Allah mengetahui segala sesuatu. Kita tidak mungkin mengatakan sesuatu yang baru bagi-Nya. Kalau begitu, berdoa adalah sia-sia dan tidak berguna.
Dengan kesimpulan itu, Iblis memasuki hidup kita. Soalnya, Iblis sudah merasa beruntung sekali karena dapat menghalangi kita berdoa kepada Tuhan. Dan kalau Tuhan menghibur kita dengan berkata: ”Aku tahu segala sesuatu!” cepat-cepat Iblis memanfaatkan kata-kata itu untuk menjatuhkan kita ke dalam dosa: ”Kalau begitu, apa gunanya kamu berdoa?”
Memang benar: Allah tidak memerlukan laporan kita. ”Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat 6:8).
Tidak ada suatu peristiwa pun yang mengejutkan Dia. Tidak pernah Dia berkata, ”Wah, peristiwa itu tidak Kuperkirakan akan terjadi.” Atau: ”Hal itu tidak terlintas dalam pikiran-Ku.” Atau: ”Bagaimana mungkin Aku tahu hal itu akan terjadi?” Tidak pernah Dia dipaksa mengambil suatu keputusan sehingga memerlukan bantuan kita untuk berdoa bagi-Nya atau memberi informasi kepada-Nya.
Tetapi sama sekali tidak benar bahwa karena itu percuma saja kita berdoa. Bahwa karena itu, doa-doa kita sia-sia saja dan tidak ada gunanya. Sebab justru karena Dia tahu segala sesuatu, sebelum kita berdoa kepadanya, terbukalah jalan bagi kita untuk datang kepada-Nya dengan percaya sepenuhnya. Sebab sekarang kita tidak perlu, seperti seorang manajer perusahaan, meninjau keseluruhan peristiwa di dunia atau juga segala peristiwa dalam hidup kita sendiri yang kecil itu, lalu melaporkannya dari awal sampai akhir. Allah tidak tergantung dari laporan kita. Kita tidak perlu mengarahkan perhatian-Nya kepada ini atau itu.
Untung saja tidak. ”Ia menyebut nama-nama semua bintang” (Mzm 147:4). Tidak perlu seorang ahli perbintangan menjelaskan apa-apa kepada-Nya.
Untunglah Dia adalah ayah hujan, dan bapak titik-titik embun (lih Ayb 38:28). Dia mengindahkan tanah itu dan mengaruniainya kelimpahan (lih Mzm 65:10). Apakah mungkin kita mengetahui seperseribu pun dari apa yang diperlukan untuk itu? Apakah mungkin kita mengetahui cara untuk melaporkan semua itu kepada-Nya, tepat pada waktunya?
Untunglah bahwa mata-Nya mengawasi bangsa-bangsa (lih Mzm 66:7). Juga bangsa-bangsa yang belum kita kenal namanya, apalagi membawa kebutuhan mereka ke hadapan-Nya.
Untunglah bahwa Dia mengenal mereka yang berlindung kepa da-Nya (lih Nah 1:7), dan yang menjadi milik-Nya (lih 2Tim 2:19). Dia tahu di mana mereka tinggal (lih Why 2:13). Apakah tempat itu berada di sebelah sini atau di sebelah sana. Dia tahu apa yang mereka perlukan sebelum kita atau mereka sendiri berseru kepada-Nya untuk minta tolong, Dia sudah dapat memberi jawaban (lih Yes 65:24).
Dan mengenai kehidupan pribadi kita: Dialah yang membentuk buah pinggang kita, menenun kita dalam rahim ibu kita (lih Mzm 139:13). Kita tidak perlu melaporkan kepada-Nya segala proses yang, tanpa kita sadari, terjadi dalam pikiran dan tubuh kita setiap hari dan malam. Namun kita boleh yakin: rambut kepala kita pun terhitung semua nya (lih Mat 10:30). Telah tercatat di dalam buku-Nya, semua hari-hari kita yang baik maupun yang buruk, yang telah terbentuk sebe lum ada satu pun daripadanya (lih Mzm 139:16).
Sebab itu, tidak perlu kita berlagak hebat di hadapan-Nya. Tidak perlu kita berpura-pura lebih besar dan lebih kuat daripada keadaan sebenarnya. Tidak mungkin kita menyembunyikan sesuatu dari- Nya. Dan kita memang tidak perlu berbuat begitu. Tidak dapat kita menggali keluar dari parit-parit hidup kita yang gelap segala sesuatu yang berkerumun dan berkerubung di situ, tetapi itu tidak perlu. Dan kita tidak perlu menceritakannya satu per satu kepada Dia, supaya dapat berdiri dengan jujur di hadapan-Nya. Dengan tenang kita dapat pergi kepada-Nya, dan menyerahkan diri kepada-Nya: ”Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal” (Mzm 139:23-24).
Maka tahulah kita, kita aman dalam tangan-Nya. Dia memperhatikan kita dengan segala kesukaran dan kebutuhan kita. Bahkan juga segala kebutuhan yang tidak kita sadari!
Kita tidak menceritakan apa-apa yang baru kepada Allah. Dan Dia memang tidak menanyakannya. Yang Dia minta ialah hati kita (lih Ams 23:26).
Apakah berdoa itu sia-sia karena Allah mengetahui segala sesuatu? Siapa yang berpikir begitu belum memahami bahwa dalam pergaulan dengan Tuhan, doa itu sangat penting. Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan (lih 1Yoh 1:5).
Juga yang menyangkut kenyataan bahwa pada satu pihak Ia memerintahkan kita supaya mencurahkan isi hati kita kepada-Nya (lih Mzm 62:9), dan pada pihak lain, menghibur kita dengan mem beritahu bahwa Dia mengetahui segala apa yang kita perlu, sebelum kita memintanya (lih Mat 6:8). Di dalam kenyataan itu hanya ada damai sejahtera, seperti yang dikehendaki-Nya dalam ketentuan-Nya (lih Flp 4:7).