11. MEMBACA DENGAN SAKSAMA

”Yang terutama harus kamu ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (2Ptr 1:20-21).

Belum pernah para nabi, sesuai kemauannya sendiri menulis pikiran-pikiran saleh di atas kertas. Roh Kuduslah yang mendorong mereka berbuat begitu. Alkitab bukan perkataan manusia, melainkan firman Allah.

Jadi, bolehkah kita memakai Firman itu sesuai kemauan kita sendiri? Bolehkah kita memecah-mecah kesatuan Alkitab karena ingin memetik beberapa janji tertentu, tanpa membacanya dengan saksama? Tanpa memperhatikan hubungan di antaranya? Dan tanpa keseluruhan Alkitab?

Bukankah itu tertulis dalam Alkitab?

Seorang pemuda sudah bertahun-tahun sakit. Ia ingin sekali sembuh. Sebab itu ia berdoa sepenuh hati. Bukankah Tuhan Mahakuasa? Dan ada ayat dalam Injil Markus yang mengatakan: ”Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa pun yang berkata kepada gunung ini: Terangkatlah dan terbuanglah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: Apa saja yang kamu doakan dan minta, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mrk 11:23-24).

Bukankah janji itu benar-benar tertulis? Jangan bimbang!

Percayalah bahwa hal itu akan terjadi! Percayalah bahwa kita su dah menerimanya! Jadi, iman pemuda itu yang harus menanganinya. Iman itulah yang menentukan apakah ia bisa menjadi sembuh. Maka terjadilah pergumulan si sakit di tempat tidurnya, pergumulan yang diwarnai rasa putus asa dan kecewa.

Berapa banyakkah orang yang telah bergumul seperti itu dengan janji-janji tertentu? Berapa banyak orang telah berdoa dan dikecewakan? Sering karena kurang berpengetahuan, seperti misalnya orang-orang muda yang belum berpengalaman dalam bergaul dengan Alkitab. Orang-orang yang sesudah bertahun-tahun menderita karena suatu penyakit, dan berobat ke sana kemari, dan akhirnya berpaling kepada seseorang yang menyembuhkan pe nya kit lewat doa. Dan janji-janji seperti Markus 11, menjadi cemeti yang mendera mereka tanpa ampun.

Si buta harus percaya bahwa ia dapat melihat lagi. Si tuli percaya bahwa ia mendengar lagi. Asal mereka percaya teguh, maka kesem buhan itu pasti datang. Dan sementara itu, membayangbayanglah vonis ini: kalau kesembuhan tidak kunjung datang, maka jelaslah mereka tidak punya iman! Mereka tidak mendapat bagian dari janji-janji Allah. Demikianlah banyak orang meng alami krisis.

Apakah hal itu terjadi karena janji-janji Allah tidak dapat dipercaya? Bukan karena itu. Melainkan karena janji-janji itu tidak dibaca dengan saksama dan ditinjau dari sudut keseluruhan Alkitab.

Bukankah janji-janji itu sudah tertulis, pikir mereka. Tetapi ada satu hal yang tidak mereka pahami. Yaitu: tak ada satu nubuat pun dalam Alkitab membiarkan dirinya ditafsirkan begitu saja. Bahwa setiap firman Allah selalu harus dibaca dan dipahami dari sudut peng ajaran di seluruh Alkitab. Karena itu, mereka sebetulnya tidak tahu persis apa yang tertulis.

Barangkali sekarang pun masih ada orang-orang yang mengalami pergumulan seperti itu. Untuk membantu mereka, kita membaca dalam bab ini beberapa janji yang penting itu, yang dengan mudah dapat disalahmengerti.

Perbuatan ajaib dengan pohon dan gunung

Apakah gerangan pokok yang dibicarakan dalam Markus 11 dari mana pemuda yang sakit itu memetik sebuah janji? Apakah yang menjadi pokok di situ keinginan kita? Apakah di situ dibicarakan apa yang harus kita lakukan supaya keinginan kita dapat terkabul? Tidak.

Apakah yang terjadi dalam pasal itu? Tuhan Yesus telah meng utuk sebuah pohon ara. Kenapa? Karena Ia tidak menemukan buah padanya. Apakah tindakan Tuhan itu tidak aneh? Bukankah itu bukan salah pohonnya? Apakah Tuhan Yesus berperang melawan pe pohonan? Itukah pekerjaan Juruselamat kita? Tetapi kita tidak boleh berusaha memahami tanda ajaib itu dengan cara itu. Kalau begitu, bagaimana caranya?

Menjelang masa terakhir dalam hidup-Nya di bumi, Ia merasa terhina. Selama tiga tahun, Tuhan Yesus berjuang keras untuk merebut hati bangsa Israel. Namun bangsa itu dan para pemimpinnya tidak mau diselamatkan. Mereka tidak menghasilkan buah-buah pertobatan. Maka Tuhan memberi suatu tanda. Itu bukan sesuatu yang luar biasa. Nabi-nabi sebelum Dia juga sering melakukannya.

Ini sebuah contoh: Yeremia diberi perintah oleh Tuhan untuk membeli sebuah buli-buli. Ia harus mengajak beberapa tuatua bangsa itu pergi ke Gerbang Beling. Nama itu sudah memberi gambaran mengenai apa yang terdapat di sekitar situ. Semacam tempat pem buangan sampah.

”Pecahkanlah buli-buli itu di depan mata orang-orang yang turut bersama-sama engkau. Katakanlah kepada mereka: Beginilah firman Tuhan semesta alam: Demikianlah akan Kupecahkan bangsa ini dan kota ini, seperti orang memecahkan tembikar tukang periuk, sehingga tidak dapat diperbaiki lagi...” (Yer 19:10-11).

Suatu tanda yang jelas. Bangsa itu memahaminya dengan baik.

Begitu juga Nabi agung kita yang memberi suatu tanda. Ia mengutuk sebuah pohon yang tidak menghasilkan buah. Dan kutukan itu manjur. Para murid melihatnya besoknya. ”Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering.”

Mereka mengerti betul apa artinya: itulah yang akan terjadi dengan Israel dan para pemimpinnya. Juga dengan para imam kepala dan ahli Taurat, yang oleh para murid yang sederhana itu dianggap bermartabat tinggi. Tetapi bagaimana mungkin itu dapat terjadi?

Para murid itu belum tahu apa yang akan mereka alami sendiri nanti! Mereka belum mengetahui peran yang harus mereka main kan, setelah Tuhan mereka diangkat dari bumi. Mereka belum tahu bahwa beberapa bulan lagi, setelah kenaikan Yesus, kutukan itu akan terwujud melalui khotbah mereka.

Tetapi Tuhan sudah mengetahuinya. Dan sekarang pun Ia sudah menolong iman mereka yang kecil itu. Percayalah kepada Allah. Hanya kepada Allah. Bukan kepada kekuatan imanmu sendiri. Bukan kepada kekuatan perkataan manusiamu yang lemah. Melainkan kepada Allah saja! Sebab Dialah yang akan bertindak. Dia melaksanakan pekerjaan penyelamatan-Nya, yang telah dinubuatkan oleh Musa, Kitab Mazmur, dan para nabi. Bukan hanya satu kali Allah datang menyelamatkan melalui jalan-jalan yang tidak dapat dimengerti dan tampak buntu. Di Mesir, di rumah perhambaan itu. Di laut. Di padang pasir. Dalam pembuangan. Di tunggul Isai yang tertebas (lih Yes 11:1).

Dan sekarang keselamatan di dalam Kristus itu sudah dekat.

Dan Dia, Anak Allah yang hidup, akan lebih mendekatkan keselamatan itu melalui jalan mengeringnya pohon keberadaan Israel. Sebab hal itu berarti pendamaian bagi dunia (Rm 11:15).

Dan setiap orang sekarang, seperti para murid, dipanggil untuk ikut melakukan pekerjaan penyelamatan itu: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Demi pekerjaan penyelamatan itu, maka siapa pun yang berkata kepada gunung ini: Terangkatlah dan terbuanglah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi bagimu.

Itu pernyataan yang berani. Apakah pernyataan itu memberi jaminan untuk bisa berprestasi dengan pohon dan gunung-gunung? Untuk membuat dunia terheran-heran dan menariknya menjadi pengikut? (lih Why 13:3). Tidak, tetapi dengan pengajaran itu, para murid sudah mulai belajar bahwa kekuatan itu hanya datang dari Allah. Dan bahwa perkataan serta pekerjaan mereka tidak akan terkalahkan, asal mereka selalu berbicara dan bertindak di dalam Tuhan.

Nantinya, kata-kata Tuhan itu juga akan diingatkan Roh Kudus kepada mereka. Yakni: Ketika Stefanus dilempari batu sampai mati. Ketika Yakobus dibunuh dengan pedang. Ketika Petrus disekap dalam penjara. Ketika Paulus ditahan selama bertahuntahun. Ketika Paulus terpaksa meninggalkan Trofimus di Miletus padahal ia sedang sakit. Ketika ternyata bahwa Timotius kurang sehat dan tubuhnya sering lemah. Ketika Yohanes diasingkan ke Patmos.

Semua itu terjadi sesudah Taman Getsemani. Di situlah Tuhan sendiri berdoa kepada Bapa-Nya. Di situlah hati-Nya tidak bim bang, melainkan percaya bahwa apa yang diminta-Nya dalam doa, pasti terlaksana. Melebihi semua orang, pasti akan terkabul segala doa dan keinginan-Nya. ”Atau kausangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?” Itu bukan bualan! Seandainya Ia mau, pasti akan datang sepasukan besar malaikat untuk menolong-Nya.

Tetapi Ia tidak mau. Ia menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa-Nya: ”Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang ter tulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi demikian?” (Mat 26:53-54).

Sebab itulah, Ia mengatakan: ”Ya, Bapa-Ku... janganlah seper ti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39).

Sebab itulah, Ia mengatakan: ”Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya...” (Mat 26:52).

Sebab itulah, Ia memberi kesaksian yang benar di depan Mahkamah Agama dan di depan Pontius Pilatus (lih Mat 26:64; 1Tim 6:13).

Sebab itulah, Ia tidak turun dari salib, ketika para imam kepala bersama-sama para ahli Taurat dan Tua-tua menantang-Nya untuk mela kukannya (Mat 27:42).

Semua itu mengingatkan para murid kepada semangat Pentakosta. Ketika tak lama kemudian mereka menghadapi gunung yang tinggi berupa Mahkamah Agama dan segala ancamannya, tibalah waktunya bagi mereka untuk bertindak. Dan tibalah giliran Petrus dan Yohanes untuk mendekatkan kutukan terhadap pohon ara itu dengan kata-kata yang sarat arti: ”Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah” (Kis 4:19).

Ketika mereka kemudian dibebaskan, Petrus dan Yohanes berdoa bersama-sama teman-teman mereka, tanpa ragu sedikit pun: ”Sekarang, ya Tuhan, lihatlah ancaman-ancaman mereka dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian sepenuhnya untuk memberitakan firman-Mu... dan adakanlah tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat oleh nama Yesus, Hamba-Mu yang kudus.” Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua dipenuhi oleh Roh Kudus (Kis 4:29-31). Maka dengan demikian gunung-gunung pengha lang itu dilempar ke dalam laut.

Dalam Mrk 11:23 dan 24, bukan urusan kita yang menjadi pokok, betapa pun pentingnya urusan itu dalam hidup kita. Yang menjadi pokok di situ ialah urusan mahapenting, yakni pekerjaan Allah. Semoga doa-doa kita mendapat tempat yang penting di dalamnya.

Itulah yang dijanjikan Tuhan di situ. Di situlah, Ia menyertai kita ”senantiasa sampai akhir zaman”. Sebab dalam Mat 28:20 dari mana kata-kata itu diambil yang menjadi pokok ialah pekerjaan Allah yang besar itu.

Hidup pribadi kita dan jalan hidup kita juga boleh melayani pe kerjaan itu. Dalam suka dan duka. Melayani. Jadi, berbeda sekali dengan pendapat bahwa segala bagian hidup kita diserahkan kepada kita, supaya dengan kekuatan doa kita sendiri dapat melakukan apa saja sesuai kehendak kita.

Iman dihidupi oleh apa yang dijanjikan. Dan iman belajar mengenal janji itu, bukan dengan serampangan, melainkan dengan sangat saksama. Kemudian janji itu dijadikannya pegangan.

Akan diberikan kepadamu

Janji lain yang harus kita baca penuh perhatian, tanpa menariknya dengan sembarangan ialah ini: Kalau Tuhan Yesus menegaskan kepa da kita: ”Mintalah, maka akan diberikan kepadamu” (Mat 7:7) apa kah sebetulnya yang diberikan kepada kita? Apakah segala sesuatu yang sangat kita inginkan? Apakah semua yang menurut kita, mutlak kita perlukan?

Dalam Khotbah di Bukit, Mat 5, 6 dan 7, Tuhan Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya bahwa mereka adalah garam, dan terang dunia. Wah, luar biasa. Itu berarti: menaati seluruh hukum; tidak mem bunuh, tidak berzina, dan kalau perlu mencungkil mata kita dan memenggal tangan kita; berpegang teguh pada sumpah kita; tidak membalas kejahatan orang; mengasihi musuh kita, tidak ingin dihormati manusia; dalam doa-doa kita menempatkan Bapa menjadi pusat perhatian; mengharapkan seluruh keselamatan kita hanya dari Dia; tidak khawatir, tidak menghakimi. Memang pintu yang harus kita lalui untuk menuju pada kehi dupan adalah sempit. Dan siapakah yang mampu melaluinya? Siapakah yang bersedia melaluinya? Oleh karena itu, Yesus menunjukkan kepada mereka dan kepada kita jalan doa. Melalui jalan itu, Bapa akan memberikan kepada kita segala-galanya yang kita minta dalam doa kepadaNya, supaya dapat menjadi murid-Nya.

Hal yang baik (lih Mat 7:11) dan Roh Kudus (lih Luk 11:13).

Semua itu kita terima, kalau kita berdoa kepada-Nya. Dengan demikian segalanya selalu baik. Juga kalau ada keinginan kita yang tidak dipenuhi. Sebab dalam hal itu, kita menerima Dia sebagai bagian kita, sebagai warisan kita untuk selama-lamanya.

Dalam nama-Ku

”Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu” (Yoh 15:16).

Kita boleh tampil di depan takhta Allah dalam nama Anak Allah sendiri yang dikasihi-Nya seakan-akan Anak itu berdiri sendiri di situ. Sebab, bukankah Dia yang menyuruh kita pergi ke situ: Mengha daplah, pergilah dengan tenang dalam nama-Ku.

Bukankah itu mengagumkan? Bukankah itu memberi kekuatan? Dan memberi keberanian? Dan yang bukankah itu berarti bahwa kita dapat menentukan keadaan sesuai keinginan kita? Bahwa Bapa berkewajiban untuk melakukan apa yang menurut pendapat kita yang jujur, sungguh diperlukan?

Tetapi, apakah arti berdoa dalam nama Tuhan Yesus? Artinya berdoa atas dasar satu-satunya, yaitu karya penebusan-Nya. Tetapi harus diingat bahwa doa-doa kita harus melalui saringan berupa nama-Nya. Dan bagaimanapun, itu berarti bahwa doa-doa itu harus sesuai kehendak-Nya. Kita harus berdoa sesuai cara-Nya. Berdoa seper ti Dia sendiri berdoa. Kita menyebut Dia Guru dan Tuhan, dan memang itu benar, sebab Dia memang Guru dan Tuhan (lih Yoh 13:13). Jadi, kalau Dia dalam doa-doa-Nya menaati perintah Bapa-Nya, maka kita pun patut menaati perintah itu dalam doa-doa kita. Sebab doa-doa-Nya tidak boleh bertabrakan dengan doa-doa kita di depan takhta Allah.

Dan cara Ia berdoa, sudah kita ketahui. Getsemani: Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin... tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki. Tidak ada permintaan untuk mendapat kiriman dua belas pasukan malaikat. Kalau Ia memintanya, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi demikian? (lih Mat 26:39, 54).

Tetapi, bagaimana dengan Yohanes 15 ini? Bukankah memang ada tertulis: semuanya akan diberikan kepada mu, apa yang kamu minta kepada-Nya atas nama-Ku (lih juga Yoh 14:13; 15:7; 16:23-26.

Ya, tetapi apakah yang tertulis dalam Yohanes 15? Apakah gerangan yang menjadi pokok di situ? Yang dibicarakan ialah tentang pokok anggur yang benar, Tuhan Yesus. Dan tentang pengusaha kebun anggur itu, Bapa. Dan tentang ranting-rantingnya, para murid dan kita. Dan bahwa ranting-ranting itu harus berbuah.

Menyangkut hal berbuah, Tuhan pertama-tama telah memilih dan menunjuk para murid-Nya, tetapi juga kita. Dan segala apa yang diperlukan untuk itu, boleh kita minta dari Bapa dalam nama Yesus. Maka Dia akan memberikannya kepada kita. Pada waktu-Nya. Melalui jalan-Nya. Dan ada kemungkinan bahwa waktu-Nya dan jalan-Nya itu sangat berlainan dengan apa yang kita anggap terbaik. Tetapi, bukankah Dia pengusaha anggur arif, yang memangkas ranting- rantingnya? Melalui FirmanNya? Melalui Roh-Nya? Kadang-kadang dengan cara membatasi hidup, dengan penyakit, dengan kesedihan? Semua itu kita terima dalam penyerahan diri kepada-Nya. Dengan berdoa dalam nama Anak-Nya yang kekasih, berarti pula kita ingin menghasilkan buah-buah bagi-Nya.

Aku akan meluputkan engkau

”Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku” (Mzm 50:15).

Sekali lagi kita mendengarkan baris-baris Mazmur itu.

Bukankah di situ dengan jelas tertulis bahwa di dalam PL, Israel selalu diselamatkan kalau berseru kepada-Nya? Sebagai umat. Tetapi juga selaku anggota umat itu? Diselamatkan dari segala kesesakan? Jadi, benarkah Israel bisa menentukan keadaannya, sesuai keinginannya? Benarkah setiap orang Israel yang takut kepada Tuhan, dalam kesesakannya dapat mengungkapkan keinginannya kepada Allah supaya dipenuhi?

Tetapi kalau begitu, bagaimana halnya dengan Ishak yang buta selama bertahun-tahun? (lih Kej 27:1).

Bagaimana dengan Yakub, yang harus kehilangan istrinya yang masih muda? (lih Kej 35:19-20).

Dan semua bayi laki-laki Israel itu yang harus ditenggelamkan di Sungai Nil? Dan orang tua mereka? (lih Kel 1:22).

Dan anak-anak para imam yang menyandang cacat, sehingga tidak layak melayani dalam Kemah Pertemuan atau Bait Suci? Alangkah besar penderitaan anak-anak imam yang saleh, karena Allah memberi berbagai peraturan mengenai cacat tubuh itu, namun tidak menyem buhkannya (lih Im 21:17-21).

Dan bagaimana para janda dan yatim piatu serta almarhum suami dan ayah mereka, yang jauh sebelumnya sudah diberi peraturan oleh Tuhan? (lih Kel 22:22-24).

Dan bagaimana dengan orang-orang yang terkena penyakit kusta di Israel? (lih Im 13, 14).

Dan orang-orang tuli yang tidak boleh dikutuk; danorang-orang buta yang tidak boleh dihalang-halangi jalannya? (lih Im 19:14).

Dan Zelafehad yang tidak punya anak laki-laki yang bisa mewarisi hartanya? (lih Bil 27, 36).

Dan istri Pinehas yang harus mati ketika melahirkan anak laki- lakinya? (lih 1Sam 4:19-22).

Dan Imam Ahimelekh, beserta 85 imam dan seisi kota imam Nob yang semuanya dibunuh: pria, wanita, anak kecil dan bayi, serta segala ternak? (lih 1Sam 22:18-19).

Dan bagaimana dengan Yonatan, sahabat Daud, yang gugur di pegunungan Gilboa? (lih 1Sam 31:2).

Dan anak laki-laki Yonatan, Mefiboset, yang sejak hari itu berjalan pincang? (lih 2Sam 4:4).

Dan ke-12 pejuang yang gagah perkasa, yang demi kesetiaan kepada Daud, gugur secara bersamaan? (lih 2Sam 2:16).

Dan Asael, yang gugur karena membela Daud? (lih 2Sam 2:23).

Dan Nabot, yang dibunuh dengan kejam? (lih 1Raj 21).

Dan janda seorang nabi yang taat kepada Allah, yang anaknya hendak dirampas oleh penagih utang? (lih 2Raj 4:1).

Dan Zakharia yang dibunuh di antara mezbah dan gedung Ru mah Allah? (lih 2Taw 4:1; 24:20-22). Perbuatan itu begitu kejam sehingga di kemudian hari Tuhan Yesus masih menyebutnya! (lih Luk 11:51).

Dan orang tua Ester yang harus meninggalkan putri mereka? (lih Est 2:7).

Dan penggubah Mazmur 88: ”Jiwaku kenyang dengan malapetaka, dan hidupku sudah dekat dunia orang mati?” (ayat 4).

Dan Hana, yang begitu lama harus hidup menjanda? (lih Luk 2:37-38).

Dan semua anak Allah di dalam PL, yang telah dirajam, mengalami pencobaan berat, digergaji menjadi dua, dibunuh dengan pedang; dan yang mengembara dengan berpakaian bulu domba dan kulit kambing serta menderita kekurangan, ditindas dan dianiaya, berkelana di padang gurun, di pegunungan, dalam gua-gua dan liang-liang bumi? (lih Ibr 11:37-38).

Tidak tahukah orang Israel yang saleh mengenai semua itu?

Tidak terlihatkah semua itu olehnya? Ia tahu benar mengenai hal itu, Ia melihatnya sendiri setiap hari. Bahkan kadang-kadang ia sendiri harus bergumul dengannya. Dengan kebutaan, dengan cacat tubuh, dengan maut, penindasan, perlakuan yang tidak adil... Siapa tahu betapa seringnya ia berseru kepada Tuhan dalam keadaan itu?

Soalnya, ia percaya kepada janji dalam Mazmur 50? Bukankah Tuhan sendiri telah mengatakannya? Masakan tidak boleh ia mengingat kan Tuhan akan janji itu? Tentu saja boleh. Tetapi orang Israel yang saleh juga tahu bahwa Tuhan tidak mengikat diri-Nya dengan ikatan mati pada janji itu. Ia tahu bahwa dengan janji itu Tuhan tidak menyerahkan kemudi ke tangan umat dan ketangan setiap orang Israel seorang demi seorang. Bagi umatNya, Ia tetap adalah Tuhan, Allah Yang Kudus di antara mereka. Dia dikenal juga oleh umat-Nya sebagai Allah dari Mazmur 22: Yang adakalanya tetap jauh dan tidak menyelamatkan, walau umat-Nya berseru. Kepada siapa umat-Nya boleh minta tolong siang dan malam, namun Dia tidak menjawab (lih Mzm 22:2-3).

Apakah hal itu tidak menggoyahkan kepercayaan Israel?

Tidak. Sebab umat Allah tidak membuat soal hitungan dari kata-kata dan perbuatan Allah: sekian kali berjanji, sekian kali bertindak berbeda dengan apa yang menurut kita boleh kita harapkan jadi, janji itu bisa dipercaya sebanyak sekian persen atau hanya sedikit persen saja. Tidak: ”Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka. Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu” (Mzm 22:5-6).

Israel tetap berseru-seru kepada-Nya. Umat itu tetap mengharapkan Firman-Nya. Tuhan Yesus mengandalkan firman dalam Mazmur 22 itu, juga ketika Ia ditinggalkan Allah (lih Mat 27:46). Dan sekarang pun umat Allah mengandalkannya juga. Untuk ber nasib lebih baik? Tidak, melainkan untuk mempersembahkan kemuliaan kepada Allah. Dan ”Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai kurban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya” (Mzm 50:23).

Keselamatan yang dari Allah hal-hal yang baik dan Roh Kudus sebagai bagian warisan.

Menanggung penghinaan

Kita tidak boleh merenggut beberapa perkataan dari keseluruhan Alkitab dan memakai kata-kata itu sehingga cocok bagi penyakit, pengangguran, dan kesulitan hidup, seolah-olah berdasarkan iman. Bagaimana perasaan kita seandainya orang lain mela kukan itu dengan kata-kata kita yang sudah direnggut dari hu bungan keseluruhannya? Tentu tidak senang, bukan?

Nah, kalau begitu kita berdosa kala melakukannya dengan kata-kata Allah. Kata-kata itu harus kita perlakukan dengan hormat dan penuh perhatian berdasarkan iman. Tetapi akibatnya, mungkin kita akan dihina. Oleh pihak dunia. Sebab dunia akan mengatakan: kalau begitu, apa gunanya berdoa? Apakah nasibmu menjadi lebih baik?

Oleh pihak lain, yakni orang-orang yang memegang Alkitab, yang sebetulnya mengatakan hal yang sama. Yang bepergian ke kota-kota dan ke daerah-daerah penuh semangat fanatik. Yang mengatakan kepada kita: Kamu tidak punya iman. Sebab kamu tidak mempercayai Allah berdasarkan firman-Nya. Merekalah yang beriman. Itu kata mereka. Dan dalam kebangkitan iman massal mereka mendera jiwa-jiwa yang mencari perto long an. Mereka mendera dengan cemeti janji-janji yang mereka jelaskan seenaknya sendiri. Sering mereka meraih sukses. Dan banyak orang menjadi kebingungan.

Mereka menghina dan mencemoohkan gereja Kristus. Di situ semuanya pengap dan membosankan. Itu kata mereka. Di situ orang-orang tidak hidup sesuai janji-janji Allah. Itu menurut mereka.

Kita tahan menanggung hinaan itu, bukan? Dan kita tidak menjadi bingung, bukan? Api yang disulut dengan jerami cepat mati, sebaliknya api Roh tetap menyala. Api Roh, yang mengambil api itu dari seluruh firman Allah dan mengingatkan kita kepada semua yang di ajarkan Kristus kepada kita.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    H. Westerink
  3. ISBN:
    978-602-8009-43-0
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak 1997
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih