Ada beberapa orang percaya malah tidak mudah untuk mengulang kembali kata-kata Petrus pada akhir pasal 3 tadi. Apakah mereka tidak percaya akan kasih Allah? Mereka sama sekali tidak akan berani menyangkalnya. Apakah mereka tidak mengetahui janji-janji Allah? Tentu, mereka mengetahuinya. Dan sebetulnya mereka juga sangat rindu akan janji-janji itu. Tetapi, jika seandainya mereka tidak terpilih, apakah janji-janji itu berlaku bagi mereka? Apakah mereka boleh menerimanya? Dan apakah mereka juga boleh memercayainya? Syaratnya, mereka harus mengetahui dengan yakin bahwa mereka terpilih ... maka boleh!
Tetapi, bagaimana bila mereka tidak memiliki keyakinan itu sama sekali? Melalui firman-Nya, Allah bersumpah bahwa janji-janji-Nya berlaku bagi siapapun yang mendengarkan, bahwa setiap orang boleh menerimanya: ”Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepa da kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?” (Yeh 33:11)
Dan Allah juga menepati sumpah itu: ”Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah menga runiakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan ber oleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16)
Tetapi, menurut pandangan orang-orang yang tidak percaya itu meskipun mereka tidak akan pernah berani mengatakannya secara terang-terangan bukankah Allah berbicara dengan dua maksud?
Pada satu sisi, Tuhan Yesus mengucapkan kata-kata yang penuh penghiburan: ”Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kele gaan kepadamu. Pikullah gandar yang Kupa sang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab gandar yang Kupasang itu menyenangkan dan beban-Ku pun ringan.” (Mat 11:28-30)
Pada sisi lainnya, bukankah terdengar kata-kata yang penuh ancaman, yakni hanya mereka yang telah dikenal oleh Bapa sebelum dunia dijadikan, yang memperoleh penghiburan Tuhan Yesus itu? Apakah perkataan Bapa ini berlawanan dengan perkataan Anak tadi? Apakah Allah berbicara dengan dua maksud?