannya kepada Musa lebih dahulu. Rencana TUHAN tak mungkin gagal, meskipun jumlah orang percaya sangat sedikit! demi keselamatan, selalu akan ada pemberitaan firman TUHAN. Dan untuk itu selalu akan ada pengabarnya. Kalau satu pengabar berhenti, ia diganti oleh pelayan berikutnya, agar firman tidak pernah berhenti. Apa yang terjadi pada zaman Elia dan Elisa, selalu terjadi: TUHAN sendiri mengatur kesinambungan pekerjaan-nya.23 Hanya ada satu orang nabi yang tidak diganti, yaitu Yesus Kristus. Khususnya dia adalah bukti bahwa TUHAN tidak akan membiarkan umat-nya hilang. Dia sendiri memberikan seorang Pelayan kepada dunia, yang melanjutkan lalu menyelesaikan pekerjaan TUHAN. Yesus, Anak Allah, melaksanakan rencana Bapa-nya sampai tuntas. Dia tidak membutuhkan pengganti lagi.

Sudah tentu, juga sesudah Kristus bangkit dan naik ke surga, ada pengabar-pengabar injil. Para rasul, gereja setempat, bahkan kita semua sebagai orang percaya memberitakan firman TUHAN kepada dunia. Melalui Roh-nya Kristus sendiri menjamin kesinambungan pemberitaan injil sampai semuanya selesai. Kini Yesus Kristus, Kepala gereja, memanggil kita untuk melayani dia. Maka kita langsung siap sedia untuk mengikuti dia menjadi pelayan-nya yang setia. Jikalau perlu, kita bersedia meninggalkan segala sesuatu. Oleh karena Yesus adalah Juru Selamat yang mengumpulkan dan melindungi umat-nya dari semua bangsa dan suku.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk Venema
  3. ISBN:
    978-602-0904-96-2
  4. Copyright:
    © Henk Venema (LITINDO)
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas