5. MEMBACA ALKITAB DENGAN BAIK, BAGAIMANA CARANYA?

Petunjuk-petunjuk Praktis Membaca

Alkitab secara Mandiri

Frans Wisselink

Argo sedang kebingungan. Dani, teman karibnya, telah memberi tahu Argo bahwa dia akan tinggal serumah dengan pacarnya, dalam istilah sekarang ”kumpul kebo”. Sementara ini mereka belum dapat menikah karena belum ada cukup uang untuk menyelenggarakan pesta perkawinan. Lagi pula, di mana tepatnya dalam Alkitab ada ketentuan bahwa seseorang harus menikah? Sesudah percakapan itu Argo mencari jawaban atas pertanyaan tadi. Bagaimana pandangan Allah tentang keputusan kita untuk kumpul kebo? Dia ingin mengetahuinya. Karena itu dia membaca Alkitab. Dian selalu merasa senang kalau di gerejanya ada anak-anak kecil yang dibaptis. Namun, beberapa waktu yang lalu dia mendengar seseorang mengatakan bahwa sunat dan baptisan sama sekali tidak saling berhubungan; pada zaman dahulu anak-anak kecil disunat, tetapi tak mungkin hal itu menjadi alasan untuk membaptis anak-anak kecil pada zaman sekarang. Dian ingin kejelasan tentang hal itu. Oleh karena itu, dia membaca Alkitab. Dalam perkumpulan Kelompok PA di gereja Ranu, akan dibahas 1 Yohanes 5. Ranu ingin mengadakan persiapan yang baik. Karena itu sebelumnya dia sudah membaca pasal tersebut. Beni dan Dewi sudah biasa membaca satu bagian dari Alkitab setiap hari sesudah makan. Mereka membacanya secara berturut-turut mulai dari Kitab Kejadian. Hari ini mereka sampai pada Mazmur 69.

Dalam bermacam-macam situasi orang-orang berkeinginan untuk membaca Alkitab. Mereka menyadari bahwa Alkitab bukan sembarang buku. ”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya...” (Ibr. 1:1-2). Allah telah memerintahkan supaya firman-Nya dicatat dalam sebuah kitab, yaitu Alkitab. Alkitab bukanlah hasil prakarsa manusia.

Bilamana manusia berbicara atas nama Allah, mereka selalu didorong oleh Roh Kudus untuk melakukannya. Sebab itu Alkitab sekali-kali tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Ptr. 1:20-21).

Demikianlah kitab-kitab dalam Alkitab adalah ”Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus” (2Tim. 3:15).

Justru karena itulah orang-orang ingin membaca Alkitab. Melalui Alkitab, mereka berhubungan dengan Allah yang kudus. Mereka mencari hubungan itu karena mereka rindu kepada Allah. Mereka ingin memperoleh pegangan, kasih, penghiburan, pertumbuhan, koreksi. Namun, mereka sering berpendapat bahwa Alkitab itu sulit. Mereka merasa kurang yakin.

Membaca Alkitab dengan baik, bagaimana caranya? Itulah pokok pembahasan dalam bab ini, melalui langkah-langkah berikut ini:

  1. Pembahasan tentang sifat Alkitab.
  2. Pentingnya sifat si pembaca Alkitab.
  3. Petunjuk-petunjuk praktis.
  4. Lima buah contoh.
  5. Dorongan semangat.

1. Sifat Alkitab: Cerita-cerita dan Perintah-perintah

Pernah ada seorang anggota majelis yang memberi teguran kepada seorang wanita anggota jemaatnya. Alasannya ialah karena wanita itu tidak mau menaati suaminya. Menurut penatua itu, sikap seperti itu bertentangan dengan kehendak Tuhan seperti tertulis dalam Ester 1. Ratu Wasti seharusnya menuruti permintaan raja, suaminya. Dia tidak melakukannya. Sebab itu dia diusir ke luar dari istana. Dia kehilangan kedudukannya yang bagus. Itu adalah akibat dari dosanya. Untuk kita, menurut penatua itu, hal itu mengandung pelajaran yang penting dan jelas: Tuhan menghendaki bahwa kaum wanita yang sudah menikah, harus taat kepada suaminya.

Kisah tentang penatua itu bagi banyak orang Kristen di Belanda terdengar seperti dongeng. Namun, ternyata hal itu benar-benar terjadi di Kongo. Salah seorang mahasiswa pendidikan teologia reformasi, menceritakan bahwa dialah yang memberi teguran di atas tadi. Para rekan senegaranya sependapat dengan dia. Dan mereka agak bingung ketika saya tidak menyetujuinya. Mereka mendapat kesan bahwa dengan demikian saya memberi kritik terhadap Alkitab.

Akan tetapi, seharusnya mereka belajar membedakan antara cerita-cerita dan perintah-perintah.

- Dalam Alkitab ada banyak cerita-cerita; dan kita harus percaya dengan tulus bahwa cerita-cerita itu menggambarkan apa yang benar-benar telah terjadi.
- Dalam Alkitab ada juga hukum-hukum dan perintah-perintah; dan kita harus menjalankannya dengan taat.

Ternyata pembedaan itu merupakan hal yang baru bagi para mahasiswa di Kongo itu. Dan ternyata dalam praktik, pembedaan itu sulit dimengerti dan dipraktikkan oleh setiap pembaca Alkitab, bukan saja para pembaca Alkitab di Afrika, juga di negara-negara Barat dan Timur.

Satu contoh lain ialah cara kita memandang Yusuf, anak kesayangan Yakub. Untuk menggambarkan segala pengalamannya telah disediakan banyak tempat dalam Alkitab. Juga Alkitab Anak suka bercerita panjang lebar tentang Yusuf. Itu sebabnya bagi banyak orang Kristen, Yusuf adalah orang yang suci. Setiap perkataan yang diucapkannya, dijelaskan secara positif. Setiap tindakannya dihubungkan langsung dengan perbuatan-perbuatan Kristus. Ada juga orang yang memandang Yusuf dengan kritis. Menurut mereka, dia itu tukang mengadu, dan sangat dimanja oleh ayahnya. Pandangan itu oleh banyak orang lain dianggap menjurus pada penghujatan.

Kita harus menyadari bahwa ada perbedaan antara cerita-cerita alkitabiah dan perintah-perintah alkitabiah. Namun, tidak hanya itu saja. Tentang ”cerita” dan ”perintah” itu masih perlu lebih banyak penjelasan.

Cerita-cerita alkitabiah menggambarkan perbuatan manusia, tetapi juga tindakan Allah. Seorang Kristen membaca cerita-cerita itu supaya mendapat makanan rohani. Dia mencari dukungan untuk imannya; dia mencari petunjuk-petunjuk untuk pilihan-pilihan yang harus dibuatnya; dia ingin berhubungan dengan Allah yang kudus.

Hal itu menimbulkan bahaya bahwa seorang Kristen tidak melihat hal yang istimewa, yang hanya terjadi sekali, dan yang luar biasa dari kisah yang dibacanya itu.

Saya hendak mengilustrasikan hal itu dengan bantuan dua contoh: satu dari Perjanjian Lama (Kejadian 12) dan satu lagi dari Perjanjian Baru (Kitab Kisah Para Rasul).

Dalam Kejadian 12 tertulis bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada Abraham. Orang yang membacanya dapat saja merasa cemburu terhadap Abraham. Soalnya, Abraham mendengar firman Allah secara langsung, sedangkan kita harus merasa puas dengan membaca Alkitab.

Namun, marilah kita menghitung berapa kali Abraham mendengar Allah secara langsung itu. Ternyata hal itu hanya terjadi beberapa kali saja dalam kehidupan Abraham yang panjang, di mana dia harus mencari-cari dan meraba-raba untuk mengenal kehendak Allah bagi hidupnya.

Secara teologis dibedakan antara berkhotbah tentang cerita-cerita Alkitab sebagai ”contoh” bagi kita pada masa kini. Pendekatan itu disebut ”eksemplaris” (dalam bahasa Inggris, ”example” ’contoh’).

Ada pendekatan lain yang menekankan pembacaan cerita-cerita itu untuk menunjuk kepentingan cerita itu dalam rangka sejarah penyelamatan Allah (dan dalam rangka sejarah pewahyuan Allah). Kedua pendekatan itu ada artinya, tetapi yang sangat penting itu mulai dengan mengerti arti cerita itu dalam rangka sejarah penyelamatan, baru setelah itu dapat diperlihatkan cerita itu sebagai contoh (teladan) bagi kita pada masa kini.

Dalam buku The Candlestand Statement telah ditetapkan pendapat berimbang tentang pokok pembicaraan itu. Bacalah khususnya Bab 1, pasal 4-7, tentang ”Memahami Alkitab”. Saya memberi sebuah cuplikan dari bagian itu: ”Kami percaya bahwa teks Alkitab secara keseluruhan menyampaikan apa yang dimaksud oleh Penulis Ilahi dengan jelas (tetapi kadang-kadang juga rumit). Kami percaya bahwa teks Alkitab mengandung aspek-aspek sejarah, kesusastraan, dan kebudayaan. Kami percaya bahwa peristiwa-peristiwa, para penulis, dalam teks Alkitab dapat dipercaya. Kami percaya bahwa sebagai dasar dari perintah dan tanggung jawab Gereja yang menyeluruh, tujuan penafsiran Alkitab adalah menemukan maksud dari Penulis Ilahi, dan karena itu kita harus memahami maksud mula-mula para penulis dalam menulis teksnya kepada para pendengar atau pembaca pertama itu.

Kami percaya bahwa pada saat kita berusaha memahami arti asli dari teks Alkitab adalah penting bagi kita untuk mengakui bahwa teks-teks tersebut mempunyai hubungan yang erat sekali dengan zaman spesifik dalam sejarah penyataan Allah yang koheren.

Misalnya, penting untuk diperhatikan bahwa Kitab-kitab Perjanjian Baru berhubungan dengan tahap peralihan yang spesifik dalam realisasi rencana Allah. Hidup dan karya Kristus meruntuhkan tembok pemisah temporer antara bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Pemberitaan Injil melahirkan Gereja dari seluruh dunia”, The Candlestand Statement, pasal 6.

Contoh kedua. Dalam Kisah Para Rasul sering diceritakan bahwa para rasul ditahan dalam penjara, tetapi kemudian dengan cara yang ajaib mendapat kembali kebebasan mereka. Seorang malaikat membimbing mereka ke luar penjara, atau terjadi gempa bumi yang dahsyat, yang merusak semua gembok gerbang penjara, sehingga gerbang itu terbuka lebar. Orang yang membaca itu bisa mengira bahwa Allah selalu akan membebaskan utusan-utusan-Nya. Namun, Kitab Kisah Para Rasul yang sama itu menunjukkan dengan jelas bahwa perkiraan itu keliru. Kadang-kadang para utusan Allah tetap terkurung di dalam penjara (ingatlah Paulus); kadang-kadang Allah bahkan membiarkan para utusan-Nya dibunuh (ingatlah Stefanus; juga Yakobus).

Dengan ini saya menyentuh sebuah diskusi tentang makna Perjanjian Baru (dan juga Kisah Para Rasul yang ada di dalamnya). Apakah arti Kitab Kisah Para Rasul untuk seorang Kristen dewasa ini? Apakah keterangan tentang jemaat Kristen di situ termasuk semua mukjizatnya, merupakan peraturan bagi gereja dewasa ini? Khususnya karya Roh dalam karunia-karunia ajaib (karunia untuk menyembuhkan, untuk berbicara dalam bahasa lidah, untuk bernubuat) dijadikan bahan diskusi. Diskusi itu bergerak antara dua hal yang ekstrem:

  1. penolakan langsung
  2. usaha mendapatkannya secara aktif

Menurut pendapat a, karunia-karunia ajaib Roh secara khusus harus dilihat dalam periode awal jemaat Kristen. Sekarang karunia-karunia itu tidak ada lagi. Pendapat itu ada kalanya disebut teologi garis. Artinya, Allah telah menarik garis di bawah zaman itu, sebagai tanda selesai. Sebelum ada garis itu terdapat karunia-karunia ajaib, sesudahnya karunia-karunia itu tidak dijumpai lagi.

Menurut pendapat b, karunia-karunia ajaib Roh itu selalu ada sejak dahulu, asal mendoakannya atau mengklaimnya. Juga sekarang Roh hendak memberikan karunia-karunia-Nya yang ajaib. Kalau karunia-karunia itu tidak ada, itu bukti bahwa tidak ada iman. Pendapat ini dapat disebut sebagai ”teologi-tanda- persamaan”. Artinya, sekarang Allah bekerja dengan cara yang persis sama seperti dahulu dalam jemaat pertama. Jadi, teologi itu menaruh tanda persamaan antara zaman para rasul dan zaman kita.

Untuk pembahasan lebih luas, saya menguraikannya pada Bab 11 dalam buku ini. Saya sangat setuju dengan pengungkapan ini di dalam The Candlestand Statement, dalam Bab 2, pasal 24-26, sebagai berikut ini:

Karunia-karunia dalam Sejarah Kami belajar dari Alkitab bahwa Roh Kudus mengaruniakan karunia-karunia-Nya kepada gereja dalam berbagai cara, sesuai dengan kebutuhan, waktu, dan keadaan.

Karismata dalam Perjanjian Lama

Allah telah menggunakan beragam karunia di tengah-tengah umat-Nya untuk memelihara perjanjian, melindungi mereka, menetapkan ibadat dan mempersiapkan kedatangan Perjanjian Baru di dalam Kristus Yesus. Misalnya, hakim-hakim, raja-raja, karunia berbicara dan hikmat, karunia menafsirkan mimpi, karunia membangun Tabernakel dan Bait Suci. Jadi, Allah memelihara gerak maju karya-Nya di sepanjang sejarah.

Karismata dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus mengutus para murid-Nya untuk menyebarkan Injil sampai ke ujung bumi. Misi ini memerlukankarunia-karunia yang memampukan mereka menjalaninya, semuanya bertujuan memenuhi tujuan Allah untuk mendamaikan DiriNya dengan ciptaan dan umat manusia. Dia memberikan Roh Kudus-Nya, yang paling berharga dari semua karunia yang lain. Kepada Gereja pertama, Dia memberikan karunia-karunia yang sesuai dengan kebutuhan jemaat yang masih muda atau baru bertumbuh. Ini juga berarti Roh Kudus memberikan karunia-karunia sesuai dengan kebutuhan dan waktu, misalnya:

  • karunia untuk mendirikan Gereja: para rasul, para nabi, para saksi mata, kata-kata hikmat, tanda-tanda, danmukjizat-mukjizat;
  • karunia untuk mempersekutukan dan menjaga Gereja: para rasul, para penatua, para gembala, kasih;
  • karunia untuk mempersiapkan Gereja bagi kedatangan Kristus: para pengajar dan pemberita Injil;
  • karunia-karunia untuk menyembah Allah: pelayan-pelayan firman, para penatua, dan keterlibatan anggota-anggota yang berkarunia;
  • karunia-karunia untuk menggembalakan dan menumbuhkan Gereja: penatua, hikmat, administrator, dan lain-lain;
  • karunia-karunia untuk memberitakan Injil: para penginjil.

Karunia-karunia Fondasional Kami menerima para rasul dan para nabi sebagai fondasi Gereja dan Yesus Kristus sendiri sebagai batu penjurunya (Ef. 2:20).

Jabatan rasul berakhir saat kematian rasul yang terakhir. Meskipun demikian, buah pelayanan, kesaksian dan pengajaran mereka terus hidup dalam Gereja masa kini. Alkitab tetap merupakan dasar dari iman rasuli. Para pejabat Gereja, yaitu para penatua dan diaken dipanggil untuk memelihara Gereja atas dasar ini, dan mempersiapkan umat Allah bagi beragam pekerjaan pelayanan (Ef. 4:12). Kami menerima para pemimpin ini sebagaikarunia-karunia dari Roh Kudus. Kami percaya bahwa iman, pengharapan, dan kasih adalah karunia-karunia yang tetap dan yang paling penting untuk kesejahteraan Gereja. Terlebih lagi, mereka adalah saksi bagi dunia, sehingga dunia percaya bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya bagi keselamatan kita (Yoh. 17:21).

Karunia-karunia Tambahan Kami percaya bahwa Tuhan menambahkan banyak macam berkat untuk membangun Gereja-Nya di atas fondasi ini.

Kesinambungan antara Gereja mula-mula dan Gereja masa kini diberikan dan dijamin di dalam Allah yang hidup dan di dalam karunia-karunia fondasi. Dengan penuh ucapan syukur kami menikmati pemberian-Nya dalam bentuk tambahan menurut hikmat-Nya sesuai waktu dan tempat. Wewenang Tuhan dan pengajaran rasuli menentukan penerapan dan penggunaan karunia-karunia itu oleh orang-orang percaya.

Oleh karena itu, pada masa kini orang-orang percaya tidak dapat menuntut karunia-karunia atau jabatan maupun otoritas yang terkait dengan karunia khusus. Kami menyatakan juga bahwa orang-orang percaya tidak dapat membatasi Roh Kudus untuk memberikan apa saja sesuai kehendak-Nya sendiri. Kami tidak dapat mendaftarkan semua karunia Roh Kudus atau mengulasnya karena karunia-karunia itu banyak. Meskipun demikian, kami ingin memberikan ulasan singkat mengenai karunia-karunia yang sering diperdebatkan.

Orang yang membaca kisah-kisah alkitabiah, sebaiknya memperhatikan Allah, yaitu memperhatikan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Allah dalam kehidupan manusia. Itu sangat penting, tetapi masih ada hal lain juga yang perlu diperhatikan oleh kita.

Kadang-kadang dalam kisah-kisah alkitabiah ditemukan perintah-perintah yang diberikan oleh Allah. Perintah-perintah seperti itu tidak bisa begitu saja dianggap berlaku untuk umum dan segala waktu.

Yesus memberi perintah kepada anak-anak Zebedeus supaya mengikuti Dia. Namun, ayah mereka dan juga para pegawainya, tidak diberikan perintah yang sama itu. Bacalah Markus 1:20. Dalam hal ini yang dimaksudkan ialah dengan jelas perintah spesifik untuk kedua anak itu. Tak mungkin hal itu diragukan. Akan tetapi, yang lebih sulit ialah perintah yang diberikan kepada orang kaya yang diceritakan dalam Markus 10. Yesus berkata kepadanya, ”Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Haruskah semua orang kaya juga menaati perintah itu? Mengapa? Apakah perintah yang diberikan Yesus itu merupakan perintah yang berlaku untuk umum dan untuk semua zaman kelak?

Dalam Alkitab terdapat banyak perintah-perintah Ilahi. Sering kita menjumpainya dalam wadah cerita. Dalam Perjanjian Baru kita dapat membacanya juga dalam surat-surat yang ditulis kepada hanya satu orang, atau kepada beberapa orang Kristen. Selalu timbul pertanyaan apakah perintah-perintah itu berlaku secara umum dan bagi semua orang Kristen di segala waktu? Kita harus merenungkan setiap situasi tertentu dengan jujur. Kesulitan yang kita jumpai dalam merenungkannya, hendak saya bahas dalam paragraf berikut ini.

2. Sifat Si Pembaca Alkitab: Manusia dengan Batas-batasnya

Kita ini adalah manusia yang mempunyai batas-batas. Dan karena batas-batas itulah, maka membaca Alkitab dapat merupakan pekerjaan yang sangat sulit bagi kita.

Membaca tanpa berprasangka adalah mustahil. Setiap orang membaca Alkitab dengan mengingat pengalamannya sendiri dan berdasarkan keyakinannya sendiri dan dalam konteks sosial dan budayanya sendiri.

Orang non-Kristen tidak merasakan keterikatan dengan Allah yang berbicara di dalam Alkitab. Bagi dia, Alkitab paling-paling adalah kitab yang menarik, lucu, atau yang membuat kesal.

Seorang Kristen ingin mendengarkan suara Bapanya di dalam Alkitab. Meskipun begitu, pengalaman dan keyakinannya ikut berbicara juga dengan semangat, apalagi kalau yang dibaca itu ialah Perjanjian Lama. Seorang Kristen Reformasi membaca sejarah Israel sebagai sejarah nenek moyangnya; dia merasa senang mendengar janji-janji Allah kepada nenek moyang itu, dan melihat bagaimana janji-janji Allah bagi mereka akhirnya digenapkan di dalam Kristus.

Seorang Kristen Injili melihat masa depan bagi Israel sendiri; dia menantikan penggenapan harfiah semua janji-janji Allah bagi Israel (terutama di dalam aliran kiliasme).

Sejak dahulu orang Kristen Reformasi membaca Alkitab di tengah-tengah persekutuan. Mereka menyadari bahwa firman Allah tidak mulai dari mereka dan juga tidak hanya diberikan kepada mereka (bdk. 1Kor. 14:36). Sebab itu dengan rasa syukur mereka memakai pengakuan gereja. Bagi mereka itu adalah sarana bantuan supaya mereka jangan picik dalam membaca Alkitab.

Namun, sarana bantuan itu bisa dipakai dengan keliru sehingga menjadi alat paksaan. Anda membaca Alkitab melalui kacamata pengakuan gereja, dan karena itu Anda tidak dapat benar-benar mendengar lagi apa yang dimaksudkan oleh Allah. Semuanya terbungkus di dalam apa yang sudah Anda ketahui dan yang diajarkan oleh gereja dalam dogmatika. Khususnya orang-orang Kristen Injili menunjuk pada bahaya itu. Mereka mengingatkan kisah tentang reaksi para imam dan ahli Taurat Yahudi (lihat Mat. 2).

Orang-orang itu tahu persis di mana Mesias akan dilahirkan, tetapi mereka sendiri tidak mau pergi ke Betlehem untuk menyambut dan menyembah Mesias itu. Contoh itu diberikan kepada orang-orang Kristen Reformasi sebagai peringatan, dan dengan sungguh-sungguh mereka diajak supaya berjaga-jaga jangan sampai pemikiran mereka menjadi kaku dan terikat (bdk. 2Kor. 3).

Saya mengenal beberapa orang dari golongan Kristen Injili yang merasa yakin bahwa mereka membaca Alkitab tanpa prasangka. Mereka menutup telinganya supaya tidak mendengar apa yang dikatakan para teolog. Mereka membaca Alkitab tanpa menggantungkan diri pada pendapat siapa pun. Mereka merasa bahwa Roh membimbing mereka dalam membaca. Mereka melalui metode ini merasa diberkati dengan melimpah. Mereka menerima petunjuk Ilahi bagi mereka sehingga melakukan hal yang benar.

Bagaimana mungkin orang lain berani memberi kritik atas cara membaca itu? Namun, bagaimanapun, kritik adalah hal yang mutlak diperlukan terhadap metode ini. Sebab metode ini adalah bentuk pembacaan Alkitab secara naif, dan tidak benar. Misalnya orang mencari (lewat sebuah konkordansi atau lewat fungsi pencarian pada internet) segala naskah yang berisi sebuah kata tertentu. Lalu dia menulis naskah-naskah itu secara berurut. Akan tetapi, hal itu mengabaikan sifat dan tujuan Alkitab! Dan membuka jalan untuk penafsiran yang bersifat sembarangan.

Dengan bantuan dua contoh saya akan menjelaskan apa yang saya maksud itu. Contoh yang pertama ialah mengenai kata ”hukum”; contoh yang kedua ialah mengenai kata ”Roh”.

Misalnya, seorang ingin mengetahui apa yang dikatakan Allah tentang hukum. Dia menulis semua naskah secara berurutan yang berisi kata itu. Lalu dari situ, dia menarik kesimpulannya. Hal itu tampaknya bersifat ”alkitabiah”. Namun, dia lupa bahwa kata ”hukum” mempunyai bermacam-macam arti. Dalam kasus A, kata itu berhubungan dengan ke-10 perintah Allah, sedang dalam kasus B, yang dibicarakan ialah hukum yang konkret (mis. segala peraturan yang berhubungan dengan perayaan roti yang tidak beragi). Dan dalam kasus C, yang dimaksudkan ialah kelima Kitab Musa (Torah).

Karena orang tadi mengumpulkan menjadi satu semua naskah tentang ”hukum”, maka dia tidak dapat menarik kesimpulan yang benar lagi.

Contohnya, seseorang hendak membuat penelitian tentang pribadi Roh Kudus: siapa Dia dan apa yang dilakukan-Nya dan bagaimana dalam Alkitab dibicarakan tentang pekerjaan-Nya.

Kemudian, orang itu antara lain membuat sebuah daftar darinaskah-naskah di mana dijumpai kata ”Roh” di dalam surat Ibrani. Karena itu, dia tidak pernah akan menjumpai naskah-naskah di mana kata

Roh tidak ada, sedangkan karya Roh ada. Bilamana kita hendak menggarisbawahi pengaruh Roh Kudus terhadap situasi tertentu, maka nama-Nya tidak disebut di dalam Alkitab. Sering Roh ada dan bekerja (secara implisit) tanpa disebut. Dia bekerja di balik tirai, secara diam-diam. Jadi, kalau Anda bekerja dengan naskah-naskah yang lepas-lepas, karya Roh tersebut tidak mendapat sorotan.

Kalau Anda membaca Alkitab dengan cara yang naif ini, Anda tidak menuruti Firman Allah, melainkan menuruti seleksi Anda dari Firman itu. Dan (tanpa Anda menyadari dan menginginkannya), seleksi itu tetap dipengaruhi oleh keyakinan Anda, oleh pengakuan iman Anda.

Ada juga orang Kristen Injili yang menyadari hal itu dan memberi peringatan terhadapnya. Gordon Fee (seorang ilmuwan Amerika yang bekerja di bidang Perjanjian Baru) adalah anggota yang penuh keyakinan dari gerakan Pentakosta; dia anggota Assemblies of God, sebuah gereja Pentakosta di Amerika Serikat. Dia lahir dan dibesarkan dalam gerakan Pentakosta; di kemudian hari gereja itulah yang menjadi pilihannya sendiri. Dia percaya pada karya ajaib Roh, juga seperti tampak dengan kuat dan nyata dalam karunia-karunia rohani, sampai pada zaman ini pula. Dia melihat bahwa ada kalangan Pentakosta yang beragumentasi berdasarkan ucapan-ucapan pada zaman dahulu. Tradisi mereka sendiri sangat penting bagi mereka, padahal mereka hendak mengharuskan orang lain supaya mendasarkan diri semata-mata pada Alkitab. Menurut Fee, orang-orang Kristen Pentakosta memiliki ajaran yang baik, tetapi dasar bangunan ajaran itu tidak kuat. Sebab itu dia ingin memberi sumbangannya untuk memperkuat dasar itu.

John Boekhout (dosen Sekolah Tinggi Theologia Injili di Veenendaal) menolak pemakaian Alkitab melalui kacamata dogmatis. Untuk itu dia menunjuk pada cara bagaimanaorang-orang Protestan menyoroti setiap bagian Alkitab berdasarkan ketiga pokok ini: penderitaan / penyelamatan / rasa syukur (yaitu sesuai dengan pembagian Katekismus Heidelberg dalam tiga bab).

Kemudian dia melihat bahwa semua orang yang membaca Alkitab berdasarkan pendapat mereka sendiri-sendiri, yaitu mereka semua memakai kacamata tertentu. Dia menekankan kepentingan pembacaan yang ”kontekstual”. Yang dimaksudkannya dengan itu ialah: ”Kita harus selalu lebih dahulu membiarkan setiap naskah, peristiwa, sajak, surat atau peraturan hukum berbicara untuk dirinya masing-masing di dalam konteksnya. Sebab itu, hal terbaik yang dapat kita lakukan sebelum kita menerapkan sesuatu, sediakanlah waktu cukup untuk membaca ’apa yang tertulis’”.

Jadi, kita memerlukan banyak hal untuk dapat membaca Alkitab dengan baik. Hal itu menyangkut doa, kesabaran, tambahan pengetahuan, tambahan wawasan, penyerahan diri kepada Allah.

Pembacaan Alkitab hanya menghasilkan berkat apabila sikap kita benar. Ada beberapa petunjuk praktis untuk sebuah metode membaca Alkitab secara mandiri, yang dapat membantu kita. Metode pembacaan Alkitab itu akan saya bahas dalam bagian yang berikut.

3. Beberapa Petunjuk Praktis

Saya menyarankan sebuah metode pembacaan Alkitab yang sangat sederhana. Ada tiga tahap:

  1. ajukan pertanyaan-pertanyaan
  2. carilah jawaban-jawabannya
  3. tariklah kesimpulan

Ajukan Pertanyaan-pertanyaan

Bacalah bagian naskah Alkitab itu dan ajukan pertanyaan-pertanyaan.

Semua pertanyaan diizinkan. Untuk mencegah bahwa ada beberapa pertanyaan tertentu dilupakan, berikut ini saya memberi sebuah daftar pengecekan, yang terbagi dalam empat rubrik.

1. di tingkat kata-kata

a) Apakah Anda memahami semua kata-kata dalam bagian naskah itu? Pikirkanlah dengan baik. Apakah kata-katanya biasa-biasa saja? Ataukah kata-kata itu mempunyai sebuah warna kekristenan (yang alkitabiah)? Jangan berpikir: saya sudah tahu. Ajukan pertanyaan. b) Bagaimana hubungan antara semua kata-kata itu. Siapa yang melakukan sesuatu, terhadap siapa, melakukan apa, mengapa, kapan, di mana, karena apa? Dalam beberapa kasus hal itu penting, ada kalanya, tidak penting. Tanyakan kepada diri sendiri. Dan catatlah segala pertanyaan itu!

2. di tingkat komponen-komponen

a) Apakah Anda memahami semua komponen dari bagian naskah itu? Misalnya, tahukah Anda siapa orang-orang yang disebut di situ? Siapakah saja yang memainkan peran? Apakah saja yang mereka alami atau lakukan? Di mana kejadian itu berlangsung? Apakah perbuatan orang-orang itu mempunyai arti tertentu? Apakah arti gambaran yang dipakai dalam naskah itu? b) Ada juga pertanyaan tentang arti historis dari unsur-unsur dalam bagian naskah itu. Bagaimana pemandangan alam di situ? Bagaimana situasi politiknya? Kebiasaan apa saja yang dimiliki orang-orang di situ? Apakah ada yang diketahui tentang situasi para pembaca yang pertama dari naskah itu?

3. di tingkat Bagian Alkitab

1) Apakah sifat dari bagian naskah itu? Apakah itu (sebuah komponen dari) sebuah kisah bersejarah, atau sebuah pidato, atau sebuah sajak, atau surat, atau nubuat?

2) Bagaimana susunan bagian naskah itu? Dengan tujuan apakah bagian itu ditulis?

4. di tingkat Seluruh Alkitab

a) Apakah hubungannya dengan Kristus? b) Apakah bagian naskah itu dikutip di tempat lain dalam Alkitab?

Apakah dalam bagian naskah itu ada naskah Alkitab yang dikutip?

Apakah ada naskah-naskah lain yang paralel?

Jangan takut mengajukan pertanyaan yang sulit. Catatlah pertanyaan-pertanyaan itu. Karena kalau tidak, Anda akan lupa.

Carilah Jawaban-jawabannya

Sebaiknya pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dalam urut-urutan bagian naskah Alkitab itu.

Berikut ini ada beberapa saran:

- Jawablah dahulu pertanyaan-pertanyaan yang mudah. Mulailah dengan apa yang paling jelas bagi Anda. Berdasarkan hal-hal yang jelas itu, Anda dapat meraba-raba untuk mengetahui apa yang masih sulit. Berdoalah supaya pandangan Anda terbuka.

Namun, terimalah juga kenyataan bahwa Anda tidak dapat memahami semuanya. Tuhan mungkin membimbing hidup Anda demikian rupa sehingga nantinya semua itu tiba-tiba menjadi jelas.

- Jangan cepat-cepat mencari jawabannya di buku yang lain.

Pusatkan perhatian Anda pada naskah Alkitab itu sendiri.

Sangat berguna juga apabila dalam tahap yang dini, Anda mencari bantuan dari terjemahan-terjemahan yang lain, misalnya Alkitab dalam terjemahan yang pertama (untuk ”merasakan” kata-kata manakah yang dipakai dalam naskah yang asli) dan Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (untuk mengetahui bagaimana bagian Alkitab ini diungkapkan dalam bahasa sehari-hari). Namun, janganlah Anda menutupi Alkitab di bawah terjemahan-terjemahan yang lain itu.

- Pusatkanlah perhatian Anda tetap pada bagian naskah itu.

Jangan membalik-balikkan dengan cepat semua halaman Alkitab. Namun, bacalah dengan teliti dan penuh perhatian apa yang dinyatakan Tuhan dalam bagian naskah itu. Janganlah Anda memotong pembicaraan-Nya. Biarlah Dia berbicara sampai selesai. Dengarkanlah apa yang hendak Dia katakan di sini kepada Anda. Janganlah lewatkan hal yang spesifik dan yang unik dalam bagian naskah Alkitab itu.

- Hayatilah situasi yang digambarkan itu. Bayangkanlah situasi itu. Lupakan sebentar bagaimana akhir kisahnya. Pindahkanlah diri Anda ke dalam diri orang-orang yang digambarkan di situ. Rasakanlah kesakitan, kebingungan, dan kesenangan mereka.
- Taruhlah kata-kata dan perbuatan Allah di tempat sentral.

Janganlah mencoba menarik pelajaran dari apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang-orang dalam bagian naskah itu.

Mungkin saja kata-kata atau perbuatan mereka tidak benar.

Perhatikanlah Allah senantiasa. Apakah yang dikatakan Allah kepada orang-orang yang khusus itu dalam situasi yang khusus itu? Bagaimana Dia bertindak dan bagaimana Dia bereaksi?

- Carilah dan tulislah persamaan-persamaan antara zaman itu dan zaman sekarang. Simaklah hubungan yang sudah ada dan yang masih tetap ada antara Allah dan umat-Nya. Perhatikan secara khusus dengan cara mana bagian Alkitab itu berhubungan dengan Yesus Kristus. Janganlah melakukan itu dengan cara yang dipaksakan; jangan menjadikannya teka-teki berupa gambar di mana sebuah sosok yang tersembunyi harus ditemukan.
- Carilah dan tulislah perbedaan-perbedaan antara zaman itu dan zaman sekarang. Telitilah misalnya janji-janji mana yang belum digenapi oleh Tuhan. Carilah juga kewajiban-kewajiban manakah yang tidak perlu lagi dilakukan.
- Bacalah Alkitab sebagai satu kesatuan. Akuilah bahwa Alkitab dalam keseluruhannya dan dalam segala bagiannya adalah firman Allah. Laksanakanlah juga prinsip itu dalam praktik.

Janganlah bertindak selektif. Janganlah hanya membaca bagian-bagian ”yang menarik”. Bacalah juga bagian-bagian naskah yang ”kurang menarik”. Dan bacalah bagian-bagian yang panjang secara berturut-turut!

Tariklah Kesimpulan

Setelah semua pertanyaan terjawab, saatnya untuk menarik kesimpulan. Perumusan kesimpulan itu tergantung dari situasi di mana Anda menyelidiki Alkitab.

Bagaimanapun, kesimpulan mempunyai arti yang penting. Siapa yang merumuskan kesimpulan, memaksa dirinya untuk membuat risalah tentang apa yang telah dikerjakannya. Apakah sebetulnya yang telah kita temukan? Dan (secara singkat), apakah yang menjadi pokok dari semuanya itu?

Pada umumnya kesimpulan harus memenuhi empat syarat:

- berdasarkan jawaban-jawaban yang telah ditemukan;
- langsung berhubungan dengan kata-kata dan gagasan-gagasan dalam bagian naskah Alkitab itu;
- berisi pokok sesungguhnya dari bagian itu;
- singkat, yaitu maksimal tiga atau empat kalimat.

4. Contoh-contoh

Dengan bantuan sejumlah contoh saya hendak membuat metode pembacaan Alkitab yang digambarkan di atas itu menjadi lebih konkret.

Contoh 1: Apakah arti kata ”anak” dalam Mazmur 131:2?

Pertanyaan: Dalam Alkitab TB Mazmur 131:2 diterjemahkan: ”Seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.” Anak manakah yang dibicarakan?

Pembahasan: Pertanyaan itu mengilustrasikan betapa pentingnya tingkat 1 dari daftar pengecekan pertanyaan-pertanyaan tentang kata-kata yang dipakai dalam bagian Alkitab itu.

Dari terjemahan-terjemahan lain (mis. TB), tampak bahwa yang dimaksudkan ialah anak yang disapih, seorang anak yang belum lama tidak diberi air susu ibunya. Dalam kebudayaan Barat, seorang bayi biasanya sudah disapih sesudah dia berusia satu tahun. Dalam kebudayaan lain lagi (begitu juga pada zaman Daud hidup), hal itu dilakukan kalau seorang anak berusia dua atau tiga tahun.

Jawaban: Daud (penulis Mazmur ini) menyamakan dirinya dengan seorang anak kecil yang berusia satu, dua, atau tiga tahun. Seperti seorang kanak-kanak yang dengan menangis mencari perlindungan ibunya, kita pun mencari perlindungan TUHAN. Contoh 2: Apakah arti konsep ”api” dalam Matius 3:11?

Pertanyaan: Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang dengan air. Dia mengumumkan kedatangan seorang yang akan membaptis mereka dengan Roh Kudus dan dengan api. Apakah yang dimaksudkan dengan ”api” itu?

Pembahasan: Pertanyaan ini menunjukkan betapa pentingnya tingkat 2 dari daftar pengecekan (petanyaan-pertanyaan tentang berbagai komponen).

Sering ”Roh Kudus” dan ”api” saling digabungkan. Pengertian ”api” dibaca seakan-akan terkandung dalam kata-kata Yesus dalam Kisah Para Rasul 1:5. Kemudian, si pembaca langsung menghubungkannya dengan kejadian-kejadian dalam Kisah Para Rasul 2. Di situ digambarkan bahwa muncul ”lidah-lidah seperti lidah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Lalu mereka semua dipenuhi dengan Roh Kudus”. Berdasarkan itu ada banyak orang yang ingin dibaptis dengan Roh Kudus dan dengan api.

Namun, pada Yohanes, pengertian ”api” mengandung arti yang menakutkan. Ada terjemahan yang menerjemahkan Matius 3:11-12 sebagai berikut, ”Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda hidup yang baru, tetapi Dia yang datang kemudian setelah aku, lebih berkuasa daripada aku; aku ini bahkan tidak layak untuk membawakan kasut-Nya bagi Dia. Dia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api; alat penampi sudah di tangan-Nya, Dia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi sekam itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan”. Dalam Matius 3 itu, Yohanes berbicara tiga kali tentang ”api”.

Dalam ayat 10 (”setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api”) dalam ayat 11 (”Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”) dan dalam ayat 12 (”sekam itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan”). Jelaslah bahwa dalam ayat 10 dan 12, Yohanes berbicara tentang api penghakiman. Dan jelas juga bahwa dalam ayat 11, yang dimaksudkannya ialah api yang sama. Dia yang datang kemudian setelah Yohanes, akan membaptiskan beberapa orang dengan Roh Kudus (sebagai tanda anugerah dan keselamatan), tetapi Dia akan membaptiskan orang lain dengan api (sebagai tanda penghakiman).

Jawaban: Yang dimaksudkan Yohanes dengan pengertian ”api” dalam Matius 3: 11 ialah api penghakiman.

Contoh 3: Bagaimanakah penyusunan Galatia 5 dan 6?

Pertanyaan: Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus berbicara tentang hukum Taurat. Akan tetapi, tampaknya saling bertabrakan:

Tidak seorang pun dibenarkan karena melakukan hukum Taurat (Gal. 2:16). Begitu juga tak seorang pun dapat menerima Roh karena melakukan hukum Taurat (Gal. 3:5). Kristus diutus kepada kita untuk menebus mereka yang takluk kepada hukum Taurat (Gal. 4:5). Sebab itu janganlah kita takluk kepada hukum Taurat (Gal. 4:21). Galatia 5:1 terdengar sebagai suatu kesimpulan: ”Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu, berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” Tampaknya hukum Taurat itu sudah tidak ada fungsinya sama sekali. Betulkah itu?

Pembahasan: Pertanyaan ini membuktikan arti pentingnya tingkat 3 dari daftar pengecekan (pertanyaan-pertanyaan yang memperlihatkan arti keseluruhan bagian Alkitab itu). Untuk itu, marilah kita perhatikan bagaimana susunan Galatia 5 dan 6.

5:1-12 Paulus berseru kepada orang-orang Galatia supaya hidup dalam kemerdekaan. 5:13-24 Paulus memperingatkan orang-orang Galatia supaya jangan menyalahgunakan kemerdekaan itu. Dalam konteks itulah dia memberi ucapan-ucapan yang positif tentang hukum Taurat. Dia menulis, ”Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu, ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Gal. 5:13-14). Dan dia masih tetap menulis, ”Jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat” (Gal. 5:18).

Namun, setelah dia menggambarkan buah Roh, dia menulis: ”Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Gal. 5:23). 5:25-6:10 Paulus ingin agar orang-orang Galatia hidup dengan rukun. Juga pada saat itu, dia memberi ucapan-ucapan yang positif tentang hukum Taurat. Dia menulis, ”Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2).

6:11-18 Paulus menutup suratnya ini dengan kata-kata akhir yang ditulisnya sendiri dengan huruf-huruf yang besar.

Dari rangkuman itu tampak bahwa bagi Paulus hukum Taurat masih sangat berfungsi. Dia menggarisbawahi kesatuan hukum Taurat.

Dan menyebut hukum itu: hukum Kristus.

Jawaban: Paulus tidak menentang hakikat hukum Taurat (=hukum Musa), tetapi dia tidak mau kalau hukum itu dipakai dengan keliru.

Hukum Taurat hanya bermakna bagi orang Kristen dalam hubungan dengan Kristus.

Contoh 4: Apakah hubungan Mazmur 69:28-29 dengan Yesus Kristus?

Pertanyaan: Dalam Alkitab terdapat doa-doa yang oleh seorang Kristen tidak berani disetujui begitu saja. Misalnya, Mazmur 69:28-29:

”Tambahkanlah salah kepada salah mereka, dan janganlah sampai Engkau membenarkan mereka! Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama denganorang-orang yang benar!” Apakah itu doa yang masih patut didoakan pada masa kita?

Pembahasan: Pertanyaan ini membuktikan betapa pentingnya tingkat 4 dalam daftar pengecekan (pertanyaan tentang tempat naskah dalam keseluruhan Alkitab). Ketika Yesus di salib, Dia mengatakan, ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Karena itulah sering dikatakan bahwa doa dalam Mazmur 69:28-29 bertentangan dengan kasih Kristus. Akan tetapi, di dalam Perjanjian Baru, terdapat sangat banyak ayat yang dikutip dari Mazmur 69, yaitu: ay. 10a dalam Yohanes 2:17, ay. 10b dalam Roma 15:3, ay. 22 dalam Lukas 23:36, ay. 23-24 dalam Roma 11:9-10, dan ay. 26 dalam Kisah Para Rasul 1:20.

Dari semua kutipan itu terbukti bahwa dalam Perjanjian Baru, Mazmur 69 diterapkan pada penderitaan Kristus, jadi termasuk bahasa yang keras dalam ayat 23, 24, dan 26. Orang-orang yang menyalibkan Yesus menempatkan dirinya di dalam bahaya karena mereka yang menyebabkan Yesus menderita. Sebab itu Yesus mengatakan: ”Hai putri-putri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk. 23:28). Ketika Yesus tergantung di kayu salib, Dia masih mengatakan, ”Bapa, berilah waktu kepada orang-orang itu untuk menyadari apa yang telah mereka perbuat; sekarang ini mereka belum menyadarinya, maka ampunilah mereka sekarang.” Dari situ tampak kasih-Nya. Allah itu panjang sabar. Namun, sesudah bersabar selama berabad-abad, hukumannya pasti tiba. Lawan-lawan Allah akan dicoret dari buku kehidupan. Anak-anak Allah tidak akan dikecewakan pada akhirnya.

Dan untuk itu kita belajar berdoa, seperti Mazmur 69:28-29.

Jawaban: Doa bagian Mazmur 69 ini berisi bahasa yang keras. Kita harus menaikkan doa itu. Namun, kita melakukannya dengan rasa takut dan hormat menghadapi murka Allah dan Anak Domba, yang dilimpahkan terhadap para lawan-Nya (Why. 6), dan sekaligus juga rasa syukur karena kepedulian-Nya yang penuh kasih terhadap semua hamba-hamba-Nya (Why. 7).

Contoh 5: Bagaimana kita harus membaca Markus 16: 17-18?

Pertanyaan: Dalam Alkirab TB 2 Markus 16:17-18 berbunyi: ”Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: Mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun yang mematikan, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.”

Terjemahan lain menggunakan kata ”dikenali”: ”Orang-orang yang percaya akan dikenali oleh tanda-tanda yang berikut ini....”

Apakah orang yang tidak melakukan tanda-tanda itu bukan orang percaya?

Pembahasan: Marilah, sehubungan dengan pertanyaan ini, kita menyusuri keempat tingkat penafsiran itu secara berturut-turut:

1) Tingkat kata-kata. Apakah kita memberi cukup perhatian pada kata-kata yang ada di dalam bagian naskah Alkitab ini? Kita menyimak kata ”dikenali”. Dengan kata itu diungkapkan bahwa tanda-tanda itu adalah ciri khas orang-orang yang percaya.

Setiap orang percaya dapat dikenali karena kenyataan bahwa dia mengusir roh jahat, dan tanda-tanda yang lain itu. Apakah itu pesan yang diberikan oleh Tuhan yang telah bangkit? Marilah kita mengambil Alkitab terjemahan kuno, yang lebih harfiah. Sebab terjemahannya berguna untuk mengetahui bagaimana ungkapan itu dirumuskan dalam naskah yang asli. Dalam terjemahan itu sama sekali tidak ada kata ”dikenali” di bagian itu. Di situ kita memang membaca tentang tanda-tanda yang akan ”mengikuti” orang-orang percaya (jadi, bunyinya juga berbeda daripada TB 2 yang mamakai ”menyertai”). Kata ”mengikuti” menunjukkan bahwa tanda-tanda itu akan merupakan ciri khas yang menyertai orang-orang percaya sebagai kelompok, sebagai jemaat.

2) Tingkat komponen-komponen. Apakah kita cukup memperhatikan komponen-komponen dari bagian naskah itu? Marilah kita menyimak ungkapan ”orang-orang yang percaya”. Yang dimaksudkan di sini ialah kelompok orang (kelompok tertentu) yang menjadi percaya karena pemberitaan kesebelas murid Yesus Kristus. Bukankah Dia menyatakan diri-Nya kepada kesebelas orang ini ketika mereka sedang makan (ay. 14)? Kesebelas orang itu menerima perintah dari Yesus untuk memberitakan kabar baik kepada semua orang (ay. 15). Dan kepada kesebelas orang itu Yesus berkata, ”Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (ay. 16). Jadi, kelompok tertentu itu (mereka yang percaya karena langsung mendengar perkataan kesebelas murid itu) masa kini sudah tidak ada lagi.

3) Tingkat bagian Alkitab. Apakah kita memberi cukup perhatian pada sifat dan susunan bagian naskah Alkitab ini? Kita sedang meneliti ayat 17 dan 18 dalam konteks keseluruhan Markus 16:15-20. Segera akan tampak bahwa dalam bagian naskah ini ada dua bagian yang saling terpisah, yaitu: perintah yang diberikan (15-18) dan pelaksanaannya (19-20). Kedua bagian itu berjalan sejajar. Lihatlah skema di bawah ini:

Sekarang terbukti kebenaran dari apa yang telah kita dapati pada tingkat kata-kata dan komponen-komponen dari bagian naskah Alkitab itu, lihat di atas. Markus 16:17-18 memberi gambaran tentang apa yang dikatakan oleh Yesus Kristus kepada kesebelas murid-Nya. Mereka harus pergi ke seluruh dunia (ay.15), maka mereka pun pergi (ay. 20a). Tuhan berjanji bahwa akan ada tanda-tanda (ay. 17) dan Ia sungguh-sungguh memberitanda-tanda kepada mereka untuk meneguhkan pemberitaan mereka (ay. 20b).

4) Posisi dalam keseluruhan Alkitab. Apakah kita cukup memberi perhatian pada tempat di mana bagian naskah ini terletak di dalam keseluruhan Alkitab? Sebetulnya kita harus membaca seluruh Alkitab untuk dapat mengerti dengan baik, apa yang menurut Markus 16:17-18 berkait perkataan Tuhan kepada kesebelas murid-Nya. Hanya dengan begitu kita dapat berusaha mengerti apa arti perkataan itu bagi zaman kita ini. Namun, pekerjaan membaca seluruh Alkitab itu memang berat. Hal itu sudah dibuktikan dalam buku ini. Lihatlah secara khusus Bab 14.

Marilah kita menulis secara berturut-turut semua naskah dalam Perjanjian Baru yang terdapat kata ”tanda-tanda”. Melalui internet pekerjaan itu sangat mudah. Hasilnya 27 naskah. Dua di antaranya dijumpai dalam Markus 16. Ke-25 naskah yang lain dibagi-bagi sebagai berikut:

Perintah (ay. 15-18)

Pelaksanaan (ay. 19-20)

”Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk (16:15).

”Mereka pun pergi memberitakan Injil ke segala penjuru” (16:20a).

”Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya...” (16:17).

”dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya” (16:20b).

Ringkasan ini sama sekali tidak dapat menentukan semua!

Banyak bagian naskah yang penting tidak masuk dalam gambar itu. Namun, meskipun begitu, kita mendapat pelajaran penting melalui ikhtisar ini. Dalam Perjanjian Baru (selain dalam Markus 16), diberitahukan 10 kali bahwa pemberitaan Injil disertai dengan ”tanda-tanda”. Itu semua tidak pernah dihubungkan dengan orang-orang percaya pada umumnya; hal itu terbatas pada pemberitaan para rasul (sembilan kali) dan pemberitaan Stefanus (satu kali). Markus 16:20 dengan sangat sesuai menyambung deretan 10 kali itu: Tuhan memperkuat pemberitaan para rasul dengan tanda-tanda yang menyertai pemberitaan itu. Berdasarkan hal itu, maka menurut pendapat saya, hanya satu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu: dalam Markus 16:17-18, Tuhan Yesus Kristus menjanjikan bahwa Dia akan memperkuat pemberitaan para rasul-Nya.

Jawaban: Seseorang dapat menjadi orang percaya yangsungguh-sungguh, meskipun padanya tidak ada tanda-tanda yang ditulis dalam Markus 16:17-18. Seorang yang percaya tidak dikenali karena Tanda-tanda

Nas-nas Alkitab Tanda-tanda zaman Mat. 16:3

Tanda-tanda dan mukjizat- mukjizat para lawan Allah Mat. 24:24; Mrk. 13:22; 2Tes. 2:9; Why. 13:13; Why. 13:14; Why. 16:14; Why. 19:20

Tanda-tanda dahsyat yang berasal dari alam Luk. 21:11; Luk. 21:25; Kis. 2:19

Tanda-tanda yang dilakukan oleh Yesus Yoh. 4:48; Yoh. 6:26; Kis. 2:22

Tanda-tanda yang dilakukan oleh para rasul Kis. 2:43; Kis. 4:30; Kis. 5:12; Kis. 8:13; Kis. 14:3; Kis. 15:12; Rm. 15:18; 2Kor. 12:12; Ibr. 2:4

Tanda-tanda yang dilakukan oleh Stefanus Kis. 6:8

Tanda-tanda yang dilakukan oleh Musa Kis. 7:36 tanda-tanda yang dia buat, tetapi karena kenyataan bahwa dia telah menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya.

Dorongan Semangat

Untuk dapat membaca Alkitab dengan baik, banyak hal yang diperlukan. Di atas, melalui beberapa petunjuk praktis, saya memberi sedikit bantuan. Bacalah sendiri Alkitab Anda. Janganlah terlalu cepat mengatakan: Aku tak mengerti isinya. Janganlah terlalu cepat berpikir: ini terlalu sulit bagiku. Teruslah membaca dengan khidmat, sabar, dan penuh rasa ketergantungan. Lambat laun Anda akan mendapat makin banyak wawasan tentang apa yang dikatakan oleh Roh Allah kepada jemaat-jemaat.

”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya yang telah Ia tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu. Melalui Dia Allah telah menjadikan alam semesta” (Ibr. 1:1-2).

”Karena itu kita harus lebih teliti memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus. Sebab kalau firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimana kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan... oleh mereka yang telah mendengar-Nya? Allah juga meneguhkan kesaksian mereka dengan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat dan dengan berbagai-bagai penyataan kuasa dan pemberian Roh Kudus, yang dibagi-bagikan-Nya menurut kehendak-Nya” (Ibr. 2:1-4).

”Kiranya Allah damai sejahtera, yang dengan darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, melalui Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin (Ibr. 13:20-21).

Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas

1. Bagaimanakah Anda membaca Alkitab? Sorotilah sebentar kebiasaan-kebiasaan Anda secara kritis.
2. Bandingkanlah cara Anda dengan cara seorang sesama Kristen dalam membaca Alkitab. Persamaan-persamaan manakah yang Anda dapati? Perbedaan-perbedaan manakah yang Anda lihat? Carilah penjelasannya bersama-sama.
3. Bagaimana Anda dapat menerima lebih banyak berkat dari pembacaan Alkitab?
4. Bahaslah bersama contoh-contoh penafsiran dalam bab ini.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk ten Brinke, J.W. Maris, dkk.
  3. ISBN:
    978-602-0904-68-9
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak, 2006
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas