Hidup pribadi kita terjalin dengan hidup pribadi orang lain. Memang itulah yang dikehendaki Tuhan: kita hidup dalam hubungan keluarga, sahabat, dan rekan kerja; juga hubungan dalam gereja, bangsa, dan ma sya rakat.
Sebab itu, doa kita tidak mungkin hanya merupakan percakapan akrab antara Allah dan jiwa kita. Doa itu selalu ada di tengah-tengah waktu dalam waktu Allah. Di tengah-tengah dunia dalam dunia Allah.
Tangan Allah menjangkau jauh dalam hidup pribadi kita. Namun, tangan itu menjangkau lebih jauh lagi. Sampai ke ujung-ujung bumi. Dan untuk itulah Allah menyelamatkan kita, supaya kita menjadi berkat di dunia-Nya (lih 1Ptr 3:9).
Sebab itu, dalam PL kita sering membaca tentang doa syafaat dan orang yang menaikkan doa syafaat.
Abraham berdoa syafaat bagi Sodom sehubungan dengan keadilan Allah (lih Kej 18:16-33). Ia juga berdoa bagi Abimelekh, supaya ia tetap hidup (lih Kej 20:7).
Musa sering menaikkan doa syafaat untuk Firaun (lih Kel 8, 9, 10), juga Miryam (lih Bil 12:13). Dan beberapa kali Musa membela umat Allah (lih Mzm 106:23), dan memperkuat pembelaannya dengan mengacu kepada perjanjian Allah (lih Kel 32:11-14), janji-janji Allah (lih Bil 14:13-19; 16:22), dan belas kasihan Allah (lih Ul 9:25-29).
Samuel, Daud, Salomo, Hizkia, Yesaya, Yeremia, Amos Yehezkiel, Ezra, dan Nehemia telah membangun tembok doa yang mengelilingi umat Allah.
Di dalam PB, Tuhan Yesus mengatakan kepada Petrus: ”Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur” (Luk 22:32).
Dia berdoa untuk para pengikut-Nya: ”Bukan untuk dunia aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku... Bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku melalui pemberitaan mereka” (Yoh 17:9-20).
Sekarang pun Ia masih berdoa untuk kita: ”Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi pembela kita” (Rm 8:34).
”Jika seseorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara kepada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil” (1Yoh 2:1).
Dia menyuruh kita berdoa bagi mereka yang menganiaya kita (lih Mat 5:44).
Dia sendiri melakukannya untuk para prajurit yang menyalibkan-Nya (lih Luk 23:34). Stefanus melakukannya bagi orang Yahudi yang merajamnya (lih Kis 7:60).
Paulus berdoa untuk jemaat Korintus, Filipi, Kolose, Tesalonika (lih 2Kor 13:9).
Yohanes berdoa untuk Gayus, yang dikasihinya (lih 3Yoh 1:1-2).
Jemaat-jemaat didorong untuk berdoa bagi para rasul dan bagi pekerjaan mereka (Kol 4:3). Juga bagi bermacam-macam orang; dan yang disebut secara khusus ialah raja-raja dan para pembesar (lih 1Tim 2:1-2).
Kalau kita menaikkan doa-doa pribadi di bilik kita sebelah dalam, maka pintu bilik itu memang kita tutup. Tetapi itu tidak berarti kita menutupnya bagi dunia luar. Kita tidak memisahkan diri dari sesama kita. Kalau kita berdoa, kita meletakkan masalah pribadi kita kepada Tuhan, namun pada saat yang sama kita meletakkan juga masalah orang lain. Sebab kita dipanggil untuk memberkati dalam pekerjaan doa yang senantiasa kita lakukan karena kita sendiri juga akan mewarisi berkat (lih 1Ptr 3:9).
”Doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya” (Yak 5:16). Itulah yang ditulis oleh Yakobus, hamba Allah dan hamba Tuhan Yesus Kristus. Dan ia menunjuk kepada Elia. Nabi itu adalah manusia seperti kita. Ia telah sungguh-sungguh berdoa supaya hujan jangan turun, dan hujan memang tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia berdoa lagi dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya (lih Yak 5:16-18).
Percayakah kita pada perkataan Yakobus? Apakah kita mengikuti anjurannya supaya berdoa ketika dilanda kecemasan, kesedihan , dan berbagai masalah?
Biasanya, kalau kita bertemu dengan orang yang menderita kesukaran dan kesedihan, maka cepat-cepat kita berkata: ”Aku akan berdoa untukmu!” Sampai seberapa tekunkah kita melakukannya? Dan berapa seringkah kita benar-benar memasuki istana surgawi dan menyapa Allah Sang Bapa dengan nama Tuhan Yesus untuk membicarakan perkara itu? Bukankah kita manusia biasa seperti Elia?
Sekitar tahun 200, Tertullianus, yang hidup kira-kira tahun 160 sampai jauh melewati tahun 220, menulis buku mengenai doa. Buku itu merupakan buku tertua yang diketahui membahas pokok itu.
Penulis membicarakan antara lain jarak jangkauan doa, dan ia mengatakan: ”Doa itu dapat memulihkan tenaga orang lemah, menyem buhkan orang sakit, menahirkan orang yang dirasuk roh jahat, membuka kunci penjara, melepaskan belenggu orang yang tidak bersalah. Selain itu, doa menghapus dosa, mengusir godaan, menghentikan penganiayaan, menghibur orang yang lemah imannya, menyegarkan orang yang kuat imannya, menyertai mereka yang mengadakan perjalanan jauh, menenangkan gelora ombak laut, membingungkan perampok, memberi makan orang miskin, membimbing orang kaya, membangkitkan yang jatuh, menegakkan yang sempoyongan, dan menopang yang berdiri.”
Apakah kesadaran mengenai semua itu juga ada dalam hati kita? Ataukah kita lebih banyak berbicara daripada memohon? Apakah kita lebih banyak mengecam orang lain daripada berdoa bagi mereka? Apakah kita benar-benar berseru kepada Tuhan dalam menghadapi masalah apa pun?
Itu juga berlaku bagi kita: ”Untuk kaum muda dan kaum tua.”
Usia rata-rata dalam abad kita lebih tinggi daripada dalam abadabad sebe lumnya. Karena itu, sekarang ada banyak orang tua yang punya ba nyak waktu luang. Apakah karena itu juga lebih banyak orang yang berdoa syafaat? Yang punya perhatian kepada orang lain? Yang menyediakan waktu untuk orang lain? Yang juga punya waktu untuk berdoa bagi mereka?
Dalam surat kabar, kita membaca berbagai penderitaan. Kita mendengarnya dari radio. Dan mungkin melihatnya juga di TV. Apakah yang kita lakukan dengan berita itu? Apakah yang kita lakukan untuk berita itu? Apakah kita tekun menaikkan doa syafaat untuk itu? Untuk para korban gempa bumi, banjir, revolusi, kelaparan, kamp-kamp penyiksaan? Untuk penanggulangan kejahatan yang semakin meningkat, penanggulangan perbuatan makar, kekerasan pemogokan yang revolusioner? Untuk keberhasilan berbagai Konferensi Tingkat Tinggi?
Di zaman ini banyak sekali orang kesepian. Mereka merasa dirinya disingkirkan. Sering mereka bertanya dalam hati: ”Untuk apa aku hidup? Apakah yang masih dapat aku lakukan? Apakah yang dapat mereka lakukan? Mereka juga adalah manusia biasa seperti Elia?”
Mereka dapat melipat tangan dan masuk ke dalam istana surgawi. Mereka dapat menghampiri takhta Allah. Dan menyapa Dia. Dia sendiri. Untuk mendoakan segala masalah yang dihadapi agama Kristen, umat manusia, dan segala ciptaan Allah.
Masalah apa? Orang yang mengajukan pertanyaan itu dalam doanya pastilah menerima petunjuk Tuhan sendiri mengenai jalan yang harus ditempuh. Kita tidak dapat menentukan program yang harus diikuti. Kita tidak memerlukan hari-hari doa sedunia, di mana kita secara beramai-ramai menyerbu surga dengan membawa berbagai masalah yang menyangkut seluruh dunia. Kalau kita menyebut satu masalah, itu berarti bahwa masalah lain tidak kita sebut. Namun, untuk sedikit mengarahkan pikiran kita, berikut ini ada beberapa saran:
Kita boleh berdoa untuk anggota keluarga, kaum kerabat, sahabat, tetangga, dan rekan kerja.
Kita boleh berdoa untuk orang-orang yang kesepian, orang yang sakit, yang menyandang cacat, dan untuk keluarga dan perawat mereka.
Kita boleh berdoa untuk jemaat Kristus. Supaya mereka menjadi kaki pelita yang menyebarkan cahaya (lih Why 1:12, 20). Untuk pelayan gereja, dan anggota jemaat. Untuk pemberitaan Injil, katekisasi, kunjungan rumah dan rumah sakit. Untuk rapatrapat majelis gereja, klasis, dan sinode. Untuk pendidikan pendeta dan para pendidiknya, untuk kesatuan gereja. Untuk gereja-gereja di luar negeri dan untuk gereja-gereja yang dianiaya. Untuk gerejagereja yang sesat dan orang percaya yang tersesat. Untuk orang Kristen yang dianiaya, yang diperlakukan tidak adil, yang dipersulit dalam pendidikan anak-anaknya, yang meng alami hukuman penjara dan kematian.
Kita boleh berdoa untuk tugas pemberitaan Injil. Pekerjaan berat yang diperlukan untuk itu di dalam negeri. Untuk para penginjil dan untuk apa saja yang mereka perlukan. Untuk orang-orang kafir yang telah menjadi saudara perempuan dan saudara laki-laki di dalam Kristus, dan yang sekarang, di dunia mereka, harus memberi pengakuan mengenai nama-Nya. Untuk jemaat-jemaat yang muda dan para petugas pelayanannya. Untuk mereka, yang di lapangan penginjilan, dalam nama Kristus memberi pengajaran, memberi penerangan, menawarkan pemeliharaan medis, memberi pelayanan teknik. Kita boleh berdoa untuk pekerjaan pemberitaan Injil.
Kita boleh berdoa untuk para pasangan suami istri yang menantikan kelahiran anak. Untuk para orang tua yang dipercayakan mendidik anak-anak mereka. Untuk para orang tua yang harus memelihara kontak dengan anak-anak mereka yang menginjak remaja, yang harus melepaskan anak-anak itu kalau mereka sudah dewasa. Untuk para orang tua yang kehilangan anaknya, juga yang belum dikaruniai anak.
Kita boleh berdoa untuk pengajaran kepada anak dan cucu kita. Untuk perkumpulan sekolah dan pengurus sekolah. Untuk pemimpin sekolah dan para pekerja di sekolah. Dan jangan lupa, juga untuk para murid.
Kita boleh berdoa untuk berbagai perkumpulan yang ingin bekerja melayani Tuhan. Untuk pemberian informasi melalui buku, majalah, dan untuk mereka yang harus memberi penerangan itu, juga untuk mereka yang mengikutinya. Untuk saudara-saudara kita para ilmu wan yang beriman. Untuk para seniman yang beriman.
Kita boleh berdoa untuk masyarakat masa kini, di mana manusia lama kelamaan menjadi hukum bagi dirinya sendiri. Kita boleh berdoa dengan mengingat pertunangan yang putus, perkawinan yang hancur, keluarga yang berantakan. Dengan mengingat sikap yang tak menghiraukan Allah mengenai awal hidup, akhir hidup, dan posisi laki-laki dan perempuan; mengenai pemberontakan, pengingkaran hukum, pelarian kepada kenikmatan dan narkotika.
Kita boleh berdoa untuk kita sendiri, selaku anak-anak Allah, yang dalam masyarakat yang merosot ini, setiap hari harus memilih terang dan melawan kegelapan. Kita boleh berdoa bagi kita sendiri yang dalam pilihan kita yang sesuai firman Allah harus bertahan melawan tekanan pendapat umum yang semakin berat menimpa kita, yakni pendapat yang menganggap keluarga besar sebagai asosial, seorang anak yang menyandang cacat sebagai beban yang tidak ada gunanya, kewibawaan dalam keluarga sebagai hal yang remeh, yang menganggap gereja sebagai hal kuno, dan eutanasia (membunuh untuk mengakhiri penderitaan akibat penyakit yang tak tersembuhkan) sebagai pembebasan.
Kita boleh berdoa bagi bangsa kita, yang berpaling dari Allah.
Untuk pemerintah kita. Untuk presiden dan kabinet. Untuk negara-negara bagian dan dewan-dewan, dan para anggotanya, khususnya kalau mereka sebagai orang beriman harus berbicara dan memberi keputusan. Untuk para pejabat pengadilan dan polisi. Untuk pimpinan angkatan bersenjata dan para prajurit.
Kita boleh berdoa untuk bangsa-bangsa yang ditindas dan juga untuk para penindas. Untuk bangsa-bangsa yang belum berkembang. Untuk masalah-masalah besar mengenai ras dan golongan dan kelaparan, mengenai lingkungan hidup dan pengadaan energi. Untuk para penguasa di Amerika, Rusia, Cina, Afrika Selatan, dan negara-negara lain.
Kita boleh berdoa bagi kebijakan ekonomi di dalam dan di luar negeri. Dengan tugas-tugas para penguasa di dalam kebijakan itu.
Untuk para majikan dan karyawan. Untuk kaum lintah darah dan pemalas. Untuk para penganggur dan keluarga mereka. Untuk mereka yang terbeban berat karena penganggurannya dan untuk mereka yang tidak mempedulikan penganggurannya. Untuk banyak sekali pekerja yang bertugas di bidang-bidang yang sulit: para pemuda yang bekerja dan para mahasiswa di tempat kuliah, para jururawat, karyawan kantor, dan montir yang adakalanya ber hari-hari harus berada dalam suasana percabulan. Untuk berbagai serikat kerja yang jalan pikirannya sering dipenuhi istilah-istilah revolusi.
Sekali lagi: itu tadi hanyalah papan petunjuk arah. Setiap orang dapat menguranginya, atau menambahnya, atau menggalinya lebih dalam. Doa-doa pribadi kita tetap bersifat pribadi. Karakter, bakat, pendidikan, usia, lingkungan kerja, waktu yang ter sedia, kelemahan tubuh atau kesehatan yang baik, semuanya berpengaruh. Dan doa-doa kita tetap akan terbatas. Sebab itu, alang kah lega hati kita untuk mengetahui bahwa bukan hanya kita, melainkan semua orang kudus berdoa.
Dan jauh lebih besar kelegaan dalam hati kita karena kenyataan bahwa Dia yang duduk di takhta adalah Yang Mahatahu. Yang melihat segala-galanya. Yang selalu hadir di mana-mana. Yang tidak perlu kita beritahu, kita lapori, atau kita tunjukkan jalan-Nya. Sebab sebelum kita berseru, Dia sudah mengetahui semuanya, meskipun untung saja Dia menghendaki kita berdoa kepadaNya.
Kita juga tidak perlu berpikir bahwa kita harus memikul beban seluruh dunia di bahu kita. Memang, kita tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap beban itu, tetapi apa yang kita letakkan di depan Tuhan, kita serahkan semuanya. Sebab sebagai jawaban doa kita, Dia bertanggung jawab atas beban itu. Dia memikulnya di bahu-Nya sendiri.
Itu berguna bagi kita sendiri. Itu berkat bagi dunia, meskipun dunia bahkan tidak mengetahuinya dan tidak mengakuinya. Sebab doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya.