2. ALLAH YANG HIDUP

Ada orang-orang yang dapat memberi kesaksian ini: ”Jiwaku haus kepada Allah” (Mzm 42:3).

Dalam Mazmur 27 mereka membaca ayat-ayat yang sungguh menyentuh hati mereka: ”Hatiku mengikuti firman-Mu: ’Carilah wajah-Ku’; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku,...” (ayat 27:8-9).

Tetapi mereka tidak merasakan bahwa atas seruan itu wajah Allah menyinari mereka penuh kasih. Rasa haus kepada Allah tidak dipuaskan. Mengapa demikian?

Allah yang benar

Pertanyaan pertama yang harus mereka ajukan kepada diri sendiri ialah: Betulkah saya berseru kepada Allah? Allah yang benar? Atau, telah terjeratkah saya dalam jaringan Iblis? Ada orang-orang yang betul-betul masih percaya bahwa ada ”Sesuatu”. Suatu kuasa yang le bih ting gi, yang memerintah. Tetapi siapakah yang dapat berseru kepa da kuasa yang tidak kelihatan itu, lalu merasakan damai sejahtera?

Ada juga orang-orang yang yakin bahwa ada makhluk tertinggi. Semua makhluk mereka susun secara berurut: tanam an, binatang, manusia, roh-roh.... Makin lama makin tinggi. Dan pada puncaknya mereka mengkhayalkan suatu makhluk yang paling tinggi. Itulah allah mereka. Tetapi makhluk seperti itu, juga makhluk yang paling tinggi, adalah terbatas.

Allah bukan ”kuasa yang lebih tinggi”. Dia juga bukan ”makhluk tertinggi”, yang bisa disusun bersama-sama semua makhluk lain. Dia adalah Allah!

Nah, janganlah kita mengira bahwa kita tidak mungkin terpengaruh oleh gagasan mengenai Allah sebagai makhluk tertinggi itu. Bukankah kita tahu bahwa itu tidak benar? Tetapi roh-roh jahat di udara tetap dapat mempengaruhi kita. Dengan cara ”Kristen”. Bagaimana caranya?

Begini: Kita disuruh berpikir tentang Allah sebagai sebuah dogma. Yakni sebuah pokok ajaran agama yang tidak boleh diragukan dan yang harus menguasai pikiran kita. Kami tidak bermaksud menjelekkan dogma. Kita tidak boleh mengejek pokok-pokok ajaran gereja, seperti yang kadang dilakukan beberapa orang, bahkan orang beriman. Kita harus tahu betul tentang dogma-dogma itu. Dan mengajarkannya kepada anak-anak kita. Juga dogma di mana gereja berbicara penuh hormat tentang Allah. Dan gereja berkewajiban memelihara ajaran itu (lih 1Tim 4:6).

Titus harus menjadi teladan mengenai kejujuran dan kesungguhan dalam ajaran (lih Tit 2:7).

Dan apakah yang diajarkan Alkitab kepada kita? Apakah yang diajarkan dogma kepada kita? Inilah ajarannya: Allah adalah Allah yang hidup.

Allah yang hidup

Begitulah Ia menyatakan diri-Nya. Dan begitu juga kita boleh mengenal dan mencintai-Nya.

Goliat dikalahkan karena ia telah mencemoohkan barisan yang di pimpin Allah yang hidup (lih 1Sam 17:36).

Daud memperkuat dirinya dalam keyakinan ini: ”Tuhan hidup” (Mzm 18:47).

Tuhan hidup bersama-sama umat-Nya: ”Dalam segala kesesakan mereka, Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka” (Yes 63:9).

Kita boleh menyapa Dia. Dia memandang dan mendengarkan:

”Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang?” (Mzm 94:9).

Kalau kita berseru kepada-Nya, hati-Nya terharu karena belas kasihan-Nya kepada kita: ”Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Masakan Aku membiarkan engkau seperti Adam, membuat engkau seperti Zeboim? Hati Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak” (Hos 11:8).

Dia sayang kepada kita: ”Seperti bapa sayang kepadaanak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Mzm 103:13).

Siapa berseru kepada-Nya, tidak berseru dalam ruang hampa.

Sebab Dia ada untuk mendengarkan kita. Kita dapat mengandalkanNya. Kita dapat lari berlindung kepada-Nya. Kita boleh berbicara kepada-Nya sesuai janji-janji-Nya.

Kita boleh membawa segala keluhan kita kepada-Nya. Segala keprihatinan, masalah, kesedihan, dan kebahagiaan kita. Semua itu boleh kita bawa kepada-Nya dan boleh kita tinggalkan pada-Nya. Dan semua itu pasti akan ditangani-Nya dengan cara terbaik.

”Mungkinkah tangan-Ku terlalu pendek untuk membebaskan atau tidak adakah kekuatan pada-Ku untuk melepaskan?” (Yes 50:2).

Hidup sesuai Kitab Suci

Untuk itu, kita harus datang kepada-Nya kepada Allah yang benar dan hidup. Jadi, supaya tidak jatuh ke dalam perangkap Iblis, kita harus mendengarkan Dia dengan sungguh-sungguh, sama seperti Dia berbicara kepada kita dalam Kitab Suci. Janganlah kita berpikir seenaknya bahwa Dia pasti (atau harus) memahami maksud kita yang baik kalau dengan kemauan sendiri kita berpaling kepada sebuah khayalan, atau kepada suatu dogma.

Sebab satu hal pasti: Allah itu pengasih. Juga dalam doadoa kita kepada-Nya, Dia tidak memperlakukan kita sesuai keku rangan kita. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita bebas berkha yal tentang diri-Nya, sesuai keinginan kita. Kita tidak boleh menyembah allah lain di hadapan wajah-Nya, allah yang kita khayal sendiri. Kita tidak boleh menyembah allah seperti itu, dan berseru kepadanya. Sebab kalau itu kita lakukan, maka doa kita akan jatuh kembali seperti batu dan menimpa diri kita sendiri.

Hanya orang yang berseru kepada Allah yang hidup, akan menjumpai telinga yang mendengar dan hati yang penuh belas kasihan!

”Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya” (Mzm 116:2).

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    H. Westerink
  3. ISBN:
    978-602-8009-43-0
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak 1997
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih