6. DOA YANG DIBIMBING OLEH ROH ALLAH

Egbert Brink

Berdoa itu sulit”. Sering kita mendengar orang mengatakan itu dengan nada mengeluh. Kapankah kita harus berdoa? Lalu, apa dan bagaimana caranya, dan berapa panjangnya doa itu? Ada orang-orang Kristen yang merasa bahwa berdoa kepada Allah yang hidup ialah seperti tugas yang sukar dan beban yang berat. Mereka tidak puas dengan cara mereka berdoa sehari-hari, dan baru berusaha keras untuk berdoa setelah mereka berada dalam bahaya besar dan tak tahu lagi harus minta tolong kepada siapa. Namun, apakah usaha itu akan berhasil? Kesulitan itu diungkapkan Paulus bagi setiap orang Kristen ketika dia menulis: ”Sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rm. 8:26). Paulus menunjuk kepada bantuan Roh Allah yang mutlak kita perlukan juga ketika kita berdoa. Roh Allah ”sendiri berdoa untuk kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”. Setiap doa orang Kristen tergantung dari Roh Allah. Tanpa bimbingan-Nya tidak ada doa yang mempunyai kekuatan. Kalau Dia tidak dilibatkan dengan aktif, maka setiap doa akan menjadi kering dan bahkan bungkam.

Dalam bab ini kita hendak menyusuri peran manakah yang dipegang oleh Roh Allah sebagai Penolong kuat yang mendampingi kita dalam doa kita. Sesudah menyajikan beberapa contoh, yang saya ambil dari hidup sehari-hari, kita akan melihat bagaimana sebuah doa mengasumsikan bahwa ada relasi yang harus dijalin oleh Roh.

Dialah yang menjalin relasi dengan Bapa, Dia membuat kita berdoa kepada ”Abba”. Dia juga mengadakan hubungan dengan Anak Allah dan membuat kita mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Setelah itu kita melihat apa artinya dukungan Roh Allah sebagai Pendoa dan apa yang dimaksudkan dengan ”berdoa dalam Roh”. Selain itu akan dibicarakan juga keberanian di dalam berdoa dan jawaban atas doa.

Kalau Allah tidak memenuhi permintaan-permintaan kita, apakah itu berarti kita tidak cukup kuat berdoa di dalam Roh? Secara khusus Roh menjalin hubungan-hubungan, juga dengan menggerakkanorang-orang Kristen untuk saling mendoakan. Selanjutnya akan dibahas juga berbagai bentuk, formulasi dan keteraturan dalam berdoa. Dan bab ini kita tutup dengan kerinduan yang sungguh-sungguh, seperti terdapat dalam seruan Roh Allah ketika memohon kedatangan Kristus dan Kerajaan Allah.

Contoh-contoh dari Hidup Sehari-hari

Di bawah ini kita menyajikan beberapa contoh dalam hidup orang Kristen, dengan melukiskan dua pendapat yang saling berbeda.

Berdoa itu sukar. Alangkah senangnya seandainya aku bisa mendapatkan ketenangan untuk berdoa. Orang-orang berbicara begitu indah tentang hubungan yang hidup dengan Allah, tetapi selagi berdoa, pikiranku terbang ke mana-mana. Aku tidak mampu memusatkan perhatianku dengan baik, dan tidak bisa merasakan juga bahwa aku sedang berbicara dengan Seorang yang mendengarkan. Seakan-akan doaku tidak naik ke atas. Aku mencari suasana tenang, seperti yang ada dalam biara. Beberapa kali setahun aku menginap di sebuah biara dan di situ, selama waktu yang lama aku mencari Allah di dalam doa. Dan setelah itu aku dapat melanjutkan hidupku lagi, sebab aku memperoleh banyak kekuatan dan tenaga dari pergaulan yang tenang dengan Allah.

Di dalam gereja aku mendengar banyak doa yang standar. Kapankah kita mendengar doa yang betul- betul spontan dan hidup? Selain itu, tidak banyak ucapan puji-pujian yang kudengar di gereja. Sering doa-doanya seperti klise, seperti bubur kata-kata yang kental, yang tak dapat ditembus. Kalau ada orang yang memuji-muji Allah dengan berkobar-kobar, saya mendengarnya begitu berlebih-lebihan, seperti dia sedang mencari muka. Lalu saya berpikir: coba biasa-biasa sajalah, berkepala dinginlah, dan katakan seperlunya saja. Kami sudah berdoa bersama dengan sungguh-sungguh, memohon-mohon tiada hentinya, namun gadis itu tidak bisa diselamatkan setelah mengalami kecelakaan itu. Para ahli bedah telah mengerahkan segala tenaga mereka. Namun, mungkinkah kami kurang kuat berdoa di dalam Roh? Bukankah Dia sanggup melakukan jauh lebih banyak, jauh melebihi apa yang dapat kita doakan dan kita pikirkan?

Doa kita dapat juga menjadi seperti mau memaksa Allah (mengklaim). Kita boleh dengan berani memohon-mohon, tetapi kita tak boleh memaksa Allah, ataupun memanipulasi Dia. Bukankah kita harus menyerahkan diri pada kehendak-Nya dengan mengatakan: ”kehendak-Mu jadilah”. Sejak Wati menjadi anggota kelompok doa, kehidupan doanya berkembang. Pasti itulah karya Roh Kudus. Wati sangat suka berdoa dalam lingkaran, bersama-sama dengan teman- temannya. Mereka saling mendoakan dan secara bergantian menaikkan doa. Hasilnya ialah suatu keterikatan. Dan dengan demikian doa kita menjadi lebih kuat. Dalam hatinya dia yakin bahwa lingkaran doa (persekutuan) seperti itu mutlak diperlukan dalam jemaat Kristen. Andi tidak begitu setuju dengan kelompok doa seperti itu. Hal itu dirasakannya terlalu intim, terlalu akrab. Berdoa harus dilakukan di dalam kamar pribadi, itulah yang dikatakan oleh Yesus sendiri. Dan menurut Andi, itu jauh lebih baik daripada duduk berdekat-dekatan, sambil mengungkapkan perasaan masing-masing dan bersikap saleh. Lagi pula, mereka sering saling berpegangan tangan. Untuk Andi, itu terlalu berlebihan. Apa perlunya? Bukankah cukup untuk kita berdoa bersama-sama di meja makan, atau pada malam hari sebelum pergi tidur, atau pagi-pagi setelah bangun? Tambah pula dalam kebaktian di gereja dan dalam perkumpulan-perkumpulan kristiani?

”Di kalangan Reformasi, sangat sulit bagi seorang untuk meminta orang lain berdoa baginya. Seakan-akan ada tembok pemisah yang tinggi, yang seharusnya dirombak. Kalau saya ingin berdoa untuk seorang, saya mengatakannya dengan terus terang kepadanya, dan saya melakukannya.” Melalui pergumulan doa bersama-sama dengan beberapa orang, kami telah berhasil melewati suatu masa yang sulit. Juga ketika saya meminta: ”Maukah Anda berdoa untuk saya, sebab saya hampir putus asa. Seakan-akan surga tertutup rapat bagi saya.” Orang-orang itu telah sungguh membantu saya melewati krisis, dengan doa-doa mereka. Namun, hal itu tidak saya pamer-pamerkan. Keluarga Yanto dan Rina duduk di meja makan dengan keempat anak mereka. Setiap malam salah seorang mendapat giliran untuk berdoa. Dan malam itu adalah giliran Tuti, yang berusia 6 tahun. Dia mengucap syukur atas sayur bayam yang enak, yang baru saja mereka nikmati, lalu berdoa untuk kaum miskin yang tinggal di gubuk-gubuk, untuk tetangga mereka yang sedang sakit, dan untuk kucing yang siang harinya mati tertabrak mobil. Di sebuah rumah, Dimas kecil bertanya kepada ayahnya: ”Bapak, kita berdoa bagaimana sekarang ini, sendiri-sendiri, atau berdoa terlekat itu?” Ayahnya merasa tak enak. Soalnya, sering dia berdoa dengan kata-kata yang sama, yaitu: ”Kiranya Engkau, Tuhan, tolong agar jiwa kami tidak terlekat pada hidup yang fana, melainkan selalu taat melakukan kehendak-Mu, sampai akhirnya tinggal hidup dekat-Mu di surga.”

Berdoa: Di Dalam Roh

Kekuatan doa tidak pernah terletak dalam isi doa kita, melainkan dalam Dia, kepada siapa kita berdoa. Sebab itu Yakobus mengatakan bahwa doa orang yang benar sangat besar kuasanya karena diberi kekuatan (Yak. 5:16). Hal itu juga tampak jelas dalam ungkapan: berdoa di dalam Roh (Ef. 6:18 dan Yud. 1:20). Doa di dalam Roh tidak mencari kekuatan dalam doa itu sendiri, dalam berbagai kemungkinan dan berbagai keinginan doa itu sendiri, melainkan terarah kepada Allah. Doa yang terarah kepada diri sendiri misalnya, kalau si pendoa mementingkan rumusan yang indah-indah. Akan tetapi, doa dalam Roh mencari Allah sendiri. Pergaulan akrab dengan Bapa dan Anak, itulah yang mahapenting. Ketika Paulus berbicara tentang persenjataan Allah, dia juga mulai dengan seruan untuk mencari kekuatan pada Allah sendiri (Ef. 6:10 dst.). Dengan demikian dia menekankan secara khusus ketergantungan kita kepada Allah untuk menjauhkan kita dari kuasa-kuasa jahat. Itu berarti juga bahwa kita mohon supaya dibebaskan dari pikiran-pikiran yang mengganggu usaha kita menjalin hubungan kita dengan Allah.

Berdoa di dalam Roh adalah kebalikannya dari doa yang egosentris, di mana semuanya hanya berkisar di sekitar si pendoa sendiri. Yang menarik ialah juga keterkaitan Roh Allah dengan seruan Paulus untuk menaikkan doa syafaat baginya (Ef. 6:19-20 dan Rm. 15:30).

Dalam surat Yudas ada pembicaraan tentang para penghujat dan orang-orang yang menyusup ke dalam jemaat. Mereka bermulut besar dan dengan sombong mencari kekuatan dalam diri mereka sendiri. Mereka memberontak terhadap Allah, dan berbicara kasar terhadap Dia. Alih-alih melipat tangan dalam doa, mereka malahan mengepalkan tangan, tanda pemberontakan. Doa di dalam Roh bernada sangat berbeda. Doa itu tidak sombong, melainkan memperdengarkan nada yang penuh ketergantungan kepada Allah. Dengan doa itu orang-orang percaya menggalisumber-sumber kekuatan surgawi, dan dengan demikian mereka dapat merasa lega di hadirat Allah. Berdoa di dalam Roh menciptakan sikap ketergantungan, yang mengandung permohonan supaya kita dijaga agar jangan mengalami kemerosotan rohani, dan supaya kita didorong untuk menjalin hubungan yang akrab dengan Allah.

Hanya bersama Dia kita bisa berdiri teguh dan mengalami pergaulan yang hidup.

Jadi, berdoa dalam Roh menunjukkan bahwa doa bukanlah kekuatan dalam dirinya sendiri. Seakan-akan dengan doa itu kita menggali sumber energi, yaitu sebuah instansi kekuatan yang berdiri sendiri, yang kurang lebih terlepas dari Allah yang hidup. Doa bukanlah sebuah energi yang terpisah, melainkan melalui Roh, doa itu menciptakan keterkaitan dengan Allah yang hidup. Allah ingin dilibatkan dalam hidup kita, dan sama sekali tidak mau dikucilkan dari hidup itu. Lebih kuat lagi, Dia ingin memakai doa-doa itu untuk mencapai tujuan-Nya.

Akan tetapi, Dia tidak pernah tergantung pada doa-doa kita, kalau Dia memakai kita dalam pelayanan-Nya. Kita sepenuhnya bergantung pada Dia.

Berdoa: Dengan Keberanian

Anda dapat selalu meminta tolong kepada Bapa, meskipun di tengah malam (Luk.11:5-8). Dan sebelum Anda mulai berdoa, Dia sudah tahu apa yang Anda perlukan (Mat. 6:8). Anda tidak perlu berusaha menarik perhatian-Nya, atau membuat Dia memperkenankan Anda, atau mencoba agar Dia memihak kepada Anda. Anda tidak perlu menyiapkan Dia lebih dahulu untuk mendengarkan, seakanakan Anda seorang penyiar radio, yang hendak menyampaikan laporan tentang keadaan di dunia ini. Cara Yesus sebagai Anak-Nya berbicara, menciptakan suasana yang sangat berbeda. Dia sudah memihak kepada Anda pada saat Anda menyapa-Nya sebagai Bapa.

Hal itu sungguh melegakan dan membuat Anda bebas bernapas!

Dialah alamat yang tepat yang Anda cari. Janganlah bertele-tele, tetapi sampaikanlah dengan jelas kepada-Nya apa yang sedang memenuhi pikiran Anda. Anda boleh dengan berani membuka hati Anda, dan menyampaikan keinginan Anda. Keberanian itu ialah hak yang telah diperoleh Kristus bagi Anda.

Banyak orang merasa takut-takut untuk menaikkan doa yang konkret. Dalam hal itu anak-anak dapat meneladani kita dalam keberanian mereka. Namun, semakin mereka bertumbuh, semakin berkurang keberanian itu, dan tampaknya mereka tidak terbiasa lagi untuk mengucapkan doa konkret dengan berani.

Akan tetapi, siapa yang sejak kecil sudah belajar berdoa di meja makan bersama keluarga, dengan mudah dapat berdoa di depan umum. Memang, tidak semua orang mempunyai bakat untuk melakukan itu tanpa rasa takut-takut dan rasa tegang. Mulailah berdoa dalam lingkaran yang agak kecil, dan secara bertahap dalam lingkaran yang semakin besar.

Ingatlah juga pada perumpamaan tentang hakim yang tidak adil dan seorang janda. Wanita itu memberanikan diri dan terus-menerus meminta kepada hakim itu supaya dibela perkaranya (Luk. 18:1-8). Dia tidak takut untuk merengek-rengek. Begitu juga Daniel, dia tetap memohon kepada Allah. Dan kemudian seorang malaikat mengatakan kepadanya: Aku ini khusus datang sebagai jawaban atas doamu, sebab telah didengarkan perkataanmu sejak hari pertama engkau merendahkan dirimu di hadapan Allahmu dan mulai berdoa.

Namun, kedatanganku telah tertahan oleh pemimpin kerajaan Persia (Dan. 10:12-13).

Tak terhitung contoh-contoh tentang cara Roh Allah bekerja.

Siapa yang membuka matanya untuk itu, dapat melihat segala mukjizat itu terjadi, sampai saat ini juga. Mukjizat-mukjizat itu sungguh-sungguh terjadi sebagai jawaban atas doa yang dinaikkan dengan berani dan dengan tekun. Akan tetapi, yang perlu diingat ialah jawaban atas segala doa itu tidak tergantung dari panjangnya doa itu, atau dari semangat para pendoa yang berkobar-kobar, atau pun dari besar jumlah mereka!

Berdoa: Keinginan dan Pengharapan

Tidak ada salahnya untuk memberi perhatian pada kekuatan doa!

Kisah-kisah antusias tentang doa-doa yang terjawab dapat membuat orang ikut bersemangat. Akan tetapi, tindakan menyepelekan doa sungguh tidak baik, tetapi penilaian yang berlebihan terhadap doa, juga tidak baik. Pengharapan menjadi memuncak karena permohonan itu disampaikan dengan sangat intensif. Namun, bagaimana kalau hasilnya berbeda dengan kehendak Anda? Apakah salahnya terletak pada doa yang penuh kekurangan yang Anda naikkan? Apakah Anda tidak cukup berdoa dalam iman atau dalam Roh? Apakah Allah hanya berkenan menjawab kalau doanya benar, atau kalau saatnya tepat, dan kalau kita berkelakuan baik?

Kita mulai menjawab pertanyaan yang terakhir. Memang, boleh jadi itu benar:

Kalau kamu berdoa dan tidak menerima apa-apa ialah karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu (Yak. 4:3). Kita juga tidak boleh berharap Allah menjawab doa kita, kalau kita sendiri tetap pasif.

Kita tak bisa menuduh Allah bahwa Dia tidak mendengar doa kita, kalau kita sendiri berpangku tangan. Kalau cara hidup kita banyak kekurangannya, dan kalau kita sama sekali tidak berusaha untuk mengubah cara hidup itu, maka kita dapat menutup sendiri jalan yang menuju ke hati Allah (Ams. 28:9; Yes. 1:15; 1Ptr. 3:7).

Namun, siapa yang tidak mulai berdoa, tidak pernah akan tahu di mana letak batas yang terakhir. Kita boleh menyatakan segala keinginan kita kepada Allah (Flp. 4:6), dan Dia memang dapat memenuhi segala keinginan itu. Dia dapat bekerja dengan tiba-tiba dan dengan sangat mengejutkan. Tak tersebutkan apa yang mampu dilakukan oleh Allah. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah Dia mau dan apakah Dia telah berjanji melakukannya. Jadi, dasar jawaban sebuah doa tidak terletak pada kita sendiri dan keadaan kita, tetapi pada Allah sendiri. Kita boleh memohon-mohon dengan berani dan berdoa dengan semangat yang berapi-api, supaya Allah mau memenuhi keinginan-keinginan kita karena ada tertulis bahwa doa orang yang benar besar kuasanya (Yak. 5:16). Akan tetapi, memohon- mohon sangatlah berbeda dengan mendesak-desak, dan memaksa Dia.

Berdoa: Sesuatu yang Dijanjikan atau Tidak

Kita tidak pernah mendapat janji bahwa segala keinginan kita akan dipenuhi, meskipun kita telah berdoa dengan penuh iman, ketekunan dan kerinduan. Apa yang diberikan oleh Allah tidak pernah dapat kita tuntut dengan seenaknya. Kristus telah memperoleh hak untuk mengizinkan kita meminta apa pun, tetapi Dia tidak berkewajiban untuk memberikan apa pun yang kita minta, kecuali kalau Dia sudah menjanjikannya. Orang yang satu dengan sangat mengherankan disembuhkan, padahal tak ada seorang pun yang masih mengharapkan kesembuhan yang tak dapat dijelaskan itu.

Orang yang lain tetap sakit, dan tak kunjung sembuh, atau bahkan meninggal. Allah tetap bebas untuk menempuh jalan yang dipilihNya. Jalan itu dapat membawa apa saja: kemakmuran, musibah, kemenangan, kekalahan, sakit yang berkepanjangan dan sangat melelahkan, depresi, penyembuhan. Apa yang telah dijanjikanNya? Dia sendiri akan menyertai kita dalam segala keadaan. Apakah Anda harus mengarungi sungai yang menghanyutkan? Anda tidak akan terbawa oleh arusnya. Apakah Anda harus menerobos api yang membara? Anda tidak akan dihanguskan oleh nyalanya (Yes. 43:1-2). Sebab itu Anda harus mengucap syukur bahwa Anda didampingi oleh Kristus dalam segala keadaan (Ef. 5:20; Kol. 3:17; 1Tes. 5:18; 1Tim. 4:3). Tak seorang pun kebal terhadap segala bahaya, tetapi kalau Anda berjalan bersama Dia, maka sebagai milik-Nya, Anda tak mungkin kena gangguan apa pun. Kristus tidak tergantung pada segala kejadian yang menimpa kita, dan kita sendiri dipandang-Nya lebih penting daripada segala kejadian itu.

Sebab itu, bagi kita penting sekali untuk dapat membedakan antara apa yang memang telah dijanjikan Allah dan yang tidak. Dia telah menjanjikan banyak sekali hal, yaitu: Dia akan selalu berada di dekat Anda, Dia akan mengampuni segala kesalahan Anda, Dia akan mengisi segala kekurangan, Dia akan membarui hidup Anda setiap kali Anda jatuh bangun, Anda adalah anak-Nya, Dia akan membimbing Anda dan memimpin jalan Anda sampai mati, Dia akan memberikan warisan yang tak ternilai harganya kepada Anda.

Semua itu boleh kita minta dalam nama Yesus. Dia ingin agar kita menyerahkan diri kepada-Nya dengan penuh iman (Mat. 21:22).

Dan Dia senang mendengar pengakuan kita bahwa semua itu telah kita terima dari Dia (1Yoh. 5:14). Kalau Allah telah menjanjikannya, maka Dia dapat dan pasti melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan (Ef. 3:20-21).

Namun, ada banyak hal yang tidak dijanjikan-Nya, misalnya Anda akan sembuh dari suatu penyakit, Anda akan lulus dari ujian sekolah, Anda mendapat pekerjaan ini atau itu, tamasya saat liburan Anda akan berlangsung, Anda akan mendapat jodoh, Anda tidak akan pernah diejek lagi, Anda tidak akan mengalami kecelakaan, tidak akan ditimpa musibah, tidak akan pernah dianiaya, dan sebagainya.

Dengan penuh kepercayaan kita dapat meletakkan jawaban atas semua doa itu dalam tangan-Nya. Allah dapat mengabulkan semua permintaan itu. Dia dapat melakukannya sebagai hadiah tambahan; begitu besar murah hati-Nya, padahal Dia tidak menjanjikannya.

Dan sebetulnya, itulah yang dimaksudkan Yesus ketika berkata, ”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33). Semuanya yang Anda terima sebagai tambahan itu, menguntungkan bagi Anda. Namun, semua itu berhubungan dengan Kerajaan Surga. Refrein yang sama itu terdengar dalam penutup Roma 8. Tidak akan ada sesuatu pun yang dapat memisahkan Anda dari kasih Kristus, apa pun yang terjadi; dan bukankah Allah akan memberikan kepada Anda segala sesuatu bersama Anak-Nya? Segala sesuatu, kecuali hal yang akan menyebabkan kita akan kehilangan Anak-Nya.

Berdoa: Menerima Hal yang Baik, yaitu Roh-Nya

Yesus telah mengatakan juga bahwa tidak pernah kita sia-sia meminta tolong kepada Bapa-Nya. Itu bukan berarti kita akan menerima segala yang kita inginkan (lihat di atas). Akan tetapi, bagaimanapun, tak pernah Dia akan menipu kita. Siapa yang berdoa minta ikan sebagai makanan sehari-hari, tidak akan menerima ular yang disodorkan ke dalam tangannya. Dan siapa yang meminta telur, tidak akan diberi kalajengking. Dia tidak memberi batu sebagai ganti roti. Namun, apa yang selalu diberikan-Nya ialah hal yang baik (Mat. 7:11). Bukan berbagai macam hal yang baik secara umum, melainkan pada akhirnya pemberian itu ialah Roh-Nya (Luk. 11:13). Dalam kenyataannya, pemberian itu dapat disebutkan dengan satu kata, yaitu keselamatan, yaitu segala-galanya yang telah diberikan dengan kedatangan Kristus. Kalau manusia meminta hal itu kepada Allah, Dia tak akan pernah menolaknya! Yesus meringkas secara sangat mendalam pemenuhan doa yang dinaikkan kepada Allah, sebagai penerimaan Roh-Nya. Intinya ialah nama Allah dimuliakan, Kerajaan-Nya datang (lengkap dengan para warganya), dan kehendak-Nya terjadi.

Roh Allah memedulikan kita dan mendampingi kita dengan apa yang tidak kita terima di dalam hidup ini. Dia membuat kita terheranheran melihat apa yang kita terima dari Dia. Roh Allah membawa kita ke masa depan-Nya yang agung. Pendek kata: Yang pasti dipenuhi oleh Allah bukan segala keinginan kita, melainkan segala janji-janji-Nya (Bonhoeffer).

Dalam Alkitab banyak doa telah terjawab, tetapi sering juga Allah melakukan hal yang sangat berbeda dengan apa yang diminta si pendoa. Ingatlah doa Paulus supaya dibebaskan dari duri yang ada dalam dagingnya (2Kor. 12:8-9). Pada waktu itu Tuhan tidak mengatakan kepadanya: Engkau tidak cukup berdoa, imanmu kurang besar, tetapi: Cukuplah anugerah-Ku bagimu. Yang dimaksudkan dengan jawaban doa bukan selalu kenyataan bahwa Allah memberikan apa yang diminta. Jawaban itu juga ada bilamana Allah menunjukkan kehendak dan jalan-Nya, dan memberi kekuatan kepada kita untuk dapat menerima kehendak itu dan menempuh jalan itu. Meskipun hal itu mendatangkan banyak kesusahan dan pergumulan.Kadang-Kadang, sambil berdoa, kita diliputi perasaan bahwa Allah hendak berjalan lewat, lalu kita sebaiknya minggir untuk memberi jalan kepada-Nya. Dan pada saat Dia lewat, marilah kita menengadahkan tangan kita untuk menerima apa pun kehendak-Nya.

Doa Syafaat

”Demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih yang bersumber dari Roh, aku menganjurkan kamu, Saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku” (Rm. 15:30). Paulus sangat menghargai doa syafaat yang dinaikkanrekan-rekannya sesama Kristen, dan setiap kali dia juga mengajak jemaat untuk berdoa bagi semua orang Kristen (Kol. 4:2-3; 1Tes. 5:25; 2Tes. 3:1-2; 2Kor. 13:7; Flp. 1:4; Kol. 1:9-10; Ef. 6:18-19). Dalam suratnya kepada jemaat di Roma ajakannya itu disertai seruan tentang kasih yang bersumber dari Roh. Sebelumnya, dalam surat kepada jemaat di Roma itu, dia sudah menulis bahwa Roh Allah telah mencurahkan kasih Allah di dalam hati kita (Rm. 5:5). Kasih yang diberikan oleh Roh itu, menyebabkan orang-orang Kristen saling memedulikan, saling mendoakan, dan saling menyerahkan diri kepada Allah. Roh Kudus bekerja untuk merukunkan manusia, juga melalui doa bersama karena dorongan Kristus. Pergaulan karib antara Paulus danjemaat-jemaatnya berwujud dalam tindakan saling mendoakan.

Sebetulnya tidak mungkin kita berdoa sendiri-sendiri, secara terpisah. Yesus memberi teladan kepada kita ketika dalam ”Doa Bapa kami”, Dia memakai kata kami, secara konsisten dan terus-menerus. Itu terutama berarti bahwa Dia mengundang kita untuk berdoa bersama Dia, dengan mengatakan Bapa kami. Allah ialah ”milik” kita dan juga milik Anak-Nya sendiri. Jadi, milik semua orang yang telah dipeluk oleh Yesus. Roh Allah menarik kita dari doa yang egosentris dan melibatkan orang-orang lain di dalamnya. Kita tidak bisa melepaskan diri dari relasi-relasi satu dengan yang lain. Kita ini masing-masing adalah anggota sebuah keluarga, sebuah jemaat, anggota gereja dari segala zaman dan segala tempat (Ef. 3:18). Allah tidak memandang kita sebagai pribadi-pribadi yang terpisah-pisah, melainkan berhubungan satu dengan yang lain. Hal itu berlaku dalam lingkaran yang luas. Bagi rekan-rekan kita seiman, di mana pun mereka berada di dunia ini, dan dalam keadaan apa pun. Namun, itu bahkan berlaku juga untuk semua orang (1Tim. 2:1-2), begitu besarnya keterlibatan di mana kita ditempatkan. Nah, karena keterlibatan itu, berdoalah bagi setiap pejabat tinggi, untuk membawa mereka ke takhta Allah, di mana Dia menjalankan Pemerintahan yang tertinggi. Bahkan berdoalah juga untuk musuh-musuh kita, supaya jangan kita disergap oleh kejahatan (Mat. 5:45 dan 2Tim. 4:16).

Saling mendoakan, atau berdoa bersama-sama. Hal itu dipakai oleh Roh Allah untuk mendatangkan keterikatan di antara kita. Kita juga ditempatkan di tengah-tengah persekutuan untuk saling mendampingi dalam doa. Terutama bilamana tugas untuk berdoa itu dirasakan sangat berat. Berdoalah bersama-sama setelah selesai mengadakan percakapan yang baik, yang membuat Anda lebih memahamirekan-rekan Anda (atau justru tidak). Berdoalah bersama sebagai suami istri, sebagai sahabat-sahabat. Nyaman rasanya untuk menghadap Allah setelah kita mengadakan percakapan penggembalaan. Dalam doa itu kita mengungkapkan, menyatakan, dan menyebutkan segala isi hati. Mengapa doa seperti itu hanya harus dilakukan oleh seorang pendeta atau penatua? Alangkah indahnya kalau cara berdoa seperti itu menjadi kebiasaan yang hidup di lingkaran yang lebih luas dalam jemaat Kristen! Kita ini jauh lebih indah bilamana kita bersama-sama.

Dengan demikian kita saling mengantarkan dalam doa kita menghadap takhta Allah. Dan dengan begitu kita mengembangkan mentalitas yang terarah pada kebersatuan. Dan hal itu sesuai benar dengan doa yang dinaikkan oleh Tuhan Yesus dengan penuh kerinduan, di mana Dia mohon agar ada kebersatuan di antara semua orang Kristen yang telah menjadi milik-Nya (Yoh. 17:20).

Berdoa: Dengan Keteraturan

Tetaplah berdoa, jangan berhenti, bertekunlah di dalam doamu (1Tes. 5:17). Lakukan itu dengan teratur. Di Israel zaman dahulu orang-orang berdoa pada waktu-waktu tertentu dalam ibadah pengorbanan. Ada doa pagi dan doa malam. Daniel juga berdoa pada waktu-waktu tertentu, dan bukan hanya kalau suasana hatinya sedang baik. Apakah suasana hatinya selalu baik? Tentu saja tidak, tetapi dia tidak pernah menyimpang dari pola hidupnya. Kita memerlukan ketertiban untuk memegang teguh kehidupan ini. Dan kita memerlukan saat tenang untuk memusatkan pikiran kita.

Kalau Anda belajar memainkan sebuah alat musik, dan Anda hanya berlatih pada saat-saat Anda ingin bermain, maka tak akan pernah Anda berhasil menguasai alat musik itu sehingga dengan fasih dapat memperdengarkan musik yang enak didengar. Justru keteraturan (disiplin) dalam berlatih melahirkan seni yang indah.

Kalau kita tidak mengikuti keteraturan, maka iman kehilangan keluwesannya dan menjadi kaku. Keteraturan yang pada masa lalu berkaitan dengan waktu-waktu yang tetap, semakin banyak diabaikan orang. Saat berdoa yang tetap membentuk sarana bantuan yang penting supaya kita tidak melemah. Bentuk-bentuk itu sungguh bagus: berdoa sebelum dan sesudah makan siang dan makan malam. Dalam banyak budaya Kristen hal itu tidak terjadi dengan sendirinya! Dan alangkah baiknya apabila bentuk ini masih terdapat dalam banyak keluarga Kristen. Seharusnya kita menjaganya supaya tetap lestari. Bentuk-bentuk berguna bagi mereka yang sedang merasa kurang fit.

Sebuah doa tidak perlu bersifat spontan supaya dapat disebut doa yang sungguh-sungguh. Doa itu tidak perlu orisinal. Jangan menuntut terlalu banyak. Sebab kalau Anda menghendaki agar setiap doa itu baru, maka Anda akan kehabisan bahan. Dan hal itu hanya membuat Anda frustrasi. Bukan pendoa yang sempurna yang dikasihi Allah, melainkan pendoa yang tulus hati. Dia menyelidiki apakah hati Anda betul-betul ada di balik doa itu. Seorang pendoa yang ingin orisinal, dapat menarik perhatian kepada dirinya sendiri, dan itu bukan doa dalam Roh. Bagaimanapun, berdoa ialah sebuah karunia.

Sebab itu ada sebutan: karunia berdoa. Namun, kalau karunia itu dipakai untuk menarik perhatian kepada diri sendiri, maka karunia itu tidak tampil sebagaimana mestinya. Soalnya, tidak selalu karunia dari Roh menghasilkan buah Roh. Buah Roh menunjukkan kasih, kesabaran, ketekunan, dan perbuatan baik.

Berdoa: Di Tengah-tengah Jemaat

Apakah hanya pendeta yang boleh memimpin doa dalam kebaktian doa? Roh Allah dapat secara khusus mengikutsertakan para pekerja yang lain. Akan tetapi, itu tidak perlu. Allah dapat dan mau memakai juga karunia doa yang dimiliki para anggota jemaat. Asal tetap ada ketertiban, sehingga suasana tetap damai dan sejahtera. Segala bentuk persaingan dan keinginan untuk menonjolkan diri dapat dicegah dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan jelas dan dengan orang-orang tertentu yang sama.

Untuk isi doa syafaat pada waktu kebaktian, sebaiknya sebelumnya ada catatan mengenai orang-orang dan pokok-pokok yang akan didoakan. Catatan itu dapat disampaikan sebelum kebaktian dimulai atau juga di tengah-tengah kebaktian. Dan tidak selalunama-namanya harus dicantumkan dengan jelas. Ada kalanya nama seorang tidak disebutkan atas permintaan yang bersangkutan.

Dalam sebuah kebaktian sering terjadi khotbah pendetanya menyentuh jiwa beberapa orang. Alangkah baiknya apabila sesudah kebaktian ada kesempatan untuk berdoa bersama-sama atau bagi seorang itu. Sungguh indah, apabila sesudah mendengarkan khotbah, kita dapat mengungkapkan isi hati kita dalam doa yang tulus kepada Pendeta Yang Paling Agung.

Pada hari-hari doa dan hari-hari pengucapan syukur kita diberi kesempatan yang sangat indah untuk memusatkan perhatian kita sepenuhnya dalam memanjatkan doa kepada Allah yang hidup.

Pada hari-hari itu kita berdoa dan mengucap syukur atas kekuatan pertumbuhan dan kekuatan hidup, atas segalanya yang terjadi dalam dunia milik Allah, yang mendekatkan saat kedatangan KerajaanNya. Namun, mengapa pertemuan-pertemuan doa yang terpisah ini harus selalu dibatasi pada kedua hari yang khusus itu?

Berdoalah bersama pada waktu ada orang yang sakit keras, atau kalau ada perpecahan dalam jemaat, atau kalau terjadi dosa-dosa besar yang mengakibatkan jemaat menjadi buah bibir umum, atau dalam keinginan untuk memberi pengaruh yang baik kepada masyarakat umum, dengan mencari kesempatan untuk memberitakan Injil.

Mengapa orang-orang Kristen tidak dapat berkumpul untuk berdoa pada hari kerja biasa?

Kesempatan yang baik ialah juga pembentukankelompok-kelompok doa di tengah-tengah jemaat. Karunia-karunia yang diberikan berbeda-beda, tetapi Anda juga dapat berbagi karunia berdoa yang Anda terima dengan orang lain, sehingga orang itu menjadi diperkaya imannya. Namun, mengingat karunia-karunia dansifat-sifat orang berbeda-beda, maka tidak semua orang cocok untuk ikut bergabung dengan sebuah kelompok doa. Sebaiknya Anda bersama-sama menghadap Allah, dan menyerahkan segala urusan dunia di sekitar Anda, anggota-anggota jemaat danpengalaman-pengalaman pribadi kepada-Nya. Apakah hal itu dilakukan dalam lingkaran doa atau tidak, itu tidak jadi soal. Asal bentuknya sesuai dengan kelompok yang sedang berkumpul itu. Bentuk itu hanyalah sarana dan bukan tujuan yang hakiki. Sebuah kelompok doa dapat berguna dan memperkaya iman para pesertanya. Akan tetapi, apabila timbul ketegangan yang makin meningkat, atau ada orang-orang yang dibebani (dipaksa) untuk berdoa, maka bentuk itu tidak sesuai dengan kebebasan Roh. Setiap orang boleh memilih bentuk yang cocok dengan dirinya. Yang penting ialah orang-orang Kristen belajar untuk saling menerima dan menghargai sifat merekamasing-masing.

Biasanya doa dalam kelompok kecil akan memberi pengaruh yang membangun, dan menciptakan hubungan erat. Ada baiknya kalau kelompok itu terbuka, jadi bukan lingkaran tertutup yang menyugestikan intimitas yang tidak dapat terwujud. Akan tetapi, yang juga penting ialah para pembimbing terus berhubungan dengan kelompok-kelompok yang terbentuk, dan menunjukkan keterlibatan mereka dalam pelayanan doa itu. Secara lugas kita harus menambahkan bahwa doa dalam sebuah kelompok tidak lebih kuat atau lebih bernilai dibandingkan dengan doa dalam lingkungan keluarga. Akan tetapi, marilah kita menempatkan pengaruh doa bersama, yang bersifat positif, dan yang mengikat kita menjadi satu, di atas segala-galanya.

Berdoa: Dengan Pengharapan yang Penuh Ketegangan

Tidak ada yang hidup penuh pengharapan seperti Allah Roh Kudus.

Dia sangat merindukan ciptaan yang baru dan hari kesudahan yang memuaskan. Dia sendiri yang merentangkan pengharapan akan kedatangan Kristus di bumi. Pada saat itu terwujudlah semua janji bahwa nama Allah mendapat segala penghormatan, yaitu bilamana Dia menjadi segala-galanya di dalam semua orang. Juga janji bahwa Kerajaan Allah datang bilamana surga turun ke bumi.

Dan janji bahwa kehendak-Nya terjadi sepenuhnya di surga dan di bumi karena semua orang sekehendak dengan Allah. Sehingga pada akhirnya Roh Allah mencapai tujuan-Nya. Dengan kerinduan besar Roh berseru bersama dengan pengantin perempuan Kristus:

Marilah! (Why. 22:17). Yang pertama kali menyerukannya ialah Roh. Dia berjalan di depan, dan Dia mengatakannya lebih dahulu.

Kalau tidak, kita tidak akan berseru dan berdoa untuk kedatangan itu, melainkan akan tenggelam dalam zaman yang sekarang. Tidak ada doa yang dapat dinaikkan tanpa kerinduan akan masa depan itu.

Doa penuh kerinduan akan kedatangan Kerajaan itu juga terdengar sepenuhnya di surga, seperti pada saat doa itu sampai ke surga, ketika Kristus mengambil tempat-Nya pada waktu kenaikan-Nya ke surga. Jiwa-jiwa di bawah mezbah berseruseru penuh kerinduan supaya keadilan ditegakkan. Mereka harus menunggu jawaban atas doa itu sampai genaplah jumlah semua warga dunia yang baru, yang dikumpulkan dari segala bangsa.

Sebab itu dalam Wahyu 22:17 bukan saja terdengar ajakan:

”Marilah!” untuk menuju ke masa depan, tetapi juga untuk menuju dunia di sekitarnya: Marilah, biarlah semua datang; siapa yang haus, datanglah dan minumlah dari sumber-sumber air kehidupan, dengan cuma-cuma. Kerinduan itu disertai oleh sebuah ajakan kepada siapa pun, supaya ikut pergi menuju masa depan yang gemilang. Juga gaya pemberitaan Injil itu adalah berkat dorongan Roh. Dia membuat kita menaikkan doa dalam kepanjangan (segala waktu), dalam kelebaran (seluruh dunia) dan dalam ketinggian (di surga). Kita berdoa sampai ke kesudahan dunia: bersama-sama dengan semua orang kudus di hadapan takhta. Kita, sebagaianak-anak dari satu Bapa adalah seperti paduan suara yang sangat besar, yang bernyanyi seakan-akan dengan satu mulut! Kita semua hidup bersama di atas napas suara-Nya sampai selama-lamanya. Di atas Napas Kehidupan.

Alangkah indah pemandangannya bilamana doa-doa di surga dan di bumi dikumpulkan di hadapan takhta Allah (Why. 8:4). Dan di situ tampak doa semua orang kudus, yaitu orang-orang kudus yang ada di surga dan yang ada di bumi, bersatu. Tidak satu pun yang terkecuali, semua doa dari atas dan dari bumi saling bertemu di hadapan takhta Allah. Doa itu naik sampai ke wajah Allah, diiringi oleh asap dupa. Tampaknya harus ditambahkan sesuatu dari pihak Allah. Doa-doa itu hanya mampu menembus masuk ke hadirat-Nya, kalau ada pendukungnya, dan itu ialah kekuatan Dia. Dan siapa lagi yang akan memberi dukungan itu, kalau bukan ketujuh Roh yang ada di hadapan Allah? Mereka mengumpulkan semua doa di hadapan takhta Allah. Dan doa-doa itu dilibatkan sepenuhnya dalam pelaksanaan segala rencana-Nya.

Amin, datanglah Tuhan Yesus! Doa-doa itu dikumpulkan menjadi seruan jutaan suara yang merindukan kedatangan Kristus. Bukan hidup kita sendiri yang menjadi pusat. Roh Allah mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Bapa dan Anak. Jawaban yang hakiki atas segala doa, baru terlihat dengan sungguh-sungguh jelas apabila Allah adalah segala-galanya di dalam semua orang. Pada saat itu akan nyata untuk selama-lamanya bahwa doa-doa kita, dalam kekuatan Roh, telah dipenuhi tanpa hentinya. Masa depan itu sama sekali tidak meragukan, melainkan didasari sebuah janji. Dan Allah ingin agar kita mengingatkan Dia pada janji itu, setiap hari. Dan RohNya mendorong kita supaya kita mengingatkan Dia akan hal itu dengan semangat yang berapi-api. Sebab yang paling merindukan masa depan itu ialah Roh Allah.

Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas

1. Contoh yang diambil dari kehidupan

  1. Di halaman 99 telah dipasangkan situasi-situasi yang saling berbeda. Dalam situasi-situasi yang mana Anda paling banyak mengenali diri Anda?
  2. Pilihlah beberapa bagian, hayatilah situasinya, dan berilah tanggapan.

2. Relasi dan penyembahan

  1. Apakah menurut Anda ada perbedaan antara doa ”dalam nama Yesus” dan doa ”demi Yesus”?
  2. Kapan Anda menaikkan doa dalam nama Yesus, dan kapan demi Yesus?
  3. Bolehkah/haruskah Anda juga mengucap syukur demi Yesus?

3. Roh ikut berdoa

  1. Dapatkah Anda mengenali keadaan tidak berdaya?
  2. Apakah Anda menyadari bahwa Roh ikut berdoa? Apakah Anda merasa dibantu dengan kenyataan itu atau apakah Anda justru merasa terancam olehnya?
  3. Bagaimana pendapat Anda tentang kemungkinan yang dikemukakan bahwa Roh menahan doa-doa?

4. Keberanian dan jawaban atas doa

  1. Kapankah doa menjadi sarana untuk memaksa atau sarana untuk menunjukkan kekuasaan?
  2. Dapatkah Anda mengenali kekuatan doa, dan dapatkah Anda menyebutkan beberapa contoh mengenai hal itu? Dan bagaimana dengan kelemahan doa?
  3. Apakah Allah mengabulkan setiap doa? Atau adakah juga doa yang tidak dikabulkan?

5. Doa syafaat

  1. Kalau Anda berdoa untuk orang lain, apakah Anda memberi tahu mereka?
  2. Pernahkah Anda menutup sebuah percakapan yang baik dengan sebuah doa?

6. Keteraturan

  1. Bagaimana pendapat Anda tentang pernyataan: ”Anda dinilai sebagai seorang Kristen sesuai dengan banyaknya doa-doa Anda”?
  2. Bagaimana Anda menyediakan waktu untuk berdoa?
  3. Apakah Anda berhasil untuk bersikap sangat pribadi dan terbuka terhadap Allah? Bagaimana Anda dapat melatih hal itu?

7. Dalam jemaat

  1. Bagaimana pendapat Anda tentang sebuah kelompok doa atau lingkaran doa?
  2. Apakah ada nilai lebih kalau doa dipanjatkan dalam kelompok?
  3. Bagaimana kita mengikutsertakan orang-orang yang memiliki karunia doa? Dan siapa yang menentukan apakah seorang memiliki karunia doa?
  4. Apakah dalam ibadah diperlukan lebih banyak spontanitas di bidang doa-doa?
  5. Bagaimana pendapat Anda tentang disediakannya sebuah kotak yang diisi dengan nama-nama atau pokok-pokok yang ingin didoakan? Atau apakah Anda lebih sukahal-hal itu dirahasiakan?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk ten Brinke, J.W. Maris, dkk.
  3. ISBN:
    978-602-0904-68-9
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak, 2006
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas