Rasul-rasul menjelajahi dunia dengan Injil. Di mana pun mereka mendirikan jemaat-jemaat Kristus mereka menetapkan penatua-penatua, atau menugaskan seorang teman sekerja untuk tinggal bersama jemaat tersebut sampai penatua-penatua dapat ditetapkan.
Ketika melanjutkan perjalanan, mereka tidak membiarkan atau melupakan jemaat-jemaat itu begitu saja. Namun, melalui surat-surat, mereka memberikan instruksi-instruksi, nasihat-nasihat, dan petunjukpetunjuk tentang iman Kristen atau solusi terhadap persoalan yang muncul di tengah jemaat. Teman-teman sekerja Paulus pun dikirimi surat, seperti Timotius dan Titus. Paulus memberikan semangat kepada mereka disertai nasihat dan saran.
Perjanjian Baru berisi 21 surat. Setelah Kisah Para Rasul, kita menemukan sembilan surat yang ditulis oleh Paulus kepada beberapa jemaat. Susunan surat-surat tersebut sama sekali tidak berurut an penanggalannya. Surat yang terpanjang berada di depan, yang paling singkat ditempatkan paling akhir. Setelah surat-surat Paulus kepada jemaat tertentu, Paulus menulis empat surat yang ditujukan kepada tiga orang. Dua kepada Timotius, satu kepada Titus, dan juga kepada Filemon. Ada surat untuk orang-orang ”Ibrani” yang sering dianggap sebagai karya Paulus, tetapi hal itu belum bisa dipastikan kebenarannya. Tujuh surat dinamakan sesuai nama penulis: Yakobus; 1 dan 2 Petrus; 1, 2, 3 Yohanes; dan Yudas. Sangat mungkin surat-surat itu dimaksudkan sebagai surat edaran yang dialamatkan kepada beberapa jemaat. Surat-surat tersebut dikenal juga dengan sebutan ”am”, atau ”umum”, atau ”katolik”.
Paulus tetap membangun hubungan dengan semua jemaat yang telah dia bangun. Paulus menulis surat kepada semua jemaat itu, lalu mengirimkannya melalui teman-teman sekerjanya, atau melalui orang-orang percaya lain yang mengunjungi jemaat-jemaat itu.
Paulus menulis lebih banyak surat daripada yang kita ketahui dan yang tersimpan dalam Alkitab. Misalnya, kita membaca di dalam surat pertama kepada jemaat di Korintus bahwa Paulus ”Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu ...” (lih 1Kor 5:9-11). Dan di dalam 2 Korintus 2:24, Paulus sekali lagi menyebut surat yang ditulisnya, seperti kita kenal, sebagai ”surat air mata”. Surat itu tidak ada lagi.
Roma
Paulus menulis surat ini dari Korintus pada saat perjalanannya yang ketiga, tahun 57 atau 58. Paulus sendiri tidak membangun jemaat di Roma, bahkan ia belum pernah ke Roma. Memang, ia mempunyai rencana untuk mengunjungi Roma, kemudian melanjutkan perjalan annya ke Spanyol. Untuk keterangan selanjutnya, lihat bab 5.
Korintus
Korintus adalah sebuah kota pelabuhan yang sangat penting di Yunani Tengah, juga merupakan pusat kebudayaan dan agama. Kota itu penuh de ngan penganut berbagai kepercayaan, antara lain persekutuan orang Yahudi yang cukup besar. Pada saat perjalanan misinya yang kedua, Paulus mendirikan jemaat di Korintus. Surat pertama kepada jemaat Korintus ditulis di Efesus (lih 1Kor 16:8) tahun 55 M dalam perjalanan ketiganya. Pada masa itu muncul berbagai macam masalah di dalam jemaat di Korintus. Keadaan tegang dan perselisihan meningkat sehingga menyebabkan munculnya golongan-golongan. Surat ini menjawab satu surat yang telah Paulus terima dari jemaat. Dalam balasannya, Paulus membahas aneka ragam hal praktis.
Tepat satu tahun setelah surat yang pertama, ia menulis surat yang kedua, masih pada saat perjalanannya yang ketiga. Meskipun banyak hal yang terjadi, Paulus tetap mengunjungi jemaat di Korintus (lih 2Kor 2:1; 12:14). Titus memberikan berita yang positif kepada Paulus tentang perkembangan dan keadaan jemaat. 2 Korintus adalah sebuah surat yang bersifat sangat pribadi, yang di dalamnya Paulus memberikan perhatian lebih terhadap arti jabatannya sebagai rasul, dan relasinya dengan jemaat. Paulus juga menganjurkan pengumpulan dana untuk membantu jemaat di Yerusalem.
Galatia
Tahun penulisan surat kepada jemat-jemaat di Provinsi Galatia (sekarang Turki Tengah) kurang jelas. Kemungkinan Paulus menulis dalam perjalanan misinya yang ketiga sekitar tahun 57 M.
Pada saat perjalanan misi yang pertama, Paulus telah mendirikan banyak jemaat di Galatia. Dua kali Paulus mengunjungi jemaat-jemaat di wilayah itu. Setelah mendengar bahwa ada orang-orang Kristen Yahudi yang ingin mewajibkan orang-orang Kristen dari bangsa lain untuk memelihara hukum Musa (sunat, Sabat, dll), maka dalam suratnya Paulus menerangkan dan mempertahankan kemerdekaan Kristen.
Efesus
Surat ini ditulis dari penjara di Roma, kira-kira tahun 63 atau 64 M. Efe sus adalah ibu kota dari provinsi Romawi Asia (sekarang Turki Barat). Pada saat perjalanan misinya yang kedua, Paulus mendirikan jemaat di Efesus dan tinggal di Efesus selama beberapa tahun. Dalam surat ini Paulus memperlihatkan dasar gereja dan kesatuan gereja di dalam Kristus, untuk memberikan semangat kepada orang-orang Kristen, dan untuk mendorong agar mereka berdiri tegak dalam berbagai pencobaan.
Filipi
Filipi adalah daerah penjajahan Roma di Makedonia bagian Timur. Inilah tempat pertama di tanah Eropa yang menerima Injil. Di sini Paulus memberitakan Injil dan mendirikan jemaat. Suratnya kepada Filipi ditulis di dalam penjara, kemungkinan besar di Kaisarea tahun 59 M. Dari dalam penjara, Paulus berterima kasih kepada mereka untuk bantuan yang telah mereka kirim kepadanya dan ia memberi semangat kepada mereka agar teguh di dalam iman.
Kolose
Surat ini juga ditulis Paulus dari dalam penjara, kemungkinan di Kaisarea, sekitar tahun 59 M. Paulus mengunjungi Kolose yang di Frigia, sebuah wilayah di Asia Kecil pada saat perjalanan misinya yang kedua dan ketiga. Tetapi, tidaklah pasti bahwa Paulus juga mendirikan jemaat di Kolose, kemungkinan Epafras yang mendirikan jemaat itu (lih Kol 1:4 dan 7; 2:1; 4:13). Surat kepada jemaat di Kolose merupakan surat yang menjelaskan kebenaran Injil ketika diperhadapkan dengan, dan melawan, filsafat-filsafat yang memengaruhi jemaat di Kolose. Bertentangan dengan pandangan filsafat yang berkembang di Kolose (yg menyebabkan sinkretisme), Paulus memperlihatkan bahwa Yesus adalah Tuan (dl bh Yunani, kurios) semesta alam dan juga kurios gereja.
Tesalonika
Surat pertama kepada jemaat di Tesalonika ditulis pada saat perjalanan misi yang kedua tahun 50 atau 51 M. Surat pertama kepada jemaat di Tesalonika, kemungkinan menjadi surat Paulus yang paling tua.
Tesalonika (sekarang Thessaloniki) adalah sebuah kota pelabuhan yang penting dan ibu kota Makedonia. Paulus telah mendirikan jemaat di Tesalonika pada perjalanan tersebut, dan menulis suratnya pada perjalanan yang sama, kemungkinan ketika dia tinggal di Korintus. Timotius baru saja mengunjungi Tesalonika dan telah kembali dengan berita-berita yang baik (lih 1Tes 3:1-13). Paulus mengucapkan syukur nya atas beritaberita baik itu, sambil memberikan berbagai petunjuk kepada jemaat yang muda, antara lain tentang penantian kedatangan Tuhan kembali. Surat kedua kepada jemaat di Tesalonika ditulis tidak lama setelah surat yang pertama, masih pada saat perjalanan misi yang kedua. Di dalam surat itu, jemaat disemangati dan kedatangan Kristus kembali merupakan tema yang penting.
Timotius
Meskipun Timotius masih muda, dialah yang ditugaskan untuk memimpin jemaat di Efesus (lih 1Tim 1:3). Paulus menulis dua surat kepada Timotius. Surat yang pertama kemungkinan ditulis pada saat perjalanan misi yang ketiga tahun 55 M, sedangkan surat yang kedua ditulis dari dalam penjara di Roma. Di dalam surat-surat itu, Paulus memberikan petunjuk pen ting mengenai hubungan antara organisasi jemaat dan bagaimana menghadapi para penyesat. Banyak perhatian diberikan Paulus pada kualitas dan ciri-ciri untuk para pejabat gereja.
Titus
Paulus mengirim Titus ke Kreta untuk memimpin jemaat di sana (lih 2Kor 8:16-24; Gal 2:1, 3). Paulus menulis surat kepada Titus dalam perjalanan misinya yang ketiga. Sama seperti dalam surat-surat kepada Timotius, dalam suratnya kepada Titus, Paulus juga mendorongnya agar tetap waspada terhadap para penyesat dan melawan mereka. Paulus juga me netapkan syarat-syarat bagi para pejabat gereja yang akan dipilih oleh Titus.
Berdasarkan surat-surat kepada Timotius dan Titus, kita belajar banyak tentang kepemimpinan di dalam gereja. Pertama-tama, Paulus memberikan petunjuk kepada Timotius dan Titus sendiri, di mana keduanya berkedudukan sebagai pemimpin jemaat. Kemudian, Paulus memberikan banyak perhatian atas syarat-syarat bagi para penatua (presbiteros) atau pengawas (atau penilik: episkopos) dan para diaken. Baik di dalam jemaat-jemaat yang dipimpin Timotius maupun Titus, belum ada penatua-penatua dan diaken-diaken yang dipilih. Sebelum mereka berpindah ke tempat lain, Paulus memerintahkan mereka untuk mengaturnya secara bertanggung jawab.
Filemon
Paulus mengirim surat kepada Filemon dan kepada jemaat di Kolose secara bersamaan, karena Filemon tinggal di Kolose (lih Kol 4:7-9). Seorang budak dari Filemon, Onesimus, telah melarikan diri ke Paulus. Sesudah bertemu dengan Paulus, Onesimus bertobat dan percaya. Kemudian Paulus mengirim Onesimus kembali kepada tuannya, Filemon, dan mendorong Filemon untuk menerima Onesimus tidak lagi sebagai hamba, melainkan sebagai saudara di dalam Kristus.
Surat-surat dari para rasul ditujukan kepada jemaat-jemaat atau para pekerja dalam situasi-situasi yang konkret untuk menjawab masalahmasalah yang konkret pula. Sama seperti para nabi menerapkan Taurat pada situasi yang konkret yang dialami bangsa Israel pada waktu itu, demikian pula para rasul menerapkan Injil dalam situasi jemaat yang konkret dan pribadi-pribadi yang konkret. Mereka tidak menuliskan surat mereka kepada gereja umum di segala waktu dan tempat di dunia.
Di dalam surat-surat Paulus, kita sering kali membaca tentang sesuatu yang didengar Paulus atau yang dituliskan baginya di dalam surat yang ia diterima. Misalnya, di dalam surat yang pertama kepada jemaat di Korintus. Ternyata Paulus telah menerima informasi tentang terbentuknya golongan-golongan di dalam jemaat. Paulus menulis demikian: ”Sebab, Saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orangorang dari keluarga Kloë tentang kamu bahwa ada perselisihan di antara kamu” (1Kor 1:11). Paulus juga telah menerima surat yang di dalamnya meminta nasihatnya dalam banyak hal. Pasal 7 mulai dengan: ”Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku”. Selanjutnya, Paulus menelusuri pokok-pokok itu satu per satu, kemudian menjelaskan apa arti Injil bagi perkawinan (ps 7), tentang persembahan berhala (ps 8–10), posisi perempuan, perayaan Perjamuan Malam (ps 11), karuniakarunia Roh (ps 12–14), dan kebangkitan dari kematian (ps 15). Paulus memiliki gaya menulis yang hidup, meskipun sedikit rumit. Di dalam tulisan-tulisannya dia memperlihatkan dirinya sebagai pekabar Injil sejati. Gayanya dalam menulis surat-surat membuat kita seolah-olah dapat mende ngar bahwa dia sedang berbicara dengan orang-orang.
Paulus juga mampu menyadari keberatan-keberatan yang akan muncul dari pihak para pembantahnya. Dia bahkan mengutip pendapat mereka, namun sesudah itu membalas mereka dengan serangan yang didasarkan pada Injil. Contoh yang jelas dari gaya ini dapat kita temukan di dalam Roma 6. Ketika Paulus menjelaskan bagaimana kita secara mutlak diselamatkan oleh karunia Allah dalam Kristus, ia melanjutkannya demikian: ”Jika demikian, apa yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? (Rm 6:1). Untuk membantah pandangan yang (pada waktu itu sering didengar sangat) keras, ia menjawab dengan ”sekali-kali tidak!” (lih Rm 6:2).
Pada bab pendahuluan kita telah membuat skema garis utama dari Alkitab:
Pertanyaan pokok Alkitab adalah: bagaimanakah Allah―meskipun kita berdosa―memungkinkan masa depan yang baik dan bagaimana kita dapat menerima (atau mendapat) bagian dalam kebaikan itu? Bertolak dari perihal itu, berikut akan diuraikan beberapa tema dari surat-surat Paulus:
Oleh karena garis Alkitab berakhir dengan penglihatan mengenai penciptaan yang baru, maka kita akan menelusuri apa yang ditulis Paulus tentang hal itu. Pada akhirnya, kita akan membahas ”sudah” dan ”belum” di dalam surat-surat Paulus: apa artinya untuk kehidupan kita bahwa di dalam Yesus penebusan ”sudah” menjadi benar, sementara penebusan yang sempurna ”belum” kita terima secara kon kret dan menunggu kedatangan Kristus kembali.
Dosa menurut Paulus
Tiap orang yang membaca surat-surat Paulus akan bertemu dengan pasal-pasal mengenai dunia dosa yang digambarkan Paulus begitu buruk dan negatif, sehingga mungkin saja bisa disimpulkan bahwa Paulus melebih-lebihkan hal itu dan keadaan dunia sebenarnya tidak sebegitu buruk karena dosa. Misalnya, gambaran Paulus di dalam Roma: ”seperti ada tertulis: ’Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak’” (Rm 3:10-12).
Nada yang sama yang kita temukan di dalam Efesus: ”Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, kamu menaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kita semua juga termasuk di antara mereka, ketika kita hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kita yang jahat. Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain” (Ef 2:1-3).
Jadi, Paulus tidak hanya membicarakan tentang orang-orang yang belum percaya yang makin buruk, tetapi juga mengenai orang-orang beragama yang saleh. Sama saja! Di dalam Roma 2, dia berbicara kepada jemaat di Roma demikian: ”Karena itu, hai manusia, siapa pun engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak mempunyai dasar untuk membela diri. Sebab, dengan menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama” (Rm 2:1).
Sebuah penekanan yang serius mengenai dosa. Apakah itu merupakan sesuatu yang mencirikan pribadi Paulus dan ”teologinya”? Benar. Namun, hal itu juga merupakan sesuatu yang telah dia pelajari dari Yesus. Berikut pokok-pokok penting yang berhubung an dengan hal itu:
Dibenarkan hanya oleh iman
Banyak tokoh gereja (antara lain Agustinus, Luther, dan Wesley) menganggap pembenaran oleh kasih karunia dan iman saja, sebagaimana pendapat Paulus. Pendapat Paulus itu inti dari seluruh Injil. Namun, ada yang berpendapat bahwa karena tekanan itu tema-tema yang lain kurang diperhatikan dan diterangkan dalam surat-surat Paulus. Tekanan pada pembenaran oleh iman cenderung menghindari perhatian pada tematema lain. Menurut mereka, hanya ada dua surat Paulus yang memang mengajukan hal itu sebagai tema utama, yakni surat kepada jemaat di Roma dan di Galatia. Memang benar bahwa Paulus juga membicarakan kemenangan Yesus atas segala kuasa, tentang pemulihan penciptaan, pembaruan kehidupan, gereja, dan seterusnya! Tetapi, ajarannya tentang pembenaran oleh iman dan kasih karunia Allah tetap menjadi perhatian utamanya.
Melalui garis Alkitab yang telah diskemakan sebelumnya, kita akan mengerti alasan pandangan Paulus itu. Pertanyaan pokoknya telah dirumuskan demikian: ”Bagaimana Allah, sekalipun kita berdosa, menyediakan masa depan yang baik, dan bagaimana kita dapat menerima bagian dalam kebaikan itu?” Apa yang ditulis oleh Paulus tentang pembenaran oleh iman menyajikan jawaban atas pertanyaan pokok itu, sebagaimana yang diungkapkannya dalam Roma 3:22-26: ”yaitu pembenaran oleh Allah melalui iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia-Nya kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma melalui penebusan dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian melalui iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya adalah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa kini bahwa Ia adil dan juga membenarkan orang yang menerima dan percaya Yesus”.
”Dibenarkan” berarti, relasi antara kita dan Allah dipulihkan kembali. Kita dibebaskan dari kesalahan dan Allah menerima kita kembali sebagai anak-anak-Nya. Dasar pembenaran itu adalah kebaikan Allah dan kasih karunia-Nya (lih Rm 5:8; Ef 2:4, 8, dll). Tidak ada sedikit pun dasar untuk penebusan kita yang berasal dari diri kita sendiri; penebusan itu juga tidak berawal karena kita yang memilih secara bebas untuk percaya. Kita telah mati oleh karena pelanggaran dan dosa kita; kita telah memilih untuk menentang Allah. Dasar pembenaran adalah apa yang telah Yesus kerjakan di atas kayu salib. Dialah yang mengambil alih kutuk kita dan menanggung kutuk itu menggantikan kita untuk mendamaikan kita dengan Allah. Sering kali Paulus berbicara tentang ”berada dalam Kristus Yesus”. Artinya, tiap orang yang percaya boleh yakin bahwa segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh Yesus berlaku juga atasnya. Hanya oleh karena iman dan pembenaran, karya Yesus menjadi bagian kita. Meskipun iman itu bukanlah usaha kita, hal itu tetap mendorong kita untuk mengarahkan diri kita seluruhnya kepada Yesus dan mengharapkan segala sesuatu dari Dia. Iman kita adalah anugerah dari Allah. Hal itulah yang menjadi inti ajaran Kristen.
Semua agama dunia mengajarkan bagaimana manusia dapat menemukan kebahagiaan dalam kehidupan ini, tentang apa yang harus manusia lakukan untuk memperoleh keselamatan, dan tentang kehidupan setelah di dunia ini. Alkitab memperlihatkan jalan yang sangat berbeda dan unik. Alkitab menunjukkan apa yang telah dilakukan Allah bagi manusia, yaitu menebus manusia yang lemah dan berdosa. Dia yang telah turun ke bawah, ke dalam dunia kita, untuk menyelamatkan kita.
Paulus dan hukum Taurat
Pembicaraan Paulus mengenai hukum Taurat juga ditentukan oleh pandangannya tentang pembenaran oleh iman. Seperti yang diberitakan Injil bahwa Allah telah membebaskan kita dari dosa, menerima kita sebagai anak-anak-Nya, dan hanya oleh kasih karunia Allah, hal itu selalu harus dijaga dan dibela dalam dua sisi. Sebab atas dasar itu, Paulus tidak saja secara keras mengkritik hukum Taurat, tetapi juga secara positif menerima manfaat hukum Taurat. Di satu pihak, Paulus menulis bahwa hukum Taurat membuat kita mengenal dosa dan menyebabkan kematian kita. Akan tetapi, puji syukur kepada Allah sebab kita tidak lagi berada di bawah kuasa hukum Taurat, karena Yesus telah membebaskan kita dari hukum Taurat (lih Rm 2:12; 3:19; 4:15; 7:6; Gal 2:19-20).
Di pihak lain, Paulus menulis bahwa hukum Taurat itu bermanfaat dan sempurna. Secara ringkas hukum Taurat adalah kasih (lih Rm 7:12; 13:8; Gal 5:13-14). Dalam pembahasannya tentang tema hukum, Paulus menentang dua ancaman: pertama, legalisme. Kedua, antinomisme.
Melawan ”legalisme”
Jika secara keras Paulus mengkritik hukum Taurat dan menekankan bahwa kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia Allah, maka Paulus melawan ”legalisme”. Istilah legalisme mengacu pada kecenderungan manusia untuk menyelamatkan diri berdasarkan usahanya sendiri untuk memenuhi segala hukum Allah. Manusia enggan hidup dari kasih karunia Allah dan selalu kembali pada kemampuannya sendiri dengan mencoba hidup sesuai semua perintah Allah. Pada zaman Paulus, sikap itu terlihat pada golongan Yahudi atau ”Yudaisme”. Tetapi, yang jelas sikap itu dapat dijumpai dalam ajaran tiap agama dan filsafat. Inti dosa adalah bahwa manusia percaya pada dirinya sendiri dan kemampuannya sendiri―karena itu manusia, secara angkuh, selalu kembali pada dosa itu.
Yang terpenting bagi kita adalah mengerti bahwa―setelah dise lamatkan oleh Kristus―keselamatan kita tidak lagi bergantung pada usa ha kita untuk hidup sesuai kehendak-Nya agar memenuhi hukum Allah. Dan cara itu kita jadikan sebagai jaminan kasih karunia dan kebaikan hati Allah bagi keselamatan kita.
Kita memperoleh pembenaran tidak melalui hukum Taurat, tetapi melalui kasih karunia Allah dalam Kristus, seperti diungkapkan Paulus secara jelas dalam Roma 3:20-22: ”Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa. Tetapi, sekarang, tanpa hukum Taurat pembenaran oleh Allah telah di nyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab Para Nabi, yaitu pembenaran oleh Allah melalui iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan”. Bahkan, Paulus pun menunjukkan bahwa pengudusan kita terwujud oleh kasih karunia Allah dan oleh karya Roh Kudus, dan bukan karena usaha kita dalam menaati hukum Taurat: ”Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut hukum Taurat” (Rm 7:6).
Pesan yang sama ditunjukkannya dalam Galatia 2:19-20: ”Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”.
Melawan ”antinomisme”
Melalui cara pandang dan penerimaan atas hukum Taurat, Paulus berpaling pada pihak lain. Dia membantah ajaran yang lain, yaitu antinomisme (anti = melawan, nomos = hukum). Ketika berita kasih karunia dikhotbahkan, yaitu tentang keselamatan sebagai hadiah dari Allah dan bukan hasil usaha manusia, tentu ada orang yang menyimpulkan bahwa kita diperbolehkan Allah untuk membuat apa saja yang kita inginkan. Menurut pendapat mereka, jika Allah mengampuni segala dosa karena kasih karunia-Nya, maka bagaimana kita hidup dan apakah memelihara hukum Taurat tidak lagi dipersoalkan. Bukankah Paulus sendiri mengatakan bahwa kita dimerdekakan dari hukum Taurat?
Martyn Lloyd-Jones mengatakan bahwa seorang pekabar Injil yang belum pernah menanggapi hal itu, belum pernah mengkhotbahkan kasih karunia Allah secara radikal. Paulus menekankan kasih karunia Allah itu begitu radikal hingga ada orang yang salah menyimpulkannya. Mereka berpendapat bahwa Paulus menerangkan hukum Taurat sebagai hal yang digenapkan dan manusia dapat hidup dalam kebebasan sesuai keinginannya sendiri (lih Rm 3:7-8; 6:1, 15).
Namun, siapa pun yang menyadari seluruh pengajaran Paulus akan mengerti bahwa Paulus sama sekali tidak mengabaikan hukum Taurat.
Sebagai jalan atau sumbangan untuk menerima keselamatan, tentu hukum Taurat tidak mempunyai fungsi lagi. Itu tidak berarti bahwa hukum Taurat tidak memiliki fungsi yang lain. Karena siapa saja yang percaya dan ditebus dari dosa oleh kasih karunia Allah, ia juga menerima Roh Kudus. Roh Kudus itu yang menuliskan hukum Allah di dalam hati kita dan mengajarkan kita untuk hidup sesuai perintah-perintah-Nya. Kita memang tidak perlu lagi menaati hukum Taurat dengan maksud untuk menemui kebaikan hati Allah, tetapi kemerdekaan ini membuat kita mematuhi hukum Allah dari dalam, sebagai tanda syukur kepada Allah yang telah menebus kita (lih Rm 8; Gal 5).
Kemerdekaan yang berasal dari Yesus membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat. Di dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus sangat menekankan kemerdekaan tersebut. Paulus menulis: ”Saudarasaudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi, janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ’Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’” (Gal 5:1314). Kemerdekaan yang sungguh ini mewajibkan kita untuk tidak pernah mengabaikan hukum Taurat, tetapi hidup sesuai kehendak Allah, yaitu dalam pelayanan kasih sesuai perintah-perintah-Nya. Sama seperti ikan hanya bebas di dalam air, demikian juga seorang manusia hanya senang jikalau ia didorong oleh kasih Yesus, membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh Kudus sehingga jalannya sesuai hukum Allah.
Ciptaan baru
Ajaran tentang pembenaran oleh karena iman dapat dipertanyakan demikian, ”bagaimana saya diselamatkan?” Alkitab memperlihatkan bahwa hal itu tidak berkaitan pada keselamatan jiwa manusia saja. Allah bekerja dengan tujuan yang lebih besar lagi: ciptaan baru dan pemulihan segala sesuatu.
Kita menemukan hal itu dalam pandangan Paulus. Pertama, Paulus membuat kita mengerti bahwa dosa telah merusak ciptaan secara keseluruhan. Seluruh makhluk telah ditaklukkan pada kesia-siaan akibat dosa kita. Kita tahu, segala makhluk sama-sama mengeluh dan merasa sakit. Tetapi, Paulus berkata, kesakitan itu seperti sakit bersalin. Itu berarti: akan datang ciptaan yang baru. Bukan hanya orang percaya saja, tetapi juga seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan, saat Kristus akan kembali (lih Rm 8:18-25). Pandang an yang serupa diajukan Paulus dalam surat kepada jemaat di Kolose. Paulus menggambarkan Yesus sebagai yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan. Oleh Kristus, Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi maupun yang ada di surga. Yesus mengadakan pendamaian bagi segala sesuatu oleh darah salib Kristus (lih Kol 1:15-20).
Pandangan tersebut bertentangan dengan pandangan hidup yang mendominasi dunia spiritual di sekitar Paulus. Alam pikiran orang Yunani pada waktu itu didasarkan pada paham dualisme: dikotomi antara jasmani dan rohani, atau antara tubuh dan jiwa. Jiwa dan roh dianggap sebagai yang tertinggi dan terpenting. Artinya, manusia harus berusaha melepaskan diri dari tubuh dan hal-hal jasmani. Cara berpikir semacam itu bagaikan tanah yang subur bagi ajaran sesat, yang berpandangan bahwa manusia yang benar-benar rohani harus mengasingkan diri dari dunia. Semakin sederhana hidupnya, semakin baik orang itu. Dalam kerangka pengertian semacam itu, seksualitas pun dianggap tidak penting dan perlu diabaikan sedapat mungkin. Di dalam dan melalui suratsuratnya, Paulus sering melawan pola pikir seperti itu.
Secara eksplisit di dalam suratnya yang pertama kepada Timotius, ia menulis tentang para penyesat yang melarang orang kawin dan melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah. Bukankah makanan dan seksualitas itu diciptakan Allah untuk dinikmati dengan ucapan syu kur kepada-Nya? Semua orang yang sudah percaya kepada Kristus dan sudah mengenal ajaran yang benar dari Allah, ”... karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa” (lih 1Tim 4:1-5).
Dalam pandangan dualisme, kebangkitan tubuh dari kematian tidak diakui. Paulus melawan pandangan itu dengan mempertahankan kebangkitan tubuh, antara lain di dalam suratnya 1 Korintus 15. Kebangkitan tubuh adalah pokok ajaran Alkitab yang sangat penting dan tidak boleh disangkal. Iman Kristen tidak tersangkut di dalam dunia ini dan tidak memuji tubuh karena semuanya sudah sangat tercemar oleh dosa. Tetapi, iman Kristen juga tidak bermaksud menghina kehidupan jasmani dan tubuh, karena Allah sendiri telah menciptakan semuanya dan akan membawanya menuju kesempurnaan dan kemuliaan!
Sudah dan belum
Di satu pihak, secara utuh Paulus membicarakan apa yang orang-orang Kristen miliki di dalam Kristus: mereka adalah kudus di dalam Kristus (msl, pembukaan pada surat kepada jemaat di Kolose dan di Efesus: ”Kepada orang-orang kudus”), mereka sudah menjadi anak-anak Allah (lih Rm 8), mereka ”... telah mati terhadap dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Rm 6:11), mereka memiliki tempat di surga (lih Ef 2), mereka melebihi orang-orang yang menang (lih Rm 8:37), mereka adalah ciptaan baru (lih 2Kor 5), dan lain-lain.
Di pihak lain, Paulus juga mendorong mereka untuk menjadi manusia baru, berusaha hidup kudus, dan bertahan melawan dosa. Paulus sungguh menyadari bahwa semua mahkluk mengeluh karena hancurnya kehidupan di dunia. Paulus sangat menekankan bahwa dosa masih sangat berpe ngaruh di dalam kehidupan manusia.
Kedua hal tersebut sering dikenakan istilah ”sudah dan belum”. ”Sudah”, menunjukkan apa yang sudah kita miliki di dalam Kristus. ”Belum”, menekankan bahwa kita belum mencapai kesempurnaan. Ada risiko jika kita hanya memilih satu dari kedua aspek itu dan menyebarkan aspek itu sebagai inti ajaran Paulus. Dalam hal ini garis kesejarahan Alkitab membantu kita untuk mengerti arti ”sudah” dan ”belum” secara bersamaan.
Pada masa kini kita hidup di rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua. Siapa saja yang percaya sudah mendapat bagian dalam segala kekayaan yang telah diperoleh Kristus bagi kita yang percaya. Pada saat yang sama, segala sesuatu yang sudah kita miliki di dalam iman belum menjadi kenyataan; semuanya itu akan menjadi kenyataan ketika kedatangan Yesus. Hanya orang yang mengakui kedua aspek itu secara utuh yang akan menemukan keseimbangan antara ketenangan dan kepastian. Di sisi lain, ia tetap teguh untuk selalu mengejar kekudusan.
Hal itu berkaitan juga dengan perbedaan antara pembenaran dan pengudusan. Sering kali Paulus menekankan semua yang telah dilakukan dan diperbuat Kristus bagi orang percaya, sehingga melalui apa yang telah dilakukan Kristus, relasi orang yang percaya dan Allah di pulihkan. Itulah yang disebutnya ”pembenaran”. Kemudian, Paulus juga selalu menekankan pentingnya untuk bertolak dari pembenaran itu; diubah dan dibarui oleh Roh Kudus. Pro ses ini disebutnya ”pengudusan”. Banyak surat Paulus ditulis sesuai pola ini. Di dalam paruh pertama suratnya, Paulus memaparkan segala sesuatu yang telah dibuat Allah untuk kita ”di dalam Kristus”. Pada paruh kedua suratnya, Paulus menyoroti arti situasi baru itu bagi kehidupan kita, bagaimana kita harus merindukan dan mengerjakan perubahan dalam hidup kita.
Siapa saja yang sungguh-sungguh memahami perbedaan tadi akan mengerti mengapa Paulus di satu sisi berbicara mengenai hal-hal yang hebat yang sudah kita miliki di dalam Kristus, dan yang sudah dikerjakan Roh Kudus untuk kita. Tetapi di sisi lain, Paulus tetap mewaspadai pengaruh negatif yang masih kuat akibat dosa di dalam kita (bacalah Rm 6 dan 7). Keadaan itu bisa kita simpulkan sebagai berikut: semakin kuat iman kita dan keyakinan terhadap kebaikan dan kasih karunia Allah, semakin kuat pula kesadaran kita akan kekurangan dan dosa kita.
1. Membuat daftar isi
Salinlah salah satu dari surat-surat pendek Paulus, misalnya, Kolose atau Titus tanpa judul-judul perikopnya. Kerjakanlah secara berkelompok dan buatlah daftar isi surat secara rinci. Tulislah daftar isi tersebut pada lembaran kertas yang besar dan bandingkanlah hasilnya dengan kelompok lain.
2. Sebagian jaringan relasi Paulus
Salinlah Kolose 4:7-18 dengan garis tepi kertas yang luas. Bentuklah kelompok yang beranggotakan 3 atau 4 orang (masing-masing boleh memakai konkordansi elektronik). Tiap kelompok bertugas menentukan di mana orang dan jemaat yang disebut Paulus muncul di dalam Alkitab dan bagaimana sifat relasinya dengan Paulus. Catat temuan-temuan itu di garis tepi kertas yang luas itu, yang tersedia itu. Diskusikanlah hasilnya dengan ke lompok lain.
3. Memakai peta perjalanan-perjalanan misi Paulus
Persiapkanlah sebuah peta perjalanan misi Paulus yang baik (kalau tidak ada tugas ini bisa dibatalkan). Siapkanlah dua kertas memo kecil untuk tiap surat Paulus. Di satu memo tuliskanlah tempat dan tanggal di mana Paulus menulis surat itu, sedangkan di memo lain tuliskanlah alamat surat tersebut. Data-data tersebut disajikan dalam ikhtisar surat-surat Paulus yang terdapat di dalam bab ini.
Carilah tempat-tempat itu dalam peta, dan tempelkan memo-memo itu secara tepat. Apakah yang menarik dari hasilnya setelah semua memo itu ditempelkan di atas peta?
4. Dua kali hukum Taurat
Bentuklah dua kelompok. Kelompok pertama membaca dan menye lidiki nas-nas berikut: Roma 3:19-20; 7:6; Galatia 3:11-12; 4:4-5. Kelompok kedua, membaca dan menyelidiki nas-nas berikut: Roma 7:12; 13:8-13; Galatia 5:13-14.
Tiap kelompok mencatat hasil penyelidikannya dengan berfokus pada posisi dan arti hukum Taurat dalam nas-nas tersebut. Kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasilnya. Bahaslah persamaan dan perbedaan hasil kedua presentasi itu.
5. Permainan dalil dan pertanyaan
Tulislah tiap pertanyaan atau dalil di bawah ini di sepotong kertas:
Mungkin Anda sendiri juga dapat membuat dalil-dalil atau pertanyaan-pertanyaan. Semua kartu yang berisikan dalil atau pertanyaan dikumpulkan pada sebuah wadah. Secara bergantian, tiap orang membuang dadu. Siapa yang membuang 1 atau 6, akan mendapatkan kartu dan menjawab pertanyaan yang ada. Para peserta diberi kesempatan untuk menanggapinya. Permainan ini dilanjutkan hingga tidak ada kartu yang tersisa.
6. ”Sudah” dan ”belum”
Buatlah dua poster. Pada poster pertama tuliskanlah: ”SUDAH; apa yang sudah Anda miliki dalam Kristus” dan di atas poster yang lain: ”BELUM; apa yang dijanjikan kepadamu, tetapi yang belum Anda miliki”. Isilah dua poster itu dengan mencatat semua kata-kata penting yang muncul berhubungan dengan ”sudah” dan ”belum”. Diskusikanlah pertanyaan berikut: bagaimana perbedaan ”sudah” dan ”belum” dalam pertumbuhan iman Anda?
Persiapan masuk ke bab 5
Di dalam bab 5, kita akan meneliti secara lebih luas satu surat Paulus, yaitu surat kepada jemaat di Roma. Silakan membaca surat ini secara keseluruhan sampai selesai; perhatikanlah petunjuk-petunjuk berikut:
|
|
Saran
Surat kepada jemaat di Roma berisi wacana dari awal sampai akhir. Kesatuan wacana bagian-bagian kitab ini mudah hilang jika dibaca secara terpisah. Jika Anda merasa berat untuk membaca kitab ini sekaligus dari awal sampai akhirnya, silakan membaginya dalam tiga bagian berikut:
|
|