Kitab Wahyu ditulis oleh Rasul Yohanes ketika berada di daerah pembuangan, di Pulau Patmos (lih Why 1:9) di Laut Egeis, di depan pantai Timur negara Turki sekarang. Pada hari Tuhan (Hari Minggu) ia dipenuhi Roh Kudus. Di dalam penglihatannya, Yohanes melihat Yesus Kristus dalam kemuliaan menyatakan diri kepadanya. Ia mendapat perintah untuk menuliskan semua yang dilihat di dalam sebuah kitab dan mengirimkan kitab itu kepada ketujuh jemaat yang berada di Asia Kecil (lih Why 1:10-11).
Sama seperti Yohanes, jemaat-jemaat itu pun dianiaya dan ditindas karena iman mereka (lih Why 1:9). Kitab Wahyu bermaksud untuk menghibur dan mendorong para pembaca (ketujuh jemaat) agar tetap setia. Kitab Wahyu juga mengajarkan kepada para pembacanya untuk melihat kehadiran dan pekerjaan Yesus Kristus melalui semua keadaan yang mereka alami. Yesus Kristus ingin agar Yohanes dan ketujuh jemaat itu memperhatikan kenyataan yang sesungguhnya, yang mengandung lebih banyak makna dari apa yang dapat dilihat dengan mata mereka. Ke nyataan yang dimaksud adalah Yesus, dalam keagungan keilahian
Nya, Dialah yang memiliki segala kuasa dan Dia lah yang menyertai gereja-Nya di sepanjang sejarah perkembangan dunia.
Dari Kitab Wahyu kita mengerti bahwa alamat surat yang ditujukan Yohanes adalah untuk gereja-gereja yang teraniaya. Penganiayaan terhadap gereja itu terjadi kira-kira pada masa pemerintahan Kaisar Domitianus. Itu berarti, Kitab Wahyu ditulis pada akhir abad pertama pada masa pemerintahan Kaisar Nero (tahun enam puluhan) atau sesudah penganiayaan. Oleh karena itu, ada dugaan bahwa Kitab Wahyu di tulis pada periode pemerintahan Nero. Namun, banyak argumentasi yang menolak dugaan waktu penulisan itu. Salah satu alasannya adalah kekristenan―di Efesus pada tahun enam puluhan masih sangat hidup, sedangkan saat penulisan Kitab Wahyu, jemaat di Efesus telah kehilangan kasih mula-mula (lih Why 2:4). Laodikia, yang hampir musnah tahun 60 akibat gempa bumi, telah kembali menjadi kota yang hidup dan kaya. Tampak nya, Yohanes mengutip berkali-kali dari beberapa sumber yang sekarang membentuk Perjanjian Baru. Semua hal itu membuktikan bahwa waktu penulisan Kitab Wahyu paling akhir.
Jenis sastra Kitab Wahyu tergolong unik. Sebenarnya ada penggabungan beberapa jenis sastra, yaitu:
a. Jenis sastra wahyu (”apokaliptik”)
Jenis sastra ini sudah kita jumpai dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam Daniel 7 dan Zakharia 14. Kata ”apokolipsis” adalah sebuah kata Yunani, yang berarti ”membuka selubung”, ”menyatakan”. Kata ini dipakai menjadi judul Kitab Wahyu: ”Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, supaya ditunjukkan
Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi. Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes dengan perantaraan malaikat-Nya yang diutus-Nya” (Why 1:1). Ciri khas jenis sastra ini adalah penglihatan-penglihatan dan simbol-simbol tentang apa yang sebenarnya dibuat Allah dan apa yang (sedang dan akan) dialami dunia. Melalui hal-hal tersebut manusia akan menangkap rencana dan tujuan Tuhan semesta alam dalam sejarah dunia.
Kitab Wahyu memperlihatkan bahwa Kerajaan Allah sedang datang. Kemuliaan Allah dan kemuliaan Anak Domba (lambang Kristus) akan segera datang! Hal lain yang mencirikan jenis sastra dalam penulisan Kitab Wahyu adalah penjelasan yang padat. Misalnya, perjalanan waktu yang cepat (lih msl, Why 1:1; 12:12; 22:6-7), dan apa yang akan terjadi dengan seluruh dunia diceritakan melalui beberapa kota saja (Babel dan Yerusalem). Tiap orang yang berpendapat bahwa nubuat-nubuat Alkitab harus diartikan secara harfiah, akan menghasilkan pandangan yang keliru. Sebab, baik bilangan-bilangan maupun gambar-gambar yang muncul di dalam Kitab Wahyu, tidak dimaksudkan untuk dimengerti secara harfiah.
b. Jenis sastra surat
Kitab Wahyu tergolong sebagai surat. Pada pembukaan Kitab Wahyu, kita dapat membaca jenis pembukaan klasik sebuah surat: ”Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Anu gerah dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya, dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya” (Why 1:4-5). Hal lain yang menggolongkan Kitab Wahyu sebagai surat adalah tujuh surat khusus kepada jemaat-jemaat tertentu (lih ps 2 dan 3).
Oleh karena Kitab Wahyu bersifat surat, maka dalam proses penafsiran kita harus selalu mulai dengan pertanyaan: apa artinya isi surat ini bagi para pembaca pertama―bagi jemaat-jemaat kecil itu―pada waktu itu, pada situasi Asia Kecil? Mereka dianiaya dan ditindas, mereka bergumul dengan ajaran sesat, dan ada jemaat yang kehilangan kasih mula-mula. Siapa yang mempelajari Kitab Wahyu akan melihat bahwa Kitab Wahyu memiliki pesan tertentu untuk gereja-gereja yang berada dalam situasi yang sama. c. Jenis sastra nubuat Pembukaan Kitab Wahyu menegaskan bahwa kitab ini juga bersifat nubuat. Kita membaca di Wahyu 1:3: ”Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat”. Ingatlah bahwa nubuat tidak semata-mata menyatakan sesuatu di masa depan. Nubuat juga menyoroti masa kini dengan terang perbuatan Allah pada masa lampau. Jika suatu nubuat berbicara tentang masa mendatang, itu tidak dimaksud kan sebagai suatu ramalan kristiani, tetapi untuk mendorong orang untuk membuat pilihan yang baik pada masa kini.
Banyak orang berpendapat bahwa Kitab Wahyu tidak dapat dimengerti. Misalnya, apa yang dimaksudkan dengan semua simbol di luar ke nyataan (surealisme2) itu? Empat makhluk yang masing-masing bersayap enam, di sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata (lih Why 4:8). Belalang-belalang yang sama seperti kuda yang di siapkan untuk peperangan, di atas kepala mereka ada sesuatu menyerupai mahkota emas, dan wajah mereka sama seperti wajah manusia, mereka mempu nyai ekor dan sengat seperti kalajengking (lih Why 9:7-10). Seekor binatang yang bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh, yang serupa dengan macan tutul, beruang, dan singa (lih Why 13:1-2). Dan apakah gunanya semua angka yang aneh ini: 144.000 orang dengan suatu meterai di dahi mereka (lih Why 7:4)? Lalu bagaimana dengan ang ka 666 sebagai angka binatang (lih Why 13:8)? Kemudian 1.260 hari, waktu bagi pe rempuan (yg melahirkan itu) di padang gurun (lih Why 12:6). Dan ada banyak kejadian yang tidak dapat dimengerti secara langsung, misalnya, Yohanes yang harus memakan buku kecil itu (lih Why 10:10). Lalu munculnya seekor ular yang menyemburkan air dari mulutnya, sebesar sungai, dan bumi yang membuka mulutnya untuk menelan sungai yang disemburkan itu (lih Why 12:15-16).
Meskipun demikian, tidak mungkin Kitab Wahyu menjadi tidak dapat dimengerti. Sebab, Allah tidak berbicara menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti. Ia enggan menyembunyikan diri-Nya sendiri; Ia justru mewahyukan diri-Nya kepada anak-anak-Nya. Itu sudah tampak jelas hanya dari nama kitab ini, ”Wahyu”, dan juga dari kalimat-kalimat pembukaan: ”Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, supaya ditunjukkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi .... Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat” (Why 1:1, 3).
Penutup kitab ini menunjukkan bahwa kita membutuhkan berita yang ada di dalamnya: ”Jangan memeteraikan perkataan-perkataan nubuat kitab ini, sebab waktunya sudah dekat” (Why 22:10)―terjemahan Alkitab BIMK: ”Janganlah merahasiakan kata-kata nubuat dalam buku ini, sebab sudah dekat waktunya semuanya ini akan terjadi”. Jadi, Kitab Wahyu sesungguhnya seperti arti namanya: WAHYU. Namun, itu tidak berarti bahwa kitab ini adalah kitab yang gampang. Untuk memahami kitab ini, ada empat syarat yang harus dipenuhi:
a. Perlu ada pengetahuan isi seluruh Alkitab Kitab Wahyu membentuk akhir Alkitab. Biasanya, bagian akhir sebuah buku sering tidak dapat dimengerti jika buku itu tidak dibaca seluruhnya. Siapa yang ingin mengerti Kitab Wahyu, harus memiliki pengetahuan cukup mengenai Perjanjian Lama (terutama kelima kitab Musa dan kitab-kitab para nabi). Kitab Wahyu terdiri atas 405 ayat, kurang lebih 250 ayatnya merujuk pada Perjanjian Lama dan pengajaran Yesus. Kitab Wahyu memperlihatkan bagaimana Yesus melanjutkan pekerjaan-Nya yang dimulai ketika Dia di dunia bersama para murid-Nya. Jadi, siapa pun yang tidak mengenal Alkitab secara keseluruhan atau yang tidak menerima Alkitab sebagai suatu kesatuan, mustahil dapat memahami Kitab Wahyu. Kitab Wahyu diperuntukkan bagi mereka yang teliti dalam membaca dan memiliki pengetahuan mengenai Alkitab secara baik. Tidak mung kin kita membaca Alkitab dengan memulai dari Kitab Wahyu.
b. Akal budi perlu diterangi oleh iman Yesus memakai perumpamaan-perumpamaan untuk memisahkan antara orang-orang yang percaya dan yang tidak percaya kepada
Nya. Orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya tidak akan mengerti pengajaran yang terkandung dalam perumpamaan-perumpamaan itu (lih Mat 13:13-16). Efek yang sama pula akan kita temui jika kita mau mengerti Kitab Wahyu. Untuk orang-orang (luar) nongereja, Kitab Wahyu sungguh-sungguh tidak terpahami. Hanya orang yang percaya dan yang menyerahkan dirinya kepada Kristuslah yang akan memperoleh kekuatan dan penghiburan dari dalam kitab ini. Dengan kata lain, apabila seseorang tidak menyerahkan diri kepada isi Kitab Wahyu dengan hati yang beriman, Kitab Wahyu juga tidak akan menampakkan isinya kepada orang itu.
c. Perlu adanya pengetahuan tentang situasi para pembaca pertama
Kitab Wahyu ditulis kepada orang-orang Kristen di Asia Kecil pada akhir abad pertama. Pertanyaannya adalah: apa arti kitab ini untuk pembaca pertama? Setelah menjawab pertanyaan itu, pertanyaan berikut yang perlu kita jawab adalah: apa arti Kitab Wahyu bagi kita pada masa kini? Satu contoh: di dalam Wahyu 17 dan 18, ada gambar seorang pelacur yang duduk di atas seekor binatang, yang menggoda kaum manusia untuk berdosa. Namanya ialah ”Babel besar”. Cerita itu juga memperlihatkan bahwa pelacur itu ditimpa penghakiman dan penghancuran, tetapi orang-orang yang tidak jatuh dalam pencobaannya akan menang. Para pembaca pertama langsung mengerti bahwa ketujuh kepala itu adalah tujuh gunung, yang di atasnya perempuan itu duduk (lih Why 17:9), merujuk pada kota Roma, kota besar yang memerintah atas raja-raja di bumi (lih Why 17:18). Melalui kisah itu, mereka mengetahui bahwa pada akhirnya Roma akan dimusnahkan dan orang-orang percaya akan mengalami kemenangan. Lalu hal apa yang bisa kita pelajari pada masa kini? Pesan nas itu masih sangat aktual bagi kita juga. Strategi Iblis masih tetap sama. Ia memakai kebudayaan dan kekayaan untuk membawa kita ke dalam pencobaan sehingga kita berpaling dari Allah. Si pelacur di dalam Wahyu 17 masih tetap aktif. Ayat-ayat dari pasal-pasal tersebut tetap menasihati, menghibur, dan menguatkan kita pada masa kini.
d. Kita perlu membaca Kitab Wahyu seolah-olah sedang menonton suatu film
Yohanes tidak merekam pembicaraan-pembicaraan, tetapi menuliskan penglihatan-penglihatan yang dilihatnya itu. Oleh karena itu, kita pun harus mencoba membayangkan apa saja yang dilu kiskannya di depan mata kita. Terutama, mencoba memahami arti suatu penglihatan secara keseluruhan. Setelah itu, barulah mencoba memfokuskan perhatian pada detail-detailnya. Sebab jika kita memulai dengan fokus pada yang detail-detail, kemungkinan besar kita akan gagal dan tidak mengerti penglihatan itu secara menyeluruh sesuai maksudnya.
Misalnya, ketika membaca Wahyu 12, kita seolah-oleh menonton ”film” yang sedang menayangkan seorang perempuan di langit. Kemudian fokus ”kamera” bergeser ke objek lain (”Lalu tampaklah suatu tanda yang lain di langit”, Why 12:3) dan kita yang menonton melihat seekor naga merah padam yang besar. Setelah itu, kamera menyorot suatu bidikan yang luas (wide shot) sehingga kita melihat apa yang terjadi antara perempuan dan naga itu. Siapa yang memahami Alkitab dengan baik, pasti mengetahui maksud ketika melihat ”perempuan” dan ”ular” muncul. Ia melihat apa yang terjadi antara umat Allah (gereja) dan Iblis. Sesudah itu, kita berfokus pada detail-detail untuk mengerti hal-hal yang rinci, seperti dua belas bintang di kepala perempuan itu, ketujuh kepala dan kesepuluh tanduk, mahkota-mahkota naga itu, dan seterusnya.
Dengan kata lain: siapa saja yang hanya berfokus pada detail-detail, akan kehilangan makna cerita keseluruhan. Tetapi, siapa yang mengarahkan pandangannya pada keseluruhan cerita, ia dapat melihat pesan yang jelas. Ia akan mengerti bahwa situasi gereja di dunia sangat terancam (naga-naga, tulah-tulah, dan bencana-bencana), tetapi Anak Domba (Yesus Kristus) memerintah dan membimbing umat-Nya menuju keme nangan terakhir dan masa depan yang indah.
Beberapa eksegesis atas Kitab Wahyu telah menghasilkan banyak sekali penafsiran yang beraneka ragam. Secara garis besar, empat model pendekatan penafsiran atas Kitab Wahyu, yaitu:
a. Apa yang tertulis dalam Kitab Wahyu sebagian besar sudah terjadi.
Metode ini melihat cerita Wahyu sebagai lukisan penganiayaan menjelang pemusnahan Kota Yerusalem dan Bait Allah tahun 70 M. Setelah tahun 70 M, mulailah kerajaan seribu tahun di mana iman Kristen dibebaskan dari ikatan Yudaisme.
b. Apa yang tertulis dalam Kitab Wahyu adalah ikhtisar sejarah gereja melalui waktu.Menurut model ini ketujuh jemaat melambangkan tujuh periode sejarah gereja. Selebihnya, Kitab Wahyu memperlihatkan penindasan besar yang mendahului kerajaan seribu tahun.
c. Apa yang tertulis dalam Kitab Wahyu melukiskan hari-hari terakhir.
Menurut metode ini gambaran di dalam Kitab Wahyu merujuk pada peristiwa-peristiwa historis yang terjadi pada masa pembaca pertama. Namun, gambaran-gambaran itu bisa juga digunakan untuk mengerti peristiwa-peristiwa lain dalam sejarah dunia. Misalnya, binatang dalam pasal 13 melambangkan kekuasaan Romawi yang menindas orang-orang Kristen. Tetapi, lambang itu pun dapat merujuk pada tiap kekuasaan duniawi yang menindas orang percaya.
d. Apa yang tertulis di dalam Kitab Wahyu melukiskan apa yang akan terjadi pada waktu mendatang.Menurut pendekatan ini, mulai dari pasal 4, Kitab Wahyu melukiskan penganiayaan besar yang akan datang sebelum kedatangan Mesias dan permulaan kerajaan seribu tahun.
Dari pendekatan-pendekatan di atas, model c menyajikansatu-satunya model yang membuat isi Kitab Wahyu tetap relevan bagi kita pada masa kini.
Kitab Wahyu membahas periode ”hari-hari terakhir”. Apa yang dimaksud dengan ”hari-hari terakhir” itu? Yakni periode antara kenaikan Yesus ke surga dan kedatangan-Nya kembali untuk menghakimi segala bangsa. Perhatikan penjelasan di bawah ini:
Satu pertanyaan penting muncul: bagaimana Kitab Wahyu membahas periode ini? Berurutankah (atau kronologiskah)? Jika berurutan―setelah surat kepada ketujuh jemaat―maka penglihatan-penglihatan mengenai semua yang akan terjadi akan berurutan pula. Pada akhir urutan itu akan ada peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam Wahyu 21 dan 22 (Yerusalem baru turun dari surga pada akhir zaman). Jika kita membaca Wahyu secara demikian (kronologis), kita pun terpanggil untuk mencoba menunjukkan semua yang sudah terjadi dalam sejarah dunia dan yang akan terjadi, sekaligus menunjuk di mana kita berada sesuai garis kronologis itu seperti yang tergambar di dalam Kitab Wahyu.
Namun, ternyata melalui studi yang lebih mendalam akan tampak bagi kita bahwa metode keberurutan (kronologi) ini tidak cocok. Contoh yang bisa ditampilkan adalah kisah kelahiran Yesus yang kita temukan di bagian tengah kitab ini, yaitu dalam Wahyu 12. Tambahan pula, kita menemukan penglihatan-penglihatan mengenai penghakiman yang terakhir di berbagai tempat di alur cerita Kitab Wahyu (lih Why 11:18; 14:14-20; 19:20-21; 20:11-15). Atas dasar itu, kita perlu menyimpulkan bahwa Kitab Wahyu tidak menggambarkan deretan peristiwa antara kedatang an Yesus yang pertama dan kedua secara ”kronologis”. Semua urutan peristiwa dijelaskan dengan penglihatan-penglihatan, yang satu per satu menyoroti seluruh periode itu dari pelbagai perspektif.
Tujuan Kitab Wahyu tidak bermaksud supaya kita dapat mengetahui di mana kita berada di garis kesejarahan antara kenaikan dan kedatang an Yesus kembali, tetapi untuk mengajarkan kita tentang apa yang terjadi di belakang layar sejarah dunia, agar mengenal peperangan besar antara ”Anak Domba dan naga”, serta antara ”ular dan perempuan”. Dengan demikian, Kitab Wahyu memberi nasihat dan pengertian yang tepat, baik kepada pembaca pertama maupun kepada kita pada masa kini. Gereja di sepanjang zaman dapat mengerti betapa besar kuasa Si Jahat dan bagaimana Yesus Kristus mengalahkan kuasa itu untuk membawa gereja-Nya pada kemenangan terakhir. Kitab Wahyu tidak bertujuan untuk menghitung-hitung kapan tepatnya hari kemenangan terakhir itu tiba, atau kapan Yesus Kristus kembali. Bagi kita cukuplah mengetahui bahwa Yesus akan datang ”segera”.
Skema yang akan disajikan berikut ini berasal dari William Hendriksen dalam bukunya More than Conquerors. Hendriksen menjelaskan Kitab Wahyu sambil menunjuk tujuh bagian yang paralel. Masingmasing mengemukakan suatu gambaran serta sifat periode yang sama, yaitu seluruh periode antara kedatangan Kristus yang pertama dan yang kedua. Hal yang mencolok adalah ketujuh bagian itu memberi perhatian pada akhir zaman (penghakiman terakhir, langit baru, dan bumi baru) secara berurutan. Di samping itu, Hendriksen membagi tujuh bagian itu dalam dua kelompok. Pertama, menyoroti relasi antara gereja dan dunia (tiga bagian). Kedua, menyoroti apa yang menyebabkan relasi antara gereja dan dunia, yaitu peperangan antara Kristus dan naga besar beserta para pengikutnya (empat bagian):
Relasi antara gereja dan dunia
Peperangan antara Kristus dan naga beserta para pengikutnya
1. Sebuah latihan untuk membaca Wahyu
Salinlah satu pasal Kitab Wahyu (msl, ps 5 seluruhnya) di kertas ukuran folio. Bacalah pasal itu secara bersama-sama. Kemudian, bahaslah isi pasal itu secara berpasangan (dua orang), dengan mengerjakan tugas-tugas berikut:
2. Bagian-bagian Wahyu yang sejajar
Bentuklah dua kelompok. Kelompok pertama, mempelajari ketujuh sangkakala (Why 8–9; 11:15-19) sambil meringkaskan hasilnya secara tertulis pada sebuah kertas besar. Kelompok kedua, mempelajari ketujuh cawan (Why 15–16). Bandingkan dan diskusikan hasilnya. Apa persamaan dan perbedaan kedua bagian itu? Bandingkan hasilnya dengan struktur Kitab Wahyu, seperti yang disajikan Hendriksen sebelumnya. Bandingkanlah hasilnya dengan kesepuluh tulah di Mesir (lih Kel 7:8–11:10).
3. Enam kali penghakiman terakhir
Jelaskanlah secara singkat struktur Kitab Wahyu sebagaimana yang telah digambarkan sebelumnya: tujuh bagian sejajar, masing-masing dengan penggambaran seluruh periode antara kedatangan Yesus yang pertama dan yang kedua. Pada tiap bagian, silakan cari ayat-ayat mengenai penghakiman terakhir. Bagian pertama tidak termasuk (Why 1–3) karena pasal-pasal itu berisi surat-surat kepada ketujuh jemaat. Tulislah di kartukartu kecil (bisa dibuat sendiri) bagian-bagian berikut: Wahyu 4–7; Wahyu 8–11; Wahyu 12–14; Wahyu 15–16; Wahyu 19–19; Wahyu 20–21. Bentuklah kelompok-kelompok kecil, dan tiap kelompok akan diberikan satu atau dua kartu. Tiap kelompok mencari bagian yang disebutkan dalam kartu itu ayat-ayat me ngenai penghakiman terakhir sambil didiskusikan.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelompok lain. Hasil seperti apakah yang dapat dimengerti mengenai penghakiman terakhir? Bagaimana tanggapan tiap orang: apakah mereka mengerti?
4. Cari bagian yang menyentuh atau mencolok
Mintalah kepada tiap peserta agar membuka halaman Kitab Wahyu. Tujuannya adalah (dalam waktu lima belas menit) tiap peserta memilih satu bagian yang menarik perhatiannya, atau yang menyentuh hatinya. Sesudah itu, masing-masing membacakan bagian yang dipilihnya itu, serta menerangkan mengapa ia memilih bagian itu. Membuat storyboard (adegan)Untuk mempersiapkan produksi film, penggarapan yang baik membutuhkan storyboard yang baik. Biasanya storyboard memper lihatkan urutan adegan yang bersama-sama membentuk film itu. Di atas storyboard terlihat semacam ”animasi” urutan itu. Kerjakanlah bersama-sama storyboard itu seolah-olah storyboard itu menjadi per siapan bagi ”film” yang kita ”lihat” dalam Wahyu 6.
5. ”Satu masa, dua masa, dan setengah masa”
Dalam Kitab Wahyu, kita sering menjumpai petunjuk waktu ”1.260 hari” atau 42 bulan, atau tiga setengah tahun, atau ”satu masa, dua masa, dan setengah masa”. Petunjuk waktu itu sudah muncul dalam Kitab Daniel. Buatlah kartu-kartu yang bertuliskan nas-nas berikut: Daniel 7:25; Daniel 12:7; Yakobus 5:17; Wahyu 11:3; Wahyu 12:6; Wahyu 12:4; Wahyu 13:5. Bagikanlah kartu-kartu kepada kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok mempelajari nas yang diperoleh dan berusaha untuk memahami penunjukan waktu itu berdasarkan konteks nas itu. Diskusikan hasilnya bersama-sama dan buatlah kesimpulan.
Persiapan masuk ke bab 8
Dalam pasal berikut, kita masih akan membahas Kitab Wahyu. Daftar bacaan Alkitab ini mencakup bagian kedua Kitab Wahyu.
Ketujuh cawan: murka Allah atas mereka yang tidak mau bertobat