Pada bab ini secara khusus kita akan mendalami tiga bagian penelitian atas Kitab Wahyu, yaitu:
Wahyu 5 memperlihatkan Anak Domba (Yesus Kristus, lih Why 5:5-6) menerima gulungan kitab yang masih tersegel dengan tujuh meterai dari Allah. Gulungan kitab itu berisi rancangan tentang sejarah dunia; semua yang akan terjadi dari awal hingga hari penghakiman terakhir. Setelah pasal 5, kita melihat bahwa sejarah itu disoroti 7 kali dari sudut pandang yang berbeda (lih ikhtisar bab 8). Wahyu 12–14 adalah satu kesatuan.
Di dalam bagian ini kita mulai membaca tentang kela hiran Yesus dan kenaik an-Nya ke surga (lih Why 12:5) dan diakhiri de ngan penghakiman terakhir (lih Why 14:14-20). Bagian itu dengan jelas memperlihatkan tujuan Kitab Wahyu. Kita belajar bahwa di balik semua peristiwa seperti yang kita lihat dan alami, di satu sisi, ada peperangan antara ”perempuan dan Anaknya”. Di sisi lain, ada ”naga dan para pengikutnya”. Naga itu sangat mengerikan dan berkuasa, tetapi Anak akan mengalahkannya.
Skenario Wahyu 12–14
Yohanes melukiskan penglihatan-penglihatan yang dia lihat. Berulang kali kita membaca ”maka tampaklah ...”. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, cerita dalam Kitab Wahyu perlu diibaratkan seperti menonton sebuah film. Episode-episode (yg sudah disiapkan pada ”storyboard”) saling bergantian dengan cepat. Namun, siapa yang mencoba memahami semua detail secara serentak, akan kehilangan makna film itu secara keseluruhan. Justru untuk mengerti detail-detailnya itu, kita perlu mengetahui seluruh cerita sebelumnya. Jadi, Anda harus sungguh mengerti ceritanya terlebih dahulu. Marilah, kita mencoba ”mengolahfilmkan” isi Wahyu 12–14.
a. Episode 1: Perempuan dan naga (Why 12:1-5)
”Film” Wahyu 12–14 dimulai dengan tayangan seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan kepadanya bermahkotakan dua belas bintang. Perempuan itu sedang mengandung dan dalam keluhan penderitaan sebab hen dak melahirkan; ia berteriak kesakitan. Tampaklah seekor naga yang besar, berwarna merah padam, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Ia berdiri di hadapan perempuan yang akan melahirkan itu. Naga itu bermaksud untuk menelan anak perempuan itu segera ketika perempuan itu melahirkan. Tidak lama berselang: perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki. Namun, tiba-tiba anak dari perempuan itu di rampas dan dibawa lari ke pada Allah dan ke takhta-Nya; lalu perempuan itu lari ke padang gurun.
b. Episode 2: Akibat kenaikan Anak itu ke surga (Why 12:7-17)
Kelahiran anak itu mengakibatkan peperangan di surga antara Mikhael beserta para malaikatnya dan naga beserta para pengikutnya. Naga tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di surga dan dilemparkan ke bawah, ke bumi, bersama-sama dengan para malaikatnya. Di bumi naga itu berusaha mati-matian untuk membinasakan perempuan dan anak-anaknya yang lain, tetapi Allah memberikan kepada perempuan itu suatu tempat di padang gurun dan melindunginya.
c. Episode 3: Apa yang terjadi di dunia (Why 13:1-18)
Naga itu mendapat bantuan dalam perjuangannya melawan perempuan itu. Pertama-tama kita melihat seekor binatang keluar dari dalam laut, bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh―secara bengis ia mengadakan serangan terhadap orang-orang kudus. Binatang itu juga mendapat bantuan dari seekor binatang dari dalam bumi, yang keli hatan seperti seekor anak domba, tetapi berbicara seperti seekor naga. Ia mendesak manusia untuk menyembah binatang yang pertama. Siapa yang tidak melakukannya akan dibuang atau dibunuh.
d. Episode 4: Apa yang terjadi di surga (Why 14:1-20)
Tayangan bergeser dari bumi ke surga. Di sana kita melihat orangorang yang memiliki tanda Anak Domba di dahi mereka (yg tidak menyembah binatang dan patungnya itu, dan yg tidak menerima tanda binatang pada dahinya atau pada tangannya). Mereka merayakan pesta besar di hadapan takhta Allah bersama dengan Anak Domba.
Tayangan bergeser lagi ke langit. Di tengah-tengah langit kita melihat tiga orang malaikat terbang. Mereka muncul secara berurutan. Mereka berseru dengan suara nyaring supaya manusia menyembah Allah, mereka memperingatkan akan suatu penghakiman besar yang akan menimpa Babel dan memusnahkan semua orang yang menyembah binatang itu. ”Yang penting di sini, yaitu ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus” (Why 14:12).
Kemudian tampaklah awan putih. Di atas awan itu duduklah seseorang seperti Anak Manusia dengan sebilah sabit tajam di tangan-Nya. Pertama-tama Anak Manusia mengayunkan sabit-Nya ke atas bumi, dan bumi pun tertuailah. Kemudian seorang malaikat lain keluar dari Bait Suci yang di surga; juga padanya ada sebilah sabit tajam. Lalu malaikat itu mengayunkan sabitnya ke atas bumi untuk menuai semua yang sudah masak untuk dilemparkannya ke dalam gilingan besar, yaitu murka Allah.
Penjelasan Wahyu 12–14
Kesan pertama, arti seluruh bagian ini sudah jelas. Setelah kenaikan Yesus ke surga, Iblis berusaha sekuat-kuatnya menyerang orang-orang yang menyembah Allah. Segala kemampuannya dikerahkan, baik melalui kekerasan yang sangat kejam maupun melalui tanda-tanda ajaib yang luar biasa. Namun, Allah melindungi umat kepunyaan-Nya. Orang-orang yang tetap setia kepada Dia dikumpulkan di hadapan takhta-Nya, dan mereka yang mengikuti binatang itu akan Dia hakimi dengan penghakiman yang mengerikan. Setelah kita memahami garis besar episode tersebut, kita dapat melihat lebih mendalam lagi detail-detail tiap episode berikut ini:
a. Episode 1 Kita menyaksikan perempuan yang diserang naga. Naga itu adalah ”si ular tua” (lih Why 12:9). Bagi mereka yang suka membaca Alkitab, tentu segera teringat akan kisah pada Kejadian 3. Pada bagian kitab itu, Allah telah berjanji bahwa akan ada permusuhan antara perempuan (dan ketu runannya) dengan ular (dan keturunannya); antara orang-orang yang percaya kepada Allah dan orang-orang yang melepaskan diri dari Allah serta mencari jalannya sendiri.
Seluruh sejarah umat manusia dicirikan oleh permusuhan itu. Iblis mengupaya kan segala sesuatu untuk menyerang dan me nga lahkan keturunan perempuan. Dalam Kitab Kejadian 3, Allah berfirman bahwa ular itu memang mampu meremukkan tumit perempuan itu, tetapi pada akhirnya keturunan perempuan itu akan meremukkan kepala si ular.
Perempuan itu melambangkan umat Allah, yaitu gereja. Itulah yang diibaratkan dua belas bintang di atas kepalanya. Angka dua belas selalu merupakan rujukan pengertian pada gereja. Di dalam Perjanjian Lama, umat Israel terdiri atas dua belas suku. Di dalam Perjanjian Baru, gereja yang dibangun atas dasar ajaran kedua belas rasul. Perjanjian Lama sering sekali memperlihatkan umat Allah sebagai perempuan dan ibu (lih msl, Yes 66; Yeh 16; Hos 2). Pada saat pengaruh dosa merajalela dan kejatuhan umat Allah karena dosa, para nabi memberitakan bahwa T uhan akan me menangkan hati umat-Nya dengan cinta kasih yang baru. Segaris dengan itu, di dalam Perjanjian Baru kita melihat gereja seba gai mempelai perempuan Kristus (lih Ef 5:21-28; Why 19:7-8; 21:2).
Penglihatan dalam Wahyu 12–14 memperlihatkan perempuan yang sama pada saat yang sangat menentukan. Ia sedang siap untuk melahirkan anaknya. Keturunan perempuan yang dijanjikan dalam Kejadian 3:15 (dan yg akan meremukkan kepala ular) sekarang dilahirkan. Jelas, Iblis berjuang sekuat tenaganya untuk menelan anak itu. Ia mempertaruhkan semua kuasanya dan mengupayakan segala strateginya. Naga merah padam yang besar memiliki tujuh kepala bermahkota dan sepuluh tanduk melambangkan kekuatan budaya dan politik dunia, yang dipakai Iblis dalam peperangan nya melawan perempuan; melawan gereja. Namun, tidak berhasil. Da lam satu aksi secara serentak, melalui rangkaian sejarah penyelamatan, kita tahu bahwa anak itu setelah kelahirannya menang dan menduduki takhta-Nya.
Episode ini memperlihatkan apa yang terjadi di balik lika-liku sejarah. Segala sesuatu di dunia ada keterkaitannya dengan peperangan di surga; pertarungan antara naga dan perempuan itu.
Dalam pertarungan tersebut, Anak, yang dilahirkan perempuan itu, sudah memperoleh kemenangan secara mutlak. Kepastian itu memenuhi gereja dengan penghiburan yang besar. Biar pun gereja di anggap sepele bila dibandingkan dengan kekuatan politik dan budaya dunia ini, tetapi kemenangan gereja selalu (sudah) pasti.
b. Episode 2 Episode kedua menggambarkan Iblis bersama para malaikatnya dibuang keluar dari surga. Kelihatannya, Iblis tidak memiliki pengharapan sama sekali. Anak yang duduk di atas takhta lebih kuat dari Iblis dan para malaikatnya. Iblis tidak berkuasa lagi di surga, di bumi kuasanya pun akan lenyap. Arti dari situasi baru ini diungkapkan melalui suara keras dari surga yang berkata: ”Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara seiman kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita” (Why 12:10).
Akan tetapi, ketika Iblis kehilangan tempatnya di surga, ia masih dapat mengarahkan kemarahannya secara agresif kepada ”perem puan dan keturunannya”, yaitu gereja. Meskipun perempuan adalah ratu (lih Why 12:1), untuk sementara waktu ia tinggal ”di padang gurun”. Namun, tiap orang yang memahami Alkitab akan segera teringat pada Israel, umat Allah, yang hidup bertahun-tahun di padang gurun sebelum mereka memasuki tanah perjanjian. Apa artinya keberadaan perempuan (gereja) di padang gurun? Ada empat hal, yaitu:
c. Episode 3 Meskipun naga itu adalah monster, ternyata belum cukup mengerikan. Oleh karena itu, muncullah dua ekor binatang sebagai penolongnya. Satu muncul dari dalam laut, yang lain dari dalam bumi. Binatang dari dalam laut kelihatan menyerupai naga itu. Ia juga memiliki tujuh kepala dan sepuluh tanduk. Lalu binatang itu diberi kekuatan, takhta, dan kekuasaan yang besar atas seluruh dunia oleh naga itu. Seluruh bumi mengikuti binatang itu dengan takjub. Binatang itu mendesak banyak orang memuja naga dan dirinya. Sama seperti naga, binatang itu pun berusaha mati-matian untuk membinasakan gereja.
Siapa yang ingat dengan penglihatan Daniel (lih Dan 7) akan mengerti bahwa binatang itu seakan-akan mengelompokkan semua binatang yang dilihat Daniel ketika itu. Kenyataan itu sangat membantu kita untuk memahami apa yang diperlihatkan binatang yang muncul dari dalam laut. Daniel melihat empat binatang, satu demi satu mengibaratkan empat kerajaan. Secara berturut-turut bangsabangsa itu menindas umat Tuhan. Pada Wahyu 13, binatang-binatang itu dipersatukan menjadi satu kekuatan besar dalam kerajaan Si Jahat dengan satu tujuan, yaitu penghancuran Kerajaan Allah.
Bagi para pembaca pertama Kitab Wahyu, binatang itu memiliki wajah yang konkret. Pada masa itu, Kaisar Romawi menggelari dirinya dengan gelar-gelar ilahi. Kaisar menghendaki dirinya disembah di mana-mana; hasil dan kepemerintahannya (dalam bentuk keda maian dan kekayaan) dipuja-puja di seantero kerajaannya. Pada saat yang sama gereja dianiaya tanpa belas kasihan.
Melalui penjelasan yang kontemporer tentang binatang itu, apakah masih ada arti bagi masa-masa yang lain? Tentu saja ada. Alasannya, binatang itu memiliki tujuh kepala. Itu berarti kuasanya selalu menampilkan dirinya dengan wajah yang berbeda-beda. Sesungguhnya, binatang itu adalah kerajaan Iblis, yang selalu memanifestasikan kuasanya dalam bentuk yang berbeda dengan maksud untuk menganiaya orang-orang percaya, dan menyerang Kerajaan Allah.
Pada masa kini, kita menyaksikan bahwa binatang itu bekerja me lalui rezim-rezim totaliter yang menindas gereja. Atau melalui gerakan fundamentalisme agama yang anarkis terhadap penganutpenganut agama lain (sikap intoleransi aga ma). Begitu banyak orang Kristen teraniaya, bahkan kehilangan nyawa karena keyakinan mereka. Di ”dunia Barat” binatang itu terlihat dalam pemusatan kekuatan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan informatika. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang kehilangan iman ka rena teori-teori ilmu pengetahuan dan slogan idealisme bahwa kepercayaan kepada Allah tidak dibutuhkan lagi. Banyak orang mengganti kepercayaan mereka kepada Allah dengan keper cayaan pada kemajuan teknologi. Banyak orang membiarkan cara pandang mereka ditentukan oleh media informasi modern, dan bu kan oleh Allah. Kekuasaan-kekuasaan dunia ini tidak bersifat netral, karena Iblis selalu berurusan dengan satu tujuan: ia mau memisahkan tiap orang dari Allah. Hasil pemisahan itu adalah kematian kekal.
Cerita Wahyu 13 belum selesai. Yohanes melihat seekor bina tang lain keluar dari dalam bumi. Binatang itu kelihatan sangat berbeda. Sepintas, binatang itu mirip Anak Domba (Yesus Kristus). Sama seperti Anak Domba, ia juga mengadakan tanda-tanda yang ajaib dan memberikan tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya (yaitu nama atau bilangan binatang itu). Sifat binatang itu akan menjadi jelas ketika ia membuka mulutnya: ia berbicara seperti naga. Itu sebabnya, binatang itu dalam pasal-pasal selanjutnya disebut ”nabi palsu” (lih Why 16:13; 19:20). Binatang itu adalah kaki tangan naga yang berjuang sekuat tenaga untuk menghancurkan umat Allah.
Bagi para pembaca pertama Kitab Wahyu, binatang itu tampak jelas bagi mereka. Di satu sisi, muncul pemimpin-pemimpin agama dan filsuf-filsuf Romawi yang berbicara sangat sopan dan manis. Namun di sisi lain, mereka sangat kejam dan tidak berbelaskasihan: mereka menghukum orang-orang yang tidak menyembah kaisar. Maka orang-orang yang menolak kultus atau pemujaan kepada Kaisar dibunuh. Di dalam gereja pun binatang ini memperoleh posisi dan berpengaruh dengan menyebarkan ajaran sesat. Misalnya, melalui penyesat-penyesat yang mengatakan bahwa tidaklah salah jika di samping menyembah Allah, orang Kristen juga boleh turut merayakan pesta-pesta penyembahan berhala.
Justru dalam hal seperti itu, binatang itu masih tetap berbahaya.
Demikian juga pada masa kini. Masyarakat modern menampilkan dirinya sebagai masyarakat yang toleran dan manusiawi, tetapi justru keadaan ini menyebabkan sangat banyak orang kehilangan iman mereka, khususnya di dunia Barat (yg dipengaruhi materialisme dan konsumerisme) di seluruh dunia. Siapakah yang ma sih tetap antusias mencari Kerajaan Allah? Banyak orang justru begitu merepotkan dirinya dengan segala sesuatu, tetapi tidak lagi dengan iman. Tentu saja si naga sangat senang melihat perubahan seperti itu.
Satu hal lagi: ”Bilangan binatang itu ialah enam ratus enam puluh enam”, Wahyu 13:18. Apa artinya? Pada zaman kuno banyak perhitungan dilakukan dengan memakai huruf dan tidak dengan angka. Tiap huruf merujuk satu angka. Perhitungan huruf-hu ruf sebuah nama menghasilkan bilangan nama itu. Seperti apa persisnya perhitungan saat itu, kita tidak tahu. Para pembaca pertama tentu mengerti arti yang terkandung pada bilangan 666 itu. Memang menarik, bilangan itu terdiri dari tiga angka enam. Angka enam mengibaratkan kekuatan, tetapi angka enam tidak sama dengan angka tujuh yang melambangkan keutuhan ke sempurnaan dan kekuatan mutlak. Angka tujuh adalah bilangan bagi nama Allah. d. Episode 4 Episode yang terakhir memperlihatkan akhir segala sesuatu. Pertama-tama, Yohanes melihat 144.000 orang. Wahyu 7 memperlihatkan mereka sebagai yang telah dimeteraikan dari semua suku Israel. Sekarang kita melihat mereka berdiri bersama Anak Domba di Bukit Sion. Mereka semua berhasil menang. Penglihatan itu begitu mendorong orang-orang percaya di Asia Kecil dan di tempat lain untuk tetap bertahan: ”Yang penting di sini ialah ketekunan orangorang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus” (Why 14:12; bnd 13:9-10). Selanjutnya, muncul tiga malaikat yang mengumumkan per ingatan terakhir. Penghakiman sudah dekat, tetapi masih ada ke sempatan untuk bertobat: ”Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia ...” (Why 14:7).
Akhirnya, Dia sendiri datang di atas awan putih! Dia sendiri yang menuai seluruh bumi dan mengumpulkan tuaian yang sudah matang dan membawanya ke dalam Yerusalem yang baru. Namun, di luar gerbang kota ada tuaian lain yang dikumpulkan. Seorang malaikat mengayunkan sabitnya dan memotong buah-buah pohon anggur di bumi dan melemparkannya ke dalam gilingan besar, yaitu murka Allah. Penghakiman yang dilukiskan penglihatan itu sangat mengerikan. Siapa yang telah menyembah binatang itu akan disiksa dengan api dan belerang (lih Why 14:10), dan dari kilangan itu mengalir banyak darah. Siapa yang mengira bahwa hukuman Allah adalah kekhususan dari Perjanjian Lama, tentu akan keheranan pada bagian ini.
Bagi para pembaca pertama, penglihatan itu menyajikan penghiburan yang sangat besar. Artinya jelas: Allah tidak membiarkan kejahatan, penganiayaan, dan bahkan Iblis yang memprakarsai penyerang an itu pasti akan dihukum. Penglihatan yang sama itu juga mendorong para pembaca pertama Kitab Wahyu untuk tetap bertekun di tengah penindasan. Hal itu juga berlaku bagi kita, orang-orang percaya masa kini. Kitab Wahyu membuka mata kita supaya kita melihat peperangan antara keturunan perempuan dan ular. Tentu saja kita sudah tahu bahwa naga pada akhirnya akan kalah dan semua yang menyembah dia akan berada di bawah penghakiman Allah. Pengetahuan itu seharusnya membuat kita menjadi rendah hati dan penuh rasa takjub serta hormat kepada Allah. Kita juga mengetahui bahwa anak dari perempuan itu telah menang dan membawa orang-orang kepunyaan-Nya melewati penindasan menuju masa depan. Kepastian itu tentu menguatkan kita untuk bertekun di dalam iman, dan mendorong kita untuk mengabarkan Injil kepada orang lain. Dari penglihatan Yohanes kita diajar untuk menanti hari yang besar, di mana Kristus akan kembali di atas awan.
Wahyu 20 menyebut suatu periode di mana ”naga, si ular tua, atau Iblis dan Satan” ditangkap dan diikat seribu tahun lamanya. Periode itu biasanya disebut ”kerajaan seribu tahun”. Tidak ada kesepakatan bagi orang-orang Kristen mengenai arti periode itu. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah periode itu termasuk masa sebelum atau sesudah kedatangan Kristus kembali?
Agustinus memilih pendapat pertama. Dalam tradisi Reformed, pendapat itu sangat dominan; artinya, ”kerajaan seribu tahun” (dianggap sebagai sejumlah tahun yg tidak terhitung jumlahnya, tidak harfiah seribu tahun); sudah dimulai setelah kemenangan Yesus di kayu salib Golgota.
Di kalangan Kristen Injili, muncul pendapat bahwa ”kerajaan seribu tahun” adalah suatu masa yang dimulai setelah Yesus kembali dan persis seribu tahun lamanya. Pendapat ajaran tersebut dinamakan khiliasme (dari bh Yunani, khilia = seribu) atau milenialisme (dari bh Latin, mille = seribu, bnd kata ”millenium”). Alasan terjadi perbedaan pendapat tersebut disebabkan cara pandang terhadap sejarah dan sifat nubuat alkitabiah.
Tradisi Reformed melihat sejarah penyelamatan sebagai satu garis lurus dari ”janji induk” (lih Kej 3:15), melalui Golgota menuju kedatangan Yesus kembali sebagai titik terakhir (dan pemulihan segala sesuatu). Dalam pandangan tersebut, nubuat-nubuat tentang Israel dan Yerusalem tetap diterangkan melalui garis itu dengan berfokus pada umat Allah (gereja) hingga Yerusalem baru.
Sedangkan kalangan Kristen Injili mengkonstruksikan berbagai era perjanjian. Di dalam ilmu teologi, era-era itu disebut ”ekonomi-ekonomi”. Tiap era dicirikan sebagai era perjanjian khusus dan terbatas dengan sifat-sifatnya yang khusus. Biasanya ada tujuh ”ekonomi keselamatan” dengan cirinya masing-masing (”hati nurani”, ”pemerintahan manusia”, ”perjanjian”, ”hukum Taurat”, ”kasih karunia”, ”akhir zaman”, dan ”kerajaan”).
Menurut pendekatan sejarah itu, di samping periode perjanjian Allah dengan Israel (”hukum Taurat”), ada juga periode perjanjian baru de ngan gereja (”kasih karunia”). Pada saat Yesus datang kembali, periode gereja berakhir (”akhir zaman”). Kemudian mulailah kerajaan seribu tahun. Di dalam periode itu, Allah akan memusatkan kembali perjanjian
Nya dengan Israel; Allah akan memenuhi segala janji-Nya bagi kaum Yahudi dan Yerusalem yang belum dipenuhi.
Di bawah ini kita akan meneliti penjelasan mengenai khiliastis pada Wahyu 20, lalu penjelasan Agustinus, dan terakhir pendekatan saya yang bertitik tolak dari pendapat Agustinus, yang menurut saya lebih cocok dengan sifat Kitab Wahyu.
Penjelasan Khiliastis
Di atas sudah dijelaskan bahwa banyak penganut Kristen Injili menganut ajaran khiliastis. Visi ini mengenai masa depan yang memiliki banyak varian dalam detail-detailnya, tetapi garis besarnya sama, yaitu: Allah telah mengadakan perjanjian yang kekal dengan Abraham dan keturunannya. Setelah kedatangan Kristus, perjanjian baru de ngan gereja di mulai, di samping perjanjian lama dengan Israel. Orang Kristen hidup di dalam perjanjian baru sebagai gereja. Pada akhir periode itu, akan datang penindasan besar yang berakhir dengan pertempuran Harmagedon. Mengakhiri periode ini, Kristus datang kembali dan orang-orang percaya akan bangkit dari kematian. Jemaat Kristus akan diangkat dengan Yesus dari bumi ke surga. Mereka akan memerintah bersama-sama dengan Dia selama 1.000 tahun. Jadi, di bumi akan didirikan kerajaan damai seribu tahun. Selama masa itu Iblis diikat.
Oleh karena Allah ingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, maka bangsa Israel akan bertobat dan banyak nubuat Perjanjian Lama menge nai Israel dan Yerusalem akan dipenuhi. Mesias akan memerintah suku-suku Israel. Pada akhir periode itu, Iblis dilepaskan untuk waktu yang singkat. Maka mulailah suatu periode penyiksaan besar, disertai serangan oleh Gog dan Magog. Sesudah itu tibalah akhir zaman dan penghakiman terakhir.
Keberatan utama terhadap ajaran ini adalah gagasan tentang adanya dua perjanji an yang sangat berbeda, yaitu dengan Israel dan dengan gereja. Apabila ada dua ”ekonomi penyelamatan” yang berbeda secara prinsip, maka hilanglah kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (lih bagian 5.6.).
Kita sudah melihat bahwa Kitab Wahyu berkali-kali melukiskan periode yang sama, yaitu periode dari kedatangan Yesus yang pertama sampai kedatangan-Nya kembali. Eksegesis khiliastis mengenai Wahyu 20:1-10 tidak mengindahkan kenyataan ini. Padahal, pasal 20 merupakan awal pemaparan periode yang baru (lih bagian 7.6.). Siapa pun yang membaca pasal 20 sebagai lanjutan periode yang dilukiskan pasal 19 (lanjutan penglihatan yg sama), tidak luput dari penafsiran adanya kebangkitan dwi ganda, penindasan dwi ganda, dan dua kali kedatang an Kristus kembali. Penggandaan tersebut seharusnya membuat kita curiga. Sa ngat riskan untuk membangun visi masa depan pada satu bagian Alkitab yang penafsirannya begitu sulit, yaitu Wahyu 20. Penggandaan yang demikian sama sekali tidak muncul di bagian lain Alkitab. Di semua kitab dalam Perjanjian Baru, pengharapan kita diarahkan pada satu hari saja, yaitu hari di mana Yesus datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Pengharapan kita diarahkan pada satu periode saja, yakni pemulihan segala sesuatu di surga dan di bumi yang baru. Tidak ada satu kata di dalam seluruh Perjanjian Baru yang menyebut terjadinya suatu kerajaan khusus antara kedatangan Kristus kembali yang pertama dan penghakiman terakhir. Itulah fakta yang sudah pasti.
Hal itu bukanlah masalah teoritis semata. Jika Wahyu 20 dan nubuat-nubuat yang berkaitan dengan hal itu dijelaskan sebagai hal yang akan terjadi pada suatu periode seribu tahun yang khusus, itu berarti masa kini akan hilang. Lagi pula, jika karena penjelasan khiliastis ini semua tekanan terfokus pada periode peme rintahan Yesus di masa depan, akibatnya orang akan mengabaikan kenyataan bahwa Yesus pada masa kini sudah memerintah dan memiliki segala kuasa di surga dan di bumi (lih Mat 28:18).
Yang terakhir, pandangan khiliastis itu sangat memengaruhi cara kita menantikan kedatangan Kristus kembali. Seluruh Perjanjian Baru mendorong kita siap sedia bagi kedatangan Kristus. Kitab Wahyu berakhir dengan doa Yesus tentang kedatangan-Nya segera. Kedatangan itu diberitahukan secara khidmat dalam Wahyu 22:17, 20. Pe nantian seperti itu tidak dapat dipengaruhi oleh berbagai spekulasi me ngenai segala hal yang harus terjadi sebelum Dia kembali secara definitif.
Penjelasan Agustinus
Agustinus menganggap masa seribu tahun itu sebagai pencirian seluruh periode sejarah gereja. Selama periode itu, Kristus adalah Raja dan Ia me laksanakan kuasa-Nya melalui firman dan Roh-Nya. Pemerintahan itu diwujudkan-Nya di atas bumi. Iblis (si naga) dibuang ke dalam jurang maut, dikunci dan dimeteraikan (lih Why 20:3). Iblis tidak sanggup lagi menggoda bangsa-bangsa di dunia (seperti dalam periode Perjanjian Lama setelah Babel), sehingga Injil dapat dikabarkan sampai ke ujung bumi. Iblis tidak pernah sanggup menghancurkan gereja (lih Why 20:1-3; bnd Why 12).
Bukan saja di bumi, melainkan juga di surga Yesus menyatakan kuasa-Nya. Di surga ada takhta-takhta yang disediakan. Siapakah yang boleh duduk di takhta itu? ”Jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak me nyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun”, Wahyu 20:4. ”Tetapi orang-orang mati lainnya tidak bangkit sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu. ’Inilah kebangkitan pertama,’” (Why 20:5). Ketika kedatangan Kristus kembali, akan ada kebangkitan besar dari kematian.
Pada akhir seribu tahun, Iblis akan dilepaskan lagi untuk waktu yang singkat. Pada masa itu, Iblis memperoleh kembali segala kuasa nya. Gambaran periode ini menggunakan Yehezkiel 38–39; massa dari bangsabangsa yang besar (”Gog dan Magog”) akan menyerang gereja (”perkemahan orang-orang kudus dan kota yang dikasihi”) sambil mengejarnya. Di saat situasi sudah sangat mendesak, Kristus datang kembali untuk melepaskan umat kepunyaan-Nya. Kemudian kesudahan segala sesuatu pun tiba.
Penjelasan Agustinus tersebut memang sesuai struktur Kitab Wahyu. Apa yang diceritakan pasal 20 secara kronologis tidak mengikuti peristiwa-peristiwa yang dilukiskan pasal 19, tetapi menggambarkan sebuah penglihatan baru, yaitu perang yang dilukiskan pada akhir pasal 19 sama dengan perang Gog dan Magog yang dilukiskan pasal 20 (sama de ngan Harmagedon yg dilukiskan ps 16). Kunci penafsiran Kitab Wahyu adalah pengertian bahwa penglihatan-penglihatan Yohanes semua melukiskan periode yang sama.
Selanjutnya, tafsiran Agustinus pun sesuai dengan sejarah dunia sebagaimana yang kita alami sampai saat ini. Memang Injil dikabarkan sampai ke ujung bumi, sehingga kekristenan telah memberikan pengaruh yang besar atas budaya manusia di dunia. Kelihatannya, saat ini Iblis tidak mempunyai segala kuasa. Atau haruskah kita katakan: selama 2.000 tahun ini Iblis sudah terikat, tetapi seakan-akan Iblis makin berkuasa lagi pada masa kita? Yang menjadi pertanyaan menyangkut tafsiran Agustinus ini, yaitu berada di manakah kita dalam periode ini? Seperti apa waktu kita? Apakah kita masih hidup di dalam periode ”kerajaan seribu tahun”, atau apakah kita sudah hidup dalam periode Iblis sesudah dilepas kembali? Bagaimana kita dapat menentukan hal itu?
Perspektif dan pengalaman gereja di Eropa Barat malah berlainan dan bahkan bertentangan dengan, misalnya, gereja di Korea Utara. Jadi, penjelasan Agustinus itu memiliki masalah yang sama dengan penjelasan khiliastis. Jika gereja memang harus menghadapi periode penindasan besar, timbul pertanyaan mendasar: kapan terjadinya? Apa yang akan terjadi dengan kita? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menggiring kita pada pertanyaan lain di dalam Perjanjian Baru: apakah kita siap untuk menemui Kristus yang datang kembali secara tiba-tiba, pada saat yang tidak dapat kita pikirkan?
Penyesuaian penjelasan Agustinus
Penjelasan Agustinus diterima sebagai penjelasan klasik di kalangan Reformed selama berabad-abad yang lalu. Melawan khiliasme, penjelas an ini perlu diungkapkan lebih baik sehingga keberatan-keberatan yang disebutkan tadi bisa teratasi. Pertama, dengan memperhatikan bahwa ketujuh lukisan sejarah periode antara kedatangan Yesus yang pertama dan yang ke dua (lih skema struktur Kitab Wahyu, hlm 153), masing-masing memiliki perspektifnya sendiri. Kemudian, dengan melepaskan pemahaman kronologis. Kedua hal itu akan dapat dijelaskan secara singkat seperti berikut ini.
Perspektif yang menentukan paparan Wahyu 20
Melalui penggambaran kerajaan seribu tahun, Wahyu 20 mencirikan seluruh periode kedatangan Yesus yang pertama dan kedua. Penggambaran itu terjadi dari satu perspektif, yaitu dari per spektif pengikatan Iblis. Dalam pasal 8 kita melihat bahwa tiap pemaparan periode yang sama ini memakai perspektif dan penekanan khusus. Wahyu 4–7 memperlihatkan penindasan terhadap gereja. Wahyu 8–11 memperdengarkan tujuh sangkakala peringatan. Wahyu 15–16 tentang tujuh cawan murka Allah yang ditumpahkan Allah. Wahyu 20–22 memperlihatkan kemenangan Kristus yang dinantikan.
Terkadang muncul kritik atas penjelasan Agustinus ini, seperti: bagaimana mungkin kita mengatakan bahwa Iblis sedang diikat pada periode ini? Itu mungkin, karena pengikatan Iblis hanya ada satu aspek, satu perspektif periode itu. Kita juga melihat, misalnya, suatu perspek tif lain mengenai periode yang sama, yaitu penganiayaan gereja (lih Why 4–7). Contoh lain, penghakiman yang akan berlangsung di dunia ini (lih Why 15–16). Ikatan Iblis (Iblis sebenarnya sudah dikalahkan di Golgota), dan efek pekabaran Injil di seluruh dunia merupakan aspek-aspek lain yang sangat penting di periode antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya kembali. Yesus bekerja di dunia ini setelah kenaikan-Nya ke surga. Ia telah mengalahkan Iblis. Hal itu menjadi jelas bukan hanya di surga, melainkan juga di bumi ini!
Pemahaman atas Kitab Wahyu yang tidak kronologis
Alur peristiwa-peristiwa di dalam Kitab Wahyu tidak terstruktur secara kronologis. Jadi, dalam memahami Kitab Wahyu, tidak logis jika kita katakan bahwa peristiwa-peristiwa di dalamnya seolah-olah berlangsung kronologis. Titik awal (kedatangan Kristus yg pertama dan kenaikan
Nya ke surga) dan titik akhirnya (kedatangan-Nya yg kedua dan penghakiman terakhir) jelas. Di antara awal dan akhirnya itu, kita melihat sejarah dunia mengikuti suatu pola tertentu: adakalanya pengikatan Iblis menjadi jelas, tetapi pada kesempatan lain, pepe rangan rohani mengalami peningkatan, lalu keadaan menjadi baik, dan seterusnya. Kita juga dapat mengetahui bahwa Iblis diikat di suatu tempat tertentu sehingga pekabaran Injil sangat berhasil di tempat tersebut. Sementara pada saat yang sama di tempat lain, Iblis seolah-olah terlepas sehingga kuasakuasa dunia bangkit melawan orang-orang percaya. Bagaimanapun di dalam semua situasi yang berbeda itu, satu hal yang selalu pasti adalah kemenangan Kristus.
Dua penjelasan tambahan pada tafsiran Agustinus tersebut membuat kita tidak terpaku pada pertanyaan mengenai di waktu manakah kita hidup saat ini: masih di dalam masa kerajaan seribu tahun atau sudah di dalam periode penindasan yang terakhir? Penjelasan Wahyu 20 tadi membuat kita berjaga-jaga dalam menantikan Yesus, yang bisa datang kapan saja.
Bumi yang baru
Kitab Wahyu berkali-kali memaparkan seluruh periode dari kenaikan Yesus ke surga sampai kedatangan-Nya kembali. Tetapi, yang menjadi penekanan utama dalam paparan ini adalah akhir periode kedatangan Yesus kembali dan penghakiman terakhir. Pasal-pasal terakhir itu menggambarkan apa yang akan datang kemudian: langit dan bumi yang baru. Di dunia ini ada begitu banyak orang (tidak percaya kepada Yesus Kristus) yang mengharapkan keadaan bumi ini berkembang menjadi lebih baik dan baru. Karena itu, mereka berjuang melawan penderitaan dan masalah-masalah yang ada. Bahkan, mereka sangat gencar merealisasikan bumi yang baik, humanis, adil, dan sejahtera. Namun kenyataannya, keadaan dunia sekeliling kita tidak memberikan harapan dan gambaran bahwa keadaan bumi yang diusahakan itu akan terwujud.
Ilmu dan teknologi semakin berkembang dan menampilkan kemajuannya yang pesat. Manusia berusaha sebisa mungkin untuk mencoba merealisasikan masa depan yang baik bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya, tetapi sering kali hasil yang kelihatan ternyata mengecewakan atau bahkan terbalik. Tidak sedikit masalah di dunia ini justru cenderung menjadi lebih rumit.
Kitab Wahyu membuka pandangan kita sehingga kita dipenuhi dengan pengharapan yang benar. Memang benar, dunia yang sempurna pasti akan datang. Akan tetapi, hal itu bukanlah hasil usaha manusia. Keadaan baru itu (”Yerusalem baru”) akan turun dari surga, dari Allah. Untuk mencapai kesempurnaan, dunia yang lama ini harus melewati suatu proses penghakiman sebelumnya (lih Why 20:11).
Dua kota
Dalam pasal-pasal terakhir, Kitab Wahyu (lih Why 17–22) menyatakan dua kota yang berlawanan: Babel dan Yerusalem. Kedua kota itu mencirikan gaya apokaliptis Kitab Wahyu. Ide ”kota” sangat cocok untuk menggambarkan realitas yang lebih luas. Biasanya, kota adalah tempat pusat budaya dan kekuasaan manusia serta sebagai simbol ke giatan manusia. Sejarah dunia ini dimulai dengan sebuah taman (Taman Eden), yang di dalamnya manusia harus bekerja di bawah kasih karunia Allah. Allah memberikan perintah kepada manusia untuk memenuhi bumi dengan beranak-cucu. Bumi ini telah dimulai dengan dua orang, dan berakhir de ngan sebuah bumi yang dipenuhi manusia. Pada akhir Alkitab, kita tidak mendapatkan kembali Taman Firdaus, tetapi sebuah kota. Kita diciptakan untuk memenuhi Kota Firdaus itu dan kehidupan manusia selalu akan diarahkan ke sana.
Setelah manusia memilih untuk menentang Allah dan kemudian menjadi berdosa, maka ada dua cara manusia untuk berjalan ke kota itu: pertama, bergantung pada kekuatan sendiri. Kedua, bergantung kepada Allah. Di dalam sejarah dunia, kita melihat bahwa mayoritas manusia berusaha mewujudkan masa depan mereka tanpa Allah. Mereka membangun kota mereka sendiri dan mencoba untuk menciptakan kedamaian dan keamanan berdasarkan kekuatan dan hikmat mereka sendiri.
Memang benar bahwa Kain adalah orang pertama yang mendirikan kota (lih Kej 4:16); dan setelah air bah, manusia tidak mau mendengarkan Allah dengan membangun sebuah kota, Babel, yang dilengkapi dengan menara tertingginya di dunia (lih Kej 11). Mere ka ingin memperlihatkan nama dan kehormatan mereka sendiri, dan bersatu untuk memperbesar kuasa mereka. Mereka pun membangun kota mereka sendiri, terpisah dari Allah. Tetapi, betapa pun tingginya menara itu, Allah masih harus turun dari surga untuk dapat melihat apa yang sedang mereka kerjakan saat itu. Allah mengerti motivasi manusia dan memutuskan untuk menggagalkan rencana mereka dengan mengacaukan bahasa mereka.
Di dalam Wahyu 17–18, Kota Babel melambangkan kebudayaan, kekayaan, dan kekuasaan duniawi. Manusia tetap cenderung membangun kota mereka tanpa Allah; oleh karena itu, Kitab Wahyu melambangkan Babel itu sebagai seorang pelacur. Alasannya, kota itu tidak setia kepada Allah. Ia hanya mencari kepentingannya sendiri. Maka Allah akan menghancurkan kota itu bersama-sama dengan semua penduduknya.
Akan tetapi, tidak semua manusia diperlakukan seperti penduduk Babel. Ada cara lain untuk hidup di dunia ini. Itulah cara dan gaya kehidup an semua orang yang diperhitungkan sebagai milik Allah. Kehidupan mereka juga dilambangkan dengan sebuah kota, yaitu Yerusalem. Pada masa Perjanjian Lama, Yerusalem adalah ibu kota Kanaan. Di sana Bait Allah dibangun, di mana segala kurban dipersembahkan, dan Allah tinggal di tengah-tengah umat-Nya. Pada akhir Kitab Wahyu, sekali lagi, kita menemukan kota itu: Yerusalem yang baru, yang juga disebut mempelai perempuan Yesus. Fakta yang menarik adalah Kota Yerusalem yang baru itu bukanlah hasil buatan tangan manusia. Kota itu turun dari surga. Allah sendiri yang mengaruniakan kepada kita suatu bumi yang sempurna, yang kita sendiri tidak berhasil mewujudkannya.
Jadi, ada dua pilihan: pertama, Anda berusaha untuk mendirikan Babel di bumi ini dengan mencoba berkuasa, kemudian mewujudkan dunia yang humanis, aman, dan adil, namun terpisah dari Allah. Kedua, Anda berusaha hidup di bumi ini sebagai orang asing seper ti Abraham, seakan-akan Anda hidup di dalam kemah-kemah sambil ”menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah” (Ibr 11:10).
Dari Kejadian sampai Wahyu
Buku Kabar Baik dari Perjanjian Baru dan Kabar Baik dari Perjanjian Lama membentuk satu kesatuan. Di dalam kedua buku tersebut, kita telah mempelajari semua kitab. Kita memulai dari Kejadian 1: Allah menciptakan langit dan bumi, dan semua yang Dia ciptakan sangat baik. Kita menyaksikan manusia pertama yang memilih untuk berdosa, yang mengakibatkan ciptaan Allah yang baik itu menjadi rusak. Tetapi, Allah tidak membiarkan manusia dan dunia ada di dalam kebinasaan. Allah tidak menyerahkan nasib manusia ke dalam tangan Iblis. Allah merencanakan penyelamatan dan pemulihan segala sesuatu. Suatu saat si naga, Iblis, akan kehilangan segala kuasanya. Seluruh sejarah di dalam Perjanjian Lama menggemakan pengharapan tentang kedatangan Penebus yang Agung itu, yang akan mengalahkan Iblis.
Di dalam Perjanjian Baru, kita melihat siapakah Yesus Kristus, Anak Allah itu. Dia telah menjadi manusia untuk menderita dan menanggung hukuman karena dosa-dosa manusia. Dengan demikian, Yesus Kristus telah mematahkan kuasa Iblis. Sekarang, berita penyelamatan itu harus disebarluaskan dan diperkenalkan sampai ke ujung bumi agar semua orang yang dipilih Allah memperoleh tempat di dalam Kerajaan Kristus. Iblis, seperti singa yang mengaum-aum, masih terus berupaya menyerang gereja dan membinasakan orang-orang percaya. Namun, Kristus melindungi mereka sampai pada hari yang besar di mana Dia akan datang kembali. Pada hari itu, penghakiman terakhir akan terjadi. Pada hari itu juga, Iblis dan semua pengikutnya akan dilemparkan ke dalam api penghakiman Allah. Namun, semua orang yang percaya kepada Kristus akan hidup selamanya di bumi yang baru, di Yerusalem yang baru. Dan Allah akan tinggal di tengah-tengah mereka sesuai kehendak-Nya.
”Roh dan pengantin perempuan itu berkata, ’Marilah!’ Siapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata, ’Marilah!’ Siapa yang haus, hendaklah ia datang, dan siapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma. Ia yang bersaksi tentang semuanya ini, berfirman, ’Ya, Aku datang segera!’ Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” (Why 22:17, 20). Maranata!
Kejadian 1–2 Surga dan bumi |
Wahyu 21–23 Surga dan bumi yang baru |
---|---|
Laut yang dalam (1:2, 9) Kegelapan (1:2-4) Allah menciptakan benda-benda penerang (1:14-19) Manusia berkuasa (1:26-28; 2:15) Dua pohon (2:9, 17; 3:22-23) Berbagai sungai (2:10-14) Laki-laki mendapatkan perempuan (2:18-25) |
Tidak ada laut lagi (21:1) Tidak ada malam lagi (22:5) Tidak memerlukan matahari dan bulan (21:23; 22:5) Manusia kembali berkuasa (22:2) Hanya pohon-pohon kehidupan (22:2) Satu sungai air kehidupan (21:6; 22:1-2) Kristus mendapatkan mempelai perempuan (21:2, 9) |
1. Membuat storyboard
Sebelum sebuah film dibuat, biasanya naskah diperlihatkan dalam bentuk storyboard: seperti animasi yang memperlihatkan bagaimana perekam an adegan-adegan dilakukan dan kelihatan. Bagikan kepada tiap orang beberapa kertas folio yang sudah memiliki kotak-kotak kosong untuk diisi. Siapkan pensil berwarna secukupnya dan beberapa penghapus. Tugasnya adalah untuk menggambar storyboard yang seolah-olah dipakai untuk ”film” yang dapat kita tonton di dalam Wahyu 12. Perlihatkanlah, nikmatilah, dan diskusikanlah hasilnya.
2. Dua binatang
Bacalah bersama-sama Wahyu 13. Sesudah itu, bentuklah kelompok-kelompok kecil. Berikanlah tiap kelompok dua lembar kertas folio. Di atas kertas pertama, tertulis: ”Binatang dari dalam laut”, di atas kertas yang lain: ”Binatang dari dalam bumi”. Masing-masing kelompok harus membuat gambar tiap binatang itu. Kemudian catatlah pada gambar binatang itu ciri-cirinya, dan dalam hal apa kita menemukan karakter atau manifestasi binatang itu pada masa kini. Bandingkanlah hasil tiap-tiap kelompok dan diskusikanlah.
3. Varian-varian Kerajaan Seribu Tahun
Ada berbagai varian penjelasan khiliastis tentang kerajaan seribu tahun. Di samping ”postmilenialisme” ada juga ”premilenialisme”, dan ”amilenialisme”. Tugaskanlah para peserta dalam kelompok-kelompok untuk mengumpulkan informasi dari internet mengenai ketiga varian ini. Kemudian, mintalah mereka mempresentasi kan ringkasan teori-teori yang berbeda itu. Sebutkanlah kelemahan dan kekuatan tiap pendekat an itu. Buatlah kesimpulan akhir berdasarkan presentasi tiap kelompok.
4. Bermacam-macam kota
Gantunglah selembar kertas besar yang bertuliskan ”KOTA”. Biarkanlah para peserta berusaha menebak hal apa saja yang berhubungan dengan kata ”KOTA”. Catatlah hasilnya dengan menggunakan kata-kata kunci di kertas itu.
Sekarang gantunglah dua lembar kertas yang serupa. Pada kertas pertama, tertulis ”Babel”. Pada kertas kedua, tertulis ”Yerusalem”. Kemu dian berikanlah kesempatan kepada peserta untuk menyebutkan gagasan-gagasan yang berhubungan dengan kedua kota itu. Apakah ciriciri ”Babel” dan ”Yerusalem”?
Bacalah bersama-sama Wahyu 17:1-6 dan 18:1-5. Apakah pembacaan ini mengakibatkan poster (kertas yg bertuliskan) Babel masih perlu dilengkapi dengan ciri lain? Selanjutnya, bacalah Wahyu 21:9-12 dan 21-27. Apakah masih ada alasan agar poster (kertas yg bertuliskan) Yerusalem perlu dilengkapi lagi? Bahaslah pertanyaan berikut: kota manakah yang pa ling mencirikan masyarakat kita saat ini? Kota manakah yang mencirikan kehidupan Anda?
1. Menurut Anda, apakah bab ini menarik? Jelaskan pendapat Anda.
2. Bagian manakah yang paling menarik yang tetap Anda ingat setelah membaca Kitab Wahyu?
3. Apakah gereja kita saat ini adalah ”gereja di padang gurun”? Dari perspektif apa hal itu bisa diterima?
4. Bacalah Wahyu 12:1-5. Bandingkanlah situasi itu dengan suasana sekitar perayaan Natal. Apakah nas itu baik untuk dikhotbahkan pada hari raya Natal?
5. Perempuan diberikan dua sayap dari burung nazar untuk terbang ke tempatnya di padang gurun (lih Why 12:14). Bandingkanlah dengan Keluaran 19:4. Apa saja yang muncul ketika Anda membandingkan kedua bagian itu?
6. Di manakah atau dalam situasi apakah Anda melihat binatang yang keluar dari dalam bumi pada masa kini?
7. Di manakah atau dalam situasi apakah Anda melihat binatang yang keluar dari dalam laut pada masa kini?
8. Di dalam pasal 7 kita membaca tentang 144.000 orang yang mendapatkan meterai Allah di dahi mereka (lih Why 7:4-8). Di dalam pasal 14, kita melihat orang-orang itu berdiri di Bukit Sion bersama Anak Domba (lih Why 14:1-5). Siapakah mereka itu? Bagaimanakah kita harus menjelaskan bilangan itu?
9. Sebelum tanggal 6 Juni 2006 (666), beberapa orang Kristen yang berdasarkan Wahyu 13:18, menjadi takut bahwa si antikristus akan menyatakan diri pada tanggal itu. Apakah ketakutan mereka bisa diterima? Mengapa?
10. Ada beberapa orang Kristen berdasarkan Wahyu 13:16-17 merasa takut karena akan tiba saatnya di mana semua manusia akan mendapat kan chip (kepingan) yang telah diimplantasi, dan siapa pun yang tidak setuju dengan cara itu akan dikucilkan. Apakah mere ka mempunyai alasan untuk takut? Mengapa?
11. Penyiksaan dalam api dan belerang serta gilingan buah-buah anggur yang mengalirkan darah adalah gambaran yang gunakan Wahyu 14 tentang penghakiman terakhir. Dapatkah Anda mengaitkan hal itu dengan seruan malaikat: ”Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia” (Why 14:7), atau justru tidak ada?
12. Menurut Anda, dari ketiga penjelasan bab ini mengenai kerajaan seribu tahun bagian manakah yang paling menarik?
13. Apakah orang Kristen di Korea Utara membaca Wahyu 20:1-10 secara berbeda dengan orang Kristen di Eropa Barat, atau di Indonesia?
14. Alkitab berakhir dengan penglihatan masa depan yang luar biasa. Apakah penglihatan yang indah itu memengaruhi kehidupan Anda? Jelaskan!
15. Sejarah dunia dimulai dengan Taman Eden, dan berakhir dengan sebuah kota. Apakah hal itu juga merupakan sebuah kemajuan?
16. Akhir Kitab Wahyu menegaskan suatu kerinduan yang kuat akan kedatangan Kristus kembali. Apakah Anda juga mengenal kerinduan itu dalam hati Anda? Di manakah atau pada saat apakah kerinduan itu terungkap dalam kehidupan Anda?