13. IBADAH KEPADA FIRMAN YANG HIDUP

Tentang Karunia Bernubuat dan Karunia Membedakan Roh-roh

Erik de Boer Barang siapa menulis tentang karunia berkata-kata dalam bahasa-bahasa (asing, ajaib atau lidah), mau tak mau harus menulis juga tentang bernubuat. Paulus saling membandingkan kedua karunia itu pada titik di mana keduanya dapat dimengerti oleh jemaat dalam ibadah. Sebab itu, sesudah bab sebelumnya, marilah kita meneliti karisma bernubuat. Apakah bernubuat itu? Apakah Roh di masa kita masih memberikannya?

Ketika saya masih kuliah di STT di Kampen, tiba-tiba pendeta yang melayani jemaat saya, kena serangan jantung. Berkat pertolongan Tuhan, beliau berhasil luput dari maut. Dan dalam periode pemulihannya, beliau bercerita kepada saya begini, ”Pada saat aku digotong dengan brankar menuju ambulans, kulihat di langit di atasku tulisan yang berbunyi: ’Penyakit ini tidak akan membawa kematian.’” Setelah sembuh, beliau yakin bahwa kesembuhannya adalah penggenapan janji itu. Mendengar cerita itu saya terharu bercampur heran. Sungguh luar biasa, bahwa pendeta yang biasanya tidak banyak berkata-kata, dan kurang akrab bergaul dengan saya, mau memercayakan pengalamannya yang begitu ajaib kepada saya! Dan saya heran juga. Bagaimana mungkin seorang pendeta Reformasi, yang selalu berkhotbah dengan saksama, supaya sesuai benar dengan Kitab Suci, dan jarang menyinggung pengalaman iman, dapat menyambut pengalaman seperti itu dengan begitu spontan dan hangat! Hal seperti itu belum pernah terjadi di gereja yang sejak kecil menaungi saya. Kesaksian pendeta itu meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi saya. Tidak lama sesudah itu, beliau menghadiahkan setelan jas hitamnya kepada saya untuk dipakai kalau berkhotbah. Sehabis sakit, berat badan beliau sangat menurun, sehingga busana itu menjadi terlalu longgar.

Begitu pula bagi saya. Terpaksa saya membawanya ke tukang jahit untuk dipermak habis-habisan. Namun, hasilnya lumayan juga, dan selama bertahun-tahun saya menggunakannya untuk berkhotbah.

Beberapa waktu sesudah itu, saya bertanya dalam hati: apakah kejadian dengan pendeta itu suatu contoh dari nubuat yang diberikan Roh kepadanya pada saat yang kritis baginya? Dia tidak mengatakan bahwa bunyi nubuat itu persis sama dengan kata-kata yang diucapkan Yesus tentang Lazarus yang sedang sakit parah:

”Penyakit itu tidak akan membawa kematian” (Yoh. 11:4). Pada waktu itu terlintas dalam pikiran saya: pasti kata-kata Yesus itulah yang teringat olehnya ketika tubuhnya terasa begitu sakit. Apakah dia benar-benar melihat kata-kata itu tertulis di langit? Saya merasa agak tenang dengan penjelasan yang rasional itu. Soalnya, belum pernah saya mengenal pengalaman seperti itu. Namun, saya masih bimbang. Bukankah Roh sanggup membangkitkan kata-kata Yesus di dalam hatinya untuk menghiburnya pada saat itu? Masakan Allah yang memasang pelangi di awan-awan, dan memerintahkan sebuah tangan untuk menulis di dinding istana, tidak mampu memproyeksikan janji Yesus di awan-awan sehingga dilihat oleh mata orang percaya? Sudah pasti Dia mampu. Pertanyaannya sekarang ialah: apakah peristiwa yang dialami pastor saya sebuah contoh dari pesan yang mengandung nubuat?

Seorang pendeta Reformasi lain bercerita dalam bukunya berjudul Dikejutkan oleh Roh bahwa seorang anggota jemaatnya telah menerima ”penglihatan” tentang dia. Pendeta itu sendiri menyebut penglihatan itu sebagai ”nubuat tentang hidupku”. Anggota jemaatnya itu melihat sang pendeta sedang menghadapi sebuah kotak yang penuh dengan kertas. Lalu, dari dalam kotak itu keluar sangat banyak merpati putih yang kemudian beterbangan ke segala arah.

Padahal anggota jemaat itu sama sekali tidak tahu bahwa pendetanya sedang menulis buku tentang Roh Kudus. Dapat dimengerti bahwa sang pendeta sangat terkesan oleh penglihatan itu. Dan dia berani pula untuk menceritakan kesan yang pribadi itu kepada orang lain.

Apakah itu contoh suatu nubuat sesuai arti alkitabiah? Dalam bab ini kita akan membahas karunia untuk bernubuat. Dan juga karunia untuk membedakan roh-roh. Kita dapat menyebut keduanya itu karunia kembar. Apakah pada zaman ini Roh masih berbicara dengan jelas mengarah kepada seorang, dengan pesan bermuatan isi, yang menunjuk arah kehidupannya?

Atau: Apakah Dia semata-mata berbicara melalui Firman yang telah disabdakan Allah satu kali dan untuk selamanya? Dan apakah arti karunia kembarnya, yaitu karunia untuk ”membedakanroh-roh”? Apakah yang dimaksudkan dengan itu? Dunia rohkah atau roh konkret yang ada pada manusia?

Berusahalah Memperoleh Karunia untuk Bernubuat...

Berbicara tentang karunia-karunia Roh, Rasul Paulus berpendapat bahwa karunia yang tertinggi ialah karunia untuk bernubuat (didukung oleh kasih). Sebab itu dia mengawali 1 Korintus 14 dengan nasihat ini, ”Kejarlah kasih itu dan berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat.” Membaca itu setiap Kristen ingin mengetahui apa tepatnya arti karunia itu.

Soalnya, kalau kemampuan untuk bernubuat adalah karunia yang tertinggi, saya sangat ingin menerimanya juga. Jadi, saya akan menempatkannya paling atas dalam daftar permohonan saya.

Bukankah bernubuat artinya sekurang-kurangnya menyampaikan pesan yang telah kita dengar sendiri dari TUHAN? Pesan itu tidak perlu baru, asal berisi kata-kata emas yang sangat bernilai. Jauh lebih bernilai ketimbang apa yang saling kita katakan dengan maksud yang paling baik pun. Saya kenal banyak orang Kristen yang ingin mendengar nubuat, yaitu kata-kata Allah yang memberi arah dalam kehidupan mereka, kata-kata yang menunjukkan jalan.

Dalam lanjutan pasal 14 itu, Paulus menunjukkan kontras antara bernubuat dan berbicara dalam bahasa ajaib (lihat bab 12). Nubuat diarahkan kepada jemaat, dengan tujuan membangun, menasihati dan menghibur (1Kor. 14:3). Bernubuat adalah aspek dari tugas melayani Firman, untuk menyatakan sesuatu (bernubuat), dan menyampaikan pengetahuan (mengajar). Semua itu termasuk ibadah biasa, pelayanan firman Allah, Firman yang hidup (1Kor. 14:4). Sebab itu, dibandingkan dengan berkata-kata dalam bahasa ajaib, maka pada hakikatnya, nubuat harus bisa dipahami orang. Dipahami oleh jemaat yang sedang berkumpul dan juga oleh seorang tamu yang kebetulan hadir di situ. Pesan yang hendak Anda sampaikan atas nama Allah, harus diucapkan dalam bahasa yang dapat dimengerti.

Anda tidak akan berguna bagi siapa pun kalau Anda berdoa dengan nyaring dan penuh semangat, tetapi memakai bahasa yang tidak dimengerti. Dan sebagai kontras, rasul menulis: ”Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua” (1Kor. 14:24). Dalam hal itu nubuat itu membawa hasil.

Seruan Paulus, ”Berusahalah terutama untuk memperoleh karunia untuk bernubuat” terdengar umum, dan diarahkan kepada setiap murid Kristus. Rasul Paulus tidak menghubungkannya dengan sebuah jabatan. Meskipun begitu, karisma bernubuat itu memang hanya terwujud pada beberapa orang di dalam seluruh jemaat.

Sebelumnya Paulus sudah menulis bahwa hanya kepada beberapa orang diberikan karunia untuk bernubuat (1Kor. 12:10). Sebab itu, marilah kita melihat bagaimana dalam Perjanjian Baru karunia untuk bernubuat itu tampak pada beberapa orang Kristen dalam jemaat.

Apakah nabi atau nabiah memang sebuah jabatan?

Nabi, Nabiah, dan Bernubuat

Orang yang bernubuat, dapat disebut nabi atau nabiah.

Kedengarannya seperti sebuah gelar. Ada kemungkinan bahwa yang disebut begitu dalam Perjanjian Baru ialah orang-orang Kristen yang tampaknya menerima karunia bernubuat dengan berlimpah.

Ketika Paulus membatasi penampilan para nabi di depan umum, dia mengatakan begini (menurut terjemahan Yunani), ”Tentang nabi-nabi-baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan” (1Kor. 14:29).

Jadi, bukan setiap anggota jemaat telah menerima karunia untuk bernubuat. Namun, jumlahnya cukup dalam setiap jemaat untuk membawakan Firman dengan berbagai variasi.

Gambaran mengenai orang-orang yang menerima karunia bernubuat secara mencolok, mendapat sorotan juga dalam Kisah Para Rasul. Kesan yang berikut dari jemaat di Antiokhia, telah digambarkan oleh Lukas sebagai berikut, ”Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar” (Kis. 13:1).

Lalu disebutnya sejumlah nama, yaitu Barnabas, Simeon Niger, Lukius, Menahem, dan-yang terakhir: Saulus. Ya, Saulus juga, yaitu tak lama sebelum dia menjadi rasul, dan mengawali tugasnya sebagai penginjil dengan nama Paulus. Dia dapat dianggap pengajar, sebab sebelumnya sudah dikatakan bahwa dengan berani dia mengajar dalam nama Tuhan, dan juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi (Kis. 9:28-29). Di kemudian hari dia mengatakan bahwa ”Allah berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Gal. 1:16). Karena Paulus telah menerima penyataan langsung dari Allah, dia dapat juga diberi gelar nabi (sebelum gelar ”rasul” mendapat prioritas dalam pekerjaan dan kehidupannya).

Setelah itu ada catatan bahwa Yudas dan Silas, ”adalah juga nabi”. Mereka juga berasal dari Antiokhia (Kis. 15:32). Kata ”juga” di depan nabi, mungkin menunjukkan bahwa tidak hanya di dalam ibu kota Yerusalem, tetapi juga di luar Israel, yaitu dalam gereja di Antiokhia, sebuah kota di negeri asing Siria, telah ditemukan karunia bernubuat (bdk. Kis. 11:27). Tentang nubuat yang diucapkan oleh Yudas dan Silas telah dilaporkan hal yang berikut: mereka banyak memberi penghiburan kepada saudara-saudara seiman dan menguatkan hati mereka (jadi tidak disebutkan bahwa mereka telah menerima pesan khusus yang bersifat nubuat). Dalam Kisah Para Rasul 13 kita tidak melihat apakah kedua gelar ”para nabi dan pengajar” menyiratkan dua jabatan yang saling berbeda atau hanya dua cara penampilan yang saling melengkapi. Pada kata ”nabi” kita membayangkan suatu penyampaian penyataan atas nama Allah, sedangkan pada kata ”pengajar”, yang terlintas dalam pikiran kita ialah pemberian pembelajaran tentang iman dan Firman yang telah diterima.

Lukas masih menggambar seorang tokoh lain. Di antara para nabi yang berasal dari Yerusalem, ada yang bernama Agabus.

Kita membaca bahwa oleh kuasa Roh, dia mengatakan bahwa seluruh dunia akan ditimpa kelaparan besar (Kis. 11:28). Dan Lukas menambahkan keterangan bahwa hal itu memang terjadi.

Seakan-akan Lukas mengatakan: jadi perkataan Agabus memang adalah nubuat karena firman Allah ternyata terwujud. Pada kemudian hari kita sekali lagi menjumpai Agabus, yaitu sebagai ”seorang nabi dari Yudea”. Waktu itu dia harus bernubuat tentang penangkapan Paulus di Yerusalem. Dia mengawali nubuat yang telah diterimanya dengan kata-kata sebagai berikut, ”Demikianlah kata Roh Kudus...” (Kis. 21:11). Inilah salah satu darikejadian-kejadian langka di mana dalam Perjanjian Baru kita mendengar isi lengkap sebuah nubuat. Inilah nubuat konkret, yang diarahkan kepada nasib pribadi seorang hamba Injil, yaitu Paulus. Peristiwa itu terjadi di kota Kaisarea, tempat Paulus tiba setelah perjalanannya yang terakhir.

Sebelum Nabi Agabus tiba juga di Kaisarea dari Yerusalem, kita mendapat keterangan tentang keempat putri Filipus, pemilik rumah tempat rasul menginap. Sebelumnya sudah ada catatan bahwa Filipus adalah seorang diaken yang memberitakan Injil di Samaria (Kis. 6:5).

Lukas melaporkan bahwa keempat putrinya adalah wanita yang luar biasa, yang ”beroleh karunia untuk bernubuat” (Kis. 21:9). Dalam bahasa Yunani kalimatnya disusun dalam bentuk kata kerja ”putriputri yang bernubuat”, yang menyiratkan suatu kegiatan mencolok, yang tidak hanya satu kali dilakukan. Karena ucapan-ucapan mereka yang berisi nubuat, para wanita muda itu boleh disebut ”nabiah”.

Tidak dijelaskan dalam hubungan mana mereka bernubuat dan apa pesan yang mereka terima dari Roh. Kita boleh percaya bahwa yang dimaksudkan ialah nubuat dalam rangka pelayanan Injil. Di mana dan kapan kejadian itu berlangsung? Apakah dalam jemaat ataukah juga dalam masyarakat? Yang kita ketahui hanyalah bahwa keempat wanita itu sangat mencolok karena pesan yang mereka sampaikan lahir dari kepenuhan Firman yang hidup.

Berbicara tentang kaum wanita yang bernubuat, kita teringat kepada Hana, seorang ”nabiah” yang sudah sangat tua, dan yang menyambut bayi Yesus dalam Bait Allah (Luk. 2:36). Sudah lama dia dikenal dalam profesi itu: seorang nabiah (dalam TB: nabi perempuan). Dalam usianya yang lanjut itu, dia diperkenankan memberi isian baru pada tugasnya, yaitu ”dia berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem”.

Rasul-rasul dan Nabi-nabi

Dalam pengajaran tertulisnya, Paulus selalu menyebut para rasul lebih dahulu daripada para nabi. Misalnya, dia mengatakan bahwa jemaat yang tunggal yang terbentuk dari Israel dan bangsa-bangsa lain, telah ”dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20). Para rasul ada di depan, dan para nabi menyusul. Jadi, yang dimaksudkan dengan kedua kelompok itu tidak mungkin para nabi dari Perjanjian Lama, dan para rasul yang mewakili Perjanjian Baru. Kedua jabatan itu termasuk dalam jemaat Perjanjian Baru. Seperti juga tertulis dalam deretan pemberian-pemberian yang dianugerahkan Kristus kepada jemaat, yaitu: rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar... (Ef. 4:11). Hal itu tampak lebih jelas dalam sebutan berurut berikut ini, ”Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar” (1Kor. 12:28). Juga pada awalnya, Paulus sendiri, ketika masih bernama Saulus, dimasukkan oleh Kisah Para Rasul dalam golongan para nabi dan pengajar, tetapi kemudian selalu dalam golongan rasul.

Para rasul berada di depan dalam pemberitaan Injil kepada Israel dan bangsa-bangsa lain. Namun, tampaknya para nabi menerima tempat dan lapangan kerja mereka terutama dalam jemaat setempat (seperti juga para pengajar). Tentu saja bukan jemaat yang terpisah dari masyarakat, melainkan jemaat sebagai gereja Tuhan ditengah-tengah masyarakat. Dengan tujuan supaya di dalam dan dari dalam jemaat itu mereka menyampaikan Firman Hidup dari Allah, dalam nama Kristus dan dari kekuatan Roh. Ingatlah saja kepada para nabi dan pengajar di Antiokhia. Mereka menghibur dan menguatkan jemaat dengan firman Allah. Dan mereka menerima wawasan bahwa Injil harus diperluas lebih jauh, dan siapa yang harus melakukannya.

Biasanya para pria yang tampil ke depan sebagai nabi, dan satu atau dua kali pesan nubuat mereka dicatat dalam Alkitab. Sebab itu tulisan Lukas tentang para putri Filipus sungguh mencolok, apalagi karena langsung sesudah itu dia menyebutkan kedatangan Agabus dari tempat lain. Agabus ini dengan tegas disebut ”nabi”. Pesan yang dinyatakan kepadanya dicatat oleh Lukas sebagai langsung berhubungan dengan Rasul Paulus, sedangkan tak ada catatan apa pun tentang pesan berisi nubuat yang disampaikan melalui salah seorang dari keempat wanita itu. Meskipun begitu hal itu tidak mengurangi kenyataan bahwa baik pria maupun wanita yang menerima karunia untuk bernubuat, dihormati dengan gelar ”nabi”, dan ”nabiah”.

Gambar yang berikut menjadi jelas ketika kita melihat bagaimana Perjanjian Baru menulis tentang karunia bernubuat dan tentang para nabi. Karunia bernubuat, yaitu untuk menyampaikan kata-kata Allah, diberikan oleh Roh di dalam jemaat-jemaat pertama. Dan ternyata ada juga beberapa orang yang dapat disebut dengan gelar kehormatan, yaitu nabi dan nabiah, kalau karunia itu ditemukan pada mereka secara tidak insidental dan juga secara melimpah.

Didukung oleh Para Nabi

Meskipun dalam Perjanjian Baru tingkat nabi ada di bawah rasul, tetapi dalam Perjanjian Lama, kita mengenal sang nabi sebagai tokoh yang berwibawa. Nama-nama seperti Musa dan Elia, Yesaya dan Yeremia sangat termasyhur. Banyak dari pesan yang diberikan TUHAN kepada mereka, telah dicatat dalam kitab-kitab para nabi.

Bagaimanakah jalan garis sang nabi dalam Perjanjian Lama menuju zaman Kerajaan Yesus Kristus? Apakah dalam Perjanjian Baru Roh membangkitkan lagi nabi-nabi besar dan nabi-nabi kecil seperti dahulu? Melalui mulut Nabi Yoel, Allah Israel telah berjanji, ”Akan terjadi pada hari-hari terakhir bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat” (Yl. 2:28; Kis. 2:17). Artinya ialah: dalam generasi-generasi mendatang Roh Allah akan datang dengan melimpah ke atas umat. Bahkan para budak pria maupun wanita yang berasal dari bangsa-bangsa lain, akan mendapat bagian dari kelimpahan nubuat yang diberikan Roh Allah (Kis. 2:18). Anda dapat memahami janji itu sebagai pemenuhan yang lambat atas keinginan Musa, ”Ah, kalau seluruh umat TUHAN menjadi nabi, oleh karena TUHAN memberi Roh-Nya hinggap kepada mereka!” (Bil. 11:29). Israel sudah mengenal karunia berupa nabi-nabi, dan di antara mereka, Musalah yang terbesar. Kepada setiap generasi umatNya, TUHAN memberi nabi-nabi baru. Sejauh manakah peran para nabi Perjanjian Lama memengaruhi penggenapan janji Pentakosta, dan mewarnai gambar yang dilukiskan Perjanjian Baru tentang para nabi dan tentang nubuat?

Nabi-nabi Perjanjian Lama telah menerima firman Allah dan menyampaikannya kepada umat disertai seruan yang mendesak supaya diperhatikan, ”Demikianlah TUHAN berfirman!” Nubuat telah dibagi para ahli menjadi tiga aspek. Berikut ini, dengankata-kata saya sendiri, saya mengetengahkan ketiga aspek itu: para nabi menerima wawasan mengenai Firman yang telah diberikan, mereka memperoleh pemahaman mengenai kenyataan Allah, dan mereka memberi pandangan ke depan dengan mengucapkan kata-kata yang mengandung nubuat.

1. Wawasan: berdasarkan penyataan Allah yang pertama (Kitab Taurat, kelima Kitab Musa) para nabi boleh memberi kata-kata penghiburan dan teguran dalam situasi konkret yang dialami umat Allah. Firman yang diberikan dahulu itu, terdengar lagi dan diterapkan secara konkret.
2. Pemahaman: melalui penyataan yang diberikan dalam Firman dan penglihatan, mereka dapat memperlihatkan adanya Allah, adanya karya-Nya dan realitas-Nya. Firman Allah terdengar dalam aktualitas.
3. Pandangan: mereka mendapat tugas untuk bernubuat tentang masa depan. Ancaman yang mereka sampaikan selalu tergantung dari iman dan pertobatan umat.

Nubuat itu sangatlah penting dalam masa Perjanjian Lama karena merupakan kata-kata yang langsung diterima dari Allah, jadi ucapan Allah sendiri. Nubuat telah diucapkan oleh mulut TUHAN sendiri, dan didengar oleh nabi, kemudian disampaikan secara harfiah dan cermat. Kalimat ”demikianlah firman TUHAN” adalah sama dengan kalimat ”Demikianlah kata Roh Kudus” dalam Perjanjian Baru (Agabus). Sebab itu sangat banyak kata-kata nubuat telah dicatat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Untuk dibaca dan untuk dibaca ulang, untuk dibacakan kepada orang lain dan untuk didengarkan, untuk dituruti dan direnungkan. Demikian tersusunlah kitab-kitab para nabi yang besar dan yang kecil dalam Perjanjian Lama. Firman, yang telah satu kali diucapkan pada masanya, telah dicatat sebagai Firman yang tertulis. Dengan demikian Firman itu tetap menjadi Firman yang hidup, yang dapat terdengar kembali dalam setiap zaman.

Bagi kita, para nabi Perjanjian Lama adalah sosok-sosok yang hebat: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Daniel. Dalam bayangan kita, pekerjaan mereka adalah khusus sebagai nabi. Padahal ada juga seorang nabi bernama Amos yang berasal dari Tekoa dan berprofesi sebagai peternak domba. Mungkin ”para nabi kecil” adalahorang-orang yang beberapa kali bernubuat atau hanya pada suatu saat tertentu. Selain itu dalam Kitab Hakim-hakim disebut juga ”anakanak lelaki para nabi”. Ada juga catatan tentang para nabi dari Betel dan Yerikho. Boleh jadi mereka membentuk kelompok di mana para pria dewasa maupun para pemuda saling berbagi firman Allah, dan membicarakannya dengan mengingat situasi umat. Suatu kelompok di mana sebuah generasi yang baru dididik untuk belajar mengenal firman Allah dan juga mendalaminya.

Para nabi mewanti-wanti agar umat menaati hukum TUHAN.

Dan mereka diperkenankan juga untuk bernubuat tentang kedatangan Nabi Yang Agung, yang kita kenal di dalam Yesus Kristus. Pada zaman di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Yohanes Pembaptis tampil sebagai profil Nabi Elia. Dia diperkenankan untuk menunjuk kepada Yesus sebagai Mesias, nabi paling besar di dunia. Hal itu menyoroti tahap sejarah keselamatan di mana para nabi Perjanjian Lama berbicara atas nama Allah. Sebab keunikan Perjanjian Baru dibandingkan dengan Perjanjian Lama terdapat dalam kenyataan ini, ”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibr. 1:1-2). Demikianlah bunyi pembukaan surat kepada orang Ibrani, yaitu orang-orang Kristen yang berasal dari Israel dan berada di Israel. Yang dimaksudkan dengan Anaknya ialah Nabi Yang Unik itu! Itu berarti bahwa para nabi dalam gereja Kristen tampil sesudah Kristus dan berasal dari Kristus. Bukankah Firman telah menjadi manusia di dalam Yesus?

Bagaimanapun, para nabi yang hidup sesudah Yesus, tidak perlu lagi menyatakan diri-Nya. Bukankah Dia melakukannya sendiri?

Menurut kesimpulan sebelum ini, para rasul ada di depan (seperti juga para nabi ada di depan dalam Perjanjian Lama). Nubuat dalam Perjanjian Baru bertitik tolak dari karya Kristus yang sudah selesai.

Sementara lapangan kerja para rasul dan para saksi Kristus adalah dunia ini, maka para nabi terutama bekerja dalam lingkungan jemaat yang berada di tengah masyarakat. Dapatkah kita menerapkan ketiga aspek tadi dari nubuat Perjanjian Lama juga pada nubuat Perjanjian Baru? Kita dapat mengharapkan bahwa para nabi Perjanjian Baru ini memiliki ketiga hal yang berikut ini:

1. Wawasan mengenai apa yang telah diucapkan oleh Kristus sendiri dan yang dikatakan oleh para rasul-Nya (seperti para nabi Perjanjian Lama telah menerapkan kata-kata Taurat dankata-kata perjanjian Allah).
2. Pemahaman mengenai realitas rohani dan surgawi yang telah dinyatakan di dalam Kristus, Tuhan yang ada di surga, untuk menunjukkan jalan secara aktual.
3. Pandangan terhadap jalan yang ditempuh oleh jemaat Kristus di dalam dunia ini dan terhadap jalan yang menuju masa depan, untuk dapat memberitakan Injil dengan berani (bandingkan dengan contoh mengenai Agabus) dan untuk menyambut masa depan Tuhan yang sudah dekat.

Perkataan Para Nabi yang Tertulis

Kata-kata para nabi yang telah ditulis, telah sampai kepada umat Allah sejak dahulu kala. Meskipun begitu tulisan itu tetap merupakan firman Allah. Allah Bapa sendiri telah mengatakannya kepada ketiga murid yang ada di gunung, dengan menunjuk kepada Yesus, ”Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (2Ptr. 1:17). Dan kata-kata itu terdengar lagi dengan kekuatan yang baru menegaskan sabda Allah yang diucapkan melalui Nabi Yesaya (Yes. 42:1). Ternyata sabda yang lama itu masih segar dan hidup. Dalam mengenang suara Allah di gunung dahulu itu, Petrus menulis, ”Dengan demikian, kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi” (2Ptr. 1:19). Sebab para nabi berbicara tentang Dia yang terkasih, yang terpilih, hamba yang ternyata adalah Sang Anak. Firman itu yang telah diterima sebagai tulisan- adalah tetap kata-kata nubuat. Kata-kata yang berisi wibawa Allah, dan didukung oleh napas-Nya.

Dan sebagai rasul Kristus, Petrus menambahkan kesimpulannya:

”Yang terutama harus kamu ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia.” Itulah kriteria untuk Firman yang telah tercatat beserta penjelasannya: nubuat dimulai pada dorongan Roh Kudus, dan diucapkan para nabi dengan wibawa Allah, lalu bagaikan air, nubuat itu terus mengalir melalui Kitab-kitab Suci. Setelah sampai kepada Kristus, air itu turun ke bawah dengan bergelora. Kitab-kitab Suci digenapi dalam air jeram Roh yang sangat deras. Demikianlah nubuat itu dijelaskan, yaitu dengan memandang kepada Kristus dan Kerajaan-Nya. Air nubuat itu terus mengalir dan mencari-mulai dari kaki salib dasar dasar sungai yang baru.

Akan tetapi, bagaimana keadaannya dalam Perjanjian Baru?

Apakah para rasul merupakan lanjutan dari para nabi dalam Perjanjian Lama? Bukan, dan dalam prinsip, para rasul tidak juga disebut nabi.

Kata-kata yang diucapkan ke-12 rasul itu bersaksi tentang Firman dan karya Kristus. Dan Kristus telah menyatakan diri-Nya kepada Paulus yang telah dipanggil-Nya secara khusus. Karena itulah dalam jemaat Perjanjian Baru, para rasul ada di depan para nabi.

Berkat perkataan dan tulisan para rasul itu, tersusunlah kitab-kitab Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nubuat selalu berjalan melalui Kristus dan melalui karya-Nya yang terus berlangsung di dalam jemaat, disalurkan melalui kitab-kitab Perjanjian Baru.

Sebab itu, sebagai para saksi Kristus, para rasul itu berdiri di latar depan. Kemudian, menyusul nubuat yang berasal dari Kristus.

Ada satu kasus yang berhubungan dengan sebuah kitab nubuat, yakni Kitab Wahyu. Yohanes sudah menjadi rasul dan penginjil.

Sekarang dia menjadi nabi juga. Seluruh kitabnya yang terakhir disebut kata-kata nubuat (Why.1:3). Dalam penyataan diri yang sangat luar biasa, Kristus menyoroti dengan teliti ketujuh jemaatNya, lambang seluruh gereja. Melalui penglihatan-penglihatan ditunjukkan-Nya kepada nabi-Nya realitas yang agung di balik tirai sejarah dan disoroti-Nya pula masa depan, saat kedatanganNya. Juga dalam penutupnya, isi segala tulisan itu disebut nubuat.

Yang dimaksudkan bukan bahwa mula-mula perkataan-perkataan itu adalah nubuat, dan kemudian menjadi kitab. Bukan, melainkan: sampai sekarang pun segala perkataan itu tetap nubuat, juga dalam keadaan tertulis. Sebab itu ada tertulis, ”Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!” (Why. 22:7).

Pada waktu nubuat ini dibacakan, setiap orang yang mendengar bunyi kata-kata Kristus sendiri itu, tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu kepadanya (Why. 22:18-19). Mengenai larangan untuk tidak menambahkan sesuatu: bukankah hal itu menyiratkan bahwa apa yang telah dikatakan oleh Bapa dan Anak dan Roh Kudus sudah cukup banyak, sehingga tidak perlu ditambah lagi? Allah telah selesai berbicara di dalam Anak-Nya. Sungguh menarik bahwa ayat ini bukan saja tertulis pada akhir Kitab Wahyu, tetapi juga pada akhir Alkitab, sebagaimana kita menerimanya.

Kata-kata nubuat itu telah dicatat dan adalah tetap Firman yang bersifat nubuat. Begitu eratnya hubungan Firman dan Kitab Suci.

Keduanya tidak mungkin dipisahkan, itulah yang ditegaskan oleh Nabi Yohanes kepada setiap orang yang mendengar kata-kata nubuat kitab ini dibacakan.

Kitab-kitab tulisan para rasul dalam Perjanjian Baru diakhiri dengan sebuah nubuat. Yohanes didukung oleh para nabi besar seperti Yesaya dan Yehezkiel, Daniel dan Zakharia. Kitab yang ditulis oleh Yohanes itu letaknya di tingkat yang sama tingginya dengan kitab-kitab nubuat Perjanjian Lama. Hal itu kedengarannya kurang abstrak ketimbang perkataan: ”penutup kanon”. Dalam Perjanjian Baru, Yohanes adalah seorang nabi yang unik karena segala yang dinyatakan Kristus kepadanya itu begitu banyak sehingga membentuk sebuah kitab tersendiri dalam Alkitab. Pada saat yang sama, saya terkesan melihat bahwa malaikat yang menjadi perantara dalam wahyu itu, pada akhirnya mengatakan kepada Yohanes, ”Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudara seimanmu, para nabi” (Why. 22:9).

Yohanes yang sama itu, berdiri dalam deretan para nabi lainnya, yang telah diberikan oleh Tuhan, melalui Roh-Nya, kepada gereja Perjanjian Baru.

Yesus Kristus berdiri di antara para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Dia adalah sosok yang mengesankan, Anak Manusia yang adalah juga firman Allah. Dialah yang mengutus para rasul yang telah menyaksikan segala firman dan karya-Nya, untuk memberitakannya. Dialah juga yang telah memberikan karunia bernubuat kepada gereja-Nya. Sebagaimana para nabi Perjanjian Lama tampil sesudah hukum Taurat, begitulah juga para nabi Perjanjian Baru tampil sesudah Injil dan pengajaran Kristus serta pengajaran para rasul-Nya.

Penyataan, Kitab Suci, dan Firman

Namun, makna apakah yang masih dimiliki nubuat dalam gereja masa kini? Keterangan di atas tadi menunjukkan dengan tegas: orang Kristen tidak boleh beranggapan bahwa pada masa kini kita masih dapat menerima nubuat yang setingkat dengan Kitab Suci.

Jadi, dia tidak boleh juga beranggapan bahwa nubuat seperti itu dapat melengkapi Alkitab. Kita mengakui bahwa kanon sudah ditutup, dan bahwa dalam Alkitab tidak ada kitab tambahan lagi yang memiliki wewenang yang sama seperti yang lain. Itu bukan rumusan yang mati, melainkan kepercayaan pada cara kerja Allah melalui hamba-hamba Tuhan Yesus Kristus. Meskipun begitu, pertanyaan ini masih tetap belum terjawab: apakah nubuat tetap terbatas pada gereja rasuli? Dan: bagaimanakah karunia bernubuat itu terjadi di dalam jemaat? Bukankah berkat doa Tuhan, maka Roh telah dicurahkan supaya ”anak-anak lelaki dan perempuan akan bernubuat”? Ya, memang benar, tetapi sebaiknya kita menyadari lebih dahulu bahwa: Alkitab sebagai penyataan Allah-Bapa dan Anak dan Roh-adalah yang paling unggul. Alkitab adalah firman Allah sepenuhnya dan selengkapnya. Dan setiap nubuat yang dijumpai pada masa kini harus diuji dengan Alkitab itu, mengenai isi dan juga haknya untuk berbicara.

Pengakuan bahwa kanon (kitab-kitab Alkitab yang telah disetujui) telah ditutup, terarah pada Firman yang telah ditulis. Penulisan Firman itu telah diperintahkan oleh Allah sendiri kepada para nabi dan para rasul. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa Allah tidak lagi menyatakan diri-Nya kepada gereja Kristen! Meskipun di dalam Kristus, Allah telah memberikan penyataan diri yang paling lengkap kepada dunia ini. Ketika Firman menjadi daging, Allah telah menyatakan diriNya di dalam Anak. Dan penyataan itulah yang-mengenai isinya- sudah lengkap dan cukup. Kita tidak mengharapkan bahwa Allah Tritunggal akan menyatakan Diri-Nya dengan cara yang berbeda dengan cara kita boleh mengenal Dia selama ini. Namun, Dia masih saja menyatakan diri-Nya. Itulah inti bab ini: pada masa kininubuat-nubuat ialah ibadah kepada Firman yang hidup.

Marilah kita sejenak merenungkan penyataan diri Allah di dalam Kitab Suci. Apakah itu sudah termasuk masa lalu? Ada orang-orang yang beranggapan bahwa pada hakikatnya isi Alkitab itu mati.

Namun, menurut mereka, Roh hidup! Ataukah Allah masih tetap menyatakan diri-Nya-secara aktif dan aktual-melalui Firman (Alkitab) yang telah kita terima? Apa yang telah dinyatakan Allah kepada Israel, di dalam Kristus dan Roh, masih tetap merupakan Firman yang hidup. Firman itu tidak terkunci dalam huruf-huruf kitab yang kita sebut Alkitab.

Kitab-kitab di dalam Alkitab penuh berisi Firman yang hidup. Kata-kata di dalamnya seakan-akan bergelora, penuh semangat, penuh kehidupan kekal, penuh kehidupan Ilahi!

Dan kita mendengarnya setiap kali firman Allah dibacakan dan diperdengarkan isinya. Kristus sendiri adalah Air Hidup, yang dapat menjadi mata air di dalam diri kita, yang terus-menerus memancar sampai pada hidup yang kekal (Yoh. 4:14).

Allah yang adalah Bapa bagi ciptaan yang sudah binasa, masih terus menyatakan diri-Nya di dalam Anak-Nya. Kristus masih saja banyak berbicara dalam kata-kata dan karya-Nya, sebabkata-kata-Nya penuh kehidupan. Roh Kudus masih tetap memenuhi Kitab Suci, sehingga kalau Kitab itu dibacakan dan diucapkan, Firman Allah sungguh-sungguh terdengar. Maka terjadi mukjizat: ada orang-orang yang dilahirkan kembali, ”bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, melalui firman Allah, yang hidup dan yang kekal”. Lagi-lagi itu adalah firman Allah yang diucapkan kepada Yesaya, firman yang ternyata hidup (Yes. 40:6-8). Itulah firman Tuhan yang tetap hidup untuk selamalamanya, demikian bunyi tulisan Petrus. Dan dia menyimpulkan, ”Firman inilah Injil yang diberitakan kepada kamu” (1Ptr. 1: 23-25). Dalam pemberitaannya itu, Injil hidup dan menghasilkan hidup yang baru dalam hati dan kehidupan manusia.

Kita perlu saling menghubungkan karisma nubuat dengan Firman yang hidup serta Kitab-kitab Suci yang kaya roh. Kalau tidak ada penyataan baru (yang belum dikenal) tentang Allah sendiri, maka itu tidak berarti bahwa Allah tidak terus-menerus menyatakan diri kembali. Pengetahuan tentang nama Bapa sudah sangat kaya, sehingga mampu untuk meyakinkan manusia setiap kali. Dalam setiap zaman yang baru Yesus Kristus memberi kesaksian bahwa dia adalah Tuhan.

Dan pengetahuan itu dikembangkan oleh Roh di dalam nubuat, sehingga meresap ke dalam seluruh iman jemaat.

Dapatkah ketiga ciri khas dari nubuat alkitabiah itu kita terapkan pada masa kini?

1. Wawasan mengenai firman Allah bertumbuh setiap kali Kitab-kitab Suci dibuka dan Firman rasuli dijelaskan. Hal itu selalu terjadi, meskipun zaman dan budaya terus berubah-ubah.
2. Pemahaman mengenai realitas Allah mulai terbuka, sehingga jemaat dapat melihat dimensi-dimensi perjuangan rohani untuk menaklukkan hati manusia. Itu terjadi dalam sutuasi yang aktual, setiap kali terbit hari yang baru.
3. Pandangan terhadap jalan yang dilalui Roh dengan gereja di dunia ini membangkitkan pengharapan akan pertobatan banyak orang, juga akan kedatangan kembali Kristus, dan akan pembaruan bumi yang teramat sangat kita rindukan.

Nubuat Pribadi

Kalau kita tidak menantikan datangnya penyataan diri yang baru dari Allah, apakah tidak dapat terjadi pengungkapan mengenai kejadian-kejadian yang pribadi atau bahkan kejadian yang lebih penting lagi? Sebuah contoh alkitabiah ialah pemberitahuan Agabus tentang penangkapan Paulus dan nubuat tentang datangnya masa kelaparan. Meskipun demikian, saya berpikir, contoh itu ialah mengenai seorang rasul Tuhan, pada zaman yang genting. Barangkali itulah yang dimaksudkan Paulus ketika ia menulis, ”Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah...” (1Kor. 14:26). Dalam pertemuan jemaat, para nabi jemaat-jemaat pertama tampil ke dapan, dan berbicara oleh Roh.

1. Dalam hal itu Roh dapat mengaruniakan wawasan yang telah diperdalam mengenai makna Firman, yang diarahkan pada aktualitas. Juga aktualitas di jalan hidup pribadi seseorang.
2. Dalam hal itu Roh dapat memberikan pemahaman mengenai pimpinan Alah, dan memperlihatkan secuil dari rencana-Nya. Juga rencana untuk kehidupan pribadi seseorang.
3. Dalam hal itu Roh dapat memberikan pandangan, sehingga jemaat mulai menyadari dengan segar mengenai tempatnya di dunia ini.

Roh dapat juga melakukannya dengan melibatkan orang-orang lain.

Kita pernah mendengar berita tentang dunia Muslim dan tentang orang Muslim yang bertobat kepada Kristus sesudah menerima penglihatan dalam mimpi. Itu sungguh indah, sama indahnya seperti contoh mengenai penghiburan pribadi yang kita telah ceritakan pada awal bab ini.

Masih pada masa kini ada peristiwa-peristiwa yang mirip dengan pertobatan pejabat tinggi istana Etiopia. Hanya dalam hal itu Filipus yang menjadi penunjuk jalan yang diperlukannya. Di mana ada orang yang mendengar suara surgawilah yang mengajarnya mengenal jalan Kristus. Peristiwa yang mirip juga dengan apa yang diterima Saulus untuk menjadi utusan Yesus. Yesus, yang tidak berubah kemarin dan besok, juga menentukan jalan hidup kita. Dia dapat menunjukkan arah hidup itu dengan segala macam cara. Namun, apakah hal yang ajaib itu juga terjadi dengan orang yang sudah dikelilingi oleh penyataan pribadi Allah di dalam Firman? Atau hanya untuk orang dari luar, atau dari agama yang lain?

Kadang-kadang seorang Kristen merasa yakin bahwa Allah menyatakan diri dalam mimpi kepadanya. Misalnya menyuruh dia berhenti dari pekerjaannya, lalu bekerja dalam penginjilan. Apakah itu nubuat? Sesuatu harus diuji lebih dahulu sebelum diakui sebagai nubuat yang sebenarnya. Kalau seorang beranggapan bahwa Roh Allah menunjukkan suatu arah kepadanya, maka tidak dengan sendirinya hal itu disebut nubuat. Untuk itu roh manusia terlalu rentan berbuat kesalahan. Apa yang kudambakan dengan amat sangat, dapat bercampur dengan dorongan untuk bertindak secara tidak sehat.

Nubuat yang sesungguhnya, tidak juga terarah kepada diri pribadi, melainkan harus terarah kepada jemaat Kristus. Sebab itu panggilan batiniah harus selalu dikukuhkan oleh pengujian.

Menurut Kitab Suci, panggilan yang konkret selalu datang dari luar diri Anda sendiri, menuju Anda. Namun, berkat pertolongan Roh, dapat juga tumbuh keyakinan batiniah, misalnya keyakinan mengenai panggilan supaya melayani Injil. Hanya, ada juga kemungkinan bahwa panggilan batiniah itu sebagian saja benar. Seorang dapat menjadi bingung karena mencampurkan keinginannya sendiri dengan jalan Allah. Keinginan Anda sendiri dapat mendesak keluar melaluimimpi-mimpi yang aneh. Sebab itu saya selalu mengatakan: panggilan batiniah harus diuji dan dikukuhkan oleh pihak lain-yaitu jemaat. Dan pada titik itu, orang lain, dan bukan Anda, dapat menerima wawasan yang berhubungan dengan diri Anda. Selanjutnya wawasan itu dapat juga ditimbang. Dan yang menimbang ialah jemaat yang pada akhirnya dapat memanggil Anda untuk melakukan tugas yang konkret. Bacalah juga apa yang tertulis dalam paragraf yang berikut tentang karunia membedakan roh-roh. Roh manusia gampang berbuat kesalahan dan harus dapat menjalani dengan baik ujian oleh Firman dan jemaat.

Marilah kita sejenak kembali pada Perjanjian Baru. Bukankah prosedur tadi juga dilakukan dalam penunjukan para pemberita Injil?

Rohlah yang (melalui mulut seorang nabi) berkata, ”Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka” (Kis. 13:2). Rohlah yang berbicara kepada jemaat yang sedang menghadiri perkumpulan doa. Doa mereka terarah pada kepentingan Injil. Di dalam jemaatlah panggilan itu diucapkan sehingga menjadi konkret. Dan orang yang terpanggil itu diutus dari dalam jemaat, diiringi dengan doa dan puasa. Ya, dan baru sesudah itu tertulis, ”Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke...” (Kis. 13:4). Nubuat itu datang dari luar kedua orang itu. Mengenai panggilan batiniah, hanya dalam kasus Saulus, hal itu telah disebut dalam Alkitab. Roh berbicara di dalam jemaat, sebagai jawaban atas doa yang dinaikkan bersama-sama. Dengan demikian panggilan itu dikukuhkan.

Nubuat Tidak Lepas dari Kesalahan

Setiap nubuat harus diuji. Gunanya ialah untuk menyaringnya supaya menghindari adanya nubuat yang palsu, dan untuk mengetahui nubuat manakah yang berisi kebenaran. Pesan para rasul berisi wewenang dan harus langsung dipercaya. Sedangkan kata-kata para nabi harus diuji. Paulus menggambarkannya demikian: ”Roh nabi takluk kepada nabi-nabi” (1Kor. 14:32). Roh, dengan mana setiap nabi berbicara, harus dinilai oleh para nabi secara bersama-sama.

Roh Kudus bekerja dalam roh kita. Namun, kehidupan rohani kita tidak pernah sama benar dengan Roh Kudus. Sebab itu: roh-roh para nabi takluk kepada (penilaian oleh) para nabi yang lain. Barang siapa yang diperkenankan bernubuat, dipenuhi oleh Roh, tetapi dia harus berbicara dengan ”hikmat”, dan harus juga dapat berdiam diri. ”Tentang nabi-nabi-baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan” (1Kor. 14:29).

Apakah makna anggapan itu? Pesan nabi itu harus ditimbang: apakah dia benar-benar berbicara atas nama Allah atau berdasarkan visinya sendiri? Ketika Paulus menyebutkan berbagai karunia dalam jemaat, dia menulis: ”kepada yang seorang, Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan”.

Jadi, pengajaran dipisahkan dari hikmat. ”Kepada yang seorang, Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan”. Penyembuhan dilakukan untuk orang lain, sedang keleluasaan untuk beriman adalah bagi diri Anda sendiri. ”Kepada yang seorang, Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mukjizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh” (1Kor. 12:8-10). Jadi, dalam penyebutan deretan karunia-karunia itu, tidaklah secara kebetulan bahwa karunia bernubuat didukung oleh karunia untuk menilai apakah pesan itu berasal dari Roh Kudus atau tidak! Kedua hal itu merupakan pasangan kembar yang tidak dapat dipisahkan: nubuat dan penilaiannya (atau membedakan roh-roh).

Tampaknya nubuat dalam Alkitab tidak mungkin diperoleh terlepas dari jemaat. Nubuat itu selalu terarah pada keselamatan gereja dan pada kehidupan berdasarkan Injil. Sebab itu juga nubuat yang telah diucapkan oleh seorang yang beriman, tidak mungkin lepas dari kesalahan. Seperti juga semua karunia, nubuat itu harus bersifat melayani di dalam kasih. Sebuah karisma (karunia anugerah) selalu merupakan juga unsur diakonia (pelayanan), yaitu sumbangan kepada keseluruhan jemaat.

Rasul Paulus juga menulis: ”Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita” (Rm. 12:6). Ayat itu kadang-kadang dipahami sebagai kriteria untuk menilai nubuat: ”sesuai analogi iman kita”. Maksudnya, nubuat itu harus sesuai dengan iman yang telah dinyatakan dan diakui. Ayat itu dapat juga dijelaskan secara berbeda: Paulus memberitahukan kepada nabi bahwa dia harus melayani iman yang dianut jemaat.

”Iman” ialah bidang yang menjadi tujuan pesan-pesannya. Kepada jemaatlah kepercayaan kepada Yesus Kristus telah dianugerahkan.

Dan untuk membangun kepercayaan itu telah diberikan juga fungsi nubuat kepada jemaat. Jadi, karunia nubuat bukanlah bintang jasa untuk beberapa orang percaya, melainkan sebuah fungsi yang mutlak dibutuhkan di dalam tubuh gereja, dan harus beranalogi pada harta iman yang sudah ada. Jadi, nubuat ialah perkataan Roh, yang berguna untuk membangun iman perorangan dan iman bersama. Para kaum reformasi dalam abad ke-16 telah memahami karunia nubuat sebagai penjelasan Kitab Suci dan penerapannya terhadap aktualitas gereja. Kedua-duanya, yaitu penjelasan dan konkretisasinya, telah dialami sebagai karunia yang langsung dari Allah. Namun, mereka menentang pendapat bahwa ada penyataan-penyataan baru oleh orang-orang percaya yang fanatik, lepas dari Firman yang tertulis.

Akan tetapi, meskipun mereka tidak percaya akan datangnya nubuat-nubuat yang konkret, mereka mengakui juga kekuatan Firman untuk memberi pesan-pesan baru pada kenyataan yang ada. Dalam nubuat tampak bahwa Firman itu hidup (dan tidak mati)! Melalui karya Roh dalam pelayanan Firman, maka jemaat, juga orang-orang percaya maupun tidak percaya, diberi pesan.

Dalam kerelaannya untuk melayani Injil, jemaat dinasihati mengenai gaya hidupnya di dunia ini. Paulus menulis kepada jemaat di Tesalonika antara lain sebagai berikut, ”Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat” (1Tes. 5:19,20).

Roh dan nubuat membantu gereja supaya menguji segala sesuatu yang datang kepadanya, dan supaya, dengan demikian, mereka dapat memegang yang baik dan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (1Tes. 5:21-22). Jadi, nubuat adalah sebuah karunia Roh yang menerangi dunia kehidupan gereja dan membantunya untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat. Jadi, yang penting ialah gaya kehidupan jemaat Kristen, dalam penolakannya terhadap jalan-jalan yang jahat. Roh di dalam hati orang-orang percaya tidak boleh dipadamkan, sebab nantinya yang tinggal hanyalah gaya kehidupan yang kelam. Roh yang dipadamkan tidak memberi inspirasi supaya manusia menjalani hidup yang suci! Karunia nubuat tidak boleh dianggap rendah, sebab dengan karunia itu Roh mau membantu agar kita memahami kehendak Allah bagi kepentingan kehidupan yang konkret. Janganlah padamkan Roh itu!

Roh bukan saja berbicara kepada jemaat, tetapi juga kepada orang yang tidak percaya. Apakah mungkin hal itu menjadi bagian dari nubuat, yaitu bahwa Injil ingin menyentuh hati seorang pendengar yang belum percaya? Dalam penyebutan sederetan karunia Roh, kita menjumpai juga karunia ”untuk membedakan bermacam-macam roh” (1Kor. 12:10), yaitu untuk membedakan apa yang benar-benar berasal dari Roh dan yang tidak. Sering hal itu dipahami sebagai: membedakan di dalam dunia roh, apa yang berasal dari Roh dan apa yang berasal dari yang jahat. Namun, itu bisa juga bersifat lebih pribadi: membedakan apa yang hidup dalam roh manusia, apa yang hidup dalam dirimu sendiri, yaitu apa yang tampak dari kata-kata Anda. Dalam 1 Korintus 14, Paulus berbicara tentang seorang yang belum percaya, yang mengunjungi persekutuan jemaat. Kalau dia mendengarpuji-pujian dalam bahasa ajaib atau bahasa yang tidak dikenalnya, maka hatinya tidak akan tersentuh. Sebab itu Paulus menulis:

Kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua... ” Dalam bahasa Yunani, diselidiki berhubungan erat dengan membedakan, menilai. Apabila Roh mengaruniakannya, maka melalui wawasan mengenai nubuat, hati orang yang tidak beriman dapat tersentuh, sehingga segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku, ”Sungguh, Allah ada ditengah-tengah kamu” (1Kor. 14:24, 25). Nubuat Perjanjian Baru menerangi iman dalam jemaat, juga bagi pengunjung yang secara radikal ditegur mengenai ketidakpercayaannya.

Karunia Nubuat: Sederhana dan Tidak Berkesudahan

Sosok-sosok para rasul dan nabi tidak kita kenal dalam rangka jabatan-jabatan jemaat masa kini. Meskipun demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa nubuat sebagai karisma tidak lagi diberikan kepada gereja. Namun, Paulus melihat perbedaan besar antara kasih dan karunia-karunia Roh, dalam hal ini nubuat, ”Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir...” (1Kor. 13:8).

- Itu dapat berarti bahwa nubuat akan hilang dalam perjalanan waktu. Sering ditarik kesimpulan dari ayat ini bahwakarunia-karunia Roh yang luar biasa secara bertahap akan hilang sesudah zaman para rasul.
- Ayat ini dapat juga berarti bahwa karunia nubuat menghilang setelah ”yang sempurna” datang, yaitu dalam kerajaan yang sempurna. Dalam 1 Korintus 13 Paulus membandingkan cara kita melihat yang terbatas sekarang ini dengan pemahaman kita yang lengkap nantinya (1Kor. 13:12). Kalau yang sempurna datang, akan berakhirlah keterbatasan pengenalan kita, maka ”aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.

Dan itulah yang menyebabkan saya lebih menyukai penjelasan yang kedua. Rasul Paulus menggolongkan nubuat, berbicara bahasa roh, dan pengetahuan, dalam dunia yang fana. Dibandingkan dengan apa yang sempurna, semua itu masih terbatas dan tidak sempurna.

Namun, dalam dunia yang fana ini, karunia-karunia Roh adalah hadiah yang kuat. Menurut saya, dalam Alkitab sendiri tidak terdapat alasan untuk mengatakan bahwa karunia nubuat (sebagaimana diterangkan di atas) hanya terdapat di gereja yang mula-mula. Yang memang benar ialah seperti halnya pengetahuan kita tidak lengkap, demikian juga nubuat kita tidak sempurna (1Kor. 13:9). Hal itu menggarisbawahi apa yang lebih dahulu telah kita lihat, yaitu bahwa setiap pesan yang mengandung nubuat harus sesuai dengan Firman dan iman yang telah diterima jemaat.

Karunia bernubuat merupakan karunia yang sederhana dalam jemaat. Sebab apakah isi yang baru di dalam nubuat, sejakkitab-kitab yang ditulis oleh para pemberita Injil, para rasul dan para nabi dari Perjanjian Baru sudah berisi Firman yang hidup? Nubuat seperti yang terjadi dalam persekutuan-persekutuan jemaat di Korintus, tidak memberi sumbangan pada pembentukan Kitab-kitab Suci.

Nubuat dalam Kitab Wahyu ada pada tingkat yang lebih tinggi dan luas: wahyu itu diterima langsung melalui Roh dalam bentuk penglihatan-penglihatan yang diterima di luar persekutuan jemaat dan yang tidak pula takluk pada pengujian oleh jemaat. Hanya Yohanes, penulisnya, yang disebut nabi; tidak ada seorang lain dari para penulis kitab-kitab atau surat-surat Perjanjian Baru yang juga diberikan gelar itu.

Hal itu membenarkan kesimpulan bahwa: nubuat dalam jemaat Perjanjian Baru tidak memberi sumbangan pada penulisan Firman di dalam Kitab-kitab Suci. Sebab itu, pada zaman sekarang, nubuat tidak pernah boleh ditempatkan di atas Firman, ataupun dipisahkan dari Firman.

Menurut saya, kesimpulan itu harus dipegang dalam usaha kita mencari kemungkinan adanya nubuat pada zaman sekarang, sambil menjaga jangan sampai pembicaraan kita berada pada tingkat Alkitab sebagai penyataan. Tidak seorang Kristen pun boleh mengatakan bahwa kita boleh menantikan penyataan atau pengetahuan yang baru, yang ternyata merupakan tambahan pada Alkitab. Pada akhir Alkitab tidak terdapat sebuah kitab (Wahyu) melainkan Yesus Kristus, Tuhan yang Mahamulia, yang berdiri di depan jemaat-jemaat-Nya! Dia memperkenalkan Diri, sampai pada hari ini.

Bentuk-bentuk Nubuat pada Zaman Ini

Apakah yang sekarang ini dapat disebut sebuah nubuat secara konkret di dalam jemaat? Saya melihat aspek-aspek berikut ini pada apa yang pada zaman ini bisa disebut nubuat.

1. Pertama, nubuat ialah reaksi yang mendalam terhadap keselamatan

yang telah diberitakan. Reaksi itu dapat ditunjukkan dengan cara berbicara dan bersaksi, berdoa dan bernyanyi. Roh Kudus dapat begitu memperdalam pemahaman kita tentang anugerah, sehingga wawasan kita berkembang dengan subur. Sesudah pencurahan Roh Kudus, sering orang berbicara dengan memujimuji Allah. Dengan suara nyaring dan di depan umum, secara spontan dan penuh keberanian. Dalam hal itu ungkapan puji-pujian letaknya sangat berdekatan dengan nubuat (yang diucapkan dalam bahasa Aram, Yunani, ataupun Indonesia yang dapat dimengerti). Kalau kita mengikuti garis Pentakosta dalam Kitab Kisah Para Rasul, kita menjumpai pelebaran dasar sungai yang dialiri oleh Roh Kudus, yaitu di rumah Kornelius, warga Roma itu. Ketika Roh dicurahkan di situ, maka menurut Alkitab,orang-orang yang telah percaya itu ”berkata-kata dalam bahasa lidah dan memuliakan Allah.” (Kis. 10:46). Ketika kemudian hari Paulus mendapati di Efesus beberapa murid yang belum mendengar tentang Roh Kudus, dan kemudian mereka diajari serta dibaptis oleh rasul, maka Alkitab mencatat bahwa mereka mulai berkatakata dalam bahasa lidah dan bernubuat (Kis. 19:6). Tidak mustahil bahwa yang dimaksudkan Paulus ialah semacam nyanyian jemaat ketika ia menulis dalam 1 Korintus 11 tentang orang-oranglaki-laki dan perempuan yang bernubuat dalam persekutuan jemaat (1Kor.11:4-5).

2. Selanjutnya, bernubuat ialah: melihat penggenapan janji-janji Allah. Pada hari Pentakosta Petrus menerima wawasan mengenai nubuat, sehingga dia mampu menjelaskan puji-pujian yang begitu nyaring diucapkan oleh banyak murid Yesus pada hari Pentakosta itu, berdasarkan nubuat Nabi Yoel. Karena bisikan Roh Kudus dia tahu: inilah penggenapan janji Allah yang diberikan berabad-abad yang lalu! ”Maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan pemuda-pemudimu akan mendapatpenglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi” (Kis. 2:17). Ternyata firman Allah tersebut masih segar dan hidup.

Puji-pujian yang memuliakan karya agung Allah di dalam Kristus adalah awal dari penggenapan itu. Petrus diperkenankan untuk menunjukkan dan menjelaskannya seperti itu. Demikianlah gereja dan para anggotanya mendapat bahan yang berlimpahlimpah untuk berbicara secara bernubuat, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, tentang penggenapan janji-janji Allah.

3. Nubuat ialah juga penunjukan arah untuk kehidupan kristiani di dunia ini. Kita ini menghadapi banyak pertanyaan baru mengenai perkara-perkara etika dan gaya hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang pada zaman alkitabiah belum pernah muncul atau dijawab.

Misalnya, pertanyaan tentang perkembangan di dunia medis.

Pertanyaan di sekitar awal hidup yang baru, pertanyaan tentang pergaulan dengan kehidupan yang sudah cacat, dankeputusan-keputusan yang diambil pada detik-detik terakhir suatu kehidupan.

Selain itu, dunia kehidupan di sekitar kita senantiasa berubahubah. Bagaimanakah kita harus menangani segala kesempatan dan godaan yang ditawarkan kepada kita, misalnya melalui internet?

Untuk itu kita memerlukan Roh Allah untuk memberi terang dan wawasan supaya kita dapat memutuskan dalam iman. Saya tahu itu dari 1 Tesalonika 5, di mana Paulus menulis, ”Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.”

Lalu dia menambahkan, ”Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes. 5: 19-22). Hal itu menunjukkan wawasan mengenai gaya hidup kristiani oleh cahaya Roh. Gereja juga berbicara secara bernubuat, bilamana ditanggapinya masalah-masalah rumit yang kita hadapi di dalam masyarakat, di bidang politik, di bidang etika, ekonomi, ekologi, dan sebagainya. Pemberitaan Injil di depan umum dan desakan supaya berpaling kembali kepada Sang Pencipta adalah aspek-aspek nubuat gereja di dunia ini.

4. Pada skala yang lebih kecil dari kehidupan pribadi, ada kalanya sebuah kata yang memberi arah, boleh disebut ”nubuat” sesudah

penggenapannya. Khususnya kalau kata-kata itu berhubungan dengan panggilan dan pemberian nasihat dalam pelayanan Injil.

Contoh: tentang pendeta saya dahulu itu, yang melihat kalimat penghiburan dari Allah yang tertera di langit, nah, bagi dia pribadi, pesan itu adalah firman Allah yang berisi penghiburan besar pada saat yang ngeri itu. Demikianlah banyakanak-anak Allah mendapat pengalaman yang serupa, di mana Roh mengingatkan mereka kembali pada sebuah kata alkitabiah, dan dengan cara itu ikut campur dalam kehidupan mereka.

Tambahan untuk semuanya itu, kita harus selalu bersikap waspada terhadap nubuat yang palsu. Mungkin saja sumbernya tidak murni. Roh ingin tinggal di dalam hati orang yang beriman.

Namun, pikiran dan perasaan kita tidak selalu murni. Ada yang bertanya: pikiran dan gambaran apakah yang timbul di dalam hati sewaktu kita menaikkan doa syafaat? Kalau aku memusatkan segala pikiranku, maka selalu ada gambaran yang muncul. Akan tetapi, apakah makna pikiranku itu bagi orang yang sedang kudoakan?

Sebuah gambaran selalu bisa ditafsirkan dengan beberapa cara. Dan itu mengukuhkan nasihat supaya segala-galanya harus diuji pada Firman yang tertulis. Dan supaya di jalan itu kita takluk dengan sepenuh hati kepada Roh nubuat.

Kita tidak biasa melihat karunia nubuat itu dikonsentrasikan di dalam gereja sebagai fungsi tetap. Karismanya tidak menyelimuti diri dengan satu jabatan. Hal itu sesuai dengan penggenapan nubuat pada hari Pentakosta, ”Anak-anakmu lelaki dan perempuan akan bernubuat!” Maka, marilah kita dalam keluasan jemaat, dengan berani menelusuri jejak-jejak nubuat. Saya melihatnya dibidang-bidang yang berikut:

- Dalam pelayanan Firman, antara lain dalam tugas membaca Firman di depan umum, menjelaskan Kitab Suci, dan juga menerapkannya secara aktual pada kehidupan jemaat di dunia ini. Siapa yang diperkenankan berbicara banyak berdasarkan Kitab Suci, harus banyak berdoa supaya mendapatkan keberanian dan hikmat untuk bernubuat secara tepat.
- Dalam pembicaraan penggembalaan pribadi, di mana roh manusia ditempatkan dalam terang Roh, dan didesak supaya bertobat, yaitu dalam kunjungan rumah atau dalam relasi biasa antarsaudara-saudari.
- Dalam pemberitaan Injil kepada para pendengar yang bertobat, dan dalam konfrontasi dengan hati yang tidak percaya.
- Dalam pengucapan puji-pujian dengan semangat, untuk memuliakan karya agung Allah di dalam Yesus Kristus, maka Roh nubuat berbicara. Dengan demikian, sebuah nyanyian yang baru, yang diberi bentuk sajak dan diiringi musik yang merdu, dapat memperdengarkan aspek-aspek Injil sebagai hal yang baru.

Demikianlah janji yang dahulu kala diberikan oleh Allah Israel masih segar dan hidup pada hari Pentakosta: ”Anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat.” Paulus memberi nasihat ini kepada jemaat di Korintus: ”Berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat.” Dengan demikian kita boleh saling mendorong semangat supaya dipenuhi oleh Firman, dan di jalan itu menjadi penuh dengan Roh nubuat. Semakin kita diresapi oleh ajaran sehat Kitab Suci, semakin kuat kita menyadari bahwa Firman itu hidup. Dan semakin kita merasa bahwa Allah yang disebut Bapa oleh Tuhan Yesus Kristus akan membuat firman-Nya hidup di dalam jemaat. Paulus menulis: ”Hendaklah perkataan Kristus tinggal dengan limpahnya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu” (Kol. 3:16). Dalam jemaat seperti itu Roh nubuat makin kuat.

Pertanyaan-pertanyaan untuk Dibahas

1. Apakah makna bagi pembacaan Alkitab kita, kalau kita bertitik tolak dari kenyataan bahwa yang kita baca itu ialah firman Allah? Apakah kita harus mengatakan bahwa Allah telah menyatakan diri di dalam Kitab Suci pada masa lalu atau bahwa Dia sedang menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab itu pada masa kini?
2. Paulus menulis: ”Berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat” (1Kor. 14:1). Bagaimana kita dapat berusaha memperoleh sesuatu yang adalah karunia Roh, yang melebihi kuasa kita? Haruskah kita hanya memohon karunia itu atau apakah setiap orang Kristen sudah memiliki sesuatu dari karunia itu, misalnya karena pengenalannya akan Firman?
3. Bagaimana kita mengetahui apakah dalam pemberitaan Firman oleh pendeta, ada nubuat yang terdengar? Siapakah dalam hal ini bertugas untuk melakukan pengujian untuk menilai apakah yang diberitakan itu benar-benar sesuai dengan firman Allah?
4. Kapankah seorang pemimpin kebaktian, yang dalam melayani Firman sedang menerapkan Injil pada situasi konkret, boleh mengatakan: ”Demikianlah firman Tuhan”?
5. Bagaimana seorang Kristen harus menyikapi mimpi-mimpi atau ilham-ilham yang mengatakan sesuatu tentang panggilan Allah di jalan hidup kita? Apakah keyakinan pribadi sudah cukup?
6. Pernahkah Anda mengalami juga bahwa selagi Anda mendengarkan dengan intensif pembacaan Firman, ataupuji-pujian yang memuliakan Firman itu, timbul wawasan-wawasan yang baru dalam hati Anda?
7. Bolehkah kita menyebutnya nubuat, apabila dalam pembicaraan dengan sesama kita yang belum percaya, diucapkan kata-kata dari Allah yang menyentuh hatinya? (bdk. Luk. 21:13-15).

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Henk ten Brinke, J.W. Maris, dkk.
  3. ISBN:
    978-602-0904-68-9
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak, 2006
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas