1. Yoram, anak Raja Ahab, menjadi raja pada tahun apa sebenarnya (bdk. 3:1 dengan 1:17 dan 8:16, 25)?
2. Apakah benar, Raja Yoram lebih baik ketimbang ayahnya, Ahab, dan ibunya, izebel? Bukankah ia menjauhkan tugu-tugu berhala yang telah mereka dirikan dan, dengan demikian, mengurangkan penyembahan Baal. Namun, ia disebut ”jahat”. Mengapa? telitilah ayat 2-3 (bdk. 10:26-27).
3. Bagaimana keadaan politik pada masa pemerintahan Yoram: Aram? Moab? Carilah data-data tentang Moab (asalnya, sejarahnya, politiknya), khususnya tentang ”TUHAN dan Moab”. Baca Bilangan 22–25; 2 Samuel 8:2; 2 tawarikh 20. Lihat pula nubuat-nubuat Yesaya, Yeremia, dan lain-lain tentang Moab. Apakah ada masa depan untuk Moab? Untuk itu, perhatikan Yesaya 15–16 dan Yeremia 48!
4. Apakah ada alasan Yosafat, raja Yehuda, langsung bersedia untuk turut berperang melawan Moab? Bacalah 2 tawarikh 20.
5. Ketika maju untuk memerangi Moab, persisnya Israel melalui jalan mana (pakailah Atlas Alkitab)? Mengapa mereka tidak melalui jalan yang lebih dekat, yaitu melalui Yerikho ke seberang Yordan?
6. Apa arti dan akibat dari tidak ada air minum? tafsirkanlah reaksi Yoram. Dan juga reaksi Yosafat.
7. Ternyata Elisa sudah berada di tengah-tengah bala tentara Israel. Apa artinya, jika dibandingkan dengan reaksi Yoram tadi? Mengapa Elisa begitu marah?
8. Menurut beberapa penafsir ayat 18-19 tidak mungkin berasal dari TUHAN, tetapi merupakan tambahan pribadi dari Elisa sendiri, sehingga tidak patut disebut ”nubuat”. Kesimpulan mereka: Elisa adalah nabi palsu. Jika ayat-ayat ini bersifat perintah, benar tuduhan itu, karena bertentangan dengan hukum perang yang diberikan TUHAN dalam Ulangan 20:10-20! Apakah benar, Elisa berdosa terhadap Ulangan 4:2 menjadi nabi palsu? Atau ada penjelasan lain (ay. 18-19 bukanlah perintah, melainkan ramalan), sehingga Elisa dapat tetap dihormati sebagai nabi yang benar?
9. Carilah data-data tentang Kir-Hareset (ay. 25).
10. Raja Mesa mempersembahkan anak sulungnya (putra mahkota!) kepada dewa Moab. Artinya apa? Siapa dewa itu? Carilah data-data tentang persembahan kurban manusia. Apa pendapat TUHAN tentang ini?
11. Apa yang dimaksud dengan ”kegusaran besar menimpa orang Israel” (dengan akibat Israel pulang tanpa menyelesaikan perang, ay. 27)? Siapa yang marah: TUHAN, Israel, atau barangkali dewa Kamos?
12. Apa reaksi Mesa dan semua orang Moab, bila Israel pulang?
(Mesa mendirikan tugu peringatan akan perang ini dan mencantumkan padanya bahwa Kamos mengalahkan Israel). Apa artinya untuk nama TUHAN?
a. Pembandingan terjemahan TB dengan TL, BIMK, dan FAH
b. Konteks terkecil (kesatuan untuk penafsiran)
Kesimpulan: 2 Raja-raja 3 merupakan konteks terkecil, karena berbeda di segala bidang dengan bagian yang sebelumnya maupun sesudahnya.
c. Pembagian Pasal 2 Raja-raja 3 dapat dibagi sebagai berikut:
Dalam 2 Raja-raja 3 menggambarkan peristiwa perang yang Yoram, raja Israel, adakan melawan vasalnya, Moab, yang sudah memberontak sejak kematian ayahnya, Raja Ahab (ay. 5; bdk. 1:1). Rupanya nabi Elisa ikut serta dalam perang ini untuk memberitakan firman TUHAN. Akan tetapi, justru pemberitaan firman ini sulit ditafsirkan. Karena menurut beberapa penafsir, sebagian besar kata-kata Elisa tidak mungkin berciri firman TUHAN, melainkan merupakan ungkapan pribadi. Khususnya ayat 18-19 dan 27 sulit dipahami.
Walaupun demikian, arti dan maksud peristiwa ini cukup jelas. Dalam konteks perang ini kita mendengar tentang pertemuan pertama di antara Raja Yoram dan nabi Elisa. Pertemuan pertama ini bersifat tabrakan hebat. Hanya karena Yosafat, raja Yehuda, Elisa bersedia memohon pertolongan dari TUHAN. TUHAN menyadarkan Raja Yoram akan kebergantungannya kepada TUHAN untuk segala pemerintahannya sebagai raja Israel. Bolehlah ia maju berperang, boleh juga ia mempersalahkan TUHAN karena rencananya gagal. Akan tetapi, haruslah ia mengaku, mau tak mau, bahwa ia tidak dapat bergerak dan berhasil di luar kehendak TUHAN. Tidak diperbolehkan raja teokratis bertindak sesuai dengan kesukaannya sendiri. Hendaklah ia menaati firman TUHAN! Kalau tidak, segala yang direncanakannya pasti akan gagal.
Sesudah Raja Ahazia, anak Ahab dan izebel, meninggal dunia, adiknya Yoram menjadi raja atas Israel. Perhitungan tahun awal pemerintahannya agak menimbulkan kekeliruan. Menurut 2 Raja-raja 1:17 Yoram menjadi raja ”dalam tahun kedua zaman Yoram bin Yosafat”, sedangkan menurut 2 Raja-raja 3:1 ia telah menjadi raja ”dalam tahun kedelapan belas zaman Yosafat” (bdk. 2Raj. 8:16, 25). Untuk mengatasi masalah perhitungan masa pemerintahan raja-raja Israel dan Yehuda, beberapa penafsir menunjuk pada kebiasaan putra mahkota sudah mulai memerintah sebagai raja muda di samping ayahnya yang tua. Bagaimanapun, menurut 2 Raja-raja 3 Yosafat masih tetap raja Yehuda pada saat Yoram menjadi raja Israel.
Meskipun Yoram tidak buruk seperti orang tua dan kakaknya, tetapi ia pun melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Mungkin ia kaget karena apa yang terjadi pada kakaknya Ahazia (2Raj. 1), sehingga ia menjauhkan tugu-tugu berhala Baal (bentuk jamak) yang didirikan ayahnya pada bukit-bukit hijau di seluruh kerajaannya. Akan tetapi, ia mempertahankan tiang berhala yang di kuil Baal di Samaria (10:26-27; lih. TAMK). Tampaknya ibunya, Ratu izebel, masih sangat berkuasa di ibu kota Samaria. Dan Yoram tidak berani menentang ibundanya. Jadi, Yoram tidak secara sungguh-sungguh membuat pemujaan Baal itu putus di Israel, tetapi hanya menguranginya. Baru di kemudian hari Yehu akan meniadakan seluruh penyembahan Baal. Selain itu, Yoram tetap bertahan dalam penyembahan patung sapi, dosa Yerobeam. Dengan demikian ia membiarkan, bahkan menye babkan orang Israel berdosa dan tidak percaya kepada TUHAN. Kenyataan Yoram tidak mengenal Elisa sebagai nabi TUHAN menunjuk kan pula bahwa ia tidak ”takut akan TUHAN”. Sebenarnya, ayat 3 memberi sebuah ringkasan atau gambaran mengenai seluruh masa pemerintahan Yoram. Pada waktu maju berperang melawan Moab (pada awal pemerintahannya), ia sudah pasti belum menyelesaikan atau melaksanakan pembongkaran tugu-tugu berhala itu dengan tuntas. Akan tetapi, sifat dan sikapnya sudah nyata, sebelum ia berperang melawan Moab.
Di bidang politik Israel Utara mengalami kesulitan pada zaman pemerintahan Yoram. Di sebelah timur Laut, Aram tetap musuhnya (2Raj. 6-7). Selain itu, terjadi ancaman dari sebelah tenggara. Moab yang sudah lama dikuasai Israel (mulai pada zaman daud, 2Sam. 8:2), memberontak sejak kematian Raja Ahab, artinya sudah dua tahun lamanya pada saat Yoram menjadi raja. Sementara ini, raja Moab telah merebut beberapa kota Israel di seberang Sungai Yordan, dan juga telah maju memerangi Yehuda (2taw. 20). Karena itu, segera setelah pelantikannya menjadi raja, Yoram terpaksa mempersiapkan diri untuk berperang melawan Moab.
Hal demikian sering terjadi. Ketika seorang raja yang menguasai negara lain meninggal dunia, sudah tentu negara yang ditindas itu akan memberontak supaya merdeka. Dan sesudah raja baru naik takhta, hal pertama yang ia lakukan adalah maju berperang untuk menaklukkan kembali negara tersebut. Ternyata Ahazia yang menggantikan ayahnya, Ahab, tidak sempat berbuat sesuatu pun dikarenakan kesakitannya (2Raj. 1). Akan tetapi, kini, sesudah kakaknya mati, Yoram akan berusaha untuk mengalahkan Moab menjadi vasal Israel lagi. Hal yang serupa sering terjadi antara Israel dan Aram pula. Dalam kedua kitab Raja-raja kita sering membaca tentang perang dari pihak Aram melawan vasalnya, Israel. Alasannya ialah pemberontakan Israel karena penggantian raja di Aram.
Rupanya Mesa, raja Moab, cukup berhasil sebagai peternak domba. Akan tetapi, ia tidak sempat menik matinya, karena sebagian besar pendapatannya hilang ke Israel. Raja Israel memperoleh hasil upeti yang bukan main. Raja Moab diharuskan Ahab membayar upeti 100.000 anak domba, ditambah bulu dari 100.000 domba jantan. Tidak mengherankan Moab memberontak terhadap Israel pada saat rajanya mati. Dan jelas pula, sejak pemberontakan raja Moab itu, pajak tersebut tidak lagi dibayarnya sehingga Israel mengalami ”rugi besar” dari pihak Moab.
Sebenarnya melihat asalnya, Moab sangat berdekatan dengan Israel. Moab berasal dari Lot, sanak saudara Abraham (Kej. 19:36-38). Namun, tampak jelas dari apa yang terjadi ketika Israel melewati Moab untuk bisa memasuki Kanaan bahwa Moab tidak mau lain daripada menghabiskan umat Israel. Pada waktu itu Raja Balak mengundang Bileam untuk mengutuk Israel. Karena TUHAN turun tangan menggagalkan rencana Balak itu, Bileam tidak dapat mengutuk Israel. Akan tetapi, sebaliknya, ia memberkati Israel, dan bahkan menubuatkan pembinasaan Moab! tentang semuanya ini, baca Bilangan 22–
24. Pembinasaan itu terwujud pada zaman Raja daud. Memang, ada lagi hubungan erat antara Israel dan Moab, karena melalui Obed dan isai daud lahir dari perempuan Moab, Rut, istri Boaz (Kitab Rut, bdk. Mat. 1:5). Jadi Raja daud berkerabat dengan orang Moab. Apalagi, dengan persetujuan raja Moab orang tua daud tinggal di Moab pada waktu daud dikejar oleh Raja Saul (1Sam. 22:3-5). Akan tetapi, hubungan keluarga itu tentunya kurang penting dari perkara TUHAN dengan Moab. Karena itulah daud membinasakan Moab. Tentang pembinasaan Moab oleh daud itu kita baca dalam 2 Samuel 8. Di situ ditekankan bahwa TUHAN-lah yang memberikan kemenangan kepada daud, bukan saja atas Moab, melainkan juga atas, misal Aram, Amon, Filistin, dan Amalek. Dengan gampang juga kita melihat bahwa pembinasaan Moab ini terjadi dalam rangka permusuhan antara ”perempuan” dan ”ular” (Kej. 3:15). Penghancuran Moab berhubungan dengan kedatangan Mesias. Kenyataan ini dapat disimpulkan dari nubuat Bileam lebih dahulu, dan juga menjadi jelas dari nubuat-nubuat para nabi di kemudian hari (Yesaya, Yeremia, Amos; lih. Di bawah).Sejak zaman daud sampai pada zaman Ahab, Moab selalu dikuasai Israel. Baru pada waktu Ahab mati dan anaknya Ahazia sakit, Moab mendapat kesempatan baik untuk memberontak terhadap Israel. Tentunya raja Moab sudah selalu mencari kemungkinan untuk melepaskan diri dari kuasa Israel, dan agaknya ia sudah bersiap pada akhir pemerintahan Ahab, karena melihat Ahab sangat sibuk dengan perang-perang melawan Aram. Agaknya Ahab sendiri pun sudah merasa prihatin tentang ketaatan vasalnya Moab, dan menyadari Moab sedang bermobilisasi. Bukankah itu alasannya ia menyuruh Kota Yerikho dibangun kembali menjadi kota berkubu di perbatasan Moab? dari kota yang letaknya strategis itu Ahab dapat mengontrol Moab, sekaligus mengamankan diri kalau-kalau Moab murtad.
Bersama-sama dengan temannya Amon dan barangkali Edom yang dikuasai oleh Yehuda ikut serta Moab telah berusaha mengalahkan Yosafat, raja Yehuda. Akan tetapi, TUHAN menyertai Yosafat, sehingga yang kalah bukanlah Yehuda, melainkan Moab (2taw. 20). Perang ini terjadi pada awal pemerintahan Ahazia, raja Israel, jadi persis pada saat Moab memberontak terhadap Israel Utara. Ternyata raja Moab merasa diri kuat untuk dapat mengalahkan Israel. Dalam kesombongannya, ia berusaha untuk memukul Yehuda lebih dahulu, tetapi rencananya tidak berhasil.
Ada penafsir yang berpendapat bahwa perang Moab melawan Yehuda ini diadakan sesudah peperangan yang diceritakan dalam 2 Raja-raja 3. Akan tetapi, jelas dari konteks 2 tawarikh 20 bahwa Raja Ahazia pada waktu itu belum meninggal dunia, sehingga Yoram belum menggantikannya sebagai raja Israel Utara. Tidak ada kemungkinan lain: perang Moab melawan Yehuda telah terjadi sebelumnya!
Peperangan melawan Israel dari pihak bangsa-bangsa yang dahulu dikuasainya, tentunya tidak terjadi di luar kehendak TUHAN, itu merupakan hukuman-nya atas ketidaktaatan umat perjanjian-nya. Kitab Hakim-hakim telah menyatakan bahwa kemenangan Israel berhubungan dengan kesalehannya, sedangkan kekalahannya adalah hukuman TUHAN karena ketidaksetiaan Israel. Dalam semuanya ini TUHAN sendiri aktif. Dia yang memperbolehkan bangsa-bangsa lain bergerak melawan Israel, entah dengan memberontak terhadap Israel atau dengan memeranginya. Demikian juga, sesuai dengan rencana TUHAN, Hazael nanti akan menjadi raja Aram (2Raj. 8:7-15; bdk. 1Raj. 19:15-18) untuk memukul Israel, dengan maksud supaya Israel bertobat kepada-nya.
Jadi, Sejarah Keselamatan menunjukkan bahwa pemberontakan Moab melawan Israel bukan hanya perang antarmanusia. TUHAN sendiri yang beperkara dengan Moab, sudah sejak zaman Musa (perhatikan lagi hubungan zaman Elia dan Elisa dengan zaman Musa!). Hal itu juga jelas dari apa yang terjadi di kemudian hari. Sesuai dengan nubuat-nubuat para nabi (Yesaya, Yeremia, Amos, dll.), Moab dihapus dari permukaan bumi. Meskipun demikian, tetapi ada juga janji untuk Moab: ”tetapi aku akan memulihkan keadaan Moab di kemudian hari, demikianlah firman TUHAN” (Yer. 48:47). Moab juga mendapat pengharapan, yaitu Mesias yang dijanjikan TUHAN. Kedatangan Mesias tidak akan dapat dirintangi oleh Moab atau siapa pun. Sebaliknya, Mesias menjadi Juru Selamat dunia, termasuk Moab.
Raja Yoram memobilisasikan barisan-barisan tentaranya untuk maju berperang melawan Moab. Untuk mengalahkan Mesa dengan definitif, Yoram minta pertolongan dari Yosafat, raja Yehuda, yang langsung menyatakan kesediaannya untuk turut berperang. Sejak zaman Ahab, Yosafat sudah bersahabat dengan keluarga Ahab (bahkan: berkerabat melalui pernikahan). Jadi, ia siap sedia untuk membantu Yoram. Lagipula, Moab adalah musuhnya yang baru dikalahkannya, tetapi yang masih merupakan ancaman, juga untuk Yehuda. Ia mengirimkan jawaban kepada Yoram, ”Aku akan maju. Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu” (bdk. 1Raj. 22:4).
Yoram belum berpengalaman sebagai kepala perang sehingga meminta advis dari Yosafat tentang jalan yang paling baik untuk maju berperang. Yosafat memberi advis yang benar-benar tepat sekali: ”Melalui padang gurun Edom.” di sebelah Utara negerinya, Moab telah mendirikan banyak kota berkubu. Untuk cepat mengalahkan Moab, haruslah negerinya diserang dari Selatan. Ini bukan masalah, karena Edom yang terletak di perbatasan Selatan Moab sedang dikuasai oleh Yosafat (1Raj. 22:48). Kepala Wilayah Edom (sebenarnya ia bukan ”raja”!) juga akan turut berperang (dengan paksa). Sudah tentu, Moab sama sekali tidak akan menantikan serangan Israel dari sebelah Selatan, karena tidak masuk akal.
”Maka berjalanlah” ketiga raja itu di bawah pimpinan Yoram. Pasukan-pasukan tentara dengan hewannya berjalan ke Selatan, lalu mengelilingi Laut Mati lewat Edom. Setelah satu minggu (dihitung dari Samaria) mereka berdiri di perbatasan Moab. Mereka siap untuk memerangi Raja Mesa, melalui pintu belakang yang boleh dikata terbuka saja. Tentu, mereka sudah hampir menang!
Tidak diceritakan apakah Yosafat memohon persetujuan dari TUHAN untuk perang ini, sesuai dengan kebiasaannya. Akan tetapi, hal itu tidak perlu kita ragukan, mengingat kesetiaannya akan TUHAN (bdk. 1Raj. 22:5 dan 2taw. 20). Sebaliknya, Raja Yoram tidak meminta pendapat TUHAN sebelum pergi (bdk. Ay. 10). Barangkali ia memohon Peta perang Yoram melawan Moab nasihat dari kelompok nabi palsu yang selalu dikonsultasikan oleh ayahnya (bdk. Ay. 13; ingatlah juga perbuatan kakaknya, Ahazia, yang mencari petunjuk dari dewa Baal-Zebub berkaitan dengan kesakitannya, 1:2).
Ketiga raja bersama barisan-barisan orangnya maju berperang pada akhir musim hujan. Musim kering belum mulai. Ini tentunya saat terbaik untuk berperang. Akan tetapi, bila mereka tiba di wilayah perbatasan Moab, ”tidak terdapat air”, tampaknya musim kering sudah mulai dan langsung terasa di wilayah gurun. Inilah malapetaka yang hebat. Tidak adanya air berarti tentara maupun hewan tidak bisa minum. Dan jika tidak minum, mereka tidak dapat berperang karena lemah. Maka mereka akan dikalahkan oleh raja Moab, dan mati di sana. Akan tetapi, tidak bisa pulang juga. Mereka tidak dapat maju berperang, dan juga tidak dapat pulang. Artinya, mereka sudah masuk jerat. Tidak ada harapan lagi!
Dalam kesulitan ini tampak perbedaan rohani yang besar di antara kedua raja, Yoram dan Yosafat:
• Raja Yoram sudah putus asa dan tidak berani lagi. Bahkan, ia mempersalahkan TUHAN, katanya, ”Wahai, TUHAN telah memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan Moab!” Maksud Yoram bahwa TUHAN dengan sengaja memasang jerat untuk mereka supaya dibinasakan (bukankah ini bukti bahwa Yoram tidak meminta petunjuk TUHAN sebelumnya?). Yoram langsung menarik kesimpulan bahwa: ”Bencana ini adalah tindakan TUHAN. Dia melawan kami. Karena itu dia melakukan demikian”.
Apakah musim kering ini sungguh-sungguh adalah tindakan TUHAN yang sengaja, sehingga dia yang bertanggung jawab atas gagalnya perang ini? Bukan! Yang melakukan perang ini ialah Yoram sendiri, tanpa mengindahkan kehendak TUHAN. Yoram sendiri mampu, barisannya mampu. Dia harus meminta pertolongan TUHAN untuk apa? Padahal terjadi kesulitan, dan langsung ia mempersalahkan TUHAN. Moga-moga ia sekarang menyadari keburukannya. Bencana ini merupa kan pelajaran yang baik untuk dia: Janganlah menantikan sukses di luar TUHAN! namun, Yoram tetap menolak TUHAN dan tidak mengakui kesalahannya. Hatinya tetap keras. Terhadap temannya ia membenarkan diri dan mempersalahkan TUHAN. Dengan demikian ia bertambah jahat.
• Raja Yosafat percaya kepada TUHAN. Sudah pasti ia mengerti bahwa Yoram ini semata-mata tidak berbeda dari orang tuanya, Ahab dan izebel (dan dari kakaknya, Ahazia). Sama seperti Ahab tidak mengindahkan kehendak TUHAN, demikian juga anaknya. Akan tetapi, Yosafat memberikan contoh kepada Yoram. Dalam kesusahan besar ini reaksi Raja Yosafat sungguh-sungguh tepat dan benar. Ia bertanya, apakah barangkali ada seorang nabi TUHAN di tengah-tengah mereka, supaya dengan perantaraannya dari belakang mereka bisa ”meminta petunjuk TUHAN”. Yosafat ingin mendengar dan menaati firman TUHAN. Karena hanya TUHAN yang bisa menyelamatkan mereka dari malapetaka ini.
Yosafat mengerti bahwa bencana ini bukan urusan TUHAN untuk menghancurkan mereka. Namun kesulitan yang terjadi ini merupakan pengujian dari pihak TUHAN, khusus bagi Yoram. Mau tidak mau, haruslah diakuinya bahwa ia bergantung pada berkat TUHAN. Kalau Yoram menghafal sejarah Israel, ia akan mengingat, bahwa TUHAN-lah yang beperkara dengan Moab. Sebab Yoram mengatakan bahwa ini urusan TUHAN, tetapi tidak mengakui bahwa ini benar-benar urusan TUHAN, dan bukan urusan Yoram. Yoram mengutamakan dirinya sendiri. Hendaklah ia belajar mengutamakan TUHAN.
Raja Yosafat bertanya, ”tidak adakah di sini seorang nabi TUHAN?” (ay. 11, bdk. 1 Raj. 22:7). Arti kata ”di sini” bukan ”di wilayah ini” (tidak masuk akal: mereka sedang berdiri di perbatasan Moab dan Edom), tetapi ”di tengah-tengah kita”. Maksud Yosafat: ”Apakah tidak ada nabi TUHAN yang ikut serta dalam pasukan-pasukan kita?” Akan tetapi, Yoram tampak tidak tahu (bdk. 1Raj. 22:8). Ia bahkan tidak menyadari kemungkinan TUHAN dapat mengikutinya melalui seorang nabi.33 Lalu pertanyaan ini diumumkan kepada para kepala pasukan. Maka ada seorang pegawai raja Israel yang menjawab, ”di sini ada Elisa bin Safat, yang dahulu melayani Elia” (arti harfiahnya: ”yang dahulu menyiram air pada tangan Elia”; tugas pelayan ialah antara lain menolong tuannya membasuh tangan sebelum dan sesudah makan).
Pahamilah apa dampak jawaban ini untuk semua orang yang sedang mengalami kesulitan besar dan yang tidak tahu apakah mereka dapat luput dari kesulitan itu dan dengan cara bagaimana. Ketika mendengar bahwa ada nabi TUHAN di tengah-tengah mereka, mereka langsung merasa lega. Sekalipun raja Israel tidak berpikir tentang TUHAN, tetapi TUHAN mengingat akan perjanjian-nya (”Akulah TUHAN, Allahmu”, Kel. 20:2; bdk. Kel. 2:23-25). Ternyata Elisa telah disuruh-nya untuk mengikuti Raja Yoram dalam peperangan ini. Meskipun raja Israel tidak meminta petunjuk TUHAN, tetapi firman TUHAN mengikuti Yoram dalam perang. TUHAN hadir sesuai dengan arti nama-nya Yahwe: Aku ada! Kehadiran TUHAN sudah cukup: Jika TUHAN ada, jangan takut! Sudah pasti ada kelepasan dari kesusahan.
Pada saat Raja Yosafat mendengar nama Elisa, ia langsung mengaku, katanya, ”Memang padanya ada firman TUHAN.” Rupanya Yosafat telah mengetahui Elisa adalah nabi TUHAN di Kerajaan Utara, sebagai pengganti Elia. Mendengar kabar ini,
Yosafat pastinya ”hidup kembali” (bdk. 1tes. 3:8). Yosafat merasa terhibur, karena kehadiran Elisa sama dengan kehadiran TUHAN. Tanggapan Yoram tidak kita dengar. Akan tetapi, jawaban Yosafat sekali lagi menegaskan betapa besarnya perbedaan dengan Yoram yang tidak mengetahui itu. Yoram memberi kesan ia tidak merasa tertarik pada petunjuk TUHAN. Mungkin apa yang telah orang tua dan kakaknya alami dari pihak TUHAN karena kesalahan mereka sendiri! membuat dia berpikir: apa guna meminta petunjuk TUHAN? dia ’kan selalu menentang. Akan tetapi, Yosafat langsung penuh semangat: hadirnya Elisa berarti TUHAN ada bersama mereka. Masih ada harapan!
Ketiga raja bersama-sama ”turun” ke tempat Elisa tinggal (rupanya perkemahan mereka terletak pada puncak dan lereng bukit: ketiga raja dan staf mereka di atas bukit, semua orang bawahan termasuk Elisa di lerengnya). Mereka menghormatinya sebagai utusan TUHAN, yang lebih tinggi daripada mereka, karena mereka sendiri pergi kepadanya daripada memanggil dia menghadap mereka.
Perhatikan, dalam pertemuan antara ketiga raja dan nabi Elisa, hanya Elisa dan Yoram yang berbicara. Peperangan ini adalah urusan Israel Utara. Pemimpinnya ialah Raja Yoram. Dengan dialah TUHAN beperkara. Meskipun raja Yehuda dan raja Edom turut berperang, tetapi Elisa tidak mengarahkan diri kepada mereka. Namun, justru kehadiran Yosafat menjadi keuntungan bagi Yoram. Elisa berkata, ”Jika tidak karena Yosafat, raja Yehuda, maka sesungguhnya aku ini tidak akan memandang dan melihat kepadamu.” TUHAN tidak peduli lagi akan Yoram, tetapi sudah membuang dia dari hadapan-nya. Elisa marah sekali. Katanya, ”Apakah urusanku dengan engkau?” Mengapa Yoram tidak memohon nasihat dari nabi-nabi palsu yang selalu memberi advis yang bagus-bagus kepada ayah dan ibunya? Mungkin sekali Yoram telah mendapat petunjuk mereka, sebelum berangkat dari Samaria, yaitu ”Majulah! TUHAN menyertai engkau!” Apa sebenarnya alasan Yoram mau ditolong TUHAN sekarang, sedangkan pada hari-hari lain ia melewati TUHAN?
Reaksi Yoram pada kata-kata Elisa ini sangat tidak pas.
Daripada merendahkan diri di hadapan TUHAN dan minta ampun atas ketidaksetiaannya, Yoram sekali lagi berani mempersalahkan TUHAN, katanya, ”TUHAN memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan Moab!” dengan kata lain: ”TUHAN yang sengaja membawa kami ke dalam kesusahan ini.” Yoram tidak ragu membenarkan diri di depan Elisa, artinya di hadapan TUHAN sendiri. Wajarlah Elisa marah. Raja ini tidak layak mendapat pertolongan apa pun dari TUHAN. Akan tetapi, ada juga Yosafat yang takut akan TUHAN. Ada juga perjanjian TUHAN. Jadi, karena itulah TUHAN masih bersedia memperhatikan mereka.
Karena sangat emosi, Elisa minta agar seorang pemetik kecapi dijemput baginya. Dengan cara itu kemarahan Elisa surut (bdk. 1Sam. 10:5, 10). Tentang fungsi pemetik kecapi ini TAMK agaknya kurang jelas: ”Barangkali Elisa dengan sengaja telah membawa seorang pemetik kecapi.” Jelas, tidak! Elisalah yang meminta kepada ketiga raja itu supaya mencari seorang pemetik kecapi untuk dia. Apalagi, musik itu tidak mempunyai maksud tambahan (bahkan yang supranatural seandainya dipakai sebagai sarana sihir atau ekstase), misalnya untuk menyenangkan TUHAN, tetapi hanya berfungsi untuk membuat Elisa kembali menjadi tenang dan siap untuk menerima firman TUHAN.
Pada waktu pemetik kecapi itu memainkan kecapinya dan Elisa tenang, kekuasaan TUHAN meliputi Elisa (sama seperti Elia dikuasai TUHAN untuk berjalan di depan Ahab, 1Raj. 18:46; bdk. Kis. 8:39). Artinya, TUHAN menguasai Elisa secara total, sehingga ia ”kepenuhan seperti nabi” (yang searti dengan ”Roh Elia hinggap pada Elisa”; bdk. Kis. 2:4 ”penuh dengan Roh Kudus”). TUHAN berbicara kepada pelayan-nya saat ia berada dalam konsentrasi penuh. Elisa tidak melihat ketiga raja lagi, tetapi hanya mendengar berita yang disampaikan TUHAN kepadanya. TUHAN memakai Elisa untuk menyampaikan berita kepada Raja Yoram. Apa yang Elisa ungkapkan, bukan kata-kata Elisa, melainkan kata-kata Roh Allah. Tepat benar sebutan Yosafat tentang Elisa, bahwa ”padanya ada firman TUHAN” (karena pengakuan Yosafat ini penting untuk seluruh pelayanan Elisa sebagai nabi TUHAN, saya memilihnya menjadi judul buku tafsiran ini).
Lalu dalam ayat 16-19 kita mendengar pemberitaan Elisa, setelah kekuasaan TUHAN meliputinya. Inilah petunjuk TUHAN yang dimohonkan oleh ketiga raja itu. TUHAN berfirman melalui Elisa. Hendaklah mereka menurutinya. Akan tetapi, ada masalah! Menurut kebanyakan penafsir (termasuk SKA; TAMK tidak menyebut masalah ini), mustahil semua kata yang diucapkan Elisa adalah ”firman TUHAN”. Ayat-ayat ini memang diawali dengan kata-kata ”beginilah firman TUHAN”, tetapi tampaknya ada kata-kata pribadi juga, yaitu sebagai berikut: ayat 16-17 merupakan berita dari TUHAN, sedangkan ayat 18-19 tidak dapat tidak adalah tambahan dari Elisa sendiri.
Sesungguhnya, soal ini bukan hal ringan yang bisa kita lewati saja. Karena tidak dapat dibantah bahwa isi ayat 19 tampak bertentangan dengan firman TUHAN dalam Ulangan 20:10-20, tetapi bagaimana persisnya? Kalau benar-benar terjadi Elisa menambahkan kata-kata yang tidak dinyatakan TUHAN kepadanya, namun kata-kata itu diucapkannya seolah-olah itu firman TUHAN, maka Elisa menjadi nabi palsu (Ul. 4:2). Jikalau sebenarnya Elisa mengemukakan pendapat pribadinya ”demi nama TUHAN”, maka ia tidak berbeda dari nabi-nabi yang biasanya Yoram dan Ahab berkonsultasi (ay. 13). Kalau sebutan Yosafat tentang Elisa ”padanya ada firman TUHAN” terbukti tidak benar, siapa yang masih dapat dipercayai sebagai nabi TUHAN yang benar? Sangat mengerikanlah! Penting kita meneliti sifat dan arti kata-kata Elisa itu dengan baik, dan mencari jawaban yang yakin dan jelas. Di bawah ini kita membahas ayat 16-17 lebih dahulu karena tentang arti kedua ayat itu tidak ada keraguan. Kemudian di butir 9 kita akan mencari keterangan yang memuaskan untuk apa yang dianggap sebagai ”tambahan pribadi Elisa”.
Syukurlah, TUHAN tidak menolak permintaan ketiga raja itu, tetapi sebaliknya mengabulkannya. Demi nama TUHAN, Elisa memberitakan kelepasan dari kekurangan air kepada mereka (menurut Yoram justru susah air itu ialah bukti bahwa TUHAN menolak mereka dan mau menyerahkan mereka ke dalam tangan Moab). Sebagai persiapan mereka disuruh membuat parit-parit di lembah yang di bawah perkemahan mereka. Artinya, lembah yang kering harus dibuat penuh dengan selokan-selokan aliran air. Janganlah mereka menggali satu atau dua parit, lalu berpikir itu sudah cukup. Hendaklah semua tentara turut menggali banyak parit. Janganlah mereka menganggapnya sebagai usaha percuma, karena sesudah itu TUHAN akan melakukan mukjizat. Lembah itu akan penuh dengan air, meskipun mereka tidak akan mendapat angin dan hujan. TUHAN akan menyediakan air secukupnya. Bagaimana persis hal itu akan terjadi, tidak diceritakan. Mungkin kali-kali kecil di kaki gunung akan banjir, oleh karena TUHAN memberi hujan jauh di pegunungan. Atau mungkin air akan timbul dari tanah di bawah. Bagaimanapun, semua parit akan penuh dengan air. Sampai dua kali Elisa memakai kata-kata ”Beginilah firman TUHAN” yang berarti TUHAN akan sungguh-sungguh melepaskan mereka dari bencana ini. Nanti semua mereka dan juga hewan akan dapat minum dari air itu.
Sudah tentu, untuk mengurus air minum TUHAN tidak membutuhkan bantuan sedikit pun dari pihak manusia. Ingat saja mukjizat-mukjizat yang TUHAN lakukan pada zaman Israel hidup di padang gurun. Di sana TUHAN menyediakan air berulang kali. Bagi TUHAN ini perkara ringan. Meskipun demikian, di sini dia sengaja memberi perintah untuk menggali parit-parit. TUHAN mau supaya Raja Yoram dan semua orang yang maju berperang itu menjadi aktif sendiri, yaitu dengan maksud menguji kepercayaan mereka. Bayangkan, apa gunanya membuat parit-parit di tanah kering? Sama halnya seperti nuh yang membangun kapal besar di daratan. Hal itu membuat orang lain mengolok-oloknya. Ini kerja percuma, bukan? Benar, kecuali jika disuruh TUHAN!
Jawaban yang TUHAN sampaikan melalui abdi-nya, Elisa, sangat menggembirakan. Sekalipun hanya karena Yosafat, raja Yehuda, tetapi TUHAN benar-benar akan menolong mereka semua. Ada lagi harapan! dari membiarkan mereka mati, TUHAN memberikan semangat baru kepada mereka. TUHAN akan memberi air, sehingga mereka akan luput dari kesulitannya. Akan tetapi perhatikan, sampai sekarang TUHAN belum berfirman apa-apa tentang kelanjutan rencana peperangan Israel melawan Moab. Apakah kita dapat menarik kesimpulan dari pemberian air minum ini bahwa mukjizat ini sekaligus berarti TUHAN setuju dengan rencana mereka? Sesudah minum air, mereka dapat juga pulang, bukan? Akan tetapi, melihat kata-kata Elisa yang berikutnya, TUHAN tampak akan menyerahkan orang Moab ke dalam tangan mereka (daripada yang sebaliknya, ay. 10 dan 13).
Elisa belum selesai bicara. Ia masih melanjutkan pemberitaannya, khususnya tentang kelanjutan rencana peperangan ketiga raja melawan Moab. Akan tetapi, apa sebenarnya sifat dan arti ungkapan Eiisa yang kita baca dalam ayat 18-19? Karena kata-kata ”beginilah firman TUHAN” tidak diulang lagi, timbul pertanyaan apakah tambahan ini benar-benar diberitakan oleh Elisa demi nama TUHAN, atau mungkin berasal dari kesukaannya sendiri? Beberapa penafsir berpendapat bahwa ayat 18-19 adalah tambahan pribadi dari Elisa, terlebih lagi karena kata-kata Elisa itu bertentangan dengan firman TUHAN dalam Ulangan 20:10-20. Menurut para penafsir ini, Elisa memerintah Israel dan teman-temannya untuk memerangi Moab, padahal apa yang disuruhnya menentang kehendak TUHAN. Jadi, tidak mungkin kata-kata Elisa ini berasal dari TUHAN. Ia bahkan melanggar posisinya sebagai nabi TUHAN (bdk. 2Ptr. 1:20).
Apakah interpretasi ini tepat? Perhatikan bahwapenafsir-penafsir tersebut menganggap kata ”akan” yang muncul empat kali dalam ayat 19 searti dengan ”harus”, seandainya Elisa memberikan sejumlah perintah kepada Israel (bdk. SKA, jld. I, hlm. 615). Akan tetapi, perlu ditanya, apakah kata-kata Elisa dalam ayat 19 memang bersifat perintah, atau merupakan informasi yang disampaikan TUHAN kepada Elisa, yaitu tentang apa yang akan (bukan: harus!) terjadi kemudian, setelah persoalan air minum selesai. Sebenarnya jawaban pada pertanyaan ini krusial dan menentukan tentang sifat ungkapan Elisa ini, dan juga tentang posisinya sebagai nabi yang benar atau nabi yang palsu.
Apakah Elisa adalah nabi palsu?
Menurut pandangan para penafsir tadi, kata-kata Elisa dalam ayat 18-19 adalah tambahan pribadi dan bukan firman TUHAN. Berdasarkan Ulangan 20:10-20, mustahil kata-kata itu berasal dari TUHAN, ujar mereka. Untuk mendukung interpretasi ini, mereka memakai argumentasi berikut:
Argumen pertama dan kedua kurang meyakinkan. Tidak perlu seorang nabi memulai tiap-tiap kalimat yang diucapkannya dengan kata-kata ”demikianlah firman TUHAN”. Perkataan itu, bila diulang-ulang, memang menekankan status pengabar sebagai utusan (= mulut, penyambung lidah) TUHAN, tetapi hal itu sudah nyata juga, kalau dipakai satu kali saja. Boleh juga nabi berbicara tentang TUHAN alih-alih mengutip kata-kata-nya secara langsung. Tidak berbeda, jika nabi berkata, ”TUHAN berfirman: ’Aku akan memberi air minum!’” atau ”TUHAN berfirman bahwa dia akan memberi air minum.” Artinya sama. Padahal, dalam ayat 16-17 pula Elisa tidak mengutip TUHAN secara langsung.
Argumen ketiga memang cukup penting, karena pada akhirnya Moab memang tidak jadi diserahkan ke tangan Israel. Meskipun Israel sempat memukul bangsa Moab dan merusakkan kota-kota dan seluruh negeri mereka, tetapi Israel tidak berhasil menyelesaikan perangnya dengan perebutan Kir-Hareset dan penangkapan Raja Mesa. Ayat 18 memang tidak pas dengan ayat 27. Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah (lih. Pembahasan ay. 27 di bawah). Akhirnya Israel pulang tanpa berhasil menaklukkan Moab. Jika demikian halnya, mana mungkin TUHAN memberitakan kemenangan Israel melalui Elisa? tampaknya nubuat Elisa bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Mengenai argumen keempat, apa yang diungkapkan Elisa dalam ayat 19 benar-benar bertentangan dengan firman TUHAN dalam Ulangan 20:10-20. Mustahillah TUHAN menyuruh Israel berbuat salah satu hal yang dilarang-nya di tempat lain. Perintah semacam ini tidak wajar. Dalam Ulangan 20, TUHAN, melalui Musa, menetapkan hukum-hukum perang. TUHAN melarang keras Israel meniru bangsa-bangsa lain dalam cara berperang mereka. Hendaklah mereka menawarkan perdamaian kepada musuh-musuh mereka. Dan mereka sama sekali tidak diperbolehkan menebang pohon-pohon buah-buahan dan merusakkan ladang dan tanaman di negeri musuhnya. Kalau mereka berperang, Israel wajib memenuhi aturan-aturan yang ditentukan TUHAN.
Menurut keyakinan saya Kitab Ulangan diberi TUHAN melalui Musa. Kitab ini berasal dari zaman Musa, dan bukan dari zaman Raja Yosia (2Raj. 22), seperti yang diperkirakan oleh banyak penafsir masa kini. Artinya, aturan perang dalam Ulangan 20 yang telah diberikan oleh Musa, kini juga berlaku untuk Raja Yoram bersama teman-temannya. Sebaliknya, para penafsir yang berpandangan Ulangan berasal dari zaman Yosia, tidak akan mempersoalkan 2 Raja-raja 3:18-19, karena Ulangan 20 belum ada pada zaman terjadinya perang melawan Moab itu. Mereka agaknya akan berpendapat bahwa kebiasaan-kebiasaan perang yang masih lazim dipakai pada zaman Elisa, tidak diterima lagi sejak zaman Yosia karena dianggap terlalu kasar.
Berdasarkan keempat argumen tersebut, para penafsir tadi menarik kesimpulan tegas, yaitu bahwa Elisa adalah seorang nabi palsu! dengan menambahkan berita pribadi, ia menipu umat Israel. Ia menyuruh Israel menghancurkan Moab bertentangan dengan kehendak TUHAN. Artinya, kesukaan Elisa sendiri lebih kuat di sini daripada kesetiaannya dalam melayani TUHAN. Akan tetapi, selanjutnya terjadi apa? Para penafsir itu langsung melunakkan kesimpulan mereka. Mereka berusaha membenarkan tambahan pribadi Elisa itu. Kata mereka, bahwa tindakan Elisa memberi tambahan pribadi itu sebenarnya cukup aneh, karena tidak sesuai dengan sikap dan sifatnya sebagai nabi TUHAN. Akan tetapi, bagaimanapun, Elisa pastinya tidak mengucapkan tambahan itu dengan sengaja. Yang satu bilang bahwa Elisa dalam ekstasenya begitu terlibat dalam perang melawan Moab ini, sehingga ia mau supaya Moab dihapuskan dari muka bumi. Ia membakar semangat barisan tentara Israel dengan persetujuan ilahi sehingga mereka lebih berani. Ada juga penafsir yang membayangkan bahwa penulis kisah ini, yang bukan Elisa, keliru dalam membedakan firman TUHAN dari kata-kata Elisa. Akan tetapi, Elisa pasti tidak bermaksud untuk berdosa melawan apa yang diatur TUHAN dalam Ulangan 4:2 (firman TUHAN tidak boleh ditambahi dan dikurangi). Demikian para penafsir mencoba menjelaskan sebabnya Elisa memberi tambahan pribadi itu: kata-kata itu timbul dalam pikiran Elisa secara deduksi atau kesimpulan. Dari janji TUHAN tentang pemberian air minum Elisa secara otomatis menarik kesimpulan yang berlebihan, yaitu bahwa TUHAN akan juga memberi kemenangan. Memberi air itu hal ringan saja di mata TUHAN, demikian agaknya pikiran Elisa. TUHAN pastinya berkuasa untuk memberi hal yang lebih besar juga, yakni kemenangan. Akan tetapi, kesimpulan otomatis itu salah. Dan perintah Elisa yang selanjutnya untuk membongkar dan menghancurkan segala sesuatu di Moab, sama sekali tidak baik, karena dengan demikian Elisa menggodai Israel untuk berdosa melawan TUHAN. Semua hal berlebihan ini menun jukkan bahwa Elisa pun adalah manusia yang lemah dan berkekurangan. Demikian setiap pelayan TUHAN gampang jatuh dan memberi interpretasi atau tambahan pribadi pada firman TUHAN. Demikian keterangan para penafsir tadi.
Segala penjelasan itu kurang meyakinkan. Pada awalnya ditarik kesimpulan keras bahwa Elisa adalah nabi palsu. Akan tetapi, kemudian perbuatan Elisa yang salah itu dibenarkan (ia tidak tahu, ia berada dalam ekstase, ia kurang sadar, ini bukan hal sengaja, dll). Akan tetapi, saya bertanya, jika interpretasi para penafsir tadi tepat, mengapa Elisa tidak dipecat oleh TUHAN dari tugasnya sebagai nabi? Mana mungkin TUHAN mempertahankan ”mulut” yang mengucapkan firman-nya menurut kesukaannya sendiri, yang bahkan mengungkapkan kebalikan dari apa yang dikatakan-nya, biarpun tidak dengan sengaja? Ada contohnya: pada waktu Musa melaksanakan perintah TUHAN menurut kesukaannya sendiri, ia mendapat hukuman berat. Musa tidak boleh memasuki tanah pusaka Kanaan (Bil. 20:2-13). Apakah dosa Musa lebih berat ketimbang pelanggaran Elisa sekarang? Sebenarnya dosa Elisa lebih berat ‘kan, karena ia membuat Israel berdosa!
Elisa adalah nabi benar!
Penjelasan para penafsir tentang tindakan Elisa kurang memuaskan, karena tidak sesuai dengan konteks cerita ini. Tindakan pribadi Elisa tidak cocok dengan seluruh riwayatnya dan kehormatan yang selalu diberikan kepadanya sebagai abdi Allah oleh orang-orang sebangsanya, bahkan oleh TUHAN, atasannya. Rupanya TUHAN tetap senang dengan pelayanan Elisa. Menurut saya, tidak mungkin ada kesimpulan lain daripada: rupanya Elisa tidak berdosa terhadap TUHAN. Elisa tidak menambahkan kata-kata pribadi yang bertentangan dengan kehendak TUHAN. Jika demikian, apa arti ayat 18-19 yang sebenarnya?
Kunci penafsiran ayat 18-19 terletak dalam arti kata ”akan” (4x) dalam ayat 19. Kebanyakan penafsir menginterpretasikan ayat 19 sebagai perintah yang diberikan Elisa kepada umat Israel: ”Haruslah kamu memusnahkan segala kota yang berkubu; haruslah kamu menumbangkan segala pohon yang baik.” Akan tetapi, mengapa mereka tidak mengartikan kata ”akan” semestinya sebagai futur (kala nanti) dengan arti Elisa tidak memberi perintah, melainkan informasi atau ramalan tentang apa yang akan terjadi? Elisa tidak memberi perintah yang bertentangan dengan firman TUHAN, tetapi hanya memberi tahu tentang apa yang akan terjadi (Israel akan melawan kehendak TUHAN). Sama seperti dalam ayat 18 Elisa memberitakan apa yang akan dibuat oleh TUHAN (jangan: harus dibuat), demikian dalam ayat 19 ia menceritakan apa yang akan dibuat oleh Israel (jangan: harus dibuat). Interpretasi ini didukung oleh Septuaginta (LXX). Dalam bahasa ibrani sebenarnya ada dua kemungkinan: ”akan” maupun ”harus”. Di kemudian hari Septuaginta (terjemahan PL dari bhs. Ibrani ke dalam bhs. Yunani) memberi interpretasi yang benar, dengan memakai kata ”akan” (kala nanti).
Dalam ayat 18-19 Elisa tidak berbuat lain daripada menyampaikan kepada ketiga raja apa yang diper lihatkan TUHAN kepadanya (dalam penglihatan) tentang ”yang akan terjadi selanjutnya”, yakni setelah TUHAN menyediakan air minum. Ayat-ayat ini bukan perintah TUHAN yang harus diberitakan Elisa kepada umat Israel. Dan bukan juga tambahan pribadi Elisa yang timbul dalam hatinya sendiri. Akan tetapi, Elisa menceritakan apa yang dilihatnya! ia menginformasikan mereka tentang tingkah laku mereka di masa depan, dengan maksud, supaya Israel menarik kesimpulan sendiri: ”tidak boleh kami melakukan itu!” dengan demikian TUHAN memberikan kesempatan kepada Yoram dan Israel untuk bertobat tempo itu. Sayangnya, mereka tidak bertobat, sehingga nanti TUHAN marah sekali terhadap mereka dan menghukum mereka. Pada akhirnya rencana Israel gagal.
Jadi, TUHAN menyatakan kepada Elisa rencana diri-nya (ay. 18) dan perbuatan Israel yang kemudian (ay. 19). Lalu Elisa menyampaikan semua itu kepada ketiga raja. Ini bukan hal aneh. Para nabi TUHAN sering mendapat penglihatan tentang peristiwa yang akan terjadi di masa depan, misalnya tentang pembuangan Israel dan Yuda atau tentang kedatangan Mesias. Demikian juga Elisa mendapat beberapa penglihatan tentang apa yang akan terjadi (2Raj. 5:26; 6:32; 8:11-13; 13:14-19). Begitu juga halnya dalam ayat 16-19 ini! tafsiran ini juga didukung oleh sebutan ”kekuasaan TUHAN meliputi dia” (ay. 15; bdk. Yeh. 1). Jika TUHAN hanya menyampaikan perintah untuk raja atau umat Israel, biasanya kita membaca, ”datanglah firman TUHAN kepada [nama nabi]”. Perkataan yang dipakai di sini khususnya kita baca, bila TUHAN memberi penglihatan.
Interpretasi yang saya usulkan ini cocok dengan konteks semua cerita tentang nabi Elisa. Dapat disebut hal-hal berikut:
Sekarang struktur ayat 16-19 sudah jelas:
16 Perintah TUHAN kepada Israel: menggali parit;
17 Informasi TUHAN tentang perbuatan-Nya: memberi air minum;
18 Informasi TUHAN tentang rencana-Nya selanjutnya: menyerahkan Moab kepada Israel (asal mengikuti aturan-aturan TUHAN dalam al. Ul. 20);
19 Informasi TUHAN tentang perbuatan Israel yang jahat: mereka berper- ang bertentangan dengan hukum TUHAN (artinya melanggaraturan-aturan Ul. 20, sehingga tidak menang).
Dalam ayat 18-19 kita mendengar tentang apa yang Elisa lihat mengenai janji TUHAN: dia akan menyerahkan Moab kepada Israel. Bukankah TUHAN sendiri beperkara dengan Moab? Akan tetapi, ada syaratnya: hendaklah Israel menaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh TUHAN! Akhirnya janji TUHAN tidak jadi, oleh karena keburukan Israel. Sebaiknya ayat 19 dimulai dengan kata ”tetapi”: ”Tetapi kamu akan memusnahkan….” Perbuatan Israel nanti tidak akan sesuai dengan kehendak TUHAN. Mereka akan berperang menurut kesukaan sendiri. Mereka akan dikuasai oleh ”kegusaran” hingga mau menghabis kan Moab. Mereka seperti tentara-tentara liar yang tidak mematuhi komando panglimanya. Demikian mereka akan melanggar hukum perang yang sudah lama diberikan TUHAN, sehingga akhirnya mereka sendiri ditimpa oleh kegusaran TUHAN. Elisa menyampaikan informasi tentang perbuatan Israel itu sebelumnya. Dengan harapan mereka insyaf!
Firman TUHAN yang disampaikan Elisa itu langsung digenapi. Keesokan harinya tiba-tiba datanglah air dari arah Edom. Terjadilah banjir besar. Tentang cara TUHAN melakukan itu kita tidak membaca apa pun. Mungkin ia memberi hujan lebat di daerah pegunungan yang jauh. Israel bersama teman-temannya tidak mendapat angin dan hujan sendiri, tetapi air betul-betul ada. Penuhlah semua parit yang telah digali di lembah tempat mereka tinggal, langsung setelah Elisa selesai berfirman. TUHAN memberi air, sehingga orang maupun ternak sembelihan dan hewan pengangkut dapat minum. Menurut kebiasaan-nya TUHAN menolong secara berlimpah-limpah! Bencana sudah habis. Oleh kuasa TUHAN mereka sudah luput dari bahaya maut.
Mencoloklah saatnya air itu datang, yaitu persis pada waktu imam mempersembahkan kurban pagi di Bait Allah di Yerusalem, pada jam matahari terbit. Bagi Raja Yosafat bersama orang Yehuda ini pastinya salah satu tanda yang menggarisbawahi kesetiaan TUHAN. Akan tetapi, Raja Yoram bersama orang Israel Utara agaknya tidak mengindah kan jam-jam persembahan kurban di Yerusalem, karena berpaut pada dosa Yerobeam (ay. 3). Sebenarnya, kita tidak mendengar tentang bagaimana ketiga raja dan orang-orangnya melakukan ”kewajiban iman” mereka, selama dalam perjalanan. Mereka membawa ternak sembelihan, tetapi apakah hanya untuk dimakan, atau juga untuk dipersembahkan?
Manusia maupun hewan dapat hidup dari air minum yang lebih dari secukupnya. TUHAN telah menyediakan air dan menyelamatkan mereka dari kesulitannya. Akan tetapi, air itu masih mempunyai fungsi lain, yakni untuk menjerat bangsa Moab. Sinar matahari atas permukaan air pada pagi hari membuat mereka berpikir bahwa air itu darah dan bahwa ketiga raja itu telah menghabisi satu sama lain.
Pada saat memberontak, Moab sudah pasti mempersiapkan diri akan balasan dari pihak Israel. Mereka telah mengubui seluruh perbatasan Utara untuk menghindari bala tentara Israel memasuki Moab. Ketika menyadari Israel bersama Yehuda dan Edom maju berperang, bukan ke arah perbatasan Utara (seperti mereka nantikan), melainkan melalui wilayah Selatan yang terbuka begitu saja, seluruh orang Moab kaget dan terburu-buru mengerahkan semua orang yang mampu berperang. Orang-orang yang sudah tua pun disuruh memasang pedang. Dengan cepat sekali mereka pergi ke tepi perbatasan Selatan untuk merintangi Israel bersama teman-temannya memasuki Moab. Di sana mereka menunggu kedatangan ketiga raja, dengan panik dan takut dikalahkan.
”Keesokan harinya pagi-pagi”, artinya pada hari TUHAN menolong Israel dengan air minum itu (ay. 22 sama dengan ay. 20) atau pada hari sesudahnya (ay. 22 berbeda satu hari dengan ay. 20), orang Moab melihat air ”merah seperti darah” dikarenakan matahari bersinar atas permukaan air itu. Mereka langsung menarik kesimpulan bahwa ”itu darah!”. Sama seperti untuk Israel, fenomena ini merupakan kejutan yang tidak terduga bagi orang Moab, karena mereka juga tidak mendapat angin dan hujan, sehingga tidak menantikan air di lembah itu. Untuk mereka sudah jelas: ini tandanya tentara-tentara ketiga raja itu telah saling bunuh-membunuh. Secara tiba-tiba Moab sudah luput dari bahaya. Mereka tidak perlu berperang lagi, tetapi menjarah saja! Sudah tentu orang Moab mengingat apa yang belum lama terjadi dengan mereka sendiri, pada waktu mereka berperang melawan Yosafat. Pada waktu itu terjadi hal sebaliknya. Ketika berperang melawan Yosafat, bani Amon dan Moab mulai saling bunuh-membunuh, sehingga Raja Yosafat dan orang-orangnya hanya turun untuk menjarah barang-barang mereka (2taw. 20). Akan tetapi, mereka berpikir sekarang yang beruntung itu Moab. Mereka tidak panik lagi, tetapi tertawa. Moab sudah menang! ”Maka sekarang, marilah menjarah!”
Berbeda dengan apa yang Moab sendiri alami lebih dahulu, tentara-tentara Israel, Yehuda, dan Edom itu tidak saling membunuh, tetapi sebaliknya siap untuk memukul orang-orang Moab. Sambil berdiam mereka menunggu. Lalu, pada saat orang Moab sampai ke perkemahan orang Israel, tiba-tiba bangkitlah mereka dan memukul orang-orang Moab. Dalam panik besar orang Moab melarikan diri ke mana-mana. Dan Israel mengejar mereka. Tentara-tentara Israel menerobos ke dalam Moab dan merusakkan segala sesuatu, sesuai dengan informasi yang kemarin Elisa nubuatkan kepada mereka. Mereka tidak menawarkan perdamaian, seperti dituntut TUHAN dalam Ulangan 20, tetapi menewaskan orang-orang Moab, meruntuhkan kota-kota, menutupi ladang-ladang dan segala mata air dengan batu, dan menebang semua pohon buah-buahan. Mereka menghabiskan seluruh Moab. Destruksi ekologis ini akan memengaruhi kesejahteraan dan ekonomi bangsa Moab untuk jangka waktu yang lama sekali.
Dengan demikian Israel berusaha menghapus Moab dari muka bumi. Masih tinggal satu kota saja, Kir-Hareset. Mereka berpikir bahwa TUHAN sudah benar-benar menyerahkan Moab ke dalam tangan mereka, sesuai dengan nubuat Elisa. Kemenangan sudah pasti. Padahal, tidak demikian! Untuk cara berperang ini tidak ada kebenaran. Dengan perbuatan mereka yang sangat berlebihan Israel melanggar firman TUHAN. Tampaknya Israel tidak menarik kesimpulan yang tepat dari informasi yang telah Elisa sampaikan.
Pada saat Elisa berbicara, masih ada kemungkinan untuk mencegah keburukan ini. Akan tetapi, mereka tidak melakukannya. Dan sekarang sudah terlambat. Timbullah kemarahan TUHAN melawan Israel. Apakah TUHAN juga marah terhadap Yosafat dan tentara-tentaranya, tidak jelas. Yang diutamakan adalah perkara TUHAN dengan Raja Yoram dan Israel Utara.
Moab sudah hampir kalah. Hanya tinggal satu kota saja, Kir-Hareset, kota yang berkubu. Kota ini terkenal karena kebun-kebun anggurnya. Letak kota ini sangat strategis, pada puncak gunung. Mustahil musuh mendaki lereng gunung dan memasuki kota ini. Hanya dari pegunungan yang di sekeliling Kir-Hareset (yang lebih tinggi dari kota), Kir-Hareset bisa ditembaki oleh orang-orang pengumban. Sekalipun kota ini masih bertahan, tetapi untuk Moab tidak ada harapan lagi. Seluruh negeri telah direbut Israel. Orang-orang Moab tidak sempat menjarah (ay. 23), tetapi sebaliknya, ditewaskan sampai hampir habis. Di kota Kir-Hareset pula mereka tentunya tidak aman. Nanti semua orang di sana akan mati karena lapar dan haus (bdk. 2Raj. 6-7). Peperangan ini terlalu berat bagi Moab. Raja Mesa masih berusaha menerobos ke luar dengan 700 orang. Dia mau berlari ke jurusan raja Edom dengan harapan Edom akan membantunya (ingatlah: Edom turut berperang dengan paksa karena dikuasai Yehuda, tetapi sebenarnya bersahabat dengan Moab), tetapi ia tidak berhasil, sehingga kembali ke kota. Moab sudah putus asa. Mereka kembali menjadi vasal Israel. Sebenarnya keadaan mereka jauh lebih parah daripada sebelum mereka memberontak. Negeri mereka hancur. Dan upeti yang harus mereka bayar setiap tahun, sudah pasti akan ditambah oleh raja Israel.
Dalam keadaan yang teramat sulit itu, Moab masih melihat hanya satu cara untuk bisa luput dari bahaya maut. Itu upaya mereka yang paling akhir, yakni mempersembahkan kurban manusia kepada dewa Kamos. Dengan perbuatan putus asa ini mereka satu kali lagi berteriak minta tolong kepada dewa mereka, berdasarkan pikiran bahwa lebih baik satu orang dikurbankan untuk seluruh bangsa Moab daripada seluruh bangsa binasa. Mereka pastinya sudah berulang-ulang kali minta tolong kepada dewa Kamos itu serta mempersembahkan kurban-kurban binatang yang tidak terbilang jumlahnya. Akan tetapi, sampai sekarang tidak ada tanggapan (bdk. 1Raj. 18:29). Sebaliknya, Kamos memperbolehkan Israel meruntuhkan Moab. Jadi, ini seruan terakhir mereka kepada Kamos. Kurban bakaran yang Raja Mesa persembahkan sungguh-sungguh istimewa. Ia tidak menunjukkan seorang dari para pegawai atau warga negaranya yang kemudian ditangkap dan dipersembahkannya, tetapi ia menyerahkan anaknya sendiri, bahkan anaknya yang sulung yang rencananya menggantikan dia di kemudian hari. Dengan pengurbanan calon raja, Mesa menaruh masa depan kerajaan Moab ke dalam tangan dewa Kamos. Di atas pagar tembok kota Kir-Hareset kurban manusia ini dipersembahkan kepada Kamos. Kota berkubu menjadi kuil, sambil temboknya menjadi mezbah. Kurban ini diper sembahkan di depan umum, supaya semua orang Moab yang masih ada dan yang menyaksikannya, boleh mendapat kekuatan.
Dari gunung-gunung di sekitar Kir-Hareset orang-orang Israel juga menyaksikan kurban ini diper sembahkan orang Moab kepada dewa mereka. Mereka siap untuk merebut kota ini dan mengalahkan Moab dengan tuntas, sehingga mungkin mereka hanya tertawa saja menyaksikan perbuatan putus asa dari pihak Moab ini. Boleh jadi, mereka bahkan melihatnya sebagai tanda kemenangan mereka karena dengan kurban manusia ini Moab kehilangan pengganti bagi raja mereka. Akan tetapi, ternyata peristiwa ngeri ini adalah akibat langsung dari cara berperang mereka yang buruk itu. Daripada tertawa, hendaklah mereka kaget karena perbuatan jahat Raja Mesa ini. Hendaklah mereka menyadari bahwa mereka yang memaksa Mesa mempersembahkan kurban yang dahsyat ini. Bukankah TUHAN melarang untuk mempersembahkan kurban manusia (im. 18:21; Ul. 12:31; 18:10)? Perbuatan raja Moab ini tidak lain adalah kesalahan dan tanggung jawab Israel yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu TUHAN sangat marah terhadap Israel. Dia bertindak melawan Israel. Kegusaran besar menimpa mereka, yaitu dari TUHAN. Terpaksa mereka berangkat meninggalkan Mesa dan pulang ke negeri mereka, tanpa menyelesaikan perang ini. Mereka tidak kalah, tetapi tidak menang juga! nubuat Elisa bahwa TUHAN akan menyerahkan orang Moab ke dalam tangan mereka (ay. 18), yang pada awalnya sukses (ay. 24), akhirnya tidak jadi. Penyebabnya ialah mereka tidak mengindahkan hukum TUHAN. Oleh tingkah laku Israel yang buruk itu, nama TUHAN tidak dipuji, tetapi sebaliknya dihinakan.
Dengan demikian Moab luput dari pembinasaan total. Akan tetapi, apa akibatnya? Mereka memuji Kamos, dewa mereka. Menurut pikiran mereka, kurban manusia yang dipersembahkan bahkan calon-pengganti raja Moab membuat hati Kamos dilunakkan, sehingga pada akhirnya ia bersedia meluputkan mereka dari perang yang menghancurkan mereka ini. Karena itu terpujilah Kamos! daripada Moab kalah, ia memberikan kemenangan kepada mereka. Dalam mata orang Moab bukan hanya Israel, melainkan terutama TUHAN mereka yang kalah! nanti akan disiarkan berita di seluruh bumi bahwa Kamos lebih kuat dari TUHAN. Akan tetapi, dunia ini terbalik dan memalsukan sejarah. Sebenarnya, dengan ini Israel mempermalukan nama TUHAN, Allah semesta alam!
Raja Mesa dikenal sampai sekarang ini, berkaitan dengan tugu peringatan yang ia persembahkan kepada dewa Kamos. Kira-kira sesudah perang yang dikisahkan dalam 2 Raja-raja 3, ia membangun kuil baru untuk Kamos, dewa Moab. Di dalam atau di depan kuil ini Mesa menaruh tugu peringatan tersebut. Pada tugu itu, selain perbuatan-perbuatannya yang besar ia mengukir semua kemenangannya antara lain atas Israel. Mesa mengucap syukur kepada dewa Kamos yang rupanya tidak marah lagi, tetapi akhirnya melepaskan Moab dari kesulitannya.
Ada yang menarik kesimpulan yang salah dari akhir peristiwa perang ini, yaitu bahwa tampaknya TUHAN memihak pada Moab dan menghukum umat perjanjian-nya, Israel. Jelas dari sejarah Israel yang selanjutnya bahwa TUHAN tetap beperkara dengan Moab. TUHAN tidak menyertai Moab, ganti Israel. Namun jelas, bahwa TUHAN beperkara dengan Israel juga. Dengan ”kegusaran besar” itu dia memang bertindak melawan mereka. Mereka jahat dan buruk, dan tidak layak disebut umat TUHAN karena pada prinsipnya tidak berbeda dari Moab. Setelah mereka memukul Moab, mereka sendiri dipukul oleh TUHAN. Karena kegusaran TUHAN ini mereka terpaksa meninggalkan Mesa dan pulang ke negeri mereka. Gagallah rencana mereka. Moab akan tetap memberontak melawan Israel (lih. 2Raj. 13:20). Moab sudah berhasil menjadi merdeka, oleh karena Israel melanggar firman TUHAN.
Mengenai ”kegusaran besar menimpa orang Israel” ini, para penafsir berbeda pendapat, yaitu sebagai berikut:
Dalam peperangan melawan Moab, Raja Yoram bersama Israel mengalami kemarahan TUHAN sampai dua kali. Pada awalnya Yoram maju memerangi Moab tanpa berpikir sedikit pun tentang TUHAN. Dalam kesusahan mendapatkan air minum di perbatasan Moab, Yoram dipaksakan-nya untuk mengakui hak-nya sebagai Allah perjanjian. Kata-kata Elisa menyatakan bahwa TUHAN tetap bersedia untuk menolong umat-nya, asal saja mereka setia menuruti firman-nya. Dalam rahmat-nya TUHAN menolong mereka, biarpun hanya karena Raja Yosafat benar-benar hidup sesuai dengan kehendak TUHAN. Akan tetapi, Yoram tidak bertobat, dan Israel tidak tahu berbelas kasihan sama sekali. Moab diruntuhkan sampai hampir habis (bdk. Mat. 18:21-35). Ketidaktaatan Israel itu setelah TUHAN menyelamatkan mereka dari kesulitan akan air menjadi sebab mereka mengalami kegusaran TUHAN.
TUHAN memang beperkara dengan Moab. Akan tetapi, 2Raja-Raja 3 menyatakan dengan gamblang bahwa ada juga perkara TUHAN dengan Israel. Perkara ini yang diutamakan dalam pasal ini! Kita melihat kebaikan dan anugerah TUHAN. Kita melihat pula keburukan Israel. Padahal, mereka umat TUHAN! Sudah lama mereka mengenal kehendak TUHAN. Namun, mereka hidup menurut kesukaannya sendiri. Menjadi umat TUHAN ternyata tidak berarti bahwa mereka kudus, taat, dan setia. Kita pun tidak dapat tidak mengakuinya. Hendaklah kita pun sadar akan kejahatan manusia. Meskipun TUHAN memanggil kita untuk hidup sebagai anak-nya, kita juga cenderung menolak-nya. Kita benar-benar tidak mampu melakukan perbuatan baik apa pun dengan kekuatan sendiri. Peristiwa yang diceritakan dalam 2 Raja-raja 3 menjelaskan bahwa tidak ada harapan untuk kita, kalau tidak ada pertolongan dari TUHAN. Syukurlah, pertolongan itu ada hari demi hari, dan mencapai puncaknya dalam karya Yesus Kristus, Anak TUHAN, satu-satunya manusia yang dipersembahkan sebagai kurban bakaran dengan izin dan persetujuan TUHAN. Alangkah murahnya TUHAN kita. Dia yang membalikkan hati yang jahat hingga ada harapan bagi Israel. Dan begitu juga bagi Moab, bersama-sama dengan semua bangsa lain (Mzm. 87)! Berkat kekuasaan TUHAN perang diganti oleh damai sejahtera (syalom).
Catatan teknis untuk khotbah/renungan: Maksud penafsiran ialah supaya (sebagian) isi Kitab Suci menjadi jelas untuk para pembaca. Dalam proses mencari arti kata-kata dalam Alkitab, segala macam pendapat juga dibicarakan. Sering terjadi para penafsir tidak sependapat. Semua pendapat itu perlu ditimbang dan dinilai. Dan akhirnya perlu ditarik kesimpulan tentang apa sebenarnya maksud TUHAN dengan ayat-ayat tertentu. Akibatnya, tafsiran sering panjang lebar. Akan tetapi, janganlah semua kesulitan di bidang penafsiran itu dibahas juga dalam khotbah. Janganlah jemaat dibingungkan dengan bermacam-macam pendapat. Tugas pengkhotbah ialah untuk memberitakan firman TUHAN kepada jemaat. Bila jemaat keliru tentang arti firman itu, mereka tidak dikuatkan dalam iman. Khotbah dapat dibandingkan dengan masakan yang dihidangkan di meja. Juru masak pasti tidak memberi penjelasan tentang cara masak dan bumbu-bumbu yang digunakannya. Itulah kerja dapur. Para tamu hanya menikmati makanan yang sudah tersedia. Penafsiran sama dengan persiapan di dapur, sedangkan khotbah adalah masakan yang dihidangkan di meja makan.