Jan Wesseling
Anak-anak saya selalu membawa kartu identitas mereka (Kartu Tanda Penduduk, KTP) setiap kali mereka keluar rumah apabila mereka tidak lupa memasukkannya dalam dompet. Soalnya, setiap warga negara yang sudah dewasa diharuskan membawa KTP masing- masing. Pada zaman sekarang setiap orang harus dapat menunjukkan identitasnya kalau diperlukan. Kalau kita teliti KTP itu, maka tidak banyak isinya. Sebuah foto kecil, beberapa informasi, dan sebuah nomor. Artinya, di kota ini kita adalah sebuah nomor. Rupa-rupanya kartu kecil itu sudah cukup untuk menunjukkan identitas kita.
Identitas atau jati diri kita, apakah itu sebetulnya? Kalau dipikirpikir, pada KTP kita tertulis hanya sedikit keterangan tentang diri kita, sedangkan yang tidak tertulis jauh lebih banyak lagi. Misalnya, tentang sifat kita sama sekali tak tertulis apa-apa. Barangkali, wajah Anda pada foto itu mengungkapkan banyak keterangan, tetapi semua itu belum tentu benar, bukan? Informasi tentang genetika Anda juga tidak ada di situ. Tidak ada keterangan tentang siapa orang tua Anda, apalagi tentang sifat-sifat apa yang telah mereka wariskan kepada Anda selama bertahun-tahun yang silam. Tak ada keterangan apa pun juga tentang apa yang pernah Anda alami, apa yang Anda pikirkan, rasakan, inginkan dan lakukan. Tidak ada penjelasan apa pun tentang perilaku Anda, tentang lingkungan di mana Anda bertumbuh, tentang lingkungan gereja Anda ataupun tentang keyakinan Anda di bidang agama. Begitu juga tak ada uraian tentang segala kemampuan Anda dan kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi Anda. Apalagi keterangan tentang apa yang Anda pandang sebagai tujuan hidup Anda di bumi ini.
Anda bertanya dalam hati, apakah yang sebetulnya menentukan identitas Anda. Pas foto itu, ditambah dengan beberapa data yang hampir tak berarti itu? Namun, sebenarnya Anda berasal dari mana? Untuk apa Anda hidup? Di mana letak tujuan akhir hidup Anda? Apakah yang Anda anggap sebagai pokok yang hakiki di dunia ini? Apakah atau siapakah yang menguasai hidup Anda?
Dalam buku ini kita berbicara tentang Roh yang berasal dari Allah, dan yang berkenan tinggal dalam manusia. Manusia itu muncul sebagai insan yang fana di panggung dunia yang terkurung di dalam atmosfer bumi ini. Demikianlah mereka hidup di suatu tempat di dalam alam semesta. Namun, hidup mereka sangat singkat.
Dapat dikatakan bahwa mereka hanya sekadar lewat saja. Seratus tahun lagi seluruh penduduk bumi yang sekarang berjumlah sekitar enam milyar jiwa, sudah mati semua dan diganti dengan anak cucu mereka. Bayangkan itu!
Roh kekal yang berasal dari Allah dikirim ke bumi untuk bertempat tinggal di tengah-tengah mereka. Apakah yang dijumpaiNya di sana, di dunia itu?
Hidup secara Alami
Setiap orang lahir di bumi sebagai bayi. Dan sejak saat yang paling awal, Anda tergantung sepenuhnya pada orang lain. Dengan sendirinya Anda mengharapkan segala keinginan dan kemauan Anda dipenuhi oleh lingkungan Anda. Lingkungan itu dapat Anda kenal melalui panca indra Anda, dan merupakan sumber segala sesuatu yang memuaskan kebutuhan panca indra Anda.
Pada mulanya hal itu berkembang dengan sendirinya; dan sering tanpa Anda sadari. Sesudah beberapa tahun, Anda sudah sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan itu. Siapa Anda, pendapat Anda, kemampuan Anda dan cara Anda memakainya, identitas Anda, norma-norma dan nilai-nilai Anda, kapasitas dan perilaku Anda, sebagian besar dibentuk dan juga dikembangkan dari dalam lingkungan Anda.
Hal itu dapat kita gambarkan dalam sebuah skema (yang berasal dari George Bateson, antropolog dan teoretikus-sistem, dan diolah lebih jauh oleh Robert Dilts). Skema itu membantu kita untuk dapat mengetahui sedikit bagaimana manusia berfungsi. Beginilah skema itu:
Tingkat | Pertanyaan | Pertanyaan Lanjutan |
---|---|---|
Spiritualitas | Untuk apa aku hidup? | Aku ini termasuk dalam bagian (rohani) yang lebih besar, bagian manakah itu? Apa/siapa yang menggerakkan diriku? |
Identitas | Siapa aku? | Bagaimana pendapatku tentang diriku sendiri? Untuk siapa aku ini hidup pada hakikatnya? Aku ingin menjadi siapa? |
Keyakinan | Apa pendapatku? | Mengapa kuanggap sesuatu bernilai tinggi? Apa yang kupercayai? Apa keyakinanku? |
Kemampuan | Apa kemampuanku? | Bagaimana aku mau melakukannya? Pengetahuan, kapasitas, dan keterampilan apakah yang kumiliki? |
Perilaku | Apa yang kulakukan? | Bagaimana hal di atas dapat aku ungkapkan dan laksanakan? |
Lingkungan | Di mana aku? | Bagaimana situasiku? Di mana, dengan siapa, bagaimana dan kapan aku hidup dan bekerja? |
Model seperti itu sangat menyederhanakan keadaan yang sebenarnya, yang rumit. Dan sekaligus memberi sedikit pegangan mengenai hal rumit itu. Dengan demikian Anda dapat mengetahui bagaimana kira-kira manusia berfungsi, sehingga mungkin Anda bisa menganalisisnya.
Dalam praktik, sering yang kita lihat pertama-tama pada manusia ialah perilakunya, segera sesudah kita berjumpa dengan dia. Dan setelah Anda bercakap-cakap dengan dia, dengan cepat Anda tahu apa yang dia sukai dan tidak sukai, serta yang menjadi keyakinannya.
Mengapa model di atas itu menarik bagi saya? Beberapa tahun lalu melalui model itu saya melihat bahwa orang-orang Kristen, apalagi golongan Reformasi, mengomunikasikan iman mereka terutama di tingkat keyakinan dan perilaku. Pertanyaan-pertanyaan seperti: apa pendapat Anda, atau: apa yang seharusnya menjadi pendapat Anda?
Hal-hal seperti itu dibicarakan bersama (kadang-kadang berbicara sampai mencapai perdebatan sengit). Pendapat-pendapat yang agak menyimpang, dengan tegas ditolak dan langsung mengakibatkan perpecahan. Langsung ditunjukkan apa yang orang harus atau sama sekali tidak boleh lakukan. Perilaku yang menyimpang, penampilan lahiriah yang aneh, atau sifat yang sangat berbeda. Hal-hal seperti itu dalam praktiknya dengan mudah mengakibatkan perpecahan atau bahkan penghukuman dan diskriminasi sebelum melakukan pembicaraan lebih dalam.
Namun, model analisis di atas tadi dengan cepat menunjukkan bahwa pada hakikatnya, keputusan-keputusan tidak diambil di tingkat keyakinan dan perilaku. Sebab semua di tingkat-tingkat adalah simtom-simtom dari hal-hal di tingkat yang lebih tinggi (atau lebih dalam). Pertanyaan yang paling hakiki bagi setiap orang ialah: Anda hidup dari sumber yang mana? Apakah akar-akar (”roots”) Anda? Di mana Anda mencari pegangan? Oleh apa Anda membiarkan diri diberi makan, dikemudikan, dan dikuasai?Pilihan-Pilihan manakah yang Anda ambil dari lubuk hati Anda? Dengan kata lain: apakah yang paling hakiki bagi jati diri Anda? Sebab dari situlah keyakinan-keyakinan Anda mendapat isi dan perilaku Anda mendapat tujuan dan bentuknya.
Yang penting untuk diingat ialah perubahan di bidang yang lebih tinggi, hampir selalu akan memengaruhi bidang-bidang yang ada di bawahnya. Arti penting dari hal itu, akan dijelaskan dalam bab ini dan kedua bab yang berikut.
Model itu juga menunjukkan dengan bagus bahwa seorang manusia ”tanpa Allah”, kehilangan sebuah dimensi yang hakiki dalam hidupnya. Orang itu meninggikan dirinya dan duduk di atas takhta.
Atau dia dikuasai dari ”bawah” dan akibatnya dia turun derajatnya dan diperbudak oleh segala sesuatu dari tingkat-tingkat yang paling bawah.
Akar-akar Anda (”roots” Anda)
Secara alami akar-akar Anda ada di bumi ini. Dengan segala macam cara Anda berakar di bumi ini. Bukankah Anda lahir dan dibesarkan di bawah matahari yang menerangi bumi ini?
Namun, tanpa Allah, Anda terasing dari Dia yang telah merencanakan dan menciptakan Anda. Anda tidak menghiraukan dan tidak mengasihi Dia. Dan akibatnya ialah timbulnya kesengsaraan dan keputusasaan. Kehidupan di bumi berlangsung seperti berikut: manusia muncul, bercahaya sesaat, lalu masuk ke dalam tanah. Alkitab menyebut kehidupan seperti itu: hidup secara ”duniawi” atau hidup menurut ”daging” atau juga hidup secara ”tidak rohani”. Seperti dengan sendirinya Anda berusaha memuaskan keinginan hati Anda dalam hidup ini. Anda ingin merasa bahagia di bumi ini, dan Anda menginginkannya sekarang juga. Memang Anda tidak tahu dan juga tidak dapat mencarinya di tempat lain. Dalam hidup ini, sejak lahir setiap orang cenderung untuk selalu ingin dihargai, dihormati, disukai, dibelai, dikasihi, mendapat kepuasan dan respek. Anda mencari semua itu melalui ayah dan ibu, para teman dan sahabat, suami atau istri Anda, melalui chatting atau melalui TV; di tempat kerja atau di sekolah, di gereja. Dan seperti kanak-kanak, Anda mencari kepuasan dalam lingkungan yang ada dalam jangkauan panca indra Anda. Di bawah ini saya hendak membahasnya berdasarkan lima sudut pandang yang berbeda-beda. Anda hidup sebagai:
- anak dari kedua orang tua AndaBaru setelah Allah menyatakan diri kepada Anda, dan Roh-Nya menaklukkan hati Anda untuk menerima Kristus, Anda mendapati bahwa di balik matahari, ada realitas rohani Allah yang lebih tinggi. Anda dilahirkan kembali dan belajar melihat dengan mata iman. Dengan demikian Anda juga belajar untuk melihat diri Anda sebagai:
- anak AllahDi bawah ini saya akan mengolah lebih jauh kelima sudut pandang itu. Dengan demikian akan menjadi jelas bahwa Allah sudah merencanakan Anda sebagai anak orang tua Anda. Dan Dia mengingat juga bahwa Anda adalah anak Adam dan anak yang hidup pada zaman Anda.
Anak Kedua Orang Tua Anda
Anda lahir di bumi sebagai seorang bayi mungil yang sangat rentan terhadap segala penyakit. Semuanya berharap Anda lahir dalam keadaan sehat walafiat dan tak bercacat. Kakek nenek dari kedua orang tua Anda dengan bangga memandangi Anda, dan masing-masing pihak mengatakan bahwa Anda mirip dengan ayah atau ibu Anda waktu mereka kecil. Tak lama kemudian Anda menunjukkan senyuman yang pertama. Dan bersamaan dengan itu, juga kehendak Anda sendiri.
Dapat dikatakan bahwa Anda tiba-tiba ada, sebagai hasil dari menyatunya sebuah sel telur dan sebuah sel benih. Namun, sel- sel itu mengandung bahan genetis yang tak terhitung jumlahnya. Anda telah dibekali banyak sekali sifat dari kedua orang tua Anda. Begitu banyaknya, sehingga puluhan ilmuwan belum berhasil menguraikannya.
Dan masih banyak lagi yang terjadi dengan Anda. Sejak hari yang pertama itu. Anda tinggal bersama dengan mereka dan selalu ada di dekat mereka. Anda sangat dipengaruhi oleh mereka. Kata orang, sentuhan pertama yang Anda rasakan dari ibu Anda, sudah sangat berarti bagi kehidupan Anda selanjutnya. Begitu juga cara dia memandangi Anda, menggendong Anda, membelai Anda, dan menunjukkan perasaannya bagi Anda meninggalkan kesan yang tidak akan hilang karena ibu Anda sendiri juga telah terbentuk oleh pengalaman-pengalaman semasa kecil. Pengaruh kedua orang tua Anda terhadap hidup Anda selama bertahun-tahun itu menjadi semakin kuat. Lingkungan di mana Anda tumbuh meninggalkan bekas-bekasnya dalam hidup Anda selanjutnya. Sangat banyak teori telah didasarkan atas hal itu. Dan tidak kurang banyak terapi telah dihubungkan pula dengannya. Kita akan melangkah terlalu jauh kalau semua itu kita bahas di sini. Namun, memang penting sekali kalau Anda menyadari atau mulai menyadari hal itu.
Selain itu, di kalangan manusia ada banyak sekali perbedaan sifat, kepribadian, dan temperamen. Setiap anak manusia adalah benar-benar unik.
Tidak ada orang di dunia ini yang persis sama dengan Anda. Bahkan dua anak kembar yang lahir dari telur tunggal ada perbedaannya satu dengan yang lain. Jadi, omong kosong kalau Anda diberi tahu bahwa ada orang yang sangat mirip dengan Anda, sebagai dua tetes air!
Dibentuk oleh Roh
Namun, di sini harus diberi keterangan tambahan. Anda tidak secara kebetulan menjadi manusia. Dan tidak mungkin seorang menjadi manusia karena ada dua orang yang ”membuat seorang bayi”. Segala jaringan tubuh yang membentuk tulang-tulang, otak, dan otot-otot Anda dibuat oleh tangan Allah. Juga dalam rahim ibu, tak mungkin Anda lepas dari Roh Allah, dan luput dari perhatian-Nya. ”Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup,” demikian dikatakan Elihu kepada Ayub (Ayb. 33:4). Dan ditambahkannya: ”Aku sama dengan engkau, aku pun dibentuk dari tanah liat” (Ayb. 33:6).
Seperti pada mulanya Roh Allah melayang-layang di atas bumi, dan merencanakan untuk menciptakan dunia yang mahaindah ini, demikian Dia juga hadir pada saat kita dibentuk dalam rahim ibu kita. Roh Allah itu menjalin jaringan tubuh kita, dan membentuk kita menurut gambar Allah.
Setiap anak manusia dilahirkan sebagai makhluk untuk mencerminkan kemuliaan Allah dan memantulkan kasih-Nya. ”Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya... dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat?” (Mzm. 8:5-6).
Allah sudah memelihara Anda sebelum Anda dilahirkan. Dan sejak masa muda Anda, dalam realitas yang keras, Dia memberikan Anda perlindungan dan keamanan yang mendasar. Dengan sangat mengharukan Daud menggambarkan bagaimana TUHAN memberi keamanan kepadanya di dada ibunya (Mzm. 22:10). Jadi, sejak usia yang begitu belia Daud sudah boleh belajar untuk memercayakan dirinya kepada Allah! Pengalaman pada usia yang sangat muda itu dapat membantunya untuk tetap percaya kepada Allah, juga bilamana tampaknya dia tak berdaya dan ditinggalkan semua orang.
Permulaan yang begitu baik hanyalah mungkin dengan pertolongan Roh. Sebab Anda memperoleh terang kehidupan di dunia yang tidak sempurna ini. Di bumi tidak ada ayah atau ibu yang sempurna. Tidak pernah dan tidak mungkin mereka dapat memenuhi segala keinginan dan kemauan Anda. Selalu ada yang kurang. Jadi, Anda akan selalu merasakan suatu kekurangan.Kadang-Kadang perasaan itu terus ada seumur hidup Anda.
Bahkan sesudah Anda menerima pendidikan yang paling sempurna yang diberikan dengan maksud yang paling tulus, tidak pernah Anda akan mengalaminya sebagai hal yang ”sempurna”.
Setiap orang merasa sesuatu yang kosong di dalam hatinya, sesuatu yang kurang. Dan dia harus belajar untuk hidup dengan keinginan dan kemauan yang tidak terpenuhi.
Sebagai bayi, Anda menangis keras untuk mendapatkan keamanan yang mendasar, kehangatan, belaian, dan air susu. Akan tetapi, dalam perjalanan hidup ini, kebutuhan Anda yang mendasar sering diganggu dan dirongrong.
Di manakah letak akar-akar Anda? Jati diri Anda sebagai manusia sebagian besar ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Roh Allah menenun Anda sehingga Anda hidup, dan Dia hadir di mana pun Anda berada. Ya, bahkan sebelum Anda mulai hidup, Dia telah menulis hari-hari Anda di dalam kitab-Nya (Mzm.139: 7,16).
Anak Adam
Meskipun begitu, gambaran itu masih jauh dari lengkap. Apa yang berhasil diuraikan dan ditemukan oleh manusia dengan ilmu-ilmu kemanusiaannya, memang tidak kecil artinya, dan bahkan sangat penting untuk dapat memahami manusia dengan lebih baik. Namun, yang lebih penting ialah pertanyaan: bagaimana sebetulnya Anda di mata Allah?
Untuk dapat sejenak mempertimbangkan pertanyaan itu, sebaiknya Anda memandangnya secara objektif. Biasanya kita ini hampir selalu hidup secara egosentris, yaitu diri kita sendiri sebagai titik pusat. Segala sesuatu di sekitar kita, kita pandang, kita alami dan kita nilai berdasarkan diri kita sendiri. Memang itu terjadi dengan sendirinya.
Akan tetapi, coba, bersikaplah sebentar melihat diri Anda sendiri dari jarak jauh, dan pandangilah dirimu dari ketinggian.
Sebuah Planet yang Diam
Ada sebuah cerita fiksi ilmiah yang sangat bagus dan bisa dijadikan pelajaran. Cerita itu dikarang penulis yang termasyhur, yaitu C.S.
Lewis. Judulnya: Out of the Silent Planet. Ceritanya begini: Seorang penduduk bumi dalam keadaan yang misterius datang di sebuah planet yang lain. Dari situ, yaitu dari jarak yang sangat jauh, dapat dilihatnya bola dunia kita ini di angkasa luar. Pemandangan itu sungguh sangat indah! Bola dunia itu tampak sebagai mutiara biru di alam semesta.
Meskipun begitu ada sesuatu yang sangat aneh dengan Planet Bumi yang bagaikan permata cemerlang terletak di ruang angkasa yang gelap itu. Para penduduk planet yang lain itu dengan agak kebingungan memandangi bola dunia yang baru itu, dan menyebutnya: planet yang diam.
Mengapa? Karena dengan cara apa pun, planet itu tidak dapat dihubungi. Bola dunia itu sama sekali tidak menanggapi tanda-tanda yang datang dari luar. Tidak ada reaksi apa pun. Para makhluk di luar angkasa itu sangat heran dan bingung melihat kenyataan itu.
Pikir mereka: bagaimana mungkin, bola dunia yang sangat indah itu menutup dirinya dan tidak mau berkomunikasi dengan Yang Mahakuasa? Bagaimana mungkin planet itu mendatangkan kebinasaan terhadap dirinya sendiri?
Ternyata penyebabnya karena planet itu telah jatuh ke tangan seorang penguasa yang jahat. Setelah dia berkuasa di situ, planet itu sama sekali tidak terdengar suaranya lagi. Komunikasi antara langit dan bumi telah terputus. Para penduduk mutiara biru itu tidak lagi mengindahkan Pencipta mereka. Seluruh penduduk planet yang indah, tetapi kecil itu, kini hanya mementingkan diri sendiri saja.Orang-Orang di situ tidak segan-segan untuk saling membunuh hanya demi sedikit uang. Kalau perlu mereka saling berkelahi di depan supermarket sampai ada korban yang tewas. Ribuan prajurit gugur di medan perang. Semua penjara penuh sesak dengan para tahanan. Banyak daerah yang luas dilanda kelaparan. Tidak terhitung penderita AIDS yang meregang nyawa dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Dan semua orang berjuang mati-matian untuk kepentingannyamasing-masing.
Mereka semua diliputi rasa takut karena merasa dikejar-kejar oleh maut. Lalu mereka berpendapat: kalau begitu, kita nikmati saja hidup ini habis-habisan. Kita akan minum-minum dan bersukaria tanpa kenal lelah. Sebab siapa tahu, barangkali esok hari kita sudah tiada.
Dilihat dari luar, mutiara biru itu tampaknya fantastis dan indah tiada terkira. Namun, sebetulnya permata itu adalah lubang hitam yang terbesar di alam semesta ciptaan Allah. Dan yang paling parah lagi ialah sebagian besar dari penduduknya tidak menyadari bahwa dalam alam semesta yang mahaluas itu, mereka merupakan suatu pengecualian yang misterius.
Dalam terang itu, coba baca apa yang dikutip Paulus dari Mazmur: ”TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepadaanak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat”; ”Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.
Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada mereka.” (Mzm. 14:2-3; Rm. 3:11-18). Sungguh keterlaluan mereka itu! Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Tidak seorang pun yang berbuat baik di antara penduduk dunia sekitar 6.377.508.000 orang!
Beban Warisan, Dosa Warisan
Itulah sebabnya dalam banyak gereja, formulir baptisan diawali dengan ”Kita dan anak-anak kita dikandung dan dilahirkan dalam dosa. Dan dengan demikian patut dikenai murka Allah.”
Anda bukan saja anak kandung kedua orang tua Anda, tetapi kalau ditelusuri Anda juga anak Adam. Dan Anda tidak saja mengalami banyak kekurangan, tetapi Anda sendiri juga penyebab kekurangan.
Sumber semuanya itu terletak jauh di belakang Anda. Segala kesalahan dan kekurangan Anda tidak berdiri sendiri. Dosa kita bukan insiden yang kebetulan, yang Anda sikapi dengan acuh tak acuh, lalu Anda melakukan pekerjaan Anda sehari-hari. Daud sudah tahu hal itu. Perselingkuhannya dengan Batsyeba memiliki sebab di dalam dirinya sendiri, sejak kelahirannya, dan sebelumnya: ”Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mzm. 51:7). Daud tidak menulis itu ketika dia sedang mengalami stres. Dia berani menghadapi keadaan yang sebenarnya. ”Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia melalui satu orang, dan melalui dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” (Rm. 5:12). Itulah latar belakang hitam dari Planet Bumi yang diam itu, latar belakang yang mengandung banyak makna.
Dan ketika Paulus hendak menunjukkan kepada orang-orang Kristen di Efesus betapa besar keuntungan mereka (bacalah saja nyanyian pujiannya yang begitu bersemangat dalam Ef. 1:3-14), dia tidak ragu-ragu untuk menggambarkan latar belakang yang hitam itu: ”Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, kamu menaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kita semua juga termasuk di antara mereka, ketika kita hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kita yang jahat. Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain” (Ef. 2:1-3).
Anda adalah keturunan Adam, melalui kedua orang tua dan para nenek moyang Anda! Tanpa Anda kehendaki, Anda dilahirkan dalam keadaan ternoda oleh dosa. Bagi Allah, dosa adalah hal yang sangat serius. Dia tidak dapat melupakan saat-saat yang pertama di Taman Eden. Dia tidak mau mengizinkan kita berdosa. Dia tidak rela bahwa dunia ini menjadi rusak dan tidak sempurna.
Jangan meremehkan hal itu. Anda dilahirkan sudah dalam keadaan berdosa. Dosa itu sudah berakar di dalam diri Anda. Manusia telah diusir dari Taman Eden. Hidup di dunia ini menyakitkan. Tanpa campur tangan dari Yang Mahatinggi, manusia sudah pasti akan gagal dan binasa untuk selama-lamanya.
Kita melihat bahwa di seluruh dunia manusia sudah terasing dari Allah. Di mana saja kita merasakan betapa jauh manusia telah menyeleweng dari apa yang direncanakan-Nya bagi dia. Karena itulah maka kehidupan di planet yang diam ini diliputi oleh rasa putus asa. Kesepian yang tiada berakhir, kegelapan yang paling luar, dan kediaman yang tak berakhir, tanpa komunikasi itu, sudah mulai mencekam seluruh bumi.
Sukar bagi kita untuk mengatakan itu. Dan sangat sulit untuk menyadari keadaan itu. Namun, semua itu mau tak mau harus dikatakan.
Diterangi oleh Roh
Cahaya Injil bersinar dengan terang dalam kegelapan itu. Dan kegelapan itu baru menjadi sangat kelam apabila Anda melihat terang Yesus Kristus yang menembus kegelapan itu. Suasana yang tanpa suara itu, baru membuat Anda takut setengah mati bilamana Firman dari surga mulai bersuara.
”Pada mulanya ada Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan.... Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita ... penuh anugerah dan kebenaran” (Yoh. 1:1-5a, 14).
Yesus selalu memperkenalkan diri-Nya begitu: Sebagai Terang Dunia, sebagai Roti Kehidupan. Sebagai Gembala Yang Baik.
Sebagai Jalan Yang Benar menuju kehidupan. Barang siapa menolak Terang itu atau menutup mata supaya tidak melihatnya, tetap tinggal dalam kegelapan, dan makin terasing dari Allah. Dan hal itu membawa kematian. Kata-kata itu telah diucapkan oleh Tuhan Yesus sendiri: ”Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia.
Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Yoh. 3:16-18).
Justru dengan latar belakang yang gelap itu, karya Roh Allah tampak dengan terang benderang. Dia disebut Roh yang memberi hidup (Rm. 8:2).
Roh itulah yang merencanakan dan mengatur rute untuk pemberitaan Injil (Kis. 16). Untuk itu Roh menyelidikikedalaman-kedalaman di dalam Allah dan mengungkapkan apa yang bergerak dalam hati-Nya. Roh ini tidak hanya terlibat aktif ketika Anda dikandung oleh bunda, tetapi juga ketika Anda dilahirkan kembali.
Anak Zaman Anda
Segera setelah Anda lahir, Anda mulai bernapas sendiri. Tentu saja kalau kesehatan Anda baik. Paru-paru Anda terbuka, dan Anda menangis kencang agar kapasitas paru-paru Anda bertambah.
Dengan sendirinya Anda menghirup udara di lingkungan Anda, supaya hidup dan mempertahankan kehidupan. Hal itu juga terjadi secara rohani. Sebagai manusia, Anda menghirup udara di lingkungan rohani Anda. Anda mengalami pengaruh zaman. Mungkin zaman dengan hiburan yang melimpah ruah. Dengan arus informasi yang mengalir deras tiada hentinya. Mungkin keadaan di sekitar Anda begitu bising, sehingga Anda tak tahu harus pergi ke mana untuk sejenak menikmati saat-saat yang tenang. Atau mungkin keadaan Anda lain sekali, saya tidak tahu.
Juga hal itu ada baiknya untuk sejenak direnungkan dari jauh. Beberapa tahun yang lalu untuk pertama kalinya saya dari Belanda berjalan-jalan dengan santai di India. Namun, alangkah terkejutnya saya melihat keadaan di sana! Bagaimana mungkin ada orang-orang yang dapat mempertahankan hidupnya dalam kemiskinan separah itu? Ada sebuah kampung di mana penduduknya tinggal dalam gubuk-gubuk yang berdinding dan beratapkan daun-daun pisang.
Gubuk yang hanya berbilik tunggal itu didiami oleh keluarga dengan anak-anak yang sudah besar dan yang masih kecil. Tak ada satu pun warung atau kedai yang saya jumpai di situ. Yang ada hanya gang-gang sempit yang berlubang-lubang, yang dipenuhi lumpur. Tak ada seorang pun yang beralas kaki. Tak ada dinas kesehatan, tidak ada tempat rekreasi, tidak ada dinas pengangkatan sampah, tidak ada urusan pembuangan air kotor, tidak ada ini dan tidak ada itu....
Saya lihat di sana para ayah bekerja keras dari pagi sampai petang, memotong-motong lempengan-lempengan batu menurut ukuran tertentu. Pekerjaan itu dilakukan di bawah sinar matahari yang panas terik, hanya dengan sebuah martil dan sebuah pahat. Jari-jari mereka sampai bengkok karena posisinya yang tidak pernah berubah.
Mereka tidak pernah menikmati hari libur. Mereka bekerja sebagai budak belian. Upah mereka mungkin hanya cukup untuk membeli nasi bungkus dua kali sehari buat seluruh keluarga mereka. Namun, heran sekali, anak-anak di situ lucu-lucu dan berwajah gembira.
Mata mereka yang hitam itu bercahaya seperti batu permata yang mahal. Akan tetapi, besar kemungkinan bahwa nantinya mereka juga akan bekerja keras seperti budak. Tenaga mereka sudah dimiliki oleh majikan ayah mereka. Meskipun majikan itu tidak punya izin untuk bisnis itu, tetapi masyarakat menikmati hasilnya.
Saya telah melihat juga anak-anak yang bekerja di pabrik-pabrik. Tak ada di antara mereka yang berusia lebih dari 10 tahun. Seperti budak-budak kecil mereka melakukan pekerjaan yang sungguh membosankan, mulai dari pagi pukul 5 sampai pukul 10 malam, di ruangan yang pengap. Mereka hanya sempat tidur selama enam jam, di dekat mesin-mesin pabrik itu. Dan paginya, mereka bekerja lagi, dan seterusnya dan seterusnya sampai mereka mati.
Sesudah beberapa hari di sana saya mulai terbiasa dengan pemandangan seperti itu, perasaan saya mulai menjadi tumpul.
Namun, sesaat setelah saya kembali ke Belanda, dan mendarat di bandara Schiphol, saya terkejut lagi, dan barangkali lebih terkejut daripada di India. Saya melihat betapa makmurnya kehidupan di negara-negara Barat. Barang-barang yang sangat mewah terpajang di toko-toko. Orang-orang yang berjalan dengan tergesa-gesa, menuju bisnis atau menuju liburan. Heran sekali, sinar mata mereka menunjukkan rasa tidak puas. Angkutan umum yang lalu lalang dengan lancar. Jalan-jalan beraspal yang bersih. Iklan-iklan berwarna-warni, yang membujuk publik untuk membelibarang-barang yang sebetulnya tidak perlu. Dan di mana-mana masyarakat sangat teratur.
Kemudian saya diliputi rasa tidak berdaya dan merasa seakanakan saya ini orang asing di negeri saya sendiri. Saya sadar bahwa di dalam negeri yang kecil ini, terlalu sering kita mengadakan diskusi ramai tentang hal-hal yang sama sekali tidak penting.
Apakah sebetulnya yang saya lakukan di sini, di dataran rendah di pinggir laut, tetapi yang bagaimanapun adalah bagian dari planet yang diam itu? Di sini penduduk mengalami kemakmuran yang hebat, yang sangat mengagumkan. Rasanya di sini apa saja dapat diperoleh, apa saja yang diinginkan. Apakah benar begitu?
Sebuah Masyarakat yang Menuju Kebinasaan
Kita hidup pada zaman kita sendiri. Juga sebagai orang Kristen. Tidak mungkin disajikan di sini analisis kebudayaan yang lengkap. Namun, ada baiknya untuk menyebutkan beberapa ciri khas yang dominan.
Dewasa ini manusia (di Barat) bersifat otonom. Segala hal yang kolektif, misalnya peraturan, tradisi dan perintah-perintah dari atasan, lambat laun kehilangan kekuatannya yang normatif. Sekarangorang-orang semakin sering menentukan sendiri batas antara baik dan jahat, antara apa yang bernilai tinggi dan apa yang tak berharga. Mereka berpendapat sebagai berikut: apa yang aku pikirkan, nilai, rasakan itulah yang sangat menentukan bagiku. Setidaknya untuk diriku sendiri. Hal itu lambat laun pasti akan mengakibatkan perpecahan di kalangan masyarakat, dan keadaannya menjadi kacau, tak terkendali.
Lalu orang-orang mulai menginginkan seorang pemimpin, seorang tokoh yang pandai mengatur, seorang tokoh ayah yang memberi harapan kepada massa yang pecah-pecah itu. Harapan akan masa depan yang menjanjikan.
Masyarakat Barat semakin lama semakin bersikap hedonis dan konsumtif. Orang-orang cenderung sibuk untuk mencari kenikmatan dan ingin memuaskan segala keinginan mereka dengan cepat. Seperti kata-kata terkenal yang diucapkan orang yang tidak sabar: Aku mau mendapatkannya di sini dan saat ini juga! Bukankah manusia hanya hidup satu kali di dunia ini?
Rasa bertanggung jawab, kerelaan untuk mengorbankan diri, kesetiakawanan, dan penyesuaian sosial semakin dikesampingkan, dan diganti dengan pencarian akan kenikmatan pribadi. Menurut penelitian yang dilakukan sekitar tahun 2000 di Belanda, kaum muda menghabiskan sekitar EUR100 sebulan untuk berfoya-foya, mencari hiburan melalui musik, handphone, kosmetika dan hadiah-hadiah. Dan keadaan di kalangan muda Kristen hampir tidak berbeda.
Secara ringkas, semua itu menciptakan masyarakat yang secepat kilat akan menjadi korban dari individualisme. Kewibawaan sudah tersingkir, hubungan-hubungan sosial dalam pernikahan dan keluarga sangat melemah, dan manusia dilempar kembali kepada dirinya sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan hidup sendiri. Manusia mengajukan tuntutan-tuntutan yang tinggi dan berjuang untuk mendapatkan kepuasan di bidang psikis, emosional, seksual dan relasional. Yang paling dianggap penting ialah usaha mengembangkan dan merealisasikan diri sendiri.
Hal itu mengakibatkan rasa menghargai orang lain, usaha menjalin ikatan kasih dan kesetiaan selama hidup, menjadi semakin rapuh dan lemah. Kehidupan difragmentarisasi dan runtuh menjadi berantakan. Semua itu menyebabkan keinginan untuk bersekutu dirongrong, ikatan-ikatan relasional melemah, kepedulian, kasih sayang dan rasa aman menghilang; kasih menjadi dingin; sebaliknya rasa terasing dan kesepian semakin menjadi-jadi. Rasa tidak terikat itu jelas terasa di dalam banyak keluarga, dan bahkan bagaikan hawa yang tercemar dan berbau busuk memenuhi udara di antararumah-rumah dan di jalan-jalan. Sekianlah gambaran masyarakat yang menuju kebinasaan. Perintah yang Terpenting?
Pernah ada orang menyebutnya perintah yang ke-11 (di atas Dasa Titah). Bunyinya begini: ”Hendaknya Anda menikmati hidup Anda!” Mungkin hukum itu telah menjadikannya seperti perintah yang paling utama dan bahkan perintah yang satu-satunya. ”Dokter Rasa Nyaman” telah menjadi berhala yang paling tinggi dan yang disembah banyak sekali orang. Manusia yang hidup pada zaman ini berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh kebahagiaan yang sempurna, untuk memuaskan segala keinginan dan kebutuhannya dengan cara yang cepat. Dan di atas segala-galanya, dia adalah manusia beremosi. Dan emosi ialah perdagangan! Ekonomi kita sudah menjadi ekonomi pengalaman. Manusia mencari rangsangan, mencari berbagai pengalaman dengan jalan membeli barang-barang bagus, atau menonton film-film yang sangat menegangkan, atau melakukan petualangan yang penuh bahaya, atau tanpa hentinya berburu informasi dan segala macam hiburan.
Tidak peduli bagaimana caranya, pokoknya asal mereka mengalami sesuatu, dan asal mereka merasa bahagia walaupun untuk sesaat.
Hidup ini tampaknya dapat dia bentuk sendiri. Lebih-lebih dalam masyarakat Barat yang begitu makmur. Nasib Anda ada di tangan Anda sendiri. Anda sanggup membangun atau membangun ulang diri Anda dan hidup Anda sesuai kemauan Anda: kalau perlu dengan berbagai alat bantu seperti kawat gigi, operasi plastik, tato, latihan kebugaran, penyesuaian payudara, dan sebagainya.
Kalau dahulu kala kehidupan di bumi sering merupakan perjuangan untuk dapat mempertahankan hidup, sekarang ini di dunia Barat, semuanya berkisar mutu kehidupan dan pengalaman indah.
Namun, paradoksnya ialah manusia tidak menjadi lebih merasa berbahagia karena semua itu. Ketegangan dari usaha mati-matian untuk mencari hal-hal yang lebih banyak, lebih kuat, lebih menegangkan, lebih ekstrem dan lebih bagus, memang mendorong semangat Anda, tetapi setelah semuanya itu tercapai, dan setelah keinginan Anda terpuaskan, datanglah kekosongan yang sangat menakutkan. Anda didera lagi oleh keinginan untuk sekali lagi dan sekali lagi mencari hal-hal yang lebih banyak dan lebih bagus untuk mengisi kekosongan yang terasa pedih di hati Anda....
Rasa Takut
Di balik semua itu orang diliputi juga oleh rasa takut yang sangat nyata. Manusia itu takut: takut untuk ditinggal sendirian, takut untuk gagal, takut untuk menderita, takut untuk tidak berharga, dan takut untuk menghadapi masa depan.
Manusia ”emosi” itu selalu berusaha untuk lari menghindar dari perasaan yang tidak nyaman, kekosongan dalam hatinya, kerinduannya untuk merasa bahagia. Namun, dengan sangat jelas kelihatan bahwa pelariannya itu sia-sia saja. Setelah dia berhasil memperoleh segala yang diinginkannya, pada akhirnya dia merasa jenuh, dan kemudian bosan dan enggan untuk melakukan apa pun, sampai mati.
Keadaan itu terlihat di kalangan ”kaum kaya raya” di, misalnya, Marbella. Suatu daerah pemukiman yang sangat elite di Spanyol.
Dengan kekayaan yang melimpah, istana-istana yang megah dan kemewahan yang tidak terkira, orang-orang kaya itu telah melindungi diri terhadap masalah apa pun. Meskipun begitu, pada hari-hari biasa tampak jelas bagaimana suasana di situ dicekam oleh kelesuan dan kejemuan. Dalam situasi yang paling mewah itu, tanpa tantangan dan tanpa rangsangan, ada monster yang disebut kejenuhan, yang tidak henti-hentinya mengintai, siap untuk menerkam.
Kita melihat bagaimana manusia-manusia ”emosi” itu pada akhirnya menjadi semakin tidak bahagia. Mereka menjadi takut setengah mati untuk kehilangan apa yang telah mereka peroleh.
Mereka merasa lebih tidak puas daripada sebelumnya: semakin banyak yang Anda miliki, semakin sedikit keuntungan yang dapat dirasakan, sebab semua sudah ada. Dan apa pun yang diperoleh dengan mudah, hanya memberi kepuasan sesaat.
Setiap waktu Anda merasa tidak pasti apakah Anda sudah cukup bahagia atau belum, apalagi kalau Anda membandingkan diri dengan orang-orang lain yang masih lebih berbahagia dari diri Anda sendiri. Dan juga apabila Anda bercermin padatokoh-tokoh idola yang fotonya terpampang dalam iklan-iklan atau yang memegang peran utama dalam film-film.
Kemudian, timbul kebutuhan yang sangat mendesak akan rangsangan-rangsangan kuat yang dapat terus-menerus memberikan rasa puas yang sama itu.
Diubah oleh Roh Allah
Gambar yang dilukis oleh Alkitab mulai dapat dikenali lagi, justru pada zaman kita ini. Paulus menulis suratnya kepada orang-orang Kristen yang hidup dalam budaya yang lepas dari Allah. Para warga kota Roma telah mengganti keagungan Allah yang kekal itu dengan (patung-patung yang menggambarkan) manusia dan hewan yang semuanya fana. Mereka menyembah dan memuja ciptaan Allah, dan bukannya sang Pencipta sendiri. Dengan demikian mereka menjadi mangsa keinginan hati mereka akan kecemaran dan hawa nafsu yang memalukan (Rm. 1). Tuhan Yesus bernubuat bahwa kedurhakaan akan makin meningkat, sehingga kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin (Mat. 24). Banyak orang akan hidup sebagai musuh salib Kristus dan dengan demikian mereka menuju kebinasaan mereka, demikian ditulis oleh Paulus, sambil meneteskan airmata, menurut pengakuannya sendiri. Tuhan mereka adalah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, dan pikiran mereka semata-mata tertuju pada perkara-perkara duniawi (Flp. 3).
Barang siapa yang dalam situasi seperti ini mengajukan pertanyaan mengenai identitas orang Kristen, harus banyak berpikir. Di mana kita menanamkan akar-akar kita? Apakah atau siapakah yang memengaruhi kemauan kita, pemikiran, perasaan dan tindakan kita? Bukan saja dalam teori, tetapi juga dalam perbuatan nyata. Roh memberi kita semangat yang sangat aktual: ”Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna” (Rm. 12:1-2). ”Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Karena kewargaan kita terdapat di dalam surga dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:19-20). Dan: ”Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku... janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 2:20; 5:13). ”Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh” (Rm. 8:5).
Salah satu tantangan besar orang Kristen pada zaman kita bukan saja untuk mengenali kehidupan pada zaman mereka dan menolaknya, tetapi juga untuk menyimaknya secara positif. Dalam Bab 4 saya akan menyinggung lagi persoalan itu.Kemungkinan-Kemungkinan apakah yang muncul karena adanya makin banyak perhatian bagi perasaan pribadi setiap manusia secara tersendiri?
Bagaimanakah Anda mengamat-amati keinginan manusia itu untuk mendapat kebahagiaan batin? Apa yang dapat Anda perbuat dengan rasa takut dan kebimbangan yang ada dalam lubuk hati mereka? Bukankah justru kita yang dapat menyampaikan berita yang menawarkan ketenangan, menjanjikan kebahagiaan, mengusir ketakutan, dan memberi kepuasan? Bukankah hari ini Yesus adalah Juru Selamat juga bagi dunia ini? Bagaimana caranya Anda hadir dalam masyarakat ini sebagai pengikut Tuhan Yesus? Bagaimana sikap Anda sebagai garam yang memberi cita rasa dan mencegah terjadinya kebusukan?
Anak Allah
Mencari identitas kerohanian kita.... Siapakah atau apakah yang pada hakikatnya menentukan keberadaan manusia di bumi ini? Dia dilahirkan untuk mencari nafkah di lingkungan hidupnya. Dalam hal itu identitasnya ditentukan mulai dari bawah. Memang hanya itu yang dapat dia lakukan, dan sering itu juga kemauannya sendiri.
Tuhan Yesus sendiri berbicara dengan cara yang sangat mengesankan tentang suatu hal yang mutlak diperlukan, yaitu kelahiran yang baru. Kehidupan baru membutuhkan (sebagai mukjizat) penciptaan yang baru. Keberadaan Anda harus diberi akar yang lain. Kalau tidak, keberadaan Anda lambat atau cepat akan mati, sebab kehabisan darah. Satu-satunya keselamatan kita ialah ”nenek moyang” yang baru. Kalau kita ingin agar planet yang diam dan tak bersuara itu dapat bernyanyi lagi, maka itu hanya dapat terjadi apabila ada campur tangan dari Atas!
Dilahirkan dari Roh
Karya terpenting yang dilakukan Roh Allah, ialah untuk melahirkan manusia dari Allah. Itu sebuah ungkapan yang sarat dengan makna!
Daripada ungkapan ”dilahirkan kembali”, saya lebih suka berkata, ”dilahirkan dari Atas”. Tuhan Yesus memakai ungkapan yang bisa diterjemahkan dengan dua cara: ”dilahirkan kembali” dan ”dilahirkan dari Atas” dalam Yohanes 3:3, 5. Jadi, dengan sangat jelas Dia menunjuk pada sebuah permulaan yang betul-betul baru dan ajaib. Kelahiran baru Anda terjadi sama sekali di luar kehendak Anda sendiri. Itu adalah permulaan yang paling awal di dalam hidup Anda. Seorang manusia hanya dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah, setelah dia, baik perempuan atau laki-laki, mulai hidup dari Atas, dan dilahirkan dari Allah. Jadi, hidup dari Allah.
Marilah kita membayangkan Nikodemus. Dengan kedudukannya yang terkemuka di kalangan bangsa Israel, ilmu teologinya yang tinggi, yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun, dan riwayat kerjanya di gereja. Dapat dikatakan bahwa bahkan dia, yang pasti bukan orang yang rendah kedudukannya di kalanganorang-orang yang saleh pada zamannya, masih mencari penghargaan dan nafkahnya di lingkungan hidupnya yang alami. Namun, hal itu tidak akan lebih mendekatkan dirinya kepada Allah. Kenyataan bahwa di dunia ini banyak pintu lebih mudah terbuka baginya daripada untuk orang lain, tidak berarti bahwa dia juga memperoleh izin masuk Kerajaan Surga. Sebab, dia harus dilahirkan kembali dari surga dan menjalani hidup yang baru.
Jadi, hidup dari Allah menjadi hal yang paling hakiki bagi dia, dan begitu juga bagi Anda.
Dan itu sungguh hak istimewa yang Anda peroleh! Bayangkan saja, Anda boleh merasa yakin bahwa Anda telah diterima oleh Allah dalam kasih dan pemeliharaan-Nya.
Anda berakar di dalam Allah, Anda bergantung kepada-Nya, Anda hidup bagi-Nya penuh pengabdian. Dialah yang secara hakiki menentukan dan menguasai keberadaan Anda sebagai manusia.
Barang siapa menerima Yesus di dalam hidupnya dan percaya dalam nama-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-Nya.
Orang itu dilahirkan kembali dan memulai hidup yang lain, yang baru. Kehidupan itu tidak terjadi dengan cara yang alami, dan tidak timbul dari keinginan jasmani atau dari keinginan seoranglaki-laki, melainkan dari Allah (Yoh. 1:13). Allah meletakkan benih kehidupan baru yang ajaib itu melalui Firman-Nya. Itulah benih kelahiran kembali (1Ptr. 1:23; Mat. 13:1 dst.). Sebab itu kita harus memperhatikan dengan baik-baik apa yang kita dengar (Mrk. 4:24).
”Kelahiran kembali” itu bukan semata-mata suatu kejadian penuh emosi yang meluap-luap dan yang timbul dengan tiba-tiba.
Kelahiran kembali itu adalah mukjizat bahwa manusia mulai hidup dari Atas, dalam Roh Tuhan Yesus. Hal itu dapat terjadi juga melalui jalan secara bertahap. Misalnya melalui pendidikan di rumah sejak kecil. Ada pemeo yang berbunyi: Apa yang dipelajari waktu muda, dibuat waktu tua.
Siang dan malam Roh tinggal dan bekerja di dalam diri kita. Dia tidak datang dengan cara menyergap kita, sehingga kita seakan-akan dirasuki oleh-Nya, seperti ungkapan yang sering terdengar, Ia tidak bertindak seperti Setan. Ungkapan ”dirasuki” menandai terjadinya pengambilalihan kekuasaan oleh Iblis. Iblis dapat merasuki kita. lalu merebut kekuasaan, dan menguasai kemauan kita serta mengubah kita menjadi budak. Namun, kalau kita dipenuhi oleh Roh, kita justru menjadi manusia sejati, seperti yang dikehendaki Allah. Meskipun jatuh dan bangun, tetapi Anda semakin menjadi makhluk yang sesuai dengan rencana Allah. Lambat laun Roh membentuk Anda hingga menjadi mirip Tuhan Yesus. ”Mentalitas” Yesus menjadi mentalitas kita.
Kemauan kita tidak disingkirkan atau diambil alih, tetapi dari dalam hati Anda tumbuh kerinduan yang semakin kuat untuk mencapai tingkat yang sejajar dengan kehendak Allah. Sebagai buah Roh, Anda bertambah rindu untuk dapat bersikap sesuai dengan profil Tuhan Yesus, yaitu penuh kasih, penuh sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan hati, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal. 5:22).
Setiap anak mendapat fungsinya masing-masing dalam rencana Allah yang meliputi seluruh dunia. Fungsi sebagai pemegang saham, dan sebagai pewaris dunia yang baru.
Semua itu tetap pekerjaan Roh Allah. Dengan sabar Dia melepaskan akar-akar kita dari lingkungan alami kita, dan menjadikan kita berakar dalam Kristus. Dengan demikian, sejak saat itu kita menimba makanan kita dari Allah. Barang siapa yang menemukan kebahagiaannya yang paling mulia di dalam Kristus, tidak pernah akan lapar dan haus lagi (Yoh. 6:35).
Anak Gereja
Bertahun-tahun yang lalu ada seseorang yang mengungkapkan pernyataan yang sangat bagus: ”Siapa yang menyebut Allah sebagai Bapa, harus menganggap gereja sebagai Ibu.” Ketika untuk pertama kali saya membaca kalimat itu, saya kurang memahaminya. Baru di kemudian hari penggambaran itu semakin lama semakin menyentuh hati saya sehingga saya terharu. Gambaran itu sangat bersifat alkitabiah (Gal. 4:26). Dapatkah Anda membayangkan gambaran itu? Gambaran mengenai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Allah, yang terbentuk di seluruh dunia, seperti yang ada di kota Anda sendiri. Persekutuan yang mirip sosok seorang ibu!
Tugas apakah yang dipikul seorang ibu? Seorang ibu yang hamil mengandung hidup yang baru di dalam dirinya. Dan selama masa mengandung itu, hatinya dipenuhi rasa bahagia yang mendalam, rasa kasih sayang, penuh harapan dan rasa keterikatan yang semakin erat dengan bayi dalam rahimnya. Kemudian datang saat baginya untuk melahirkan. Demikianlah gereja melahirkan kehidupan yang baru melalui pemberitaan firman Allah yang hidup (1Ptr. 1:23).
Hidup baru itu dikandung dan dilahirkan dari Roh. Ibunyalah yang bertugas memelihara hidup yang baru itu dengan penuh perhatian, penuh kasih dan dengan melibatkan seluruh kepribadiannya.
Ibunyalah yang juga sering ditugasi untuk menjaga agar iklim pertumbuhan di rumah tetap sehat dan agar seluruh keluarga merasa terikat satu dengan yang lain. Kepada ibundalah Anda bisa mencari perlindungan kalau hidup ini menyakitkan (Mzm. 131:2); di dekat ibu ada kehangatan dan keamanan dalam lingkungan hidup yang dingin dan kejam.
Menurut perkiraan saya, kalau orang mendengar kata ”gereja”, dia biasanya membayangkan gedung gereja, atau jemaatnya sendiri, atau sebuah organisasi gerejawi sebagai lembaga, persekutuan gereja tertentu.
Namun, dalam Alkitab, pada kata ”gereja” kita terutama harus mengertinya dari segi Allah. Kalau kita hendak mengamati kata itu sejenak secara objektif (sekali lagi, ”dari atas”, dari jauh) kita dibantu untuk mengertinya secara lain.
Mari kita membaca Mazmur 14 sebagai berikut: ”TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.”
Dan apakah kesimpulan-Nya sesudah pengamatan terhadap seluruh dunia itu? ”Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.”
Sekarang Anda paham mengapa kidung itu berakhir dengan jeritan jiwa, dengan permohonan doa yang memelas: ”Ya, datanglah kiranya dari Sion (tempat tinggal Allah!) keselamatan bagi Israel!”
Begitulah selama berabad-abad bangsa itu merindukan kedatangan keselamatan. Anda dapat juga memandang Perjanjian Lama sebagai periode kehamilan dan pengharapan yang kudus. Wanita yang sedang hamil itu dibimbing oleh Roh Allah, melewati zaman, dan dia digendong selama bertahun-tahun (bdk. Yes. 63:9). Dalam ketegangan menantikan saat kelahirannya, Roh menyuruh gereja menyanyikan lagu ini: Terbitlah bintang timur dan fajar merekah menyambut Sang Penghibur, Harapan Dunia. Gelap sedang berlalu, pun malam yang sedih; cahaya siang baru semakin berseri. Yang diam menderita di bayang maut kelam, mendapat sukacita di fajar yang terang.
Demikianlah Anak Allah turun dari surga, sesudah terjadinya keajaiban, yaitu kelahiran kudus yang belum pernah dan tidak pernah lagi akan terjadi: Anak itu telah dikandung dalam waktu yang ditentukan oleh Allah Roh Kudus (Mat.1:20), Dia tinggal di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran (Yoh.1:14).
Secara harfiah, gereja berarti: orang-orang milik Tuhan (dalam bahasa Yunani kuriake). Keterangan yang diberikan pasal 27 Pengakuan Iman Belanda, berbunyi demikian: ”Gereja adalah perkumpulan kudus orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, yang mengharapkan segenap keselamatan mereka dalam Yesus Kristus, yang telah dicuci oleh darah-Nya, yang dikuduskan dan dimeteraikan oleh Roh Kudus.”
Sekali lagi, coba amati dari atas: Allah tidak membiarkan manusia berjalan sendiri. Dia tidak meninggalkan manusia menjalani nasibnya sendiri; Dia tidak merasa puas karena mereka diam, tak bersuara di bumi-Nya. Dia tidak menutup mata-Nya terhadap keputusasaan dan ketidakberdayaan manusia, dan terhadap segala penderitaan dan kesengsaraan mereka.
”Sejak awal sejarah dunia ini sampai akhir zaman, Tuhan Yesus mengumpulkan, melindungi, dan memelihara bagi diri-Nya dari segenap umat manusia, satu jemaat yang terpilih untuk beroleh hidup yang kekal,” Katekismus Heidelberg, s/j 54. Jadi Anda harus menganggap gereja itu sebagai hal yang sangat hebat!
Kalau Anda dilahirkan ”di gereja” sebagai anak dari orang tua yang beriman, atau masuk ke dalam gereja dalam usia yang lebih lanjut dan Anda menjadi anggota gereja, Anda sangat beruntung!
Seorang gadis yang sedang belajar katekisasi mengatakan hal itu dengan bahasa zamannya: Sebetulnya saya ini beruntung....
Namun, bacalah kata UNTUNG di sini dengan khidmat, dan tulislah dengan huruf kapital dan tebal. Sebab ”untung” itu merupakan karunia Allah!
Diberi Makan oleh Roh
Anda adalah juga anak gereja yang mirip ibunya. Seorang anak Allah mutlak memerlukan gereja. Di situ Anda dilahirkan. Dan di situ juga Anda dilahirkan kembali oleh Firman dan Roh. Di situ Anda menerima makanan yang terarah pada pertumbuhan.Mula-Mula susu, yang mudah dicerna. Kemudian makanan yang lebih keras dan bergizi, lengkap dengan vitamin (Ibr. 5:12-14). Seorang ibu yang baik tidak akan memberi anak-anaknya makanan yang tak layak dimakan. Bahkan seorang ibu yang kurang memedulikan anak-anaknya pun, tidak akan memberi mereka bubur terusmenerus.
Bukan saja rumah orang tua Anda, tetapi juga keluarga gereja telah membentuk diri Anda sebagai orang Kristen. Anda (biasanya) lahir dan bertumbuh dalam keluarga itu. Di gereja pula Anda menerima pendidikan iman Anda, yang berlangsung selama hidup.
Di situ Anda diperhatikan, dan orang-orang memedulikan Anda, dan di situ Anda merasa seperti di rumah sendiri. Di situ pula identitas Anda sebagai orang percaya ikut terbentuk.
Kita harus betul-betul mengingat hal itu. Seperti halnya kepribadian Anda ikut dibentuk oleh ”keturunan dan lingkungan”, begitu juga ”identitas iman” Anda ikut ditentukan oleh keluarga gereja di mana Anda bertumbuh. Di situ Anda menerimajawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana pendapat Anda tentang Allah? Bagaimana Anda hadir dalam realitas rohaniNya? Bagaimana gambaran tentang diri Anda sendiri? Nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan manakah yang penting bagi Anda? Perilaku manakah yang telah diajarkan kepada Anda sejak kecil? Bagaimana Anda tampil ke luar, di tengah masyarakat?
Tumbuh karena Roh
Barang siapa ingin melihat jelas gambaran mengenai Roh Allah, sebaiknya dengan sungguh-sungguh memperhatikan kehidupan biasa orang Kristen. Roh itu membentuk jemaat Tuhan Yesus dan bertempat tinggal di situ; ”tubuh Kristus” yang kasat mata itu (bdk. 1Kor. 12; Ef. 1:23; 4:4) menjadi rumah-Nya dan tempat kerja-Nya (Ef. 2:22). Jadi, mukjizat besar itu sering terdapat dalam apa yang tampak seperti hal yang biasa saja. Misalnya, seorang wanita yang dengan seluruh jiwanya mengikuti Kristus. Seorang pria yang dengan keyakinan yang teguh, ingin mengikuti Tuhan. Seorang pemuda yang bersemangat, yang meskipun hidup ditengah-tengah dunia ini, tidak mau ikut dengan dunia. Sebagai manusia yang fana dia tahu bahwa dunia ini dengan segala isinya pada suatu saat akan lenyap. ”Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih kepada Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, tidak berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (1Yoh. 2:15-17).
Hidup karena Roh Kristus: itu adalah persekot yang diberikan Kristus untuk masa depan Anda yang indah, yang akan kita alami nanti. Sesuai dengan janji Allah, kita sangat mendambakan bumi yang baru, di mana semuanya utuh lagi secara sempurna. Kita menanamkan kehidupan kita dengan kukuh di dalam surga, dan ”dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp. 3:20-21). Bilamana Dia akan datang, maka pada akhirnya kita akan memandang Dia sebagaimana Dia ada. Dan kita tahu bahwa kita akan serupa dengan Dia!
Penuh dengan Roh
Masih ada satu hal yang perlu dipertanyakan. Bab yang panjang seperti ini dapat Anda baca pada ”tingkat keyakinan”. Dalam hal ini, bukan hanya Anda menyimpannya di kepala Anda, sebagai pengetahuan umum, sebagai teori tentang iman, suatu teori yang menarik. Namun, jika demikian, bacaan ini belum mendarah daging pada Anda. Pengetahuan ini belum hidup dalam hati Anda. Dia belum menguasai ”identitas” Anda; dia belum memengaruhi segala pilihan atau prioritas yang Anda tentukan, dan belum juga memimpin Anda dalam cara Anda hidup.
Bab ini juga ditulis untuk menggerakkan Anda merenung tentang diri Anda sendiri. Siapakah aku ini sebetulnya? Dari mana asalku?
Apakah tujuan hidupku? Bagaimanakah nasibku selanjutnya? Apakah identitas pribadiku diterangi oleh cahaya hangat kasih Allah?
Saya berdoa dan berharap semoga bab ini membantu Anda untuk berpaling kepada Allah. Dan kalau perlu... membantu Anda untuk meninggalkan diri Anda sendiri yang dipenuhi oleh berbagai keinginan, oleh rasa rindu akan kasih sayang, rasa haus akan kepedulian, sehingga Anda menemukan kebahagiaan Anda di dalam Tuhan. Sehingga Anda belajar berkata:
”Aku hidup di dalam Kristus.Seandainya Anda menghadap Kristus. Dia mengajukan pertanyaan yang sangat pribadi ini: ”Apakah engkau benar-benar mengasihi Aku?” Apakah jawab Anda? Apakah jawaban itu diilhami oleh kasih Kristus yang teramat besar itu, sehingga Anda menjawab: ”Ya Tuhan, Engkau tahu bahwa aku sangat mengasihi Engkau”?
Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas
1. Sifat apakah yang diwariskan orang tua Anda kepada Anda? Peran apakah yang Roh Allah kerjakan dalam pemberian warisan itu?