11. BUAH DAN KARUNIA-KARUNIA ROH

Klaas de Vries

Seorang bertanya kepada saya, ”Benarkah Anda menulis sebuah pasal yang seluruhnya berbicara tentang buah dan karunia-karunia Roh? Aneh, sebab selama ini dalam gereja kita tidak pernah mengalami kesulitan dengan hal itu!”

Perhatian yang Baru untuk Karunia-karunia Roh

Dewasa ini karunia-karunia Roh mendapat banyak sekali perhatian di dunia Kristen. Berbagai gerakan telah timbul dan meminta perhatian untuk hal itu dengan mengadakan kongres-kongres guna membahasnya. Selain itu banyak pula buku yang terbit mengenai pokok itu, dan di antaranya ada yang memuat sebuah tes karunia.

Perhatian yang melimpah itu mungkin ada hubungannya dengan keinginan untuk memperoleh semangat baru dalam kehidupan sebagai Kristen dan sebagai jemaat. Banyak gereja tradisional dipengaruhi semangat gerakan-gerakan Kristen yang lain, seperti Pentakosta, Injili, Karismatik. Ada kalanyaanggota-anggota mulai merasa bosan dan mulai mengembangkan aktivitas lain. Apalagi kalau jumlah anggota itu sangat besar. Ada kalanya orang-orang merasa asing dalam jemaatnya sendiri, seakan-akan tidak ada yang mengenal atau menghargainya. Mereka mulai menyadari pengalaman lain, dengan emosi dan penghayatan spiritual lain.

Dalam iklim seperti itu, kita mendengar orang-orang berbicara dengan semangat baru tentang karunia-karunia Roh. Pokok itu sangat memesona dan menarik perhatian. Maka menyalalah harapan bahwa melalui hal itu akan ada semangat baru. Ternyata ada jemaat-jemaat yang berhasil menyediakan ruang untuk sikap yang bebas, spontanitas dan keanekaragaman anggota-anggota.

Karunia dan talenta yang dimiliki para anggota jemaat ikut dilibatkan dan dimanfaatkan dengan tegas dan tangkas, baik dalam ibadah gereja maupun di luarnya. Orang Kristen yang penuh semangat, yang dalam gereja-gereja tradisional merasa kurang berfungsi, sangat tertarik kepada jemaat-jemaat yang disebut tadi.

Sering ketertarikan itu tidak begitu berhubungan dengan ajaran gereja, sebaliknya banyak kaitannya dengan suasana yang mereka rasakan dan ruang luas yang ingin mereka alami. Ruang yang menyediakan kemungkinan untuk berkembang, dan suasana di mana mereka merasa dihargai dan diakui sebagai anggota. Sering kali dalam jemaat-jemaat seperti itu cara kerjanya terarah pada karunia dan talenta yang dimiliki para anggota. Selain itu ada juga lebih banyak ruang untuk yang biasa disebut karunia-karunia khusus Roh, yaitu: kemampuan untuk berbicara dalam bahasa yang tak dikenal, untuk bernubuat dan untuk menyembuhkan.

Apakah makna semua itu bagi orang-orang Kristen dangereja-gereja, yang makin merasa mengalami kemacetan?

Ringkasan Bab Ini

Bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa buah dankarunia-karunia Roh termasuk satu golongan, dan buah adalah yang terpenting di antara keduanya. Saya akan mulai dengan sketsa pendek tentang buah Roh (1). Kemudian dua paragraf untuk menunjukkan betapa pentingnya tema tentang buah Roh (2,3). Secara rohani, buah itu terjalin dengan tujuan Allah ketika membuat manusia, yaitu: supaya manusia menjadi gambar Allah, gambar Kristus, dan mencerminkan kemuliaan-Nya. Sebab itu makna buah Roh itu jauh mengungguli makna karunia-karunia Roh. Karunia-karunia itu hanya dapat tampak kegunaannya kalau berhubungan dengan buah Roh (4).

Kemudian, perhatian diarahkan pada karunia-karunia Roh. Secara berturut-turut kita akan menganalisis berbagai kesalahpahaman tentang istilah ”karismatik” (5) dan membahas pertanyaan apakah karunia-karunia ”luar biasa” masih (harus) terjadi atau tidak pada zaman ini (6). Sesudah itu kita akan memusatkan perhatian pada cara Paulus berbicara tentang karunia-karunia yang dipakai untuk melayani jemaat (7), dan kemudian pada perbedaan antarakarunia-karunia yang gaib dan yang alami (8). Lalu kita akan meneliti adanya berapa macam karunia, dan bagaimana membaginya dalam dua bagian: karunia berbicara dan karunia melayani (9). Menjelang akhir bab ini akan diajukan pertanyaan yang berikut: bagaimana aku dapat mengetahui karunia apa yang kumiliki, dan apakah untuk mengetahuinya aku perlu menjalani tes bakat (10). Pada akhirnya, (11) ada pertanyaan ini: apakah yang dapat dilakukan jemaat setempat untuk memperluas ruang bagi karunia-karunia Roh? Jadi, ikhtisarnya sebagai berikut ini:

1. Sketsa buah Roh
2. Buah Roh dan tujuan keberadaanku
3. Menghasilkan buah, berbuah
4. Buah lebih penting daripada karunia-karunia
5. Gerakan karismatik memilih jalan yang sempit
6. Karunia-karunia ajaib dan ”streep-theologie”
7. Memiliki karunia-karunia dan menjadi karunia
8. Semua karunia adalah”ajaib” dan ”heran”
9. Luasnya keanekaragaman karunia
10. Menemukan dan menerima karunia-karunia
11. Jemaat-jemaat yang berbakat

1. Sketsa Buah Roh

Ada baiknya untuk merenungkan struktur-struktur jemaat yang memaksimalkan kesempatan kepada para anggotanya untuk berkembang sebagai Kristen. Dan dalam merenungkan itu ada baiknya pula ”karunia-karunia Roh” yang telah lama tersimpan hingga penuh debu, kita keluarkan dan kita amati lagi. Sayangnya, usaha itu akan mengecewakan. Dan ada dua alasan untuk itu.

Pertama, kita menemukan pembinaan jemaat dan para anggotanya itu terlalu banyak dalam perilaku orang, yaitu apa yang dilakukannya. Soalnya, dalam menemukan dan menggunakan karunia-karunia Roh, tekanannya terletak-walaupun tidak sematamata, tetapi bagaimanapun-pada perilaku orang-orang Kristen dan jemaat-jemaat. Padahal identitas seorang terkait denganlapisan-lapisan keberadaan manusia yang jauh lebih dalam letaknya. Identitas berhubungan dengan keyakinan-keyakinan, dan pada akhirnya berhubungan dengan penemuan jawaban atas pertanyaan: siapakah aku ini dan untuk apa aku hidup? Apakah tujuan keberadaanku, khususnya sebagai Kristen?

Kedua, kita keliru kalau berpikir penemuan dan penggunaan karunia-karunia Roh akan mengakhiri krisis identitas seseorang (atau krisis jemaat), dan mengakhiri keinginannya untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Soalnya, karunia-karunia Roh lebih bersifat sebagai sarana ketimbang sebagai tujuan. Seandainya karunia-karunia Roh dianggap sebagai tujuan, maka mereka menjadi proyektil yang tidak terkendali. Karunia-karunia Roh hanya dapat berfungsi dengan baik dan berguna bagi jemaat (membina jemaat) kalau dipakai untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yang meliputinya, dan kalau dipakai di dalam kerangka tujuan itu. Apakah tujuan itu? Yang lebih jelas kelihatan ialah buah Roh ketimbang karunia-karunia-Nya. Tujuan kehidupan sebagai Kristen dan sebagai jemaat, sepenuhnya berhubungan dengan buah Roh. Apakah yang Disebut Buah Roh?

Siapa yang berbicara tentang buah Roh, langsung teringat pada Galatia 5:22. Di situ Paulus memakai sekitar sembilan kata untuk menggambarkan buah (bentuk tunggal) Roh: Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.

Apakah serangkaian yang sangat indah itu masih dapat dibagi menjadi bagian-bagian lain? Saya berpendapat seperti banyak penafsir lain bahwa kasih adalah intinya dan semua hal lain menerangkan kasih itu. Jadi begini: Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera....

Kalimat itu seperti berkaitan dengan 1 Korintus 13, di mana Paulus menyebut kasih sebagai karunia yang terbesar. Kasih ialah karunia Roh yang paling sempurna dan paling utama, yang bertahan selamalamanya. Ada juga persamaan dengan Yohanes 15 di mana ketetapan untuk menghasilkan buah, dihubungkan Kristus dengan perintah untuk saling mengasihi.

Catatan

Kita perlu menyadari bahwa ”kasih” dalam pemakaian bahasa sehari-hari sudah menjadi kata yang ”telah kehilangan maknanya”. Kata itu diasosiasikan dengan sikap yang mesra, yang manis, yang rela mengalah, yang penuh sentimentalitas, dan sebagainya. Namun, dalam Alkitab ”kasih” adalah kata yang kuat. Kasih berarti keputusan yang tegas untuk membela kepentingan orang yang kita kasihi, meskipun keputusan itu menuntut perjuangan dan pengingkaran diri, meskipun orang yang dikasihi itu tidak bersikap simpatik terhadap kita, atau mengecewakan atau melawan kita. Kasih ialah kesediaan untuk melayani sesama manusia.

Kontur-kontur Kristus

Jadi, inti buah Roh ialah kasih. Kasih itu seperti intan yang punya banyak faset. Dan delapan di antaranya telah disebut oleh Paulus dalam Galatia 5:22.

Siapa yang menyimak dengan saksama, melihat kontur-kontur Kristus dalam kedelapan faset itu. Bilamana buah Roh mulai matang dan bertumbuh, maka sosok dan bentuk Kristus sendiri mulai kelihatan dalam kehidupan orang-orang milik-Nya. Kenyataan bahwa seorang pengikut Kristus adalah sama dengan Dia, mulai kelihatan dalam kehidupannya. Yang dimaksudkan di sini bukan terutama yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas konkret.

Buah Roh menjadi matang dalam hati nurani manusia. Mulainya dengan sikap batiniah, yang kemudian berkembang dan membentuk karakter Anda. Setelah itu, karakter itu terungkap dalam perilaku yang konkret, yaitu dalam apa yang Anda lakukan dan cara Anda melakukannya. Bagaimana? Di mana? Dalam cara Anda bergaul dengan Allah dan dengan manusia dan dengan diri Anda sendiri.

Namun, urut-urutannya adalah penting. Mulainya dengan sikap dasar Kristus di dalam batin Anda, yaitu sikap dasar kasih.

Sebab itu, kedelapan faset yang disebut Paulus dalam Galatia 5, tidak membentuk penggambaran yang panjang lebar dan lengkap tentang buah Roh. Alasan utamanya ialah kasih Kristus memanifestasikan diri dalam lebih banyak ”sifat-sifat” daripada hanya kedelapan sifat yang disebut oleh Paulus.

Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose misalnya, Paulus menulis tentang manusia baru yang dibarui menurut gambar Penciptanya.

Kelak kita akan tampil dalam kemuliaan Kristus. Bagaimanakah gambaran itu? Mulai dari pasal 3:12, Paulus menggambarkannya dengan kata-kata seperti belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran, kesediaan untuk mengampuni, damai sejahtera, ucapan syukur... Dan masih adapenggambaran-penggambaran lain tentang kehidupan baru di dalam Kristus, misalnya dalam Roma 12:9-21; Efesus 4:14-5:32; 1 Petrus 2:20-24;4:1-2.

Yang sangat penting ialah dalam Filipi 3:9-10, Paulus menyebut juga penderitaan sebagai salah satu hal yang termasuk dalam keadaan menjadi sama dengan Kristus di dalam hidup kita. ”Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati”. Selama Kristus hidup di bumi ini, Dia mati karena dosa-dosa kita dan bangkit kembali dengan kuasa pembaruan Ilahi.

Kalau sosok Kristus terbentuk dalam diriku, aku juga mulai mati karena dosa-dosaku, sementara pada saat yang sama, yaitu sesudah dan juga sebelumnya, kehidupan baru oleh dan di dalam Kristus menghasilkan buah, dan menindih serta mencekik hidup yang lama.

Kontur-kontur Kristus juga merupakan kontur-kontur salib,kontur-kontur penderitaan.

2. Buah Roh dan Tujuan Keberadaanku

Apakah Tujuan Hidupku?

Kalau buah Roh menjadi matang, gambar Kristus mulai tampak, begitulah bunyi keterangan di atas. Kenyataan bahwa Kristus mulai tampak dalam diriku, bukan suatu tambahan yang kurang penting pada hidupku sebagai Kristen. Malahan itu adalah tujuan utama keberadaanku. Itulah tujuan utama pertumbuhan dan pembaruan rohani.

Dengan pokok itu, kita sampai pada salah satu titik kesakitan yang paling besar dalam kekristenan masa kini. Banyak orang Kristen tidak dapat memberi jawaban alkitabiah yang jelas atas pertanyaan apakah tujuan sebenarnya dari keberadaan mereka sebagai anak Allah. Siapakah aku ini dan apakah keistimewaanku sebagai Kristen?

Seluruh diriku, yaitu jiwa ragaku ini terarah pada apa? Apakah tujuan dari segala yang kulakukan, kuinginkan, dan kupikirkan? Kalau Anda mengajukan pertanyaan itu, maka banyak orang Kristen tidak dapat menjawabnya dengan jelas. Mereka mencari-cari jawabannya, tetapi tidak menemukannya.

Jawabannya berhubungan sepenuhnya dengan Kristus. Di dalam diri-Nyalah letak identitas dan tujuan setiap Kristen. Hal itu telah dibahas juga dalam bab 2-4 dalam buku ini. Cara di mana Kristus dalam kehidupan pribadiku mendapat bentuk, berhubungan sepenuhnya dengan karya Roh. Sebab oleh dan dengan Roh dan Firman-Nya, maka Kristus tinggal di dalam hati manusia. Sekali lagi, dalam buah Roh kontur-kontur Kristus menjadi tampak dalam hidup orang-orang Kristen.

Karena alasan itulah, maka alangkah sayangnya kalau perhatian untuk buah Roh berkurang karena segala perhatian pada zaman ini tertumpah pada karunia-karunia Roh. Soalnya, buah Roh jauh lebih penting daripada karunia-karunia-Nya. Hal itu misalnya tampak dengan sangat jelas dari tulisan Paulus dalam 1 Korintus 12:31, ”Berusahalah memperoleh karunia-karunia yang lebih penting. Namun, aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi,” lalu Paulus mulai memperdengarkan lagu pujiannya mengenai kasih. Kasih, buah Roh yang paling utama, adalah jalan yang membawa kita jauh lebih tinggi ketimbang karunia-karunia Roh yang paling hebat pun!

Sayangnya, buah Roh kadang-kadang tampak sebagai hal yang agak dilupakan. Mungkin hal itu disebabkan karena pengungkapannya (yaitu ”buah”) secara hakiki hanya dipakai dalam Galatia 5. Meskipun begitu hal tentang menghasilkan buah Roh, menduduki tempat yang utama dalam seluruh Perjanjian Baru. Pada intinya buah Roh dengan tegas terjalin erat dengan karya Bapa dan Anak. Bahkan dalam arti tertentu buah itu adalah mahkota dari penyelamatan oleh Allah dan pembaruan manusia.

Tujuan = gambar Kristus = gambar Allah

Yang membuat buah Roh begitu indah dan penting ialah dalam intinya, buah itu terjalin dengan maksud Allah yang paling utama ketika menciptakan manusia. Keterjalinannya bukan hanya secara tidak langsung atau kurang penting, melainkan sangat intensif dan terpusat. Untuk dapat memahami hal itu dengan baik, kita harus lebih dahulu mengetahui sungguh-sungguh apa tujuan Allah dengan manusia dalam penciptaan dan penyelamatan.

Tujuan Ciptaan Manusia: Menjadi Gambaran Allah

Dengan tujuan apakah Allah menciptakan manusia? Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, supaya manusia sebagai mahkota ciptaan-Nya, akan mencerminkan kemuliaan Allah di bumi. Untuk itulah Allah mau berbagi kasih-Nya, sukacita dan kemuliaan-Nya dengan manusia itu. Dia mau memberikan kasihNya yang ada di dalam diri-Nya sebagai Tritunggal Ilahi. Karena mendapat bagian dari kasih itu maka manusia akan memancarkan dan mencerminkan kemuliaan itu di dalam dunia. Dengan gaya dan kemurnian Allah, manusia akan bergaul dengan Allah, manusia lain, lingkungan hidupnya di dunia, dan juga dengan dirinya sendiri.

Dengan demikian Allah akan mendapat kehormatan atas karya-Nya dan benar-benar menikmati manusia sebagai ciptaan-Nya yang paling indah itu.

Dosa pertama mengakibatkan perpecahan dengan Allah, manusia menjauhkan dirinya dari tujuan Allah menciptakan dia.

Allah telah mengatakan ketika Ia menciptakan manusia, ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kej. 1:26). Kalimat dalam Kejadian 5:3 sungguh sarat dengan makna, bunyinya begini, ”Ia (Adam) memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya”. Manusia bukan lagi gambaran Allah, melainkan gambar karikatur dari dirinya sendiri. Meskipun Allah tidak membatalkan tujuan-Nya dalam menciptakan manusia (bdk. Kej. 9:6), tetapi manusia menutup dirinya bagi Allah dan kemuliaan Allah. Manusia telah dipanggil untuk menjadi gambaran Allah dan mencerminkan kemuliaan-Nya, tetapi dia justru melakukan hal yang sebaliknya. Meskipun masih ada sisa-sisa karunia-karunia, tetapi manusia dan umat manusia tidak mencerminkan cahaya dan kemurnian kemuliaan Allah sesuai maksud Allah. Alih-alih adanya pancaran cahaya itu, yang ada malah kegelapan dan kenajisan dari musuh Allah, si Iblis. Karena terkurung dalam dirinya sendiri dan kenajisannya, maka manusia menjadi noda dan cela dalam ciptaan Allah. Hidupnya merupakan parodi (karikatur) kehidupan yang merupakan tujuan Allah ketika menciptakan manusia.

Tujuan Penyelamatan dan Penciptaan Kembali: Menjadi Gambar Kristus

Dalam Kristus, Allah menyelamatkan manusia dari penghukuman atas kesalahan mereka. Dengan tujuan apa? Untuk membawa manusia kembali pada tujuan semula. Dalam Yesus Kristus yang menjadi manusia, Allah menunjukkan dengan jelas bagaimana rupa tujuan itu. Kristus membuat tujuan keberadaan kita tampak secara konkret di bumi yang kian bertambah rusak ini. Dia disebut Adam yang terakhir (1Kor.15:45). Setelah Dia menolak Iblis yang telah datang untuk mencobai-Nya (di padang gurun), hidupnya selama beberapa waktu menyerupai kehidupan Adam yang pertama ketika berada di Taman Eden (Mrk. 1:13b). Sebab itu ada tulisan tentang Kristus yang berbunyi:

- Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan (Kol. 1:15);
- Dialah cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah (Ibr. 1:3);
- Cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah (2Kor. 4:4).

Pendek kata, di dalam Kristus, untuk pertama kali sejak Adam, ada lagi seorang manusia yang sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Di dalam kehidupan Kristus, Allah Bapa mendapat kehormatan-Nya, dan Dia merasa senang. ”Inilah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat. 3:17).

Yang sangat penting adalah memahami bahwa Allah juga ingin berkenan lagi kepada kita manusia, sesudah kita dibebaskan dari kejahatan dan dibersihkan dari dosa. Kita tidak perlu selamanya menjadi karikatur dari diri kita sendiri dan menjadi noda cemar dalam ciptaan Allah. Allah mau membarui dan mencipta kita lagi menurut gambar Kristus, yaitu gambar Allah sendiri. Sekarang kita masih merupakan gambar yang telah rusak, yang buruk, dan cacat. Namun, Allah melakukan metamorfosis kepada kita (extreme makeover) sehingga kita sama sekali berubah: Allah mentransformasi kita oleh Roh-Nya menurut gambar Kristus. Sebab hal itulah yang ingin dilihat oleh Allah, yaitu manusia yang telah dibebaskan, yang-seperti Yesus Kristus-mencerminkan keagungan-Nya dan kemuliaan-Nya. Manusia seperti itu membuka diri ke luar dan ke atas. Dia mengarahkan diri kepada Allah seperti bunga membuka diri pada matahari. Manusia seperti itu membiarkan dirinya dihangatkan oleh kehangatan kasih-Nya, supaya dia sendiri dapat mencerminkan kasih itu dalam lingkungannya. Allah berkenan kepadamanusia-manusia seperti itu. Manusia-manusia seperti itu menjadi berkat bagi sesamanya, sehingga mereka sendiri mengambil bagian dari damai sejahtera dan sukacita Yesus.

Pembaruan Menurut Gambar Kristus: Buah Roh

Dengan tujuan untuk mendapatkan kembali manusia, Allah telah mencurahkan Roh terhadap anak-anak-Nya. Roh itu ialah Roh Kristus. Dia menghubungkan manusia dengan Kristus. Dia mengarahkan manusia kepada Kristus yang ada di surga. Kristus adalah sumber dan contoh khas dari keberadaan manusia yang sesungguhnya. Kalau kita mengarahkan keberadaan kita kepada Kristus, maka Roh mengubah batin manusia. Roh memulihkan dan menciptakan manusia kembali menurut gambar Kristus, dan dengan demikian menurut gambar Allah. Kalau itu terjadi, maka buah Roh akan tumbuh dengan subur. Janji itu bergema di berbagai tempat dalam Alkitab.

- ”Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18).
- ”Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara” (Rm. 8:29).
- ”Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp. 3:20-21, bdk. 1Kor.15:44).
- Orang Kristen ”telah mengenakan manusia baru yang terusmenerus dibarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya” (Kol. 3:10).
- ”Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, tampak kelak, kamu pun akan tampak bersama dengan Dia dalam kemuliaan” (Kol. 3:4).

Semua naskah itu menunjukkan tujuan akhir penyelamatan kita, yaitu menjadi sama dengan gambar Allah di dalam Kristus. Perubahan itu adalah proses yang telah dimulai oleh Allah dan yang pada kedatangan Kristus akan disempurnakan dalam segala kemuliaan.

Tujuan Allah > Tujuan Kita

Untuk apa aku hidup? Apakah tujuan atau ketetapan bagi keberadaanku? Tujuan Allah menjadi juga tujuanku. Yaitu: perubahan sehingga menjadi sama dengan gambar Kristus, menjadi serupa dengan Kristus. Dengan demikian kita dapat mengatakan bersama dengan Paulus, ”Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20, bdk. 4:18).

Metamorfosis yang sangat besar itu dilakukan oleh Roh Kristus di dalam diri kita. Dan itulah yang disebut: buah Roh. Buah Roh ialah pembaruan menurut gambar Sang Pencipta, supaya dengan jalan itu kita dapat mencerminkan dan menyinarkan cahaya keagungan dan kemuliaan-Nya. Roh bekerja ke arah itu. Dengan demikian Allah mendapatkan penghormatan lagi atas karya-Nya dan Dia dapat menikmati sepenuhnya keberadaan manusia. Kalau kita terikat oleh Roh kepada Allah di dalam Kristus, maka pastilah tujuan Allah juga menjadi tujuan kita.

3. Menghasilkan Buah

Jadi, tujuan agung Allah dengan hidup kita ialah kita akan dibarui menurut gambar Allah. Itu adalah gambar Kristus. Untuk itulah Roh Kristus dicurahkan. Tujuan dan buah Roh ini ialah perubahan di mana orang Kristen menjadi sama dengan Kristus. Kata inti di dalam hal itu ialah kasih Allah, yang oleh Roh Kudus dicurahkan dalam hati kita (Rm. 5:5).

Juga pengakuan iman gereja-gereja gereformeerd berbicara tentang tujuan agung Allah dengan hidup kita. Demikianlah Katekismus Heidelberg dalam Minggu 32, s/j 86:

Pertanyaan, ”Mengingat bahwa Kristus sudah melepaskan kita dari kesengsaraan kita hanya oleh rahmat, tanpa jasa apa pun dari pihak kita, mengapa kita masih perlu melakukan perbuatan baik?”

Jawaban, ”Karena Kristus, setelah menebus kita dengan darahNya, juga membarui kita melalui Roh-Nya yang Kudus menjadi serupa dengan gambar-Nya....”

Pembukaan Katekismus Kecil dari Westminster juga terdengar sangat kuat karena pertanyaan pertamanya:

Pertanyaan 1, ”Apa tujuan utama manusia?” Jawaban, ”Tujuan utama manusia ialah memuliakan Allah, dan bersukacita di dalam Dia untuk selama-lamanya.” Firman Allah

Beberapa kali firman Allah berbicara tentang buah Roh sebagai perubahan orang percaya supaya menjadi sama dengan Kristus.

Rohlah yang menyebabkan buah itu matang dan bertumbuh dengan kasih sebagai intinya. Sebab Roh itu adalah Roh Kristus. Dan buah Roh telah matang dan hadir dengan kemuliaan penuh di dalam hidup Kristus. Hanya pada diri-Nya buah itu matang dan tumbuh dengan sempurna!

Berikut ini beberapa contoh hubungan-hubungan yang menyilang dalam firman Allah, tentang gambar Kristus dan buah Roh.

Ranting yang Banyak Buahnya

Yang Yesus katakan tentang buah yang tumbuh pada ranting-ranting pohon anggur sangatlah penting (Yoh.15:1-9, 16). Yesuslah pokok anggur yang benar, dan para murid adalah ranting-rantingnya.

Gambaran itu menjelaskan bahwa hanya Dia saja yang dapat menjadi sumber dari buah yang baik. Dari dalam Dia, para murid-Nya sebagai ranting-ranting, menerima sari makanan untuk dapat menghasilkan buah. Dan tanpa Dia mereka tak mampu berbuat apa pun.

Proses pertumbuhan itu tidak berjalan tanpa rasa sakit. Pisau pemangkas diayunkan pada ranting yang berbuah. Tujuannya ialah memangkas apa pun yang menghambat pertumbuhan ranting itu.

Pemangkasan itu gunanya untuk membersihkan, supaya buahnya menjadi lebih lebat. Jadi, ada perjuangan antara bersih dan najis. Dan ada juga proses pertumbuhan dari berbuah sedikit menjadi berbuah banyak. Susunan kata yang dipakai oleh Yesus menunjukkan peningkatan, sarat dengan makna. Sebuah ranting menghasilkan buah; kemudian dilakukan pemangkasan terhadapnya, supaya lebih banyak buah yang dihasilkan (Yoh.15:2); barangsiapa tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam dia, ia akan berbuah banyak (Yoh. 15:5)!

Menghasilkan buah, sepenuhnya berhubungan dengan kemuliaan Allah: ”Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak” (Yoh.15:8). Kalau manusia yang telah diciptakan kembali menghasilkan buah lagi, Allah mendapat penghormatan.

Bukan saja karena buah mereka itu adalah hasil karya-Nya, tetapi juga dan terutama karena mereka sebagai gambar Allah, mulai lagi mencerminkan kemuliaan Allah! Untuk itulah mereka diciptakan.

Di mana kebaikan manusia tampak, di situ pun kebaikan Allah tampak!

Selain itu Kristus menunjukkan dengan jelas bahwa menghasilkan buah dan memuliakan Bapa terutama berhubungan dengan kasih.

Sebab sesudah Dia berkata, ”Tinggallah di dalam Aku, maka kamu akan berbuah” dilanjutkan-Nya demikian, ”Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh.15:9). Tak lama kemudian Dia melanjutkan, ”Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap... Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain” (Yoh.15:16-17).

Tujuan = janji

Hal yang mencolok dalam gambar pokok anggur dan ranting, yang dimaksudkan di sini bukan terutama suatu tuntutan, melainkan sebuah janji Kristus. Pertumbuhan buah bukan suatu hal yang harus diusahakan sendiri oleh seorang Kristen yang beriman supaya dapat mencapainya. Seperti yang berlaku bagi seluruh kehidupan iman, hal yang berikut berlaku juga bagi buah Roh, yaitu bahwa yang jauh lebih diutamakan ialah perkara menerima ketimbang memberi.

Tekanannya lebih banyak terletak pada Allah yang menjanjikan dan bukan pada orang Kristen yang beriman. Kristus berjanji, ”Siapa saja yang tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak.”

Setiap Kristen yang tulus berulang kali mengalami rasa sedih bahwa dia kurang menghasilkan buah dalam hidupnya. Kesadaran itu pada satu sisi mendorong semangatnya untuk mawas diri: Benarkah aku ini tinggal dalam Kristus? Benarkah aku melekat kepada-Nya seperti ranting pada pokok anggur? Sebaliknya pada sisi yang lain, pada saat-saat itu Anda boleh terhibur. Kalau Anda kurang menghasilkan buah dan merasa kecewa mengenai diri sendiri, maka hal yang paling indah dan paling baik ialah menyerahkan semuanya kepada Kristus. Kembali kepada Dia sebagai Penebus hukuman atas dosa Anda. Dan Dia sebagai pokok anggur yang benar: Apa yang sebagai ranting tidak Anda miliki, pasti dapat Anda temukan pada Dia, Pokok Anggur itu. Dialah yang memberi daya hidup dansari-sari makanan untuk dapat bertumbuh sebagai ranting.

Proses Kematian dan Pisau Pemangkas

Bertumbuhnya Roh disertai dengan rasa sakit pertumbuhan. Hal itu ditunjukkan dengan sangat jelas oleh gambaran tentang biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati. Gambaran itu diterapkan Kristus kepada diri-Nya sendiri dan juga kepada para pengikut-Nya. Hukum tentang biji gandum yang mati berbunyi demikian, Hanya kalau biji itu jatuh ke tanah dan mati, dia akan menghasilkan banyak buah (Yoh. 12:24). Hukum itu diterapkan Kristus pada penderitaan-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya. Akan tetapi, para murid-Nya juga tidak luput dari proses hukum alami itu, kalau mereka ingin menghasilkan buah. Hidup mereka yang lama, manusia mereka yang lama harus mati untuk memberi tempat pada kebangkitan manusia yang baru. Dalam hal itu mereka menjadi pengikut guru mereka.

Dengannya mereka memperlihatkan kontur-kontur salib....

Tak lama sesudah itu, tanpa kata-kata kiasan Kristus membahas hal tentang mengikut Dia. Dengan menyinggung penderitaan-Nya, Dia berkata, ”Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku” (Yoh. 12:26). Dan sesudah peristiwa pembasuhan kaki para muridNya, Yesus berkata: ”sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh. 13:15). Pembasuhan kaki itu ada dalam kerangka kasih dan pengingkaran diri. Beberapa saat kemudian Kristus mengemukakan hal kasih sebagai ciri khas utamapengikut-pengikut-Nya, ”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35). Buah yang paling utama dari mengikut Yesus terdapat dalam kasih yang melayani sesama!

Persekutuan Subur Menjamin Pertumbuhan

Dalam Efesus 4:1-16 Paulus menyajikan gambaran tentang sebuah jemaat yang berkembang. Kristus membagikankarunia-karunia dengan melimpah kepada jemaat itu. Dialah sumber pertumbuhannya. Dan sekaligus Dialah tujuan pertumbuhan itu.

Paulus menulis, ”dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala” (Ef. 4:15).

Gambar bunga matahari dapat menjelaskan keterangan itu. Bunga matahari memerlukan air dan khususnya cahaya matahari untuk dapat bertumbuh. Tanaman itu bertumbuh ke arah cahaya matahari. Dia bertunas dan menjadi semakin tinggi seakan hendak meraih cahaya itu. Air yang membasahi tanaman itu ialah Firman, yang adalah kebenaran. Mataharinya ialah Kristus. Kasih-Nya mengalirkan sari makanan, menghangatkan, dan bagaikan magnet menarik tanaman itu kepada diri-Nya. Pertumbuhannya menuju kepada manusia yang sempurna. Kita semua bertumbuh sampai mencapai titik kedewasaan dari manusia yang sempurna. Kedewasaan itu ialah kepenuhan Kristus. Maka kemuliaan Kristus sepenuhnya telah berkembang di dalam diri kita.

Hal yang perlu diperhatikan ialah Paulus tidak terutama berpikir tentang pertumbuhan pribadi, tetapi khususnya tentang pertumbuhan bersama, menuju kedewasaan sebagai mempelai wanita Kristus.

Untuk mencapai pertumbuhan itu ternyata Kristus juga memakai manusia yang diperlengkapi oleh para rasul, para nabi, para pemberita Injil, para gembala, dan para guru. Mereka memperlengkapi orang-orang kudus supaya orang-orang ini dapat saling melayani. Mulai dari Kristus, yang adalah Kepala, seluruh tubuh menjadi saling berhubungan. Seluruh tubuh ”ditopang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi” (Kol. 2:19).

Menurut beberapa penafsir, urat-urat dan sendi-sendi itu ialah para pengerja gereja dan pendeta yang melayani jemaat. Mereka berfungsi sebagai sutradara dan koordinator. Pekerjaan mereka sangat dibutuhkan agar tubuh yang satu itu tidak akan terpisahpisah dan menjadi berantakan. Namun, itu tidak berarti bahwa merekalah yang melakukan segala pekerjaan. Sebab Paulus juga menulis sebagai berikut: ”Dari Dialah seluruh tubuh-yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota-menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef. 4:16).

Bagian itu menunjukkan juga bahwa untuk memperoleh pertumbuhan pribadi sehingga menghasilkan buah, maka persekutuan mutlak diperlukan untuk menyediakan sari makanan. Harus ada pekerjaan timbal balik antara tubuh dan anggota-anggotanya. Itu berarti pada satu sisi, jemaat harus mengawasi dengan jeli pertumbuhan masing-masing anggota, dan pada sisi lain, masing-masing anggota tidak boleh hanya terarah kepada dirinya sendiri, melainkan harus terarah kepada keseluruhan jemaat. Pertumbuhan dalam Kristus menyingkirkan individualisme.

4. Buah Lebih Penting daripada Karunia-karunia

Keterangan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa kematangan buah Roh adalah tema yang jauh lebih sentral, dan seharusnya ditempatkan lebih tinggi pada agenda gereja ketimbangkarunia-karunia Roh.

Supaya ringkas dan jelas, di bawah ini dicantumkan enam pokok secara berurutan. Yaitu enam pokok di mana buah Roh dibedakan dari karunia-karunia Roh. Enam pokok itu juga hendak menunjukkan mengapa buah Roh seharusnya terdapat pada pusat perhatian kita.

1. Buah Roh ialah mahkota karya penyelamatan Allah dan tujuan karya itu; sedangkan karunia-karunia adalah sarana yang dipakai oleh Roh untuk memperlengkapi (para anggota) jemaat untuk tujuan itu.
2. Buah Roh dijanjikan dan dibagikan secara kolektif kepada semua orang percaya tanpa membeda-bedakan mereka; sedangkan karunia-karunia Roh dijanjikan dan diberikan secara perorangan,

dianugerahkan sesuai kehendak Roh. Orang atau jemaat yang satu diberi karunia (karunia-karunia) yang ini, dan yang lain diberi karunia (karunia-karunia) yang itu.

3. Buah Roh menjadi matang karena karya Allah di dalam manusia (di dalam hatinya, karakternya), sedangkan karunia-karunia Roh adalah hadiah Allah kepada jemaat dan kepada para anggota jemaat (dalam bentuk kemampuan, perilaku). Dengan kata lain:

buah Roh menyentuh hati dan seluruh pribadi manusia; sedangkan karunia-karunia terutama terungkap dalam kemampuan tertentu untuk bertindak, dan bahkan dapat diberikan kepadaorang-orang yang tidak mempunyai keterikatan iman secara batiniah dengan Kristus (misalnya dalam Mat.7:22-23).

4. Buah Roh memberi hak kehidupan kepada (para anggota) jemaat, tanpa adanya karunia-karunia sebagai syarat; sebaliknyakarunia-karunia tidak memberikan hak kehidupan kepada (para anggota) jemaat tanpa adanya buah Roh (Mat. 7:18-23; 1Kor. 13-1-3, Why. 2:2-6; 2).
5. Buah Roh-kasih-harus ditentukan sebagai sistem pengendalian

untuk mengetahui bagaimana karunia-karunia Roh dipakai secara rohani. Kalau karunia-karunia itu tidak dikuasai, dikendalikan, dan diemban oleh buah Roh yang meliputi segala-galanya, karunia itu akan dipakai secara kedagingan.

6. Buah Roh bersifat universal dan mempunyai nilai abadi; sedangkan karunia-karunia Roh dianugerahkan secara insidental, untuk sementara dan setempat (1Kor. 13:8); beberapa karunia (seperti membangkitkan orang mati), hanya (pada masa lalu atau pada masa kini) mempunyai sifat tanda keajaiban.

Hubungan yang Tak Terpisahkan

Keterangan di atas menegaskan bahwa siapa hendak merenung tentang karunia-karunia Roh, harus berhati-hati supaya jangan menganggap karunia-karunia itu lepas dari buah Roh. Sebab anggapan seperti itu adalah kesalahan yang sangat besar. Buah Roh, yang intinya adalah kasih, justru membentuk sistem pengendalian bagi karunia-karunia itu. Pada waktu yang sama, tujuan Roh dalam memberikan karunia-karunia kepada jemaat ialah justru untuk menopang pertumbuhan buah Roh. Bukankah buah Roh menyentuh tujuan kehidupan Kristen? Sedangkan karunia-karunia Roh adalah sarana untuk mencapai tujuan itu sebagai jemaat.

Ada kalanya karunia-karunia tertentu dipakai orang terlepas dari buah Roh. Jika begitu, karunia-karunia tersebut bisa saja mirip karunia-karunia rohani, tetapi dalam kenyataannya itu adalah kegiatan-kegiatan kedagingan. Pada hari terakhir banyak orang akan menghadap Kristus dan mengandalkan serta membanggakan karunia-karunia mereka, ”Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Mat. 7:22-23). Beberapa saat sebelum itu Kristus mengatakan bahwa sebuah pohon akan dikenal dari buahnya yang baik, ”Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Mat. 7:20). Orang-orang itu memang menunjukkan berbagai kegiatan yang spektakuler, tetapi mereka tidak mempunyai hubungan yang hidup dengan Kristus. Hati mereka tidak pernah terharu, dan tidak pernah berubah. Karena itu buah Roh tidak bertumbuh di dalam diri mereka.

Sebuah jemaat yang tampaknya kaya akan karunia-karunia, tidak selalu merupakan jemaat yang baik dan subur. Misalnya jemaat di Korintus. Jemaat itu subur dan penuh karunia di segala bidang.

Meskipun begitu Paulus merasa perlu untuk menegur mereka dengan keras dan memberi tahu bahwa yang menentukan bukan karunia yang berlimpah, tetapi buah matang dari kasih. Dan jemaat Efesus juga mendapat peringatan yang serupa dari Kristus di Surga.

Para anggota gereja itu dipuji karena mereka tekun, cermat, berani membela kebenaran, dan tegas menolak ajaran sesat. Meskipun begitu, Kristus mencela gereja itu dan mengatakan bahwa gereja itu telah jatuh sangat dalam. Mengapa demikian? ”Karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula” (Why. 2:4).

Jadi, buah Roh, yaitu kasih, mempunyai prioritas, dan harus diutamakan di atas karunia-karunia Roh. Buah itu lebih unggul sebagai sistem pengendalian bagi karunia-karunia itu. Juga sebagai tujuan di balik pemberian karunia-karunia itu, yaitu: supaya kita bagaikan bunga matahari bertumbuh ke arah Kristus dan mencerminkan kemuliaan-Nya.

5. Gerakan Karismatik Memilih Jalan yang Sempit

Sekarang tiba waktunya kita meruncingkan perhatian padakarunia-karunia Roh. Untunglah, pada masa kini perhatian orang semakin tertuju pada skala luas segala karunia yang dibagikan Allah melalui Roh-Nya kepada jemaat.

Tadi dikatakan bahwa skala itu sangat luas. Akan tetapi, dalam keluasan itu ada banyak orang yang berbicara tentang karunia-karunia rohani yang luar biasa. Banyak orang mengamati daftar karunia-karunia rohani atau karismata yang disusun oleh Paulus dalam Roma 12:6-8 dan dalam 1 Korintus 12:28. Kemudian, mereka meminta perhatian khusus untuk tiga karunia yang menurut pendapat mereka telah diabaikan dan dilupakan oleh gereja. Yang dimaksudkan ialah karunia untuk berbicara dalam bahasa asing (dan untuk menafsirkan bahasa asing), untuk bernubuat, dan untuk menyembuhkan penyakit. Jadi karunia-karunia tertentu itu yang memiliki sifat ajaib. Pada daftar itu ditambahi mereka dengan karunia mengusir roh jahat. Pertanyaan yang perlu diajukan ialah: apakah sebetulnya yang dimaksudkan kalau kita berbicara tentang sebuah karunia atau karisma? Karisma

Kata Yunani untuk ”karunia” atau ”karunia anugerah”, yaitu karisma, sudah pasti bukan kata yang mengandung nada yang khusus dan suci. Hal itu dengan jelas ditunjukkan oleh Prof. Dr. J. van Bruggen dalam buku yang dikarangnya pada 1984. Pada umumnya kata itu berarti kira-kira seperti hadiah atau kado. Kata karisma itu dipakai dalam pemakaian bahasa alkitabiah maupun di luarnya, untuk menunjuk pada bermacam-macam hal. Di luar Alkitab, kata itu mengandung arti uang saku, atau gratifikasi ekstra.

Dalam Alkitab kata itu berlaku untuk segala apa yang diterima manusia secara cuma-cuma dari Allah. Sebuah karisma, misalnya:

- kebenaran Kristus (Rm. 5: 15-16);
- hidup yang kekal dalam Kristus Yesus (Rm. 6: 23);
- semua hak istimewa yang diberikan Allah kepada Israel, seperti perjanjian-perjanjian, hukum Taurat, ibadah dan janji-janji (Rm. 9:4-5 dan 11:29);
- keadaan tidak kawin (1Kor. 7:7);
- kenyataan bahwa Paulus diselamatkan lagi dari kematian (2Kor. 1:11).

Di samping itu kata karisma kadang-kadang juga dipakai untuk menunjuk pada hadiah-hadiah yang diberikan seorang kepada yang lain (Rm.1:11). Di tengah-tengah pemakaian yang luas itu kata itu menunjuk juga pada hadiah-hadiah yang diberikan oleh Roh. Akan tetapi, kita bertindak keliru kalau kata karismata itu langsung kita hubungkan secara khusus pada berbagai karunia Roh tertentu yang dapat dilihat dengan jelas dalam jemaat atau pada orang-orang tertentu. Sebab itu sangatlah membingungkan kalau kata karisma dalam arti alkitabiah itu dipakai secara sempit begitu.

Dengan demikian kita bisa mendapat pengertian yang salah. Setiap jemaat yang ingin menerima anugerah dalam berbagai bentuk dari tangan Allah, dapat didefinisikan sebagai jemaat yang karismatik, yaitu jemaat yang mendapat anugerah. Hal itu tidak hanya berlaku untuk jemaat yang dewasa ini kita sebut ”jemaat-jemaat karismatik”.

Kebingungan di sekitar kata ”karismatik” itu semakin besar karena istilah ”pembaruan karismatik” sebetulnya mengandung tindakan menyempitkan-yang lebih parah lagi. Sebab dalam hal itu konsentrasinya tidak terletak pada karunia-karunia Roh pada umumnya, tetapi secara khusus pada berbagai karunia ajaib tertentu, yang perlu diberi perhatian khusus pula. Istilah ”pembaruan karismatik” menjadi sinonim dengan perjuangan untuk meraih karunia berbicara dalam bahasa lidah, bernubuat, dan menyembuhkan. Hampir semua perhatian tertuju pada tiga hal itu. Seolah-olah hanya itulah yang disebut karismata, yaitu karunia-karunia yang sejati. Hal itu dapat menyebabkan apa yang disebut pembaruan karismatik, dalam praktik berarti penyempitan karismatik.

6. Karunia-karunia Ajaib dan ”streep-theologie”

Bab ini tidak membahas arti persis segala macam karunia. Juga tidak tentang pertanyaan tentang arti persisnya dari karunia-karunia ajaib yang disebut di dalam Alkitab (bernubuat, menyembuhkan, berbicara dalam bahasa asing). Dalam buku ’Meer dan Genoeg/Lebih dari Cukup! terdapat pembahasan tentang karunia-karunia ajaib itu.

Di situ dijelaskan bahwa apa yang pada saat ini menyandang nama karunia-karunia ajaib, tidak selalu sama benar dengan gambaran yang diberikan Alkitab tentang hal itu. Misalnya, bagaimana pemahaman Alkitab tentang ”nubuat”. Hal itu akan dijelaskan dalam Bab 12 di buku ini.

Namun, ada baiknya kalau dalam bab ini diberi sedikit perhatian pada pertanyaan mengenai apa yang disebut dengan fenomena ”streep-theologie”.

Streep-theologie” adalah istilah khusus bahasa Belanda, yang berfungsi sebagai penunjuk teologi yang menentukan bahwa segala karunia ajaib yang digambarkan dalam Alkitab hanya berfungsi dan dipakai Roh Kudus dalam masa para rasul. Setelah itu sama sekali tidak ada lagi, jadi masa karunia-karunia itu tertutup sama sekali, seakan-akan ada garis (”streep”) tertentu yang menutupi masa itu. Sebelum ”streep” itu adakarunia-karunia ajaib, setelah ”streep” itu tidak ada lagi. Karena itu teologi itu disebut ”streep-theologie”. Di bawah ini kami akan menyebutnya ”teologigaris-penutup”. Dalam bahasa Inggris teologi itu disebut ”cessationism”, yaitu bahwa karunia-karunia Roh (yang dialami oleh kaum Karismatik) sesungguhnya sudah tidak tersedia lagi bagi Gereja setelah rasul terakhir (Rasul Yohanes) tiada. Jadi berbeda dengan orang-orang Karismatik yang dapat disebut ”continuationist” (mukjizat masih terjadi dankarunia-karunia Roh Kudus itu masih ada untuk semua orang percaya).

Melawan ”Teologi-garis-penutup”

Ada orang-orang Kristen yang tidak setuju dengan pendapat bahwa semua karunia yang disebut dalam Alkitab, masih (harus) terjadi pada zaman kita ini. Sering pendapat mereka itu diberi nama teologi-garis-penutup. Teologi tersebut mengajarkan bahwa karunia-karunia ajaib hanyalah diperuntukkan bagi zaman para rasul. Dengan kematian para rasul (atau setelah kanon Alkitab ditutup), seakan-akan ada garis yang ditarik Roh untuk berbagai karunia tertentu, yaitu semua karunia yang bersifat tanda-ajaib, yang setelah itu tidak diberikan lagi oleh Roh Kudus. Artinya, sesudah garis itu karunia-karunia ajaib tidak ada lagi.

Meskipun ada sejumlah kecil orang-orang yang mendukung pendapat yang radikal itu, kita bertindak keliru kalau kita mengecap setiap orang yang bersikap kritis terhadap gerakan Karismatik yang berusaha memperoleh karunia-karunia ajaib, sebagai penganut teologi garis-penutup. Dengan menuduh begitu, kita menciptakan sebuah karikatur yang kemudian mudah menjadi sasaran penyerangan.

Para penulis buku ini tidak mendukung pendapat radikal yang disebut ”teologi garis-penutup” itu. Sebab Roh Allah dapat memberikan karunia-karunia ajaib yang dipandang-Nya perlu.

Sungguh tak wajar untuk sebuah teologi menarik garis penutup dan menentukan bahwa Roh Allah akan menaatinya. Tidak ada gereja-gereja yang sama persis. Semuanya saling berbeda menurut masing-masing budaya, negara atau benua. Juga zaman-zaman dan tahap-tahap (perkembangan) di mana gereja-gereja berada, berubah-ubah. Kita percaya bahwa pada setiap zaman dan kepada setiap jemaat dalam budaya dan tahapnya masing-masing, Roh memberi karunia-karunia yang dipandang-Nya perlu. Tidak ada manusia yang dapat menyuruh atau melarang Dia berbuat sesuatu. Bukan seorang teolog dapat ”menyuruh” apa yang dapat dibuat oleh Roh atau tidak. Roh Allah berdaulat (otonom) memberikannya atau tidak. Jadi, tidak mungkin seorang teolog menarik sebuah garis dan menyuruh Roh Kudus untuk ”stop!” sampai di sini saja.

”Pada Zaman ini Pasti Masih Ada”-Itulah Membatasi Roh

Jadi, janganlah kita mengendalikan Roh Kudus. Itulah yang terjadi dengan ”streep-theologie”, tetapi juga dengan banyak teologi karismatik. Sebab semua orang yang menegaskan bahwa pada zaman ini karunia-karunia ajaib pasti masih akan dijumpai pada zaman kita, juga mengendalikan Roh Kudus dengan klaim mereka. Mereka berpendapat bahwa kalau karunia-karunia itu hanya begitu sedikit dijumpai dalam sejarah gereja, itu tanda kemerosotan iman dan kekurangan iman sehingga Roh menjadi padam. Namun, pendapat itu juga meremehkan dan membatasi kemerdekaan Roh. Lagi pula, orang itu juga memberi penilaian yang negatif dan penuh penolakan terhadap berjuta-juta orang Kristen dari abad-abad terdahulu. Orang-orang pada zaman Reformasi, para pelopor Reformasi Lanjut dan Metodisme tidak memberi kesaksian tentang karunia-karunia ajaib. Apakah itu berarti bahwa mereka semua orang-orang yang kurang imannya dan bahwa mereka memadamkan Roh?

Persoalannya, bagaimana dengan fakta-fakta Alkitab mengenai tanda-tanda heran itu? Sebab dalam Perjanjian Baru telah ditulis tentang karunia-karunia ajaib itu begitu jelas! Bolehkah kita mengabaikan penuturannya begitu saja?

Pertama-tama, ada perbedaan antara kata kerja mengisahkan (cerita tentang kejadian) sesuatu dan menyuruhkan sesuatu. Kita tidak boleh begitu saja membuat peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam Alkitab (dan Kisah Para Rasul), menjadi keharusan untuk segala zaman.

Kedua, kalau kita membaca surat-surat dalam Perjanjian Baru, kita melihat bahwa khususnya satu surat sangat disukai di kalangan karismatik, yaitu surat pertama kepada jemaat Korintus, khususnya pasal 2 dan pasal 14. Namun, dalam surat itu rasul justru menasihati jemaat supaya jangan bertindak berlebihan dalam mempraktikkan karunia-karunia yang ajaib (khususnya berbicara dalam bahasa asing). Paulus ingin memadamkan rasa haus yang keterlaluan akan karunia-karunia itu. Dia berusaha mengendalikan praktik itu, dan memberinya berbagai ketentuan untuk membatasinya. Dalam suratnya terdahulu masih dibicarakan tentang tindakan mendoakan orang sakit dan mengolesinya dengan minyak (Yak. 5:14-16, sebuah bagian naskah yang sulit dijelaskan). Akan tetapi, hanya itulah penjelasannya. Dalam surat-surat lain karunia-karunia ajaib itu bahkan tidak disinggung. Juga tidak dalam surat-surat pastoral (Timotius dan Titus). Padahal di situ Paulus justru memberi instruksi panjang lebar kepada generasi kedua tentang pelaksanaan pekerjaan dalam jemaat.

”Pada zaman ini tidak ada karunia-karunia ajaib”-itulah membatasi Roh

Kita tidak dapat membatasi Roh Kudus. Itulah yang juga dilakukan orang-orang yang berpendapat bahwa karunia-karunia luar biasa tidak mungkin dijumpai pada zaman kita. Pendapat itu pun mengurangi kemerdekaan Roh. Dengan pendapat itu banyak orang mengecam dan berbicara secara negatif tentang berjuta-juta orang Kristen yang pada zaman ini mempunyai pengalaman dengan karunia-karunia yang luar biasa. Apakah mungkin bahwa mereka semua adalah penipu dan roh yang sesat?

Namun, bagaimana dengan pengalaman-pengalaman mereka?

Mungkin ada baiknya kita bersikap serius terhadap pengalaman- pengalaman itu. Alangkah baiknya kita belajar untuk berbicara tentang pengalaman-pengalaman itu dengan memakai ungkapan lain, supaya kita tidak menjauhkan diri dari mereka yang berpengalaman begitu, tetapi makin dekat.

Misalnya, doa penyembuhan? Tentu saja gereja berdoa bagi orang sakit sehingga mereka sembuh. Jadi, di setiap jemaat Kristen hal itu dipraktikkan. Namun, asal kita jangan bertindak dalam doa itu dan dalam seluruh suasana seakan-akan penyembuhan itu pasti diperoleh asal kita memohonnya. Dan jangan kita mendengung-dengungkan bahwa siapa yang benar-benar percaya, akan selalu sembuh.

Hindarilah juga setiap sugesti yang menuju ke arah itu. Katakanlah dengan terus terang bahwa Allah sanggup menyembuhkan, tetapi bahwa Dia dapat juga mengizinkan seorang yang sakit tetap sakit dan meninggal. Dan sementara itu, janganlah lupa bahwa: ”doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya” (Yak. 5:16). Dan akuilah juga terjadinya banyak contoh, juga di kalangan gereja-gereja tradisional, tentang penyembuhan orang sakit sesudah didoakan. Sering dengan bantuan sarana medis (yang juga adalah karunia Allah), tetapi ada kalanya secara tidak terduga dan ajaib, serta bertentangan dengan prognosis medis. Sebab itu baiklah doa dinaikkan oleh dan untuk orang-orang yang sakit. Doa memohon penyerahan diri kepada Yang Mahakuasa, dalam menerima apa pun yang menjadi keputusan kebijakan-Nya, sesuai kehendak-Nya.

Berbicara dalam bahasa asing? Mungkin itu seperti suatu pengalaman di mana Anda merasa diangkat oleh kuasa dari atas pada saat Anda sedang menyanyikan kidung rohani atau berdoa untuk orang lain? Atau Anda merasakan sukacita yang luar biasa, yang tak tergambarkan, dan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata? Kalau begitu, maka bukankah pengalaman seperti itu dialami banyak orang Kristen seperti sesuatu yang biasa dalam ibadah sehari-hari, baik di rumah, maupun di dalam gereja?

Bagaimana dengan nubuat? Jikalau orang-orang yang merasa dapat bernubuat, lebih berhati-hati dalam mengungkapkan nubuat itu? Alangkah baiknya kalau mereka tidak seenaknya saja mengatakan bahwa apa yang mereka ucapkan itu adalah ”katakata Allah” atau ”Allah yang berfirman kepadaku!”. Janganlah Anda berpikir bahwa kata-kata seperti itu dapat timbul dalam hati Anda hanya setelah merenung selama satu atau beberapa menit.

Janganlah mengajukan klaim, ”Tuhan mengatakan kepadaku...” atau ”Allah menitipkan pesan ini kepadaku supaya kusampaikan kepadamu...”. Bersikaplah rendah hati dalam hal itu. Misalnya, dengan berkata, ”Pada saat percakapan kita berlangsung, muncullah naskah Alkitab ini dalam pikiranku...” atau ”Aku melihat gambaran ini.” Jangan langsung menyebut hal itu ”sebuah nubuat”, sebab dengan demikian Anda memojokkan pihak yang lain, sehingga dia merasa dirinya dimanipulasi. Janganlah sampai pendapat Anda pribadi diperlakukan Anda seperti kehendak atau hikmat Allah. Janganlah terlalu gampang mengikat nama Allah pada sesuatu yang muncul dalam hati dan akal budi Anda.

Tentu saja ada bentuk-bentuk bimbingan atau pencerahan oleh Roh Kudus. Menurut saya, orang-orang Kristen perlu menyadari bahwa hal itu memang dapat terjadi. Hanya saja, kita harus sangat berhati-hati dalam menyikapinya. Gagasan dan pengalaman apa pun yang timbul dalam hati Anda dan yang berasal dari samping atau dari luar Kitab Suci, jangan pernah Anda beri cahaya kesucian, seakan-akan hal itu tidak mungkin salah. Hanya Kitab Suci tidak pernah salah. Siapa yang ingin cermat, hendaklah dia mencermati Kitab Suci. Kristus telah meneladani kita dalam hal itu. Lagi pula, semakin dekat kita hidup dengan firman Allah, semakin sering akan timbul kata-kata Alkitab dalam hati kita, yang dapat diterapkan kepada orang-orang atau pada berbagai situasi. Bimbingan Roh yang paling kuat dan paling tegas dan nyata ialah tetap firman Allah yang dibaca, ditafsirkan, dipahami, diterapkan.

Pendek kata, kita merasa aman dalam membela kedaulatan Roh Allah yang berkarya dengan dan melalui firman Allah. Kita tidak boleh dan tidak dapat menentukan apa yang Dia berikan pada gereja di masa kita atau di dalam kehidupan pribadi kita. Kita tidak dapat menuntut apa yang harus Dia berikan, misalnya pengulangan tanda-tanda yang dituturkan para rasul. Kita menjunjung tinggi Diri-Nya dalam kuasa dan hikmat-Nya. Kepada Dialah kita menyerahkan diri dengan penuh iman. Sebab Ialah yang tahu apa yang baik bagi anak-anak-Nya. ”Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28).

7. ”Memiliki Karunia-karunia” dan ”Menjadi Karunia”

Kita mudah membuat ikhtisar tentang karunia-karunia yang dijumpai dalam surat-surat Paulus dan Petrus. Namun, yang sulit ialah ketika kita tiba pada bagian di mana disebutkan bahwa Roh bukan hanya memberi karunia-karunia kepada manusia, tetapi bahwa manusia juga karunia dari Allah. Hal itu menjadi sangat jelas dalam perumusan Paulus dalam Efesus 4:11, ”Dialah (Kristus) yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baikpemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus...” Jadi, banyak orang adalah karunia yang diberikan Kristus di dalam jemaat-Nya (bahkan jelas bahwa semua anggota jemaat masing-masing adalah karunia Allah). Itu tampak juga dari sederetan karunia-karunia yang disebut oleh Paulus dalam 1 Korintus 12:28. Dia mulai dengan: rasul, nabi, pengajar-pengajar. Mereka yang diberikan kepada jemaat.

Data ini cocok dengan garis besar penalaran Paulus dalam kedua pasal yang paling terkenal tentang karunia-karunia Roh, Roma 12 dan 1 Korintus 12-14. Puncak tulisan Paulus dalam kedua bagian itu sama. Pokoknya segala karunia dan fungsi ialah pembinaan jemaat sebagai tubuh Kristus, melayani tubuh itu. Tidak pernah sebuah karunia diberikan untuk dipakai demi kepentingan pribadi si penerima karunia itu, melainkan demi membangun jemaat Kristus.

Setiap karunia mengarah pada tujuan yang satu-satunya itu.

Begitu pula Paulus memperingatkan supaya karunia-karunia Roh jangan pernah dipakai sebagai sarana untuk menampilkan diri, atau memuji diri. Peringatan itu diucapkan Paulus dalam surat Roma untuk mencegah hal itu. Dikatakannya kepada semua anggota jemaat:

”Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut kamu pikirkan” (Rm. 12:3). Sebab satu tubuh mempunyai banyak anggota; dan anggota-anggota itu mempunyai bermacammacam fungsi. Dan justru karena itu, semuanya membentuk satu tubuh itu. Demikian juga kita masing-masing, merupakananggota-anggota tubuh bagi seorang dengan yang lain di dalam jemaat.

Kemudian, Paulus membahas kasih sebagai prinsip yang utama, yang di dalamnya para anggota saling terhubung dan memakai karunia masing-masing. Dalam 1 Korintus 12-14 kita menjumpaiunsur-unsur yang sama, dengan tujuan yang sama. Setiap anggota jemaat adalah bagian dari tubuh Kristus. Allah membagikan kepada dan di dalam tubuh itu bermacam-macam karunia. Jalan terbaik untuk bergaul dengan karunia-karunia itu secara serasi dan seimbang adalah jalan kasih. Lalu Paulus mengisi penuh sebuah pasal dengan keterangan tentang kasih tersebut, dan dia menulisnya begitu penuh perasaan sehingga merupakan sajak yang paling indah. Dari seluruh hasil karya Paulus, 1 Korintus 13 adalah salah satu dari bagian naskah yang paling termasyhur. Setelah itu Paulus mengisi pasal 14 dengan pembahasan tentang beberapa karunia luar biasa yang menimbulkan persoalan: karunia untuk berbahasa lidah dan bernubuat. Benang merah dalam khotbah pada pasal 14 ialah: karunia-karunia ini, jika ada, hanya boleh dipakai di depan umum kalau berguna untuk membangun jemaat.

Kesimpulan berdasarkan kedua bagian Kitab Suci itu berbunyi demikian: berpikirlah selalu bagi kepentingan keseluruhan jemaat.

Kasihlah yang mengajar kita berpandangan begitu. Dalam tubuh Kristus setiap anggota adalah karunia yang tak tergantikan di dalam keseluruhannya. Juga para anggota jemaat yang tampaknya lemah sehingga perlu mendapat perhatian penuh. Yang penting bukannya apakah Anda memiliki suatu karunia, tetapi apakah Anda adalah karunia bagi jemaat. Anda menerima dari Roh beberapa kemampuan dan keterampilan. Ingatlah bahwa pemberian itu tidak dimaksudkan untuk dipakai bagi diri sendiri, melainkan untuk melayani keseluruhan jemaat Anda. Allah menghadiahkan manusia sebagai karunia kepada sesama manusia supaya mereka bersama-sama membentuk satu tubuh.

Setiap orang boleh menyadari hal ini: justru dalam sifatku yang unik ini, aku adalah karunia Allah kepada keseluruhan tubuh Kristus.

8. Semua Karunia adalah ”Ajaib” dan ”Heran”

Sifat yang indah, semua karunia dalam jemaat Allah, semuanya berasal dari sumber sama yang ajaib. Kristus sendiri yang memberikan karunia-karunia itu. Kristus sendiri juga yang adalah kepala, mengerahkan karunia-karunia dalam kekuatan dan kuasaNya untuk kepentingan tubuh-Nya, yaitu jemaat. Adapun Alkitab tidak membedakan antara karunia-karunia yang ”biasa” atau ”alami” dan yang ”luar biasa” atau ”ajaib”. Setiap talenta dan keahlian berasal dari Allah. ”Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang” (Yak. 1:17, bdk. 1Tim. 4:4-5). Roh Allah tidak menyebabkan adanya pertentangan karena karunia-karunia ciptaan Allah Bapa.

Tuhan mengatakan kepada Musa bahwa Dia sendiri telah memperlengkapi Bezaleel dengan Roh Allah. Karena itu Bezaleel menerima keahlian arsitektur dan kreativitas, bakat artistik dan kemampuan untuk melaksanakan pembangunan Kemah Kudus (Kel. 31:3). Karunia-Karunia Rohani dan Alami dan Bakat-Bakat Bawaan

Akan tetapi, apakah ada perbedaan antara karunia rohani dan alami? Sudah pasti ada.

Perbedaan penting di antara keduanya ialah siapa yang aktif di dalam karunia itu. Apakah Kristus, untuk kepentingan tubuh-Nya?

Ataukah manusia, untuk kepentingan manusia lain, atau untuk suatu tujuan lain, untuk kehormatannya sendiri, tetapi lepas dari Kristus?

Yang hanya boleh disebut karunia rohani ialah kalau Kristus sendiri aktif di dalam karunia itu guna membangun tubuh-Nya. Jadi, karunia rohani ialah bilamana Roh menguasai sebuah talenta alami dan mengerahkannya untuk pembangunan jemaat berdasarkan sikap yang sepenuhnya mengabdi.

Seorang dapat memiliki talenta bawaan untuk memimpin, mengajar, bermurah hati, menyembuhkan. Namun, talenta seperti itu tidak dengan sendirinya merupakan karunia Roh. Kalau tidak dipakai di dalam Kristus, dan tidak diarahkan pada pembangunan tubuh-Nya, maka talenta itu tidak lain hanyalah kegiatan kedagingan, betapa pun piawai dan hebat cara melakukannya. Sebaliknya, apabila ada orang yang karena dimotivasi oleh Kristus, melayani jemaat dengan memimpin, mengajar, menolong atau bermurah hati, maka pada waktu itu terlaksanakanlah karunia Roh, meskipun terjadi pada tingkat yang sederhana, dan meskipun orang yang bersangkutan tidak dapat disebut sangat berbakat.

Karena alasan itulah dengan berani Paulus dapat menempatkan karunia untuk mengurus, menolong, dan memimpin di samping karunia untuk menyembuhkan dan untuk berbicara dalam bahasa lain: semua karunia itu berasal dari Roh yang satu itu, asal dipakai secara rohani, maksudnya: dalam kasih Kristus, dan untuk pembangunan jemaat-Nya. Sebab itu, pelayanan anggota jemaat yang karena kasihnya kepada Kristus dan kepada jemaat-Nya, mengurus keuangan dan memelihara gedung-gedung gereja, mengatur pengadaan bunga-bunga di atas mimbar, menayangkan presentasi, membersihkan ruang gereja, merawat dan merapikan kebun gereja adalah sama ajaibnya seperti sumbangan seorang pengerja gereja yang berbicara dengan hikmat dan sesuai Kitab Suci di depan pertemuan, dalam rapat atau kunjungan rumah, dan seorang saudari seiman yang merawat orang sakit dan berdoa dengannya, memohon penyembuhan. Sebab semuanya dilaksanakan dari sumber yang sama, dengan kekuatan dan tujuan yang sama.

Jadi, karunia untuk menciptakan sesuatu dapat menjadi karunia Roh kepada jemaat. Dalam arti itu, orang-orang yang dengan sukacita menyediakan kopi pada malam pertemuan jemaat atau menciptakan suasana positif, nyaman, dan ramah pada malam itu adalah sebuah karunia kepada jemaat.

Beberapa karunia (seperti menyembuhkan, berbicara dalam bahasa lain) tidak lebih ajaib dibandingkan dengan karunia-karunia yang lain, hanya lebih mencolok saja karena dapat terjadi dengan tiba-tiba dan mengagetkan. Hal itu membuat karunia-karunia itu lebih cocok berfungsi sebagai tanda dan legitimasi pada berita mengenai Kristus.

Ada juga karunia-karunia yang pada pandangan pertama sama sekali tidak tampak ajaib. Meskipun begitu besar kemungkinannya itu ternyata adalah karunia-karunia Roh kepada jemaat.

Manajer

Contohnya, sebut saja karunia untuk memimpin dan mengatur, seseorang dapat menjadi manajer yang sangat sukses dalam kehidupan bisnis. Bolehkah kita menyarankan supaya orang itu mau memakai kemampuannya di bidang itu dalam jemaat? Tentu saja dapat dan boleh. Namun, ada syaratnya. Sebab talenta bawaan yang telah dikembangkan, tidak dengan sendirinya merupakan karunia Roh.

Karunia Roh ialah apabila seorang yang telah dibekali Allah Sang Pencipta dengan sebuah karunia pada waktu lahir, mau memakainya untuk membangun jemaat. Akan tetapi, dia harus ingat bahwa dalam Kerajaan Allah yang berlaku ialah motif-motif, norma-norma, dan metode-metode lain dibandingkan dengan dunia usaha.

Motif-motif lain: Yang menggerakkan hati manusia ialah kasih Kristus untuk jemaat-Nya, dan bukan kecenderungan untuk tampil ke depan guna mendapat penghormatan dan kekuasaan.

Norma-norma lain: Apakah sebagai jemaat, kita ingin menghasilkan produk yang menarik? Namun, apakah yang disebut menarik?

Menarik untuk siapa: untuk Kristus atau untuk kita? Apakah kedua tujuan itu bisa selalu tercapai secara bersamaan? Ataukah itu harus ditentukan dengan angka-angka pertumbuhan dan sasaran lain yang dapat diukur? Namun, pembangunan jemaat tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Kristus mengumpulkan jemaat-Nya. Kadang-kadang pertumbuhannya berlangsung secepat kilat. Contohnya: Yerusalem pada hari Pentakosta. Kadang-kadang juga sangat perlahan-lahan.

Contohnya: Paulus di Athena dan kota-kota Eropa lainnya. Bahkan ada kalanya kaki-pelitanya dapat diambil dari tempatnya.

Metode-metode lain: Anggota-anggota jemaat tidak dinilai dan dihargai berdasarkan kesediaan mereka untuk dikerahkan, dan produktivitas mereka. Seorang pemimpin rohani yang baik akan selalu mengingat bahwa tidak ada tempat lain di mana terdapat begitu banyak perbedaan dalam sifat bawaan, karakter, kesehatan jasmani dan jiwani, riwayat hidup, tingkat pendidikan, posisi masyarakat dan sosial dan lain-lain, seperti dalam jemaat Kristus.

Orang yang memberi pimpinan rohani dituntut untuk tidak mengabaikan segala perbedaan itu, melainkan untuksungguh-sungguh memperhitungkannya.

9. Luasnya Keanekaragaman Karunia

Bagaimana sebetulnya rupa seluruh skala karunia-karunia itu?

Dapatkah kita membuat peta dari semuanya itu dengan bantuan Perjanjian Baru? Berikut ini sebuah ringkasan dari beberapa deretan karunia yang kita jumpai dalam surat-surat para rasul.

Rm. 12:6-8: bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, membagi-bagikan sesuatu, memberi pimpinan, menunjukkan belas kasihan.

1Kor. 12:8-11: hikmat, pengetahuan, iman, kuasa untuk menyembuhkan, untuk mengadakan mukjizat, untuk bernubuat, untuk membedakan bermacam-macam roh, untuk berkata-kata dengan bahasa lidah, untuk menafsirkan bahasa lidah.

1Kor. 12:28: 1. rasul; 2. nabi; 3. pengajar; kuasa untuk mengadakan mukjizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, untuk berkata-kata dalam berbagai jenis bahasa lidah.Ef. 4:11: rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar.1Ptr. 4:11: berbicara, melayani.

Bukan Daftar Karunia yang Lengkap

Bagaimanakah caranya memandang daftar karunia itu? Sekilas sudah kelihatan bahwa daftar-daftar itu tidak sama panjangnya.

Jadi, sering hanya diambil sekumpulan kecil dari sejumlah besar karunia. Sebetulnya jumlahnya jauh lebih besar daripada yang telah disebutkan itu. Daftar itu tidak lengkap.

Gagasan bahwa Paulus hendak menyebut satu per satu segala karunia, tidak sesuai dengan kerangka di mana Paulus membahas karunia-karunia itu. Dalam surat-suratnya kepada jemaat di Roma dan jemaat Korintus dia sama sekali tidak memberi pembahasan yang panjang lebar tentang karunia-karunia itu sambil menyebutnya satu per satu. Malahan sebaliknya, dia justru berusaha supaya jemaat jangan memusatkan segala perhatian pada karunia-karunia itu. Dia menekankan bahwa setiap anggota memiliki fungsinya sendiri dalam tubuh Kristus, juga kalau seorang ”tidak memiliki” suatu karunia yang telah disebut Paulus sebagai contoh.

Dengan alasan itu maka secara metodis adalah keliru apabila kita mengambil deretan karunia dari 1 Korintus 12, lalu menambahinya dengan karunia-karunia lain yang disebut dalam naskah lain, dan kemudian menyimpulkan bahwa: inilah segala karunia yang dijumpai dalam gereja, dan jumlahnya sekitar 15. Pendekatan seperti itu telah kita jumpai di sana sini. Bahkan berdasarkan daftar sekitar ke-15 karunia itu, orang-orang menyusun sebuah tes bakat. Namun, pengertian ”karunia Allah” jauh lebih luas ketimbang apa yang kita jumpai dalam daftar karunia yang disebut satu per satu itu. Sebab itu dalam daftar-daftar itu beberapa karunia tertentu tidak ada, padahal karunia-karunia itu telah disebut dalam Perjanjian Baru. Misalnya, karunia untuk mengusir roh-roh jahat tidak ditemukan dalam daftar-daftar itu. Selain itu tidak ditemukan juga karunia-karunia penting seperti kreativitas, bakat artistik, dan bakat musik. Padahal karunia-karunia itu dengan jelas telah mendapat tempat dalam keseluruhan Kitab Suci. Dalam hubungan itu saya ingin juga menyebut humor sebagai karunia Roh kepada jemaat. Dengan memberi karunia humor, Roh membantu anak-anak Allah dapat mengatasi beban berupa berbagai masalah dan kesulitan duniawi. Caranya ialah menghubungkannya dengan perkara-perkara yang lebih besar dalam Kerajaan Allah. Humor membantu supaya kita jangan kehilangan terang dan udara, ketenangan dan ruangan, damai sejahtera dan sukacita Kristus.

Pertama, Kedua, Ketiga

Sungguh menarik Paulus dalam 1 Korintus 12:28 mengurutkan dengan bilangan tingkat, ”Pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar....” Sesudah itu dia melanjutkan daftar itu tanpa kata-kata bilangan lagi. Hal itu menunjukkan bahwa dia memberikan pada ketiga fungsi itu sebuah tempat yang penting dalam jemaat. Juga dalam Efesus 4, fungsi-fungsi itu ditampilkan ke depan. Tampaknya fungsi-fungsi itu mempunyai makna yang mendasar dan merintis. Hal itu sangat penting dalam rangka suratnya kepada jemaat di Korintus. Paulus mengadakan perubahan pada perhatian besar yang diberikan orang-orang Korintus khususnya karunia untuk berbicara dalam bahasa-bahasa yang tidak mereka kenal. Dalam kedua daftar yang disebutnya satu per satu itu, dia menaruh karunia itu di tempat yang paling akhir. Tampaknya untuk menunjukkan bahwa karunia itu tidak paling penting. Hal itu sesuai dengan kenyataan bahwa karunia untuk berbicara dalambahasa-bahasa yang tak dikenal itu, tidak disebut-sebut lagi dalam surat mana pun dalam Perjanjian Baru.

Dua Pembagian: Berkata dan Melayani

Dalam penelitian tentang daftar-daftar karunia, penjelasan J. van Bruggen sangat penting. Dia menunjukkan bahwa dalam Roma 12:6-8, karunia-karunia dan fungsi-fungsi dibagi dalam dua bidang: karunia berkata-kata dan karunia melayani. Orang lain lagi membaginya menjadi: karunia kepala dan karunia tangan. Paulus tidak memilih karunia-karunia itu secara acak. Struktur naskahnya menunjukkan susunan yang skematis. Pertama-tama Paulus menyebut dua bidang di mana Allah membagi-bagikankarunia-karunia-Nya, ”Jika karunia itu adalah bernubuat.... Jika karunia untuk melayani.... Selanjutnya dia mengolahnya lebih jauh dan menyebutkan orang-orang yang bekerja di bidang-bidang itu.

Pada bidang nubuat disebutnya orang-orang yang mengajar dan menasihati. Di bidang pelayanan disebutnya orang-orang yang membagi-bagikan sesuatu, orang-orang yang memberi pimpinan dan orang-orang yang menunjukkan belas kasihan.

Ternyata Petrus memakai dua pembagian yang sama. ”Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengelola yang baik dari anugerah Allah. Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah...” (1Ptr. 4:10-11). Petrus menekankan bahwa setiap orang menerima karunia masing-masing. Dia mengatakan bahwa ada banyak macam karunia: skalanya luas sekali. Kemudian dia menyebut dua bidang: berbicara dan melayani.

Ada kemungkinan dua pembagian atas bidang-bidang ini telah dialami sendiri oleh para rasul. Dalam Kisah Para Rasul 6, kita membaca tentang timbulnya berbagai masalah dalam jemaat di Yerusalem di sekitar pengurusan sehari-hari untuk beberapa orang janda. Berhubungan dengan itu, para rasul memutuskan bahwa pengurusan dan bantuan itu harus dipercayakan kepada orang-orang lain, sementara mereka sendiri dapat sepenuhnya membaktikan diri kepada (pemberitaan) Firman dan doa. Jadi, di situ pun sudah tampak dua pembagian itu.

Firman dan Kelakuan Mempunyai Nilai Sama

Karunia manakah yang sebetulnya lebih penting: karunia berbicara (”Firman”) atau karunia melayani (”kelakuan”)? Dalam jemaat di Korintus yang jelas lebih disukai ialah karunia berbicara. Di situ karunia untuk bernubuat dan berbicara dalam bahasa-bahasa lain, mendapat tempat yang utama. Demikian juga pada zaman ini ada orang-orang Kristen yang cenderung mengutamakan karunia berbicara. Masih saja jabatan penatua mendapat penghormatan yang lebih besar ketimbang jabatan diaken. Hal itu menunjukkan cara berpikir yang keliru, seperti di atas tadi.

Apakah yang membuat gereja bertumbuh pada zaman awal dahulu? Apakah karena pemberitaan para rasul dan para nabi? Tentu saja, tetapi pasti bukan karena itu saja. Kelihatan dengan jelas bahwa juga kasih besar antara seorang kepada yang lain, tindakan saling melayani dan saling menolong, mempunyai makna yang sangat menentukan bagi pertumbuhan pesat dari gereja itu. Justru karena kehidupan bersama mereka yang sangat akrab itu, orang-orang Kristen mempunyai nama baik di Yerusalem (Kis. 2:47).Masalah-Masalah yang timbul di bidang pengurusan anggota jemaat, yang disebut dalam Kisah Para Rasul 6, ditangani dengansungguh-sungguh oleh para rasul. Seluruh jemaat dipanggil untuk ikut menyaksikan penyelesaiannya. Para rasul hendak menyerahkan tugas pelayanan itu dengan sangat cermat. Untuk itu dipilihlah tujuh pria yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Para rasul berdoa dan meletakkan tangan mereka ke atas ketujuh orang itu. Demikianlah orang-orang ini menerima tugas itu dan langsung mulai bekerja.

Menyusul kejadian itu, Lukas segera memberitakan bahwa firman Allah makin tersebar dan jumlah murid makin bertambah (Kis. 6:1-7). Itu adalah dua contoh yang menunjukkan bahwa pelayanan kasih dalam bentuk tindakan menolong dan mengurusi, sangatlah penting.

Sejarah gereja telah membuktikannya: khususnya karena pertolongan kepada kaum miskin, maka gereja muda telah bertumbuh dengan sangat pesat dalam abad-abad pertama.

Pada akhirnya gereja bertumbuh dari dalam Kristus. Nah, pada Kristus karunia yang satu sama pentingnya dengan karunia yang lain. Kata-kata-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Bicara-Nya dan pelayanan-Nya. Yang pertama harus didampingi oleh yang kedua. Siapa ada di dalam Kristus, memahami bahwa ”Firman” dan ”kelakuan” tidak dapat diletakkan pada tingkat yang berbeda, yaitu yang lebih tinggi atau lebih rendah ketimbang yang lain, melainkan keduanya saling membutuhkan.

10. Menemukan dan Menerima Karunia-karunia

Dalam praktik, manusia biasanya menganggap pertanyaan ini penting: apakah karuniaku? Apakah talentaku? Apakah yang dapat kulakukan untuk pembangunan tubuh Kristus? Sebetulnya pertanyaan itu perlu dikoreksi. Lebih baik kita bertanya: karunia-karunia apakah yang kita temukan-sebagai jemaat dan majelis gereja-dalam jemaat?

Dan di tempat mana serta dengan cara bagaimanakah Roh ingin agar karunia-karunia itu dipakai jika diperlukan?

Untuk menemukan jawabannya, maka yang penting ialah sikap dasar yang baik. Dan sikap dasar itu harus disertai oleh keinginan untuk melayani demi kepentingan Kristus, demi pertumbuhan gereja dan Kerajaan-Nya (pembangunan intern dan ekstern gereja), dan demi saudara-saudara seiman. Selain itu, sikap dasar tadi harus disertai juga dengan doa penuh penyerahan diri kepada pimpinan Roh Allah. Berikan kepada-Nya seluruh waktu dan ruang supaya jemaat dan majelis menemukan tempat Anda di dalam jemaat. Mintalah kepada-Nya supaya di samping kerelaan untuk melayani, Anda diberikan juga keterampilan sehingga Anda dipakai dalam pelayanan Kristus. Dan janganlah hanya terfokus pada keinginan untuk mengerahkan karunia-karunia Anda sendiri, tetapi terutama juga untuk menyambut karunia-karunia yang diberikan Allah kepada orang-orang lain.

Berusaha untuk Menjadi Karunia

Kalau kita berbicara tentang usaha untuk menjadi karunia bagi jemaat, saya menganjurkan pendekatan yang rileks. Anda akan menjadi karunia kalau dengan sederhana dan kerelaan untuk mengabdi, Anda mau menyerahkan diri kepada Kristus dan jemaat-Nya. Di mana kemauan ada, pastilah Roh menunjukkan jalannya.

Anda sendiri dapat menyikapi hal itu dengan bermacammacam cara. Ikutilah berbagai kegiatan dalam jemaat. Tampillah ke depan dan tunjukkanlah kesediaan Anda untuk terlibat dalam kegiatan itu. Dan selanjutnya tunggulah apa yang datang di jalan Anda atau nantikanlah permohonan untuk melakukan suatu tugas.

Semoga melalui keinginan Anda untuk melayani jemaat dan untuk memedulikan orang lain, Tuhan memperlihatkan bagaimana dan di mana Anda boleh berfungsi sebagai karunia dan mempunyai fungsi dalam tubuh Kristus.

Kedua: tidak ada salahnya kalau Anda sendiri merenungkan pertanyaan di mana letak bakat Anda: di bidang berbicara atau di bidang pelayanan? Itu belum berarti bahwa Roh pasti akan memakai Anda di bidang itu. Namun, ada kemungkinan bahwa Roh menyambungkannya pada bakat dan keinginan Anda itu.

Bagaimanapun Anda akan dibantu dalam menentukan apa yang hendak Anda lakukan. Apakah akan mendaftar untuk mengikuti kelompok penelitian Alkitab, atau memilih untuk ikut terlibat di bidang pemberian bantuan, atau kepengurusan (kepemimpinan jemaat), atau pelayanan bagi yang memerlukan pertolongan.

Ketiga: dukungan jemaat atau lingkungan di mana Anda berada sangat penting untuk mengetahui karunia apa saja yang Anda miliki. Ada kemungkinan bahwa saudara-saudara seiman yang telah mengenal Anda, meminta atau menyarankan supaya Anda ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu.

Keempat: mungkin ada baiknya Anda bergabung dengan kelompok kecil yang melayani, kalau ada. Memang, tidak semua orang mempunyai bakat untuk itu, lagi pula tidak semua orang merasa aman dalam kelompok kecil seperti itu. Namun, ciri khas sebuah kelompok kecil ialah di situ selalu dibutuhkan orang-orang yang mempunyai bakat untuk berbicara dan yang berbakat untuk melayani. Dalam kelompok kecil selalu ada hal yang dibicarakan bersama. Di situ para anggotanya saling memberi semangat, menghibur, mendorong supaya berani dan saling mengoreksi. Di situ bisa dibahas sebuah bagian Alkitab dan dinaikkan doa bersama.

Untuk itu diperlukan orang-orang yang diperlengkapi dengan karunia untuk berbicara. Di samping itu masih banyak hal yang dapat dilakukan. Kelompok itu memerlukan bimbingan dan organisasi, mungkin ada di antaranya yang memerlukan bantuan praktis, atau kunjungan ke rumah mereka. Hanya kalau sebuah kelompok telah tersusun dengan cukup seimbang, ada kemungkinan-kemungkinan di mana semua anggotanya dapat berfungsi dengan baik berdasarkan keunikannya masing-masing. Usaha untuk berada pada tingkat tubuh Kristus yang konkret dan praktis, akan lebih berhasil dalam kelompok berjumlah 30 orang ketimbang 300 orang.

Pendek kata, kalau Kristus menggerakkan hati Anda dan meletakkan suatu tugas di jalan Anda, lakukanlah saja. Bersikaplah dengan cara Anda sendiri sebagai seorang Kristen yang penuh kasih, baik di dalam jemaat Anda, maupun di luar jemaat! Dan mintalah kepada Tuhan supaya menunjukkan kepada Anda bagaimana Anda dapat menjadi karunia untuk jemaat Anda dan untuk lingkungan Anda yang bukan Kristen.

”Aku Ini Tidak Ada Apa-apanya”

Apakah semua orang merupakan karunia bagi orang lain di dalam jemaat? Dalam 1 Korintus 12 Paulus mengatakan bahwa kepada tiap-tiap orang diberikan karunia untuk kepentingan bersama.

Meskipun begitu banyak orang didera oleh perasaan bahwa mereka tidak ada artinya dan tidak punya kemampuan apa pun. Mereka melihat di kanan dan kiri mereka banyak orang yang aktif. Namun, mereka sendiri tidak tahu apa yang dapat mereka lakukan. Perasaan itu dapat ditimbulkan oleh penyakit atau kelemahan fisik atau psikis (perasaan minder). Ada orang yang memerlukan segala tenaga mereka untuk dapat menjalani kehidupan yang paling mendasar di bumi ini. Ada lagi orang yang berkali-kali tumbang karena serangan sakit kepala atau penyakit kronis lain. Dan kalau mereka harus setiap kali dibantu orang lain, maka hal itu dapat membuat mereka sedih dan ragu-ragu. Aku ini hanya dapat menjadi beban orang lain, aku tak berguna bagi siapa pun. Dalam hal itu cerita-cerita indah mengenai karunia-karunia orang lain di dalam jemaat akan memberi efek yang sebaliknya. Orang-orang itu merasa semakin jauh terbenam dalam ketidakmampuannya dan perasaan minder mereka.

Perasaan itu akan hilang pada saat orang itu mengetahui bahwa menjadi karunia bagi jemaat bukan saja menyangkut kemampuan untuk melakukan sesuatu atau suatu perbuatan, tetapi diri seorang.

Paulus menegaskan bahwa anggota-anggota tubuh yang lemah harus diperlakukan dengan lebih banyak kasih dan kepedulian.

Perlakuan seperti itu tidak diperlukan oleh anggota-anggota tubuh yang lain. Ucapan itu perlu direnungkan sejenak. Yang dimaksudkan Paulus dengan kata-kata itu ialah para anggota yang lemah itu justru sangat berharga dalam keadaan yang lemah itu. Sebab mereka mengundang orang lain supaya memedulikan mereka dengan penuh kasih. Justru karena keberadaan mereka, kasih dapat mengalir dengan deras dalam jemaat. Bukan saja kemampuan untuk memberi dan memedulikan adalah karunia Roh dalam tubuh, tetapi juga kemampuan untuk menerima dan bersukacita karenanya adalah karunia Roh dalam tubuh.

Bagi tubuh Kristus, pemberian bantuan dan perhatian kepada orang-orang yang lemah adalah hak yang istimewa dan bukan tugas yang berat. Para anggota jemaat yang lemah menyebabkan arus kasih terus mengalir. Karena merekalah maka rasa syukur dan lagu-lagu pujian bagi Allah timbul ke permukaan dari hati jemaat. Alangkah indahnya untuk melakukan sesuatu dengan kasih Kristus bagi orang-orang yang memerlukannya. Dan pada saat bersamaan, alangkah indahnya untuk menerima kasih dan perhatian itu pada saat Anda memerlukannya. Di antara manusia yang hidup tidak pernah ada lalu lintas yang hanya satu arah saja. Siapa yang memberi, selalu menerima kembali sesuatu dari tindakannya itu. Siapa yang menerima, selalu memberi juga sesuatu dalam tindakannya itu.

Memberi dan Menerima

Jadi, dalam merenungkan karunia-karunia Roh, janganlah kita hanya berfokus pada menjalankan sebuah karunia secara aktif, tetapi juga pada tindakan mengakui dan menerima karunia yang dimiliki orang lain dan yang dipakainya untuk Anda. Menerima karunia dapat berarti: aku boleh menolong orang lain. Akan tetapi juga: aku boleh membiarkan diriku ditolong oleh orang lain. Hal itu berhubungan dengan mengakui batas-batas diri. Dan dengan tahap kehidupan yang sedang dialami. Misalnya saja: karunia hikmat. Ada masanya untuk menerima: orang-orang muda dapat dibangun oleh karunia- karunia hikmat dan pengajaran yang diberikan Roh kepada kaum yang lebih tua. Sesudah masa menerima, akan datang nantinya masa bagi mereka untuk memberi: hikmat yang telah diterima, diteruskan lagi kepada generasi baru. Dan barangkali sesudah itu, akan datang lagi masa untuk mundur, yaitu apabila masa tua disertai dengan berbagai keterbatasan. Dalam hal itu, Anda boleh menyerahkan tugas untuk memimpin dan membimbing kepada generasi yang baru.

Gambar tubuh (1Kor. 12) itu menunjukkan dengan jelas bagaimana perbuatan saling memberi dan menerima itu menyebabkan sebuah jemaat menjadi hidup. Bayangkan saja sebuah jemaat di mana semua orang memberi, tetapi tidak ada yang kekurangan, sehingga tidak ada yang menerima. Dalam jemaat seperti itu kehidupan jemaat dengan cepat menjadi tidak wajar dan kering. Aliran kasih terancam akan macet. Sebab itu para lansia misalnya, mempunyai fungsi yang penting dalam jemaat, meskipun pada usia itu mereka tidak mempunyai kekuatan dan tenaga lagi untuk melakukan kegiatan di sana sini. Fungsi mereka dalam jemaat yang hidup ialah menerima kasih dan pemeliharaan. Dan secara khusus, dengan pengalaman hidup mereka yang matang, kesetiaan dan kepedulian mereka, para lansia itu dapat merupakan harta yang tak ternilai bagi kaum yang lebih muda. Orang muda biasanya mencari-mencari, dan sering mereka tak tahu di mana tempat untuk mencari. Dalam hal itu mereka dapat belajar banyak dari hikmat dan kesetiaan para lansia.

Merekalah yang membentuk faktor yang stabil dalam kehidupan jemaat. Mereka adalah karunia dan hadiah bagi jemaat.

Semua Anggota Diperlukan Sepenuhnya

Semua orang (tanpa membedakan mereka) adalah anggota dari tubuh Kristus, tubuh yang berharga dan yang terkasih itu, yangmasing-masing diberikan sebagai hadiah yang membahagiakan. Dengan kehadiran Anda, kasih Anda, perhatian Anda, dan tindakan Anda dalam menunjukkan rasa syukur, dengan ikut bernyanyi dan ikut berdoa, dengan memberikan sesuatu dari diri Anda sendiri, yaitu perhatian Anda, uang Anda, waktu Anda, juga dengan menikmati semua itu dari orang lain, Anda berfungsi sebagai anggota yang sangat dibutuhkan dalam tubuh Kristus. Kalau Anda pergi, atau meninggal dunia, maka rasanya bagi orang lain seperti amputasi. Ada tempat kosong yang menimbulkan kepedihan. Selama ini Anda sangat berharga dalam jemaat. Namun, sekarang Anda tidak ada lagi di situ.

Kami tidak dapat memberi apa-apa lagi kepada Anda, dan kami pun tak menerima apa-apa lagi dari Anda. Kami merindukan Anda.

11. Jemaat-jemaat yang Berbakat Peran Majelis

Kalau kita ingin agar semua fungsi dalam tubuh Kristus dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan pendekatan yang penuh kesadaran akan adanya karunia-karunia, dan yang terarah pada karunia-karunia di dalam jemaat. Majelis gereja memainkan peran yang penting dalam hal ini. Untuk permulaannya, majelis harus memperhatikan semua kelompok orang yang menjadi bagian jemaat, misalnya anggota yang telah sidi, anak-anak yang dibaptis, kaum remaja, dan yang baru bergabung dengan jemaat dan yang datang dari luar. Jemaat pasti senang apabila misalnya ibadah-ibadah gereja menyinarkan sikap ramah sehingga semuanya merasa bahwa ada sukacita karena kehadiran dan keterlibatan mereka semua.

Kalau para pendeta dan majelis memberi perhatian pada hal itu, maka semoga itu saja sudah cukup untuk membuat jemaat ikut bersukacita.

Berbagai Struktur dan Pembagian Fungsi

Di samping itu kita perlu berpikir tentang struktur-struktur yang meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan di dalam jemaat.

Jangan biarkan semua tugas dilakukan oleh inti kecil yang dibentuk oleh saudara-saudara yang aktif berpartisipasi. Cobalah untuksekali-sekali melampaui orang-orang yang sama, yang hampir secara otomatis selama bertahun-tahun diminta untuk mengemban tugas yang sama. Tujuannya ialah melihat apakah mungkin ada orang- orang lain yang tidak begitu cepat tampak, tetapi yang dapat melakukan fungsi itu sama baiknya. Soalnya, banyak orang baru menyadari bahwa mereka berharga, kalau mereka boleh melakukan sebuah tugas. Jadi, kita perlu mengerahkan sebanyak mungkin orang untuk bermacam-macam fungsi, dan memperhatikannya, serta tidak lupa untuk menghargai orang-orang itu dan mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Ibadah-ibadah Gereja

Ciptakan juga fungsi-fungsi baru, misalnya yang mengundang lebih banyak orang daripada biasanya untuk menyumbangkan sesuatu dalam kebaktian-kebaktian hari Minggu. Berikanlah kesempatan kepada orang-orang untuk memakai karunia-karunia musik dan seni yang ada pada mereka. Undanglah orang-orang yang memiliki volume suara yang bagus dan dapat berdeklamasi, untuk menjadi pembaca Kitab Suci, dan aturlah supaya hal itu dapat dilakukan secara bergantian. Mintalah orang-orang yang pandai memilih kata-kata supaya memimpin dalam doa syafaat bersama.

Undanglah orang-orang yang pandai bergaul dengananak-anak untuk melakukan sesuatu dengan para balita. Mintalah para pemuda untuk ikut berpartisipasi dalam pelayanan. Dalam jemaat terdapat lebih banyak orang berbakat daripada hanya pendeta dan pemain organ. Kalau lebih banyak talenta yang dikerahkan, maka kesadaran akan meningkat bahwa ”kita ini adalah jemaat berbakat”.

Hasilnya ialah sebuah gambaran diri yang lebih positif dan kepedulian yang lebih tinggi. Selain itu, kalau melihat sumbangan orang-orang yang berbakat itu, orang lain akan berkeinginan juga untuk ikut berpartisipasi. Pada hakikatnya sebuah kebaktian bukan pertemuan antara Allah dan pendeta (atas nama keduanya), melainkan pertemuan antara Allah dan umat-Nya. Hal itu perlu lebih jelas ditampakkan daripada yang kadang-kadang terlihat dalam kebaktian-kebaktian.

Untuk itu saya menambahkan sebuah catatan. Justru di sini penyutradaraan yang baik mutlak diperlukan, dengan kata-kata kunci seperti: bijaksana, anggun, dan dipertimbangkan dengan baik. Ibadah Minggu adalah saat yang sentral dalam kehidupan jemaat. Sebab itu dia sangat berharga dan sangat peka. Sebab itu, janganlah ibadah itu dijadikan tempat percobaan bagi beberapa orang yang penuh semangat dan berkemauan baik. Jangan lakukan semuanya pada saat bersama. Ingatlah, semuanya harus berjalan dengan ringkas dan berisi, dengan sederhana dan bermutu.

Buatlah kebiasaan bahwa ibadah jangan berlangsung lebih lama dari 60 atau 70 menit. Dan khususnya: jagalah jangan sampai kita ”mengerdilkan” ibadah-ibadah itu, dan berikanlah selalu prioritas pada pemberitaan Firman yang padat dengan isi.

Tentang Prakarsa-prakarsa

Dalam jemaat yang hidup kadang-kadang para anggotanya sendiri mendatangi majelis dan mengajukan berbagai prakarsa. Itu adalah saat yang penting, yang menentukan mutu kehidupan berjemaat.

Apakah kesediaan melayani dan inisiatif para anggota disambut dengan gembira dan ditindaklanjuti? Atau ditahan-tahan dan bahkan ditolak? Kalau majelis melakukan hal yang terakhir itu, ada sesuatu yang tidak beres. Sebab anggota yang bertindak dengan spontan dan organis dalam tubuh Kristus, yang begitu penting, dan sangat kurang diperhatikan itu, menjadi frustrasi. Tentu saja tidak setiap prakarsa sudah matang dan cukup dipertimbangkan.

Namun, janganlah sebagai majelis kita melepaskan diri dari prakarsa para anggota, dan janganlah kita menyetirnya ke jalan samping, apalagi membiarkannya mati. Tindaklanjutilah prakarsa itu. Seandainya tidak cocok (karena agenda yang sudah penuh, atau karena membentur prakarsa-prakarsa lain), berilah jawaban kepada si pemrakarsa dengan jujur dan jelas. Kalau perlu, pikirkanlah untuk mengisinya dengan alternatif yang lain. Sebab anggota jemaat yang kecewa dan frustrasi akan sulit digerakkan lagi pada masa depan.

Menjadi Bagian Sebuah Kelompok

Jadi, majelis dan pendeta dapat sangat membantu jemaat agar berfungsi lagi sebagai tubuh Kristus yang sejati dan kukuh. Bantuan itu berupa menciptakan dan mendirikan struktur-struktur yang memungkinkan setiap anggota dapat menduduki tempatnya sendiri yang dihargai.

Sekarang ini individualisme semakin bertambah, tetapi begitu juga rasa kesepian. Manusia ingin masuk dalam sebuah kelompok dan menjadi bagiannya. Dia ingin merasakan ada orang lain yang senang dengan kehadirannya. Untuk itu struktur sebuah jemaat yang besar dengan wilayah-wilayahnya yang luas terlalu berat dan kurang jelas untuk ditinjau. Orang-orang seakan-akan tenggelam di dalamnya.

Sebab itu, pada zaman kita ini ada baiknya kalau orang-orang dapat berfungsi dalam wilayah atau kelompok yang tidak terlalu besar.

Untuk ikut berpartisipasi dan kalau perlu mengemban sebuah tugas di situ, bagi kebanyakan orang lebih mudah bila semakin kecil skala strukturnya dan semakin mudah ditinjau.

Beraneka Warna dan Normal

Jemaat yang berbakat ialah jemaat yang tidak hanya dalam teori telah menerima karunia-karunia Roh, tetapi juga dalam praktik memberikannya segala ruang. Jemaat seperti itu tidak tampil sebagai kelompok orang-orang yang berwarna kelabu, tetapi sebagai keseluruhan yang berwarna-warni dan penuh variasi. Sebuah tubuh yang sungguh-sungguh milik Kristus!

Jemaat seperti itu akan benar-benar indah kalau buah kasih tampak padanya. Buah kasih itu ialah hal-hal yang sederhana tetapi yang menentukan. Misalnya: apakah orang luar yang datang beribadah merasa disambut dengan ramah? Apakah seorang tamu yang duduk di samping kita di bangku gereja, kita salami? Orang dapat mengerahkan semua karunia yang dimilikinya, tetapi kalau hal-hal mendasar semacam ini dilupakan, maka semua karunia itu tidak ada gunanya.

Pembangunan ke Dalam dan ke Luar

Sekarang sampailah kita pada pembahasan yang terakhir. Sebuah jemaat yang berbakat dan subur ialah jemaat yang terarah ke luar. Jemaat itu seperti kota di atas gunung. Dalam bab ini sudah banyak yang ditulis tentang karunia-karunia di dalam jemaat.

Namun, risiko bab ini ialah dalam segala kesibukan membahas karunia-karunia, kita lagi-lagi terlalu banyak terarah ke dalam. Kita terlalu sibuk merenungkan dan memikirkan diri sendiri. Jangan pernah lupakan dunia di sekitar kita. Pembangunan ke dalam dan ke luar harus berjalan bersama-sama. Pertama-tama, jemaat dan para anggota jemaat harus terarah ke luar juga. Supaya kita dapat menduduki tempat kita sebagai Kristen di dalam masyarakat.

Sebagai rekan sekerja yang setia, sebagai anggota pengurus yang baik dari perkumpulan olahraga, sebagai politikus yang terpercaya, sebagai tetangga yang baik. Itu berarti kita membangun jembatan antara dunia Allah dan jemaat Kristus.

Kita tidak ingin menjadi jemaat yang berbakat hanya dan terutama untuk kenyamanan kita sendiri, tetapi untuk menunjukkan keramahan dan jalan masuk kepada orang-orang yang mencari Kristus agar mereka dapat menemukan Dia sebagai kepala dalam tubuh-Nya.

Akhirulkalam

Bab ini telah membahas buah dan karunia-karunia Roh. Alangkah indahnya hidup ini berkat karya Roh! Sungguh merupakan anugerah Allah, dan sekaligus merupakan pesta bagi Allah apabila Kristus mendapat wujud dalam jemaat yang berbakat dan dalamanggota-anggota jemaat yang menyinarkan cahaya kemuliaan-Nya. Dan sesungguhnya hal itu layak untuk dirindukan, untuk didoakan dan untuk dinanti-nantikan.

Realitasnya tidak selalu seindah gambaran yang dapat Anda buat di atas kertas. Keadaan yang sekarang berbeda dengan yang nanti, yang telah dijanjikan kepada kita. Kadang-kadang jemaat mengecewakan kita, dan sering kita sendiri yang mengecewakan diri kita sendiri.

Kadang-kadang buah Roh mengerut dan gugur, dankarunia-karunia-Nya dikekang.

Dalam hal itu yang Anda perlukan bukan saja buahnya, tetapi juga tempat perlindungannya. Larilah kepada Yesus, yang sanggup menjadi penengah bagi segala hal. Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan Penebus kita. Dialah yang kubutuhkan untuk menyelamatkan diri dari penghakiman Allah dan untuk menyelamatkan jemaatku dari penghakimanku. Dan betapa pun realitasnya kadang-kadang mengecewakan aku, janji-Nya tentang pertumbuhan dan tentang kedewasaan yang akan kuraih nanti, benar-benar dapat dipercaya.

Buah Roh ialah: kasih, iman, pengingkaran diri, dan ketekunan.

Buah itu kuperlukan ketika segala-galanya gagal dan semua orang melawan aku. Ketika hidup ini menjadi susah. Ketika penderitaan menimpa. Sekarang aku berbagi penderitaan dengan Dia, supaya nanti aku berbagi kemuliaan-Nya sepenuhnya dengan Dia.

Hidup ini tidak terletak dalam diriku sendiri dan tidak juga dalam jemaatku, melainkan hanya di dalam Dia.

Marilah kita berdoa dan menyanyikan lagu ini:

Biar ’ku tumbuh di batang-Mu, ya Pokok Anggur yang benar, supaya Kauhidupkan daku menjadi ranting yang segar. Jika Engkau beri berkat, aku berbuah yang lebat.(Kidung Jemaat 309)

Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas

1. Di dalam wadah manakah buah Roh menampakkan sosok Kristus?
2. Bicarakan bersama juga tujuan Allah dengan hidup Anda: menjadi gambar Allah, dan menjadi sama dengan Kristus. Bagaimana pendapat Anda tentang hal itu? Sejauh mana Anda menyadari tujuan itu dan mengarahkan diri Anda pada tujuan itu? Sudahkah Anda melihat sedikit realisasi dari tujuan itu dalam hidup Anda? Apakah yang dapat menghalangi pertumbuhan atau justru meningkatkannya? Apakah Anda meletakkan tekanannya pada perbuatan mengikuti Kristus dalam memikul salib atau justru dalam kehidupan berdasarkan kekuatan kebangkitan-Nya?
3. Apakah pertumbuhan rohani yang menuju pada kedewasaan dalam Kristus merupakan perkara perorangan atau perkara jemaat sebagai keseluruhan?
4. Lanjutkan dengan pembicaraan bersama tentang hubungan antara buah Roh dan karunia-karunia Roh. Libatkan jugabagian-bagian dari pengakuan iman dan misalnya formulir Perjamuan Kudus, yang berbicara tentang kesatuan yang tersembunyi antara kita dengan Kristus: Dia di dalam kita, kita di dalam Dia.
5. Apakah visi Anda terhadap karunia-karunia luar biasa (karunia bernubuat, berbicara dalam bahasa lain, menyembuhkan)? Apakah Anda mengharapkan karunia-karunia itu akan kembali dalam jemaat Anda pada zaman ini, dan apakah menurut Anda hal itu mutlak diperlukan? Dapatkah Anda memahami keinginan akan hal itu?
6. Bagaimana sebuah bakat bawaan menjadi karunia Roh bagi jemaat? ”Tuntutan” mana saja yang harus dipenuhi untuk itu?
7. Bagaimana pendapat Anda tentang luasnya skala karunia yang tersedia? Apakah menurut Anda dua pembagian karunia-karunia itu (karunia ”berfirman” dan karunia ”kelakuan”) sungguh bernilai dan apakah Anda dibantu oleh dua pembagian itu dalam pelayanan Anda? Apakah menurut Anda ada cukup penghargaan terhadap karunia pelayanan, juga bila dibandingkan dengan praktik dalam gereja awal dari abad-abad pertama?
8. Bagaimana pendapat Anda tentang perbedaan antara memberi dan menerima dalam tubuh Kristus? Apakah yang menurut Anda lebih mudah? Apakah menurut Anda perbedaan itu dapat membantu orang-orang dalam hidup berjemaat?
9. Sejauh mana Anda mengalami gereja setempat Anda sebagai jemaat karismatik (berdasarkan arti alkitabiah dan harfiah) dalam arti bab 5 dan 9? Bagaimana dalam jemaat Andakarunia-karunia Roh diakui dan dikerahkan? Apakah yang masih dapat dilakukan secara lebih baik? Apakah hal itu Anda serahkan kepada majelis gereja, ataukah Anda sendiri ikut memikirkan dan menanganinya?
10. Seandainya dalam jemaat Anda pertumbuhan buah dan pengerahan karunia-karunia yang beraneka warna itu ternyata berjalan mengecewakan, apakah yang akan Anda nasihatkan kepada sesama anggota, dan bagaimana Anda dapat saling menyemangati?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk ten Brinke, J.W. Maris, dkk.
  3. ISBN:
    978-602-0904-68-9
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak, 2006
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas