”Meskipun semua itu benar,” begitulah anggapan seseorang, ”itu tidak membuat kesulitanku dalam melaksanakan empat contoh (lih nomor 14) itu sudah hilang. Sebab apa yang disebutkan di dalamnya, jangkauannya sangat jauh.
Sungguh, pengaruhnya dalam hidupku begitu besar”. Bukan tanpa alasan saya menyebutkan contoh-contoh yang mendasar. Boleh jadi, seseorang merasa lebih nyaman dengan beberapa buah yang Paulus sebutkan yang pastinya tidak kurang mendasar ketimbang yang lain itu yaitu, ”kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23).
Seandainya, mengenai buah-buah itu pun kita tidak cukup berani mengatakan bahwa kita menemukannya di dalam diri kita karena sesungguhnya siapakah yang berani mengatakannya? maka, syukurlah, kita juga boleh menunjukkan hal-hal dari praktik kehidupan kita sehari-hari. Hal-hal yang mungkin kita anggap biasa saja, seperti membaca Alkitab di rumah dan beribadah di gereja, namun melalui hal-hal itu kita rindu mendengarkan suara Allah.
Selain itu, kita pun boleh merenungkan kembali baptisan kita serta mengingat janji yang telah diberikan kepada kita, dan Perjamuan Kudus, yang olehnya Tuhan Yesus meyakinkan kita bahwa tubuh dan darah-Nya telah diberikan-Nya kepada kita ”agar menjadi perdamaian sempurna semua dosa kita”.19 Selain itu, kita pun perlu mengakui segala kesalahan kita di hadapan Allah dan di hadapan jemaat-Nya; berdoa dan mengucap syukur sebelum dan selesai makan, saat tidur dan bangun; serta mencari Allah ketika kita meng alami kekhawatiran dan kesakitan. Kita harus mendekat kepada-Nya ketika kita berjuang melawan dosa. Kita bisa mengucap syukur ketika pertunangan, pernikahan, kelahiran, dan ketika kita mendapatkan pekerjaan (jabatan), menikmati liburan, atau terluput dari kecelakaan dengan cara yang ajaib, atau ketika kita mera yakan ulang tahun.
Rupa nya, kita dapat mengisi halaman-halaman penuh dengan contoh-contoh praktik kehidupan kita yang biasa saja.
Masakan kita berpikir semua hal tersebut tidak berguna! Masakan hal-hal itu kita anggap hal remeh! Seolah-olah semuanya itu hanyalah hal-hal lahiriah saja, yang sama sekali tidak berarti untuk Allah dan bagi kehidupan kita bersama Allah!
Memang benar, seseorang dapat berpegang pada hal-hal yang biasa dan rutin semata-mata sepanjang hidupnya, misalnya, hal berdoa dan mengucap syukur, beribadah dan membaca Alkitab begitu saja, tanpa menaruh hati nya kepada Tuhan. Mengenai Israel, Tuhan berfirman bahwa ”bangsa ini ... memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari padaKu, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” (Yes 29:13; bnd Mat 15:8).
Akan tetapi, bisa terjadi hal yang lain pula.
Dan syukurlah, itu sungguh-sungguh terjadi.
Tuhan berfirman dalam Kitab Ulangan, ”Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya ber ulang-ulang kepadaanak-anakmu ....” (Ul 6:6-7). Apa yang harus dicamkan kepada anak-anak? Pertama, perintah yang terutama dan yang pertama, yang telah disebut sebelumnya pada ayat ke-5, yaitu: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Hendaklah orang dewasa maupun anak-anak menyadari pentingnya perintah itu dengan baik. Hendaklah seluruh hidup mereka diwarnai olehnya. Mengasihi Allah, menaati firman Allah, hidup di hadapan Allah ... itulah yang melebihi segala-galanya. Dan bertitik-tolak dari perintah yang pertama itu, sesuai kehendak Allah, kita juga mengindahkan perintah kedua yang sama pentingnya dengan yang pertama: ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:37-40)
Perintah itu berlaku bagi bangsa Israel di zamannya dan juga bagi orang-orang percaya di zaman ini. Mengenai perintah yang kedua, apa kah yang diminta-Nya dalam praktik seharihari baik pada waktu itu maupun sekarang? Itu jelas dalam Kesepuluh Firman, yaitu hormatilah ayahmu dan ibumu, jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, dan jangan mengucapkan saksi dusta (lih Kel 20:12-16). Juga dalam Kitab Imamat 19:9-18, Tuhan berfirman: ”Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu ... janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik ... tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; ....
Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya. Janganlah kamu bersumpah dusta .... Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kauta han upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan .... Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan ....
Janganlah engkau pergikian kemari menyebarkan fitnah diantara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia ....” Dipengaruhi oleh Alkitab, orang-orang percaya dan bahkan banyak orang yang tidak percaya sudah mulai menganggap semua hal tersebut sebagai hal-hal yang ”biasa” atau kata kanlah ”memang sepatutnya demikian”.
Sama halnya di dalam Perjanjian Baru. Hendaklah hidup jemaat masa kini berpadanan dengan panggilan yang telah mereka terima (lih Ef 4:1). Sebagai manusia baru: ”... buanglah dusta dan berkatalah benar .... Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa ... dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi .... Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu .... Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.” (Ef 4:25-31)
Dalam Efesus 5 kita baca bahwa percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan, perkataan yang kotor, dan kemabukan ”tidak pantas” untuk mereka yang ingin hidup sebagai pengikut-pengikut Allah (lih Ef 5:3-11). Selanjutnya dalam pasal 5 dan 6, Rasul Paulus membahas tentang hubungan di antara suami dan istri, antara orang tua dan anak-anak mereka, serta antara tuan dan hamba-hamba. Dapat dikatakan bahwa bagi kita, semuanya itu sudah lama dianggap ”biasa” dan ”memang sepatutnya de mikian” oleh orang-orang percaya maupun yang tidak percaya. Tetapi, pada zaman Paulus, semua hal itu tidak dianggap biasa. Bukan tanpa alasan Paulus menulis tentangorang-orang yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa mereka hidup: ”... dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup yang berasal dari Allah ....” (Ef 4:17-18)
Tetapi, sesudah itu dikatakan nya tentang jemaat: ”Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia ... yaitu bahwa kamu ... harus menanggalkan manusia lama ... dan menge nakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah ....” (Ef 4:20-24)
Itulah sebabnya, Paulus mengajakbapak-bapak untuk mendidik anak-anak mereka ”di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef 6:4).
Di zaman kita pun, ”ajaran dan nasihat Tuhan” itu ternyata tidak lagi dianggap ”biasa”. Apakah yang kita lihat semakin jelas? Kita melihat bahwa semua hal yang tadi disebut sungguh-sungguh adalah buah-buah Roh Kudus dan bukan hasil pemikiran manusia.
Oleh karena itu, gereja berdoa supaya Tuhan meme rintah anak-anak oleh Roh Kudus, ”supaya mereka menerima pendidikan Kristen dan saleh serta bertumbuh dan bertambah dewasa dalam Tuhan Yesus Kristus” (pengucapan syukur sesudah baptisan).20 Kalau berkat pendidikan yang demikian itu anak-anak benar-benar belajar menaati perintahperintah Allah, tidak seorang pun yang berhak menyebutnya ”biasa” saja. Sebab, justru melalui jalan itu Roh Kudus hendak mengerjakan mukjizat kelahiran kembali yang olehnya: ”hati yang tertutup dibuka-Nya, apa yang keras dilunakkan-Nya, apa yang tidak bersunat disunati-Nya, dalam kehendak dituangkan-Nya sifat-sifat baru: kehendak yang tadinya mati dihidupkan-Nya, yang jahat di jadikan-Nya baik, yang tidak bersedia dijadikan-Nya bersedia, yang melawan dijadikan-Nya taat.”21 Tuhan tidak membagi hidup kita menjadi dua, yaitu bagian yang hanya batiniah dan lahiriah semata-mata, serta bagian yang untuk Hari Minggu dan untuk hari-hari kerja.
”Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka, supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya.” (Mzm 78:5-7)