1. ALLAH TRITUNGGAL YANG BERSEKUTU DENGAN KITA

Tentang Roh Kudus dan Karya-Nya

Hans Maris

Roh Kudus: Sesuatu atau Seseorang?

Alkitab sering berbicara tentang Roh Kudus. Apakah yang dibicarakannya sesuatu (sesuatu yang hebat) ataukah seseorang?

Apakah Roh Kudus itu suatu kekuatan yang datang kepada kita, ataukah yang dimaksudkan lebih dari itu? Bab ini mencoba menjawab pertanyaan yang sangat penting itu. Sebab, tampaknya banyak Kristen sangat kabur berbicara tentang Roh Kudus, padahal dalam Alkitab tidak demikian halnya. Jadi, sebaiknya kita membahasnya!

Tentang Roh Kudus dan karya-Nya sudah sangat banyak diteliti secara sangat serius. Tentu saja, bagi orang Kristen, pribadi Yesus Kristuslah yang paling penting. Namun, kalau kita memusatkan segala perhatian kepada Kristus saja, mungkin kita agak melupakan Roh Kudus. Apakah Anda tahu benar siapa Roh Kudus itu? Apa saja yang diceritakan Alkitab tentang Roh Kudus? Bagaimana Anda dapat mengenal Roh Kudus?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu penting diajukan supaya kita tidak terlalu cepat dihanyutkan oleh gelombang-gelombang berbagai cerita penuh gairah tentang pengalaman-pengalaman dengan Roh Kudus. Untuk mengembangkan ajaran alkitabiah, kita membutuhkan kerangka ”dogmatis” yang punggungnya alkitabiah sehingga kerangka itu dapat berdiri kukuh.

Tentu saja kita tahu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, misalnya Pentakosta merayakan pencurahan Roh Kudus. Dan bahwa Roh Allah menggerakkan hati orang-orang untuk percaya kepada Kristus dan kepada Bapa. Kita tahu juga bahwa Roh Kudus memberi damai sejahtera dalam hati kita dan memberi karunia-karunia dalam jemaat. Semua itu berhubungan dengan karya Roh Kudus Allah.

Namun, pertanyaan ”Siapa Roh Kudus?” belum dijawab oleh keterangan itu. Kalau dalam buku ini kita hendak membahas makna Roh Kudus untuk kehidupan Kristen, maka pertanyaan itu perlu dibicarakan. Bukan saja karya Roh Kudus itu penting, juga pribadi

Roh Kudus sangat berhubungan dengan kita. Kedua aspek itu justru sangat erat berkaitan satu dengan yang lain. Dalam bab ini kita hendak meneliti bagaimana justru jawaban atas pertanyaan siapa Roh Kudus, membantu kita untuk memperoleh gambaran yang baik mengenai makna segala yang dilakukan oleh Roh Kudus.Kadang-Kadang karya Roh Allah terutama dipandang sebagai sumber yang melengkapi manusia dengan berbagai kekuatan yang luar biasa (God’s empowering presence, ”kehadiran Allah yang memberi kuasa”).

Yang hendak saya jelaskan dalam bab ini dapat diuraikan sebagai berikut: Dalam karya Roh Kudus, yang penting bukanlah apa yang diberikan-Nya kepada kita, melainkan siapa Diri-Nya sendiri bagi kita, yaitu Allah Tritunggal yang dengan penuh kasih mengikat diri-Nya kepada kita manusia.

Jalan Allah Menuju Manusia

Hidup oleh Roh Allah-itulah pokok yang bagi Kristen mengandung arti vital bagi kehidupan. Mudah-mudahan hal itu sudah Anda kenal. Seharusnya di dalam gereja pokok ini mendapat banyak perhatian.

Namun,-bagaimanakah pelaksanaannya? Apakah hidup oleh Roh adalah sesuatu yang seharusnya lebih diperdalam oleh para Kristen, sehingga dapat mengembangkankemungkinan-kemungkinannya? Dengan kata lain: apakah itu semacam jalan yang dapat Anda tempuh, suatu metode dan prakarsa yang Anda dapat laksanakan?

Atau, haruskah kita justru mulai dari sisi yang lain? Apakah awal dari ”hidup oleh Roh” terletak pada Roh Kudus karena Dialah yang berkenan untuk tinggal dalam manusia (atau tidak)?

Barang siapa yang sedikit mengenal Kitab Suci, tahu bahwa yang terakhir itu yang benar. Prakarsa manusia mana pun tidak akan menghasilkan kehidupan dengan Allah. ”Sebab aku tahu bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai yang bersifat daging, tidak ada sesuatu yang baik” (Rm. 7:18). Sifat alami kita, telah dinyatakan secara radikal dengan kata mati (Ef. 2:1, 5). Yesus menegaskan kepada Nikodemus, seorang pemuka agama saleh di Israel bahwa tidak mungkin ada pengetahuan tentang Kerajaan Allah dan tentang kehidupan di dalamnya, kecuali melalui pembaruan hidup yang paling radikal, yaitu kelahiran kembali (Yoh. 3:3, 5). Juga dalam percakapan-percakapan dengan para murid-Nya, Yesus menunjukkan di mana letak awal kehidupan rohani mereka:

”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15: 16). Kutipan-kutipan itu menunjukkan apa yang akan menjadi jelas setelah kita membaca Alkitab halaman demi halaman.

Kita melihat di sini titik perbedaan inti antara agama Kristen dan semua agama lain. Dalam banyak agama terdapat berbagai aktivitas rohani yang dilakukan manusia, yaitu: berdoa, bermeditasi, membaca, mendengarkan, bernyanyi, mengorbankan, melaksanakan segala macam kewajiban. Namun, ada perbedaan yang radikal antara kerohanian orang-orang Kristen dan kerohanian para pengikut agama-agama lain. Dalam agama-agama lain, segala aktivitas itu dilakukan untuk dapat membuka jalan dari manusia menuju Allah; sedangkan dalam agama Kristen, segala aktivitas itu bertempat di jalan yang dimulai dari Allah menuju kita.

Sebaiknya saya segera menambahkan keterangan bahwa dalam segala aktivitas Kristen itu, manusia tidak dijadikan pasif. Cara yang dipakai Allah untuk berkarya dalam manusia, tidak meniadakan aktivitas manusia, melainkan melibatkan dia. Ketetapan bahwa kita tidak dapat mengembangkan sesuatu untuk membuka jalan menuju Allah, tidak berarti bahwa di dalam Alkitab tidak terdapat nasihat supaya manusia aktif dan rajin, supaya kita mencari hal-hal yang di atas (Kol. 3: 1) dan mengikuti jalan Yesus Kristus (Kol. 2: 6) dan membiarkan diri kita dipimpin oleh Roh (Gal. 5: 16). Yesus telah berpesan supaya kita tinggal di dalam Dia dan di dalam firman-Nya (Yoh. 15: 5-8; 8: 31). Kata-kata itu sangat mendorong kita untuk bersungguh-sungguh menjalani kehidupan bersama Dia. Namun, dalam konteks yang sama, Tuhan Yesus dengan penuh tekanan berbicara tentang Roh, yaitu Penghibur, yang akan diutus-Nya kepada orang-orang milik-Nya untuk mengingatkan mereka akan semua yang telah dikaruniakan di dalam Kristus (Yoh. 14:26; 15:26; 16: 13-15; bdk. 1Kor. 2:12-16). Jadi, apa yang ditugaskan dan apa yang dikaruniakan kepada kita saling sangat berdekatan.

Dengan demikian kita selalu menjumpai karya Roh Kudus sebagai karunia kepada jemaat, tetapi di dalamnya terkandung juga sebuah tugas. Ketika Paulus mengatakan kepada orang-orang Kristen di Korintus bahwa mereka membentuk bait Allah, maka ia menjelaskan bahwa kekayaan fakta itu mengandung tugas: ”Tidak tahukah kamu bahwa kamu sekalian adalah bait Allah?” (1Kor. 3: 16). Itu berhubungan erat dengan fondasi keberadaan seorang Kristen, yaitu Kristus semata-mata (1Kor. 3:11). Namun, di tempat fondasi itu diletakkan, terdengar kata: ”Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya” (1Kor. 3:10).

Jadi, yang penting pada karya Roh Kudus, sudah pasti ialah jalan dari Allah kepada manusia. Itulah hal yang inti. Dan untuk memperoleh ide yang baik tentang makna itu, kita mulai pada Allah sendiri: siapakah Dia, dan bagaimana Dia menyatakan diri-Nya? Segala teguran dan anjuran, akan muncul juga dengan sendirinya dalam gambaran itu.

Allah Tritunggal

Sebagian dari karya Allah Roh Kudus ialah Dia mengubah manusia-manusia berdosa dan patut binasa, menjadi manusia-manusia baru. Untuk memahami hal itu dengan baik, kita harus fokus pada permulaan ketika Allah mulai memedulikan manusia.

Melihat itu, jelas bahwa keberadaan manusia seluruhnya berhubungan dengan motif-motif Allah sendiri yang paling hakiki. Di sini kita belum berbicara tentang Roh Kudus dan karya-Nya, melainkan tentang Allah.

Setelah itu, secara lambat laun menjadi jelas dalam Alkitab bagaimana manusia berhubungan dengan Allah Tritunggal, yaitu Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Kemudian dalam Perjanjian Baru kekayaan ketritunggalan diperlihatkan kepada kita sehingga kemuliaan Allah terbuka dan gereja pada abad-abad pertama mulai mengungkap kata ”Tritunggal”. Dengan istilah ketritunggalan gereja mencoba mengungkapkan kekayaan wujud Allah.

Sebutan ”Trinitas” atau ”Tritunggal” yang begitu agung itu, menunjukkan bahwa kepenuhan Allah jauh melebihi pengertian kita. Gereja mengembangkan kata itu pada abad-abad pertama sesudah meninggalnya para rasul, supaya dengan sangat hati-hati dan sekaligus dengan penuh keyakinan jemaat belajar berbicara tentang Allah.

Sangat banyak pikiran penting ketika kita berbicara tentang Allah, ada satu hal yang harus tetap diingat, yaitu bahwa di dalam Bapa dan Anak dan Roh Kudus, kita selalu berurusan dengan Allah sendiri.

Dan juga sebaliknya, yaitu bahwa kalau kita membaca tentang Allah, tentang karya-karya-Nya, tentang maksud dan tujuan-Nya, kita tidak pernah hanya berurusan dengan Bapa, atau hanya dengan Anak, atau hanya dengan Roh saja. Bapa dan Anak dan Roh selalu saling berhubungan. Sebuah kalimat yang terkenal dan yang sering dikutip telah diucapkan oleh seorang tokoh gereja sejak abad keempat, demikian bunyinya: ”Pada saat saya berpikir tentang Allah yang Esa, saya langsung diterangi oleh cahaya ketiga Pribadi; dan pada saat saya berpikir tentang perbedaan antara ketiga Pribadi itu, saya langsung dibimbing lagi pada keesaan Allah”, Gregorius dari Nazianze († 390).

Dalam Pengakuan iman Athanasius (330) terdapat kata-kata yang coba mengungkapkan misteri Tritunggal. Kata-kata itu bersifat uraian maupun pujian. Pengulangan berkali-kali di mana diakui hal-hal yang sama tentang Allah Bapa dan tentang Allah Anak, dan tentang Allah Roh Kudus, menunjukkan sesuatu tentang rahasia yang tak terungkapkan dengan kata-kata, tetapi yang patut dipuja dan disembah.

”Sebagaimana Bapa, demikian pun Putra dan Roh Kudus. Bapa tidak diciptakan, Putra tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. Bapa tak terselami, Putra tak terselami, Roh Kudus tak terselami. Bapa abadi, Putra abadi, Roh Kudus abadi. Namun mereka bukan tiga Yang kekal, melainkan satu Yang kekal.

Mereka juga bukan tiga kenyataan ilahi yang tidak diciptakan dan bukan tiga yang tak terselami melainkan satu yang tak diciptakan dan tak terselami. Bapa Mahakuasa, Putra Mahakuasa, Roh Kudus Mahakuasa, namun bukan ada tiga kenyataan ilahi yang mahakuasa melainkan satu kenyataan ilahi yang mahakuasa.”

Semakin sejarah penyataan Allah melangkah maju, semakin jelas kelihatan bagaimana Bapa dan Anak dan Roh Kudus aktif bekerja dalam segala karya Allah. Kalau dalam Kejadian 1 dibicarakan tentang Allah, dan tentang Roh Allah yang melayang-layang di atas air (Kej. 1:2), maka dalam Perjanjian Baru dinyatakan spesifikasi bahwa Anak-Firman-juga terlibat aktif dalam peristiwa penciptaan itu: ”tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” (Yoh. 1:1-3). Paulus menjelaskan hal yang sama, ketika berujar bahwa Kristus ialah yang sulung, yang lebih utama dari segala yang diciptakan, artinya segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. ”Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu” (Kol. 1:15-18).

Kenyataan bahwa Roh Allah juga terlibat dalam penciptaan manusia dan bumi, telah disebutkan di beberapa tempat, juga dalam Perjanjian Lama. Roh, yaitu napas Allah, pada hakikatnya merupakan syarat kehidupan bagi apa yang diciptakan (Mzm. 104:30; Ayb. 33:4). Kalau Yesus berbicara dalam Perjanjian Baru tentang Roh yang memberi hidup (Yoh. 6:63), maka Dia menunjuk pada sifat Roh Allah sendiri, baik dalam penciptaan maupun dalam penyelamatan, yaitu dalam penciptaan kembali. ”Roh yang dalam Kristus Yesus memberi hidup” (bdk. Rm. 8:2) ialah Roh yang sama. Dari Dialah berasal kehidupan yang sejati.

Allah dan Manusia: Hubungan yang Akrab

Dengan cara yang sangat meyakinkan Alkitab menunjukkan bagaimana Roh Allah terlibat dengan manusia. Kita sudah melihat di atas bahwa Roh membawa pembaruan dan kehidupan. Kalau Anda membaca Perjanjian Lama, Anda melihat bahwa Allah berusaha keras juga untuk membarui manusia. Dalam hal itu jelas bahwa manusia yang tidak berkenan menyerahkan diri begitu saja kepada Allah.

Bahkan bangsa yang dijadikan umat-Nya sendiri, ternyata berulang kali memisahkan diri dari Allah dan murtad. Meskipun begitu, kisah tentang Allah dan manusia tidak berhenti karenanya, sebab Allah setia.

Sungguh menakjubkan apa yang dapat dibaca di berbagai tempat dalam Perjanjian Lama tentang pembaruan manusia. Dalam hal itu justru yang terlihat ialah janji-janji Roh Allah. Dalam Yeremia 31: 31-34, yang dibicarakan ialah perjanjian baru, yang diadakan dengan bangsa yang sebetulnya patut dihukum dan dimusnahkan, tetapi yang diampuni oleh Allah dan tetap dijadikan mitra perjanjian-Nya.

Perjanjian baru itu ditandai oleh pembaruan hati bangsa itu. Kalau yang menjadi pokok ialah hati manusia, maka Alkitab selalu berbicara secara pribadi. Dalam hal itu terbukalah perspektif yang luas tentang hubungan pribadi dengan Allah: ”Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN” (Yer. 31:34).

Dalam Yehezkiel 36 dan 37 dikatakan hal-hal yang sama, tetapi di situ dibicarakan lebih eksplisit tentang Roh yang akan diberikan oleh Allah kepada umat-Nya yang telah tersesat: ”Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali” (Yeh. 36: 27; 37:14). Dengan cara itu ada hubungan yang akrab antara Allah dan manusia! Dan kalau ada hubungan seperti itu, berarti bahwa ada Roh Kudus Allah!

Sebab itu tidaklah aneh bahwa pada awal buku ini, yang mempelajari kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh Roh Kudus, kami membahas secara lebih luas tentang relasi, bahkan relasi yang intim, antara Allah dan manusia. Alangkah akrabnya Allah dan manusia dapat berhubungan apabila yang menjadi pokok penting ialah Roh Kudus. Dalam 1 Korintus 2:10 kita membaca tentang Dia: ”...sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.” Dan kemudian kita membaca: ”Siapa di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Sehingga diadakan mata rantai antara Allah dan kita: ”Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita” (1Kor. 2:12). Jadi terjalinlah keadaan timbal balik antara Allah dan kita di tingkat Roh Kudus. Allah tahu siapa kita sampai lubuk hati kita yang paling dalam. Dan kita diperkenankan untuk melihat ke dalam hati Allah, dan mengetahui tentang kepedulian-Nya dan kasih-Nya terhadap kita. Itu sungguh sebuah hubungan yang maha akrab!

Sudah Menjadi Tujuan sejak Penciptaan

Dalam terang Alkitab sudah terlihat jelas bahwa tentang manusia sendiri sama sekali tidak dapat dikatakan sesuatu yang berarti, kalau tidak disertai keterangan tentang Allah. Juga sebaliknya: sejak semula, pertanyaan mengenai Allah ialah pertanyaan yang diajukan oleh manusia dan pertanyaan untuk manusia.

Dengan cara yang sangat dalam dan hakiki, Allah dan manusia saling terkait.

Pada halaman pertama Alkitab kita membaca hal-hal yang membuat kita kagum tentang karya agung Allah dalam menciptakan sebuah kosmos yang tak terukur luasnya dan tentang bumi ini.

Namun, ketika yang diceritakan penciptaan manusia, terdengar keterangan yang amat indah tentang pikiran Allah: ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kej. 1:26). Dan ketika Allah melakukannya, ternyata Dia benar-benar mewujudkan rencana-Nya: ”Maka Allah menciptakan manusia menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27). Dengan demikian, Allah menunjukkan tempat yang diberikan-Nya kepada manusia di dalam ciptaan-Nya. Manusia, satu-satunya dari segala makhluk hidup yang diciptakan menurut rupa-Nya, mendapat tugas untuk berkuasa atas bumi ini. Rupanya manusia mampu melakukannya. Dia dapat memerintah, dan mengatur seluruh bumi sebagai ciptaan Allah. Dia dapat memikul tanggung jawab. Justru dalam kualitas sebagai raja yang diberikan kepadanya itu, dia adalah manusia dan sekaligus seperti Allah, yaitu termasuk dalam golongan Allah.

Meskipun manusia adalah makhluk, tetapi sebetulnya dia lebih memihak Allah daripada golongan makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Ia mengepalai semua makhluk lain, seperti dinyanyikan Daud dalam Mazmur 8:6, ”Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.

Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segalagalanya telah Kauletakkan di bawah kakinya...”

Juga kenyataan bahwa terciptanya manusia menurut gambar dan rupa Allah, diucapkan secara bersamaan dengan dijadikannya mereka laki-laki dan perempuan, menunjukkan adanya realitas yang teramat hakiki. Manusia itu tidak seperti golongan hewan jantan dan betina, melainkan manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam Kejadian 2, keistimewaan itu sekali lagi diungkapkan. Manusia perempuan dibuat dari bagian tubuh manusia yanglaki-laki, bagian yang dekat dengan jantungnya. Selain itu perempuan itu disebut sebagai penolong yang sepadan dengan dia. Tentu saja yang dimaksudkan bukan bahwa perempuan itu menjadi semacam babu bagi dia. Sebaliknya, yang ditekankan bahwa tanpa perempuan itu laki-laki sama sekali tidak berdaya. Perempuanlah yang membuat hidupnya menjadi lengkap (Kej. 2:18-23). Kata penolong berasal dari kata pokok ”tolong” yang juga dipakai dalam Mazmur 124:8, ”Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.”

Manusia Mencerminkan Kepenuhan Allah Sendiri

Manusia sebagai laki-laki dan perempuan diciptakan serupa dengan gambar Allah, dan mereka berdua sepadan dan saling menolong.

Bukankah kenyataan itu mengingatkan pada kepenuhan hidup yang ada dalam diri Allah sendiri? Dan bukankah kekhususan manusia itu dimaksudkan supaya dia dapat bergaul dengan Allah? Maksud Allah dalam menciptakan manusia ialah supaya manusia itu mencerminkan kepenuhan Allah sendiri. Tampaknya dalam seluruh ciptaan yang mahahebat itu, Allah ingin memiliki makhluk yang dapat diajak berbicara, juga dapat diminta pertanggungjawaban.

Maksud Allah yang sangat mulia bagi kita itu sekarang ini sudah hampir tidak kita alami setiap hari-tidak tampak lagi sebagai orang-orang berdosa. Surat kabar dan TV terus-menerus memberitakan kemerosotan akhlak manusia sudah melampaui batas. Meskipun begitu kita diingatkan pada asal-usul kita yang mulia itu! Dalam Alkitab kelihatannya seakan-akan Allah sendiri dengan rindu dan sedih menengok kembali kepada manusia seperti yang telah diciptakan-Nya dahulu. Firman Allah menyerukan kerinduan itu kepada kita, seperti yang tertulis dalam Mazmur 8 tadi, Allah telah membuat kita hampir sama seperti Allah. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, dan Allah mengutuk ular, yang memainkan peran yang begitu besar dalam merusak hubungan antara Allah dan manusia, maka Allah tidak lupa untuk memberi juga sebuah harapan: kepala ular akan diremukkan oleh keturunan perempuan itu (Kej. 3:15). Itu mengandung arti bahwa ada jalan kembali bagi manusia jalan untuk kembali kepada TUHAN Allah.

Sejak saat itu seluruh sejarah tentang kepedulian Allah dengan manusia terarah pada jalan kembali itu! Itulah sebabnya kita diberi gambaran tentang kehidupan semula manusia, sebelum dosa merusak segala-galanya. Itu bukan saja masa lalu yang sebaiknya dilupakan karena sudah sama sekali hancur! Kisah itu menceritakan asal-mula manusia, yang tetap diingatkan Allah kepada kita, karena Dia akan mengembalikan lagi relasi yang semula itu! Sebab itu kita harus tahu bahwa dahulu adalah hal yang biasa TUHAN Allah berjalanjalan di Taman Eden, di mana manusia berada. Dan bahwa Allah dan manusia dapat saling bergaul dengan akrab sebagai sahabat. Kita tahu hal itu dari kata-kata yang diucapkan Allah pada saat manusia tidak menaati perintah-Nya. Ketika itu manusia bersembunyi di balik semak-semak. Lalu Allah bertanya: ”Di manakah engkau?”

Rupanya keadaan di Taman Eden itu tidak seperti biasanya! Allah bukan orang asing, melainkan seorang sahabat, dan biasanya manusia merasa senang dengan kehadiran-Nya! (Kej. 3: 8-10).

Bergaul akrab dengan Allah adalah sesuai dengan hakikat manusia. Untuk tujuan itulah manusia diciptakan. Dan ketika keakraban itu dirusak oleh dosa, maka Allah tidak menghapus tujuan itu begitu saja! Dan tekad Allah itu mewarnai seluruh isi Alkitab. Allah mengadakan perjanjian dengan seorang laki-laki yang telah dipilih-Nya, yaitu Abraham, untuk membuat sebuah bangsa menjadi milikNya, dengan cara yang sangat khusus. Abraham bahkan disebut sahabat Allah (2 Taw. 20:7; Yes. 41:8; Yak. 2:23). Namun, tujuan TUHAN Allah bukan hanya menyangkut laki-laki itu, dan juga bukan bangsa yang satu itu saja. Allah mengatakan langsung: ”Dan olehmu semua kaum di muka bumi ini akan mendapat berkat” (Kej. 12:3). Sebab itu besar sekali maknanya bahwa Anak Allah datang ke bumi dan menyapa orang-orang berdosa sebagai para sahabatNya yang dikasihi-Nya (bdk. Luk. 12:4; Yoh. 11:1-3, 11; 15:14,15).

Dalam doa Tuhan Yesus selaku Imam Besar, Yesus meminta BapaNya supaya Allah mengasihi orang-orang seperti itu, sama seperti Bapa mengasihi Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 17: 23, 24, 26).

Dosa: Pemberontakan terhadap Allah

Kita telah berbicara dengan agak sambil lalu tentang dosa. Dalam kisah antara Allah dan manusia, dosa telah campur tangan dengan begitu radikal dan merusak, sehingga tak pernah hal itu terlupakan. Dan memang seharusnya kita tetap mengingatnya, supaya realitas dari kasih Allah terhadap manusia benar-benar dapat kita pahami.

Kenyataan bahwa segala harapan indah yang diberikan Allah kepada manusia, telah dibuang oleh manusia yang sama itu, akan tetap merupakan teka-teki yang tak terjawab. Meskipun telah diwanti-wanti, manusia tetap memberontak terhadap Allah. Alkitab tidak menggambarkan hal itu bagi kita sebagai suatu musibah, tetapi sebagai kesalahan. Dosa bukan nasib, melainkan perlawanan pribadi terhadap Dia yang merupakan sumber dan kasih kehidupan kita. Perlawanan itu sama sekali tidak masuk akal. Dan hasilnya hanyalah kekalahan yang membawa maut, rasa takut, rasa kesepian, dan kerusakan pada seluruh ciptaan Allah. Namun, akibatnya yang paling parah ialah kenyataan bahwa hubungan Allah dengan manusia menjadi terputus. Dan dalam peristiwa itu manusia tidak tampil sebagai pribadi yang malang, yang kehilangan kebahagiaannya, tetapi sebagai orang bodoh yang memusuhi Allah. Dan hal itu telah juga menjadikan masyarakat sebagai dunia yang terpisah dari Allah.

Hubungan antara manusia sudah hilang, karena manusia telah merenggut dirinya lepas dari Allah.

Jumlah kata-kata yang dipakai dalam Alkitab untuk menunjuk pada dosa sungguh sangat besar. Namun, kata-kata itu selalu mengandung ciri khas dari pilihan manusia untuk melawan Allah. Ketika Paulus dalam Roma 5 menunjukkan bagaimana keadaan di dunia ini, di mana Allah telah memberikan Anak-Nya sebagai Juru Selamat, dia menyebut empat sifat manusia, dan dia memakai bentuk orang pertama jamak: kita. Kitalah yang digambarkan di situ sebagai lemah, durhaka, berdosa, seteru (Rm. 5: 6, 8, 10).

Tidak ada alasan yang dapat membenarkan dosa. Kita telah kehilangan Allah bukan sebagai manusia yang tersesat, melainkan karena kita telah menjadi seteru Allah.

Kalau kita ingin memahami berita dalam Alkitab tentang penyelamatan dan pembaruan, maka janganlah kita melupakan realitas dosa yang telah merendahkan derajat manusia dan menghancurkannya.

Kalau kita hendak mengetahui bagaimana caranya bergaul dengan Allah dan hidup karena Roh, maka haruslah kita mencamkan juga kenyataan bahwa dosa tidak membuat kita orang yang patut dikasihani, tetapi orang yang bersalah.

Dalam beberapa keterangan dalam Alkitab, ada sesuatu yang memperlihatkan dosa itu sebagai dosa terhadap Allah Tritunggal. Dalam Perjanjian Lama terdengar kesedihan Allah sebagai seorang bapa yang prihatin memikirkan dosa umat-Nya. Bukankah Dia telah memegang tangan mereka dan membimbing mereka, seperti seorang ayah yang mengajar anaknya berjalan? Bukankah Dia menggendong mereka ketika mereka masih kecil (Hos.11:3)? Dalam perumpamaan Yesus tentang anak yang hilang, terdengar betapa besarnya dosa, baik yang dilakukan anak yang sulung maupun yang bungsu terhadap seorang Bapa (Luk.15:11-32). Dengan sangat sungguh-sungguh pula Yesus mengatakan bahwa barangsiapa tidak taat kepada Anak, tidak akan melihat kehidupan, dan murka Allah akan tetap ada padanya (Yoh.

3:36; bdk. 1Yoh. 2:22-23). Selain itu, berdosa terhadap Roh Kudus juga adalah sesuatu yang amat sangat serius. Hal itu tidak hanya berhubungan dengan tindakan menghujat Roh Kudus. Tindakan itu ditandai oleh tidak adanya rasa penyesalan sesudah itu, dan karena itu juga tidak akan diampuni. Yang dimaksudkan ialah orang-orang yang tidak mengenal Roh Allah, dan yang juga tidak mau mengenal Dia. Mereka adalah orang-orang yang belum pernah percaya dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, juga orang-orang yang sudah percaya dengan sungguh-sungguh, dapat berdosa terhadap Roh Allah. Dalam hubungan dengan Efesus 4 menjadi jelas bahwa mereka ialah orang-orang Kristen yang justru karena Roh, sudah tahu tentang keselamatan dan kehidupan yang dibarui. Dosa yang mereka lakukan ialah mendukakan Roh Kudus (Ef. 4:30). Justru karya Roh Kudus sendiri terlihat di dalamnya sebagai Roh keakraban antara Allah dan manusia! Tindakan mendukakan Roh ialah yang terjadi apabila orang-orang percaya yang telah menerima hidup yang baru karena Roh, tetap menempuh jalan mereka yang lama.

Egoisme, bahasa yang kasar, rasa dendam, sifat kikir, pendek kata, hidup sebagai orang-orang yang mementingkan hal-hal keduniawian, nah itulah yang mendukakan Roh Kudus! Bukankah Roh telah datang untuk tinggal di dalam manusia, untuk membuat mereka bait-Nya? Memang keterlaluan, kalau seorang Kristen tetap menuruti ”manusia yang lama”, egoismenya, keduniawiannya!

Dalam hal itu Roh Kudus, yang tinggal dalam hati orang-orang percaya itu, merasa diri-Nya, yaitu keberadaan-Nya yang kudus, diserang oleh dosa itu dari jarak yang sangat dekat! Arti dari pergaulan yang akrab antara Allah dan manusia, kelihatan dengan sangat jelas melalui perbedaan yang mahabesar antara Roh Allah dan dosa kita.

Janganlah kita sekali-kali lupa bahwa Allah Tritunggal ialah Dia Yang Kudus!

Penyelamatan: Oleh Campur Tangan Bapa dan Anak dan Roh Kudus

Mengingat bahwa Allah Tritunggal itu adalah Allah Yang Kudus, maka tak habis-habisnya kita mengagumi karya penyelamatan Allah. Tidak mungkin dalam beberapa halaman buku ini, saya menunjukkan walaupun sedikit dari karya Allah Tritunggal untuk menyelamatkan umat manusia yang seharusnya binasa.

Sebetulnya seluruh Perjanjian Lama dapat dicirikhaskan sebagai jalan yang dirintis Allah dengan penuh kasih, menuju hati bangsa yang tidak taat dan umat manusia yang patut dibasmi karena dosa-dosa mereka.

Dalam Perjanjian Baru kita melihat dengan lebih jelas bagaimana Bapa dan Anak dan Roh bersama-sama terlibat dalam karya penyelamatan itu secara terpadu dengan sempurna. Dalam karya itu kita menjumpai Bapa yang mengirim Anak-Nya Yang tunggal untuk menebus segala kesalahan kita. Dan kita mengenal Anak yang merendahkan diri dan dengan taat menuruti kehendak Bapa-Nya (Flp. 2:5-8). Dia menderita sengsara dan menjalani kematian, dan Dia telah belajar taat dari apa yang telah dideritaNya (Ibr. 5:8).

Kemudian ada juga Roh Allah, yang dicurahkan oleh Anak dan Bapa pada perayaan Pentakosta (Kis. 2:33; 15:8). Kita tidak bisa berbicara tentang Roh Kudus tanpa Bapa dan Anak. Kekayaan Tritunggal itu justru kita lihat dalam kelengkapan makna penyelamatan.

Karya Roh Kudus dapat digambarkan sebagai pernyataan karya Allah yang paling dekat dengan kita. Roh dicurahkan kepada manusia. Berkenaan dengan itu, kita membaca tentang adanya kelimpahan Roh, tentang hati orang percaya yang dipenuhi Roh, tentang hati banyak orang yang tersentuh dan yang sekaligus diperbarui oleh Roh (Kis. 2). Roh turun pada perayaan Pentakosta dan tinggal dalam hati manusia. Di mana pun ada orang-orang berdosa yang mulai percaya, di situ mereka juga menerima Roh Kudus sebagai meterai Allah atas pembaruan hati mereka (Ef. 1:13; 4:30). Namun, itu tidak berarti bahwa yang terutama dimaksudkan ialah pribadi Roh Kudus, seakan-akan Bapa dan Anak hanya memainkan peran yang kecil. Yang memainkan peran ialah Allah Tritunggal, yang di dalam Roh, tinggal di hati manusia. Kita mendengar bahwa ”kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus, yang dikaruniakan kepada kita” (Rm. 5:5). Jadi, itulah tujuan Allah Tritunggal, yaitu menjalin relasi yang penuh kasih dengan kita.

Secara khusus hal itu tampak dalam jemaat Kristus yang sekarang menjadi bait Roh Kudus. Namun, dalam hal itu, jemaat disebut ”tempat kediaman Allah di dalam Roh” (Ef. 2:22). Allah berkenan untuk tinggal di antara manusia-bukankah keadaan itu sedikit mirip dengan keadaan di Taman Eden? Bukankah itu seperti hubungan yang sudah hancur, tetapi yang telah diperbaiki?

Bait Roh Kudus ialah juga umat Allah dan sekaligus juga tubuh Kristus.

Ketiga sebutan untuk jemaat Allah itu menunjukkan harmoni Ilahi yang sungguh sempurna! Harmoni antara Allah Tritunggal: Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Semua ungkapan itu dapat ditemukan dalam 1Kor. 3:16; Ef. 2:21; 2Kor. 6:16; Ibr. 8:10; 1Ptr. 2:9-10; 1Kor. 12:27; Ef. 1:23; 4:12, 16; 5:30; Kol. 1:18.

Ketiga Tokoh ilahi itu benar-benar tidak terpisahkan satu dari yang lain. Allah itu satu. Karya Roh Kudus selalu penuh dengan Kristus dan penuh dengan pengenalan tentang Bapa.

Roh Kudus datang sedekat mungkin kepada manusia seperti kita ini, dan dengan itu terpuaskanlah kerinduan Allah Tritunggal untuk bergaul akrab dengan manusia yang diciptakan menurut gambarNya. Allah tidak pernah melupakan Taman Eden!

Bergaul Akrab dengan Allah!

Kalau boleh kita mengatakannya, Allah telah menginvestasi Diri-Nya dalam karya penyelamatan di mana Dia telah melawat manusia.

Betapa tak terpisahkan Bapa, dan Anak dan Roh Kudus pada waktu manusia tersentuh anugerah dan kasih Allah.

Dan betapa kesatuan Ilahi yang kukuh itu menunjukkan jalan, ketika kita berusaha mengungkapkan lebih banyak tentang makna karya Roh Kudus dalam pergaulan kita dengan Allah! Roh Allah sendiri berkenan untuk mengajarkan kepada manusia yang berdosa bagaimana caranya bergaul akrab dengan Diri-Nya sendiri, Sang Mahakudus.

Kasih antara Allah dan Manusia

Sejak dalam Perjanjian Lama Allah mengatakan kepada umatNya bahwa yang menjadi inti perintah yang diberikan Allah kepada manusia ialah kasih. ”Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5). Selanjutnya perintah itu memengaruhi juga hubungan antarmanusia kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Im. 19:18)! Kristus mengutip kata-kata itu dalam Matius 22:37-40, Dia menjawab pertanyaan tentang perintah manakah yang terbesar. Justru karena Dia, kini menjadi jelas, bahwa bilamana karya penyelamatan Allah menjadi kenyataan, sudah dekatlah saatnya penggenapan kasih itu! Manusia dibebaskan dari permusuhan mereka sendiri. Allah sudah berada di dekat manusia lagi! Dan kebahagiaan bagi manusia yang belajar mengenal Kristus karena Roh Kudus, dan yang karena Roh yang sama itu, telah belajar untuk mengatakan ”Abba, Bapa”, justru ada di tempat di dekat Allah itu. Kita seakan-akan mendengar suara Rasul Paulus ketika mengatakan bahwa baginya tinggal bersama-sama dengan Kristus adalah jauh lebih baik dari hidup (bdk. Flp. 1:23). Jelaslah bahwa persekutuan dengan Allah itu ada karena Roh Kristus. Suasana penuh damai sejahtera menandakan adanya persekutuan yang langgeng dengan Allah, yang menjadi kenyataan karena darah Kristus. Dalam Efesus 2, Paulus menyebutkan nama Kristus sekaligus dengan Roh dan Bapa, ketika dia mengatakan: ”Karena melalui Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa” (Ef. 2:18).

Demikianlah adalah hal yang nyata bahwa jemaat Kristus menjadi ”anggota-anggota keluarga Allah” (Ef. 2:19). Dan dengan begitu jemaat dapat disebut tempat di mana Allah tinggal, di dalam RohNya (Ef. 2:22).

Dalam suratnya yang pertama, Petrus mengungkapkan dengan sangat indah betapa akrabnya pergaulan Allah Tritunggal dengan orang-orang percaya. Dia memuji Allah dan Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus atas makna penyelamatan oleh Roh Kudus di dalam Kristus: Terpujilah Dia karena telah membuat kita lahir kembali melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati (1Ptr. 1:3). Sebab itu orang-orang percaya mengasihi Tuhan Yesus, meskipun mereka belum pernah melihat Dia. Mereka percaya kepada-Nya. Justru itulah kebahagiaan surgawi yang tidak terkatakan (1Ptr. 1:8). Di situ Petrus menyadari makna karya Roh Kudus, yang menyebabkan semua itu diterangkan dengan begitu jelas kepada kita dalam pemberitaan Injil.

Hak istimewa yang diberikan kepada orang-orang berdosa untuk menerima pengetahuan tentang penyelamatan mereka, bahkan membuat para malaikat iri hati (1Ptr. 1:12).

Ikatan yang terjalin antara Allah dan manusia begitu unik sehingga para malaikat di surga-yang selalu berada dekat dengan Allah mempunyai kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan manusia yang dilawat oleh Allah dengan tujuan supaya mereka dekat dengan kehadiran-Nya yang penuh kasih itu.

Kata ”kasih” yang menunjuk pada ikatan antara Allah dan manusia, menyediakan banyak bahan untuk direnungkan dan dikagumi, justru pada saat-saat kita sulit sekali mengucapkannya...

Meskipun begitu, ikatan penuh kasih itulah yang dikehendaki Allah!

Ikatan Penuh Kasih dengan Allah, Itulah yang Disebut Iman

Sebaiknya kita merenungkan kata ”iman”, kalau kata ”kasih” yang menunjuk pada relasi antara Allah dan manusia menimbulkan pertanyaan kepada kita. Soalnya, iman mendahului kasih, sesuai dengan tiga urut-urutan ini: ”iman, harapan dan kasih” (1Kor. 13:13).

Di pihak kita, inti dari relasi antara Allah dan manusia ada dalam iman-sebuah kata yang mengimplikasikan manusia seluruhnya, beserta tanggung jawabnya.

Mengenai apakah kita diselamatkan atau tidak, maka hal yang menentukan ialah: apakah kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus atau tidak. ”Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Yoh. 3:18).

Kalau kita bertanya apa makna hidup oleh Roh, itu sama dengan hidup oleh iman.

Ada beberapa hal yang hakiki, yang dapat dikatakan tentang hal itu, untuk membantu kita mendapat gambaran tentang karya Roh Kudus. Bukankah Roh yang memberikan iman? Orang tidak dapat percaya dengan sendirinya, itu adalah pemberian Allah (Ef. 2:8). Roh jugalah yang membuat manusia hidup dengan Kristus. Anda bisa berbicara tentang Roh yang memberi iman, tetapi juga tentang Roh yang memberi hidup (Rm. 8:2). Tidak aneh juga untuk menyebut Dia: Roh anugerah (Ibr. 10:29), dan Roh yang menjadikan kitaanak-anak Allah (Rm. 8:15). Segala anugerah yang boleh kita harapkan dari Roh Allah-kehidupan, hikmat, kebenaran, kasih, persekutuan-dapat dikatakan datang sesudah iman. Sebenarnya kita dapat menyebut iman sebagai inti, yang dikelilingi oleh segala aspek kehidupan dengan Allah.

- Tempat sentral yang diduduki Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan dengan Allah ialah mahapenting. Kalau kita mengenal Yesus, itu menjamin keselamatan sepenuhnya. Seluruh kehidupan dengan Kristus, oleh Roh, dapat dikenali melalui pengenalan akan Yesus itu. Kehidupan rohani tidak tergantung dari apa yang dapat dicapai atau dialami oleh manusia, tetapi jauh lebih ”tergantung” dari pengenalan akan Yesus Kristus secara pribadi.
- Jadi, ”percaya” berarti menjalin relasi. Allah melawat manusia untuk mengikat dia kembali kepada Diri-Nya. Dalam relasi itu seluruh manusia dilibatkan, dengan akal budinya, kemauannya dan perasaannya. Juga dengan tanggung jawabnya. Makna relasi itu, dan bersama itu ”tanggung jawab” manusia, tidak menunjuk ke arah semacam spiritualitas di mana manusia mendapat pengalaman-pengalaman yang hebat. Dalam bermacam-macam agama dijumpai bentuk-bentuk ekstase, yang tidak terutama diarahkan kepada relasi antara Allah dan manusia, tetapi yang justru tidak melibatkan manusia. Sebaliknya, Allah mengajak kita untuk ikut terlibat. Dia tidak mengesampingkan kita. Hal itu juga cocok dengan tujuan mula-mula dari relasi antara Allah dan manusia.

Pergaulan yang akrab ialah sesuatu yang bersifat pribadi. Pada awal bab ini kita mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara pribadi Roh Kudus dan karya-Nya. Di sini menjadi jelas mengapa. Roh Kudus tidak memberi sesuatu kepada manusia, tetapi melalui Roh Kudus, Allah mengikat kita kepada Diri-Nya sendiri. Roh Kudus adalah Seorang Pribadi!

Hal itu juga menjelaskan apa yang dimaksudkan kalau karya Roh Kudus disebut juga pengudusan. Di dalam pengudusan itu manusia belajar untuk menjadi orang yang taat dan penurut, yang disesuaikan dengan kehendak Tuhan Allah. Manusia itu belajar untuk ”berjalan” sendiri, yaitu istilah yang sering disebut oleh Alkitab. Dalam hubungan ini ungkapan dalam Katekismus Heidelberg, Minggu 38, sangat indah: ”aku akan membiarkan Tuhan melalui Roh-Nya berkarya dalam diriku.”

Yang dimaksudkan ialah sepenuhnya karya Allah, dan anugerah, tetapi karya Roh Allah itu tidak berlangsung di luar pengetahuan kita. Roh sendiri hadir. Dan begitu juga kita. Yang paling hakiki, bukannya pengalamannya, tetapi relasinya.

- Itu juga berarti bahwa kehidupan oleh Roh tidak menempatkan kita di luar kehidupan yang biasa dan konkret! Dalam Alkitab kita menjumpai manusia-manusia biasa, yang ada di tengah-tengah kehidupan, termasuk kesedihan, keprihatinan, kemakmuran, godaan, musibah, dan sebagainya. Kalau kita ingat bagaimana Paulus menyebut buah Roh dalam Galatia 5:22, itu justruhal-hal yang mempunyai tempat di dalam kehidupan biasa: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Roh Kudus mengajar kita untuk menjadi manusia baru yang sesuai dengan maksud tujuan Allah, di tengah-tengah hal-hal yang biasa dalam kehidupan.
- Bersama dengan itu, Firman Allah juga menjadi sangat penting bagi kita. Iman semakin lama semakin erat berpegang padajanji-janji Firman, dan hal itu merupakan ciri khas untuk seluruh kehidupan Kristen. Yang tetap sangat penting ialah kita selalu tergantung pada hikmat, penghiburan, bimbingan, harapan, yang kita jumpai di dalam Firman. Seorang Kristen hidup dari menerima, seperti telah disadari oleh Luther. Dan keadaan itu harus tetap begitu! Kalau kita ingin naik lebih tinggi daripada ketergantungan kita pada anugerah, atau lebih tinggi daripada hidup menurut Firman, maka akibatnya ialah kita pasti akan sesat.

Orang Berdosa dan Sekaligus Orang Benar

Kalimat di atas itu adalah terjemahan ucapan terkenal pada zaman Reformasi agama Kristen. Seorang Kristen adalah simul iustus et peccator-sekaligus orang benar dan berdosa.

Seorang Kristen tidak mungkin mengaku telah keluar dari keadaan sebagai orang yang berdosa. Namun, meskipun begitu, dia telah mengalami betapa menentukan pembebasannya di dalam Kristus. Itu tidak berarti bahwa segala perintah di dalam Firman menjadi tidak berguna. Akan tetapi, Roh semakin membuka mata kita sehingga kita melihat kekayaan Kristus. Semua yang kita terima itu memang adalah anugerah, tetapi anugerah itu harus disertai pula dengan pertumbuhan! Hidup oleh Roh-hidup bersama Kristus hidup dalam kasih bersama Allah-dan dengan demikian juga ”bertumbuhlah dalam anugerah dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2Ptr. 3:18).

Itu berarti juga bertumbuh dalam kerinduan, dan dalam pengharapan akan masa depan. Roh Kudus menyebabkan jemaat yang percaya menjadi seperti mempelai wanita yang yakin benar bahwa dia adalah sepenuhnya milik mempelai laki-laki, yaitu Yesus Kristus. Kerinduan kepada Dia memeteraikan keberadaan jemaat.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Itulah justru rahasia Roh: Roh dan mempelai wanita mengatakan: ”Marilah!” (Why. 22:17). Roh dari Bapa dan Anak menyebabkan manusia di bumi merindukan kesempurnaan bahwa karena iman. Sempurna karena dia milik Kristus sepenuhnya dan berada di dekat-Nya. Roh menjadikan hal itu sempurna. Itu sudah pasti.

Karena Roh, yaitu karena iman, sekarang pun manusia sudah ditentukan sepenuhnya untuk itu, yaitu untuk hadir di hadapan Allah. Bergaul akrab dengan Dia, juga sekarang sudah demikian.

Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas

1. Apakah yang lebih penting dalam kehidupan iman Anda: pengalaman iman ataukah relasi dengan Allah?
2. Apakah kita dapat mengenali makna karya Bapa, dan Anak dan Roh Kudus bagi kehidupan rohani kita?
3. Bagaimana kita menerangkan kenyataan bahwa kita ini adalah ”orang berdosa dan sekaligus orang yang benar?”
4. Bicarakanlah bersama-sama arti ”bergaul akrab dengan Allah”.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk ten Brinke, J.W. Maris, dkk.
  3. ISBN:
    978-602-0904-68-9
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak, 2006
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas