(Perjanjian Lama)
Katekese gereja dewasa ini berasal dari bangsa Israel Purba. Pendidikan Yahudi diberikan oleh para rabi di sinagoge (rumah ibadat Yahudi). Berdasarkan tradisi itulah dalam jemaat Kristen mula-mula disusun bahan pendidikan ajaran Kristen. Dalam bab ini akan kita teliti kaitan katekese kini dengan pendidikan agama di Israel Purba.
Di Israel Purba, perbuatan-perbuatan Yahwe yang tercatat dalam Kitab Suci, khususnya dalam Kitab Taurat4, ditanamkan oleh para rabi ke dalam hati sanubari murid-muridnya. Begitu juga di gereja Kristen; pengetahuan tentang Yesus Kristus dan segala perbuatan-Nya wajib disimak betul-betul oleh setiap orang yang ingin menjadi anggota jemaat.
Pemakaian istilah Yunani menunjukkan bahwa Paulus mengindahkan pendidikan Taurat ketika ia berbicara mengenai pengajaran Kristen. Justru ia memakai kata kerja katèkhein mengacu baik pada pendidikan Taurat (Rm 2:18) maupun pada pendidikan ajaran Kristen (Kis 18:25; 1 Kor 14:19; dan Gal 6:6).
Kenyataan ini menyimpulkan bahwa Paulus mengindahkan tradisi dalam mengajar generasi muda di sinagoge. Ia memakai k at a katèkhein untuk menjelaskan penyampaian pengetahuan mengenai Kristus. Karena itulah kata katèkhein disepakati sebagai istilah khas yang mengacu pada pengajaran gerejawi di masa sesudah para rasul. Harfiah, kata itu berarti: mengumumkan dari atas, atau memberi tahu dengan wewenang (bnd bab 2). Itulah istilah khas PB yang mengacu pada pengajaran yang tepercaya.
Di luar PB katekese (sebagai kata benda) sering muncul dalam naskah filsafat Stoa. Juga bentuk kata kerjanya, katèkhein, kadang-kadang digunakan oleh Flavius Josephus dan Philo, dua penulis piawai Yahudi dalam bahasa Yunani. Dalam Septuaginta kata itu sama sekali tidak muncul. Di PB kata itu hanya muncul dalam surat-surat Paulus dan dalam naskah yang ditulis oleh Lukas, teman seperjalanan Paulus5.
Tapi di samping maknanya yang umum (yaitu pemberitahuan kabar, Kis 21:21, 24, dan mungkin Luk 1:4), istilah ini masih mendapat arti khusus yang mengacu pada pendidikan ajaran Kristus. Sebagaimana dikemukakan dalam bab 2, bahwa untuk kata belajar biasanya dipakai didaskein, sedangkan untuk kata guru, didaskelos. Biasanya yang dimaksud didaskein adalah ajaran Taurat yang menunjukkan Jalan Tuhan. Tapi kata itu juga dipakai untuk menjelaskan pesan kristiani secara umum (Kol 1:28 misalnya). Meskipun tetap menganggap cara pengajaran Yahudi (seperti tertulis dalam Taurat) merupakan contoh yang baik untuk pendidikan Kristen, Paulus biasanya memakai kata lain yang lebih tepat bila hendak merujuk pada pengajaran dalam arti yang khas. Dengan demikian sifat khas pendidikan itu tergambarkan. Itulah sebabnya ia menghindari istilah didaskein dan menggunakan isti lah lain yang kurang lazim: katèkhein. Demikianlah Paulus menyatakan perbedaan prinsipiil antara pendidikan Taurat Yahudi dan pendidikan ajaran Kristen.
Dalam PB sama sekali tidak cenderung memakai kata paideuein atau kata lain yang semakna dengan itu. Soalnya, kata itu tidak langsung berhubungan dengan pengajaran, melainkan lebih menyinggung sikap kehidupan dan pola perilaku pada umumnya.
Dalam kata katèkhein terkandung makna tertib, siasat, hu- kuman, terutama seperti yang dimaksud oleh PL mengenai penyerahan diri kepada Hukum Allah. Tapi melalui Septuaginta kata paideuein dan paideia (penertiban melalui penderitaan atau hukuman) mengalami perluasan makna dan digunakan dalam wacana pendidikan. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga PB, umpamanya dalam Kis 22:3, ketika Paulus berbicara tentang masa mudanya sendiri: "Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus di tanah Kilikia, tetapi dibesarkan di kota ini; dididik (’paideuesthai’) dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita ...." Tiga kata yang dicetak miring dalam kutipan ini merupakan tiga unsur tetap dalam Helenisme untuk mengungkapkan fase perkembangan pendidikan muda-mudi. Dari situ jelas bahwa kata paideuein lebih mengacu pada ketaatan terhadap kebiasaan hidup yang didasarkan atas kesepakatan umum, bukan atas alasan khusus (yaitu ketaatan terhadap ajaran Kristen). Untuk kegiatan terakhir ini Paulus menggunakan kata yang kurang lazim itu, yakni katèkhein dan katekesis. Dengan kata tersebut, Paulus sekaligus mengaitkan pendidikan khusus (ajaran Kristen) ini dengan kebiasaan Yahudi mengajarkan Taurat disinagoge pada zaman PL. Demikianlah kata katèkhein dan katekesis menjadi istilah khas untuk pendidikan ajaran Kristen. Itu berarti katekese gereja dewasa ini tidak bisa dipisahkan dari asalnya, yaitu bangsa Israel. Kita akan meneliti pendidikan Taurat itu dalam bagian berikut.
Sejak dulu, pengajaran mengenai karya besar Yahwe merupakan tanggung jawab para orang tua.
Lihat umpamanya Ul 6:20-25:
"Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu: Apakah peringatan, ketetapan, dan peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN Allah kita? Maka haruslah engkau menjawab anakmu itu ...."
Acuan lain ialah Mzm 78:3-7. Orang tua wajib mengkomunikasikan kepada keturunannya apa yang telah mereka dengar dari orang tua mereka sendiri. Pengkomunikasian ini terutama dilakukan secara lisan. Tradisi lisan ini menceritakan segala perbuatan Tuhan:
"Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami, kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka, supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintahperintah-Nya" (Mzm 78:3-7).
Pada zaman di mana pesan hampir seluruhnya dikomunikasikan secara lisan, demikianlah pula dalam sejarah perbuatan-perbuatan Allah dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
"Beth-ha-sefer"
Pada abad-abad pertama Masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut "beth-ha-sefer"; artinya "ru mah sang kitab" (beth = rumah; sefer = kitab). Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalnya secara saksama dan harfiah. Sekolah itu bukanlah lembaga tetap yang terdapat di banyak tempat, melainkan hanya suatu kumpulan murid yang diberi pelajaran oleh para ahli Taurat. Sejak berusia 6 atau 7 tahun, seorang anak sudah dibawa orang tuanya ke sekolah itu. Tapi tujuannya bukan untuk memperoleh pendidikan umum, melainkan khusus mempelajari pengetahuan tentang Taurat. Itulah sebabnya sekolah "dasar" itu disebut "beth-ha-sefer", rumah kitab.
"Beth-ha-midrash"
Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di "rumah pengajaran", beth-ha-midrasy (beth = rumah; midrash = pengajaran). Tujuan sekolah ini bukan hanya untuk mempelajari isi Taurat, tapi yang utama adalah penelitian mengenai manfaat dan maknanya. Pendidikan di "rumah pengajaran" ini dapat dianggap sebagai model bagi penyusunan katekese kristiani. Yang diutamakan di situ bukan semata-mata memahami Taurat sebagai ilmu, tapi juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi sejak dini anak-anak sudah dibiasakan menaati peraturan agama. Dan untuk itu jenjang usia mereka dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut:
– Pada usia sekitar 5 tahun anak-anak mulai diberi pelajaran dasar membaca Taurat.
– Usia 10 tahun mulai diberi pengajaran, yaitu misyna.
– Pada usia 12-13 tahun anak-anak wajib menaati sepenuhnya peraturan hukum Yahudi, yaitu mitswoth. Pada tahap itu anak laki-laki telah dianggap sebagai "anak-anak hukum Taurat", yaitu bar-mitswa6.
Pelaksanaan pendidikan di "rumah pengajaran" ini mirip dengan pendidikan di sinagoge. Anak-anak duduk di sekeliling ahli
Pengajaran Agama Yahudi, "Mishna" yang berarti secara harfiah "bahan ulangan" yang perlu dihafalkan. Gambaran ini memperlihatkan halaman muka Kitab Mishna dari tahun 186.
Taurat untuk diperkenalkan dengan segala rahasia Taurat. "Katekese" demikian sudah diterima Yesus ketika sebagai bocah berusia 12 tahun Ia membuat ahli-ahli agama tercengang di Bait Allah di Yerusalem, mendengar berbagai pertanyaan yang Dia ajukan dan jawaban yang Dia berikan sewaktu "Ia sedang duduk di tengah-tengah para guru agama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan jawaban-jawaban yang diberikan-Nya" (Luk 2:46-47).
Dalam tradisi Yahudi tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan mengikuti ajaran katekese seperti itu. Bahkan masyarakat umum harus puas dengan mendengar pembacaan Taurat setiap minggu di sinagoge, yang sejak masa pembuangan menjadi kebiasaan.
Sebetulnya sinagoge lebih dimaksudkan sebagai "rumah pengajaran" (beth-ha-midrash) untuk kepentingan seluruh bangsa, supaya mereka tetap mengingat pengetahuan dan ajaran Taurat yang sangat penting itu. Dalam Mzm 74:8 disinggung mengenai "tempat pertemuan Allah." Dalam PB "pengajaran" (didaskein) di sinagoge menjadi kebiasaan setiap Sabat. Dan dalam Kis 15:21 dikatakan, "Sejak zaman dahulu hukum Musa (= Taurat) diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat (sinagoge)." Pemakaian kata "diberitakan" di sini mengacu pada pengajaran yang sangat bersifat mengumumkan, berkhotbah.
Bagaimanapun, pendidikan Taurat Yahudi bisa terlaksana hanya kalau ada jemaat yang beriman. Pendidikan itu dilaksanakan di sinagoge, sebagai wadah berkumpul sekaligus lembaga tempat jemaat membicarakan berbagai hal menyangkut kehidupan mereka. Jemaat itulah yang menopang dan mensponsori pendidikan ajaran Yahudi. Dan pendidikan itu terutama dimaksudkan untuk membina para murid supaya ikut serta secara dewasa dalam seluruh kehidupan masyarakat sinagoge. Jadi tujuan pendidikan Taurat Yahudi sama dengan katekese dalam jemaat Kristen: agar anak-anak menjadi dewasa dalam kepercayaan umat Tuhan.
Ada empat bahan pelajaran utama:
SYEMA YISRAEL SYEMONE ESRE TAURAT HARI-HARI RAYA |
Syema Yisrael adalah yang pertama dan utama untuk anak-anak. Nasnya diambil dari Ul 6:4-9, 11, 13-21, dan Bil 15:37-41.
"Syema Yisrael" berarti "Dengarlah, hai orang Israel". Itu adalah kata-kata pertama dari Ul 6:4-9. "Syema Yisrael" bagaikan kredo pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca setiap hari (pagi dan malam) dalam ibadah di sinagoge: "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu ...."
Syemone Esre, harfiah berarti delapan belas. Syemone Esre adalah doa yang terdiri dari 18 pengucapan dan diucapkan setiap hari (pagi, sore, dan malam) dalam ibadah di sinagoge. Nas ini sangat kuno dan barangkali sudah ada jauh sebelum zaman Makabe. Meskipun bentuk definitifnya ditetapkan setelah pemusnahan Yerusalem pada tahun 70 M, tak diragukan lagi bahwa rancangan dasarnya jauh lebih tua.
Doa ini mengandung ucapan syukur dan puji-pujian terhadap Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, serta doa akan pemulihan Yerusalem dan takhta Daud.
Pembacaan Taurat menduduki posisi penting. Taurat merupakan bagian Kitab Suci yang sentral dan mendasar bagi orang Yahudi. Iman dan kehidupan mereka seluruhnya didasarkan atas Taurat. Pengajaran diberikan dengan cara membaca dan menjelaskan Kitab-kitab Musa tersebut. Hal ini sudah disebut dalam Neh 8:9: "Bagian-bagian daripada kitab itu, yakni Taurat Allah,
dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti". Tak dapat diragukan lagi bahwa pengajaran sinagoge ini sudah sangat tua dan telah menjadi tradisi Yahudi secara turun-temurun.
Halaman Muka "Magada", ajaran Yahudi (tahun 1526).
Hari-hari Raya anak-anak bangsa itu juga diajari arti dan pemeliharaan hari-hari raya. Hari raya utama adalah Sabat sebagai hari yang dikuduskan Allah. Kemudian hari Pendamaian Agung, pesta Paskah (untuk memperingati keluarnya bangsa itu dari Mesir), pesta panen Pentakosta, hari raya Pondok Daun, pesta Purim (untuk memperingati tindakan Mordekhai dan Ratu Ester dalam menyelamatkan bangsanya), serta peristiwa menyedihkan mengenai jatuhnya Yerusalem, dll.
Semua bahan pelajaran di atas menunjukkan unsur-unsur terpenting dalam pendidikan Yahudi: pengakuan iman, doa, Taurat, dan hari-hari raya. Nyatalah di sini kemiripan ajaran Yahudi dengan katekese gerejawi, yang biasanya juga terdiri dari empat bagian: Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Kesepuluh Firman, dan Sakramen-sakramen. Tapi hal ini tidak rinci diuraikan dalam PB.
– Pengakuan Iman: dalam PB bagian "pengakuan iman" hanya menyebut "pengakuan mengenai Yesus sebagai Tuhan (Kurios)". Pengakuan ini misalnya terdapat dalam 1 Kor 12:3 dan Fil 2:11.
– Pendidikan keselamatan ("logos"). Keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus diajarkan kepada jemaat dan kepada orang yang ingin menjadi anggota jemaat.
– Pendidikan etis. Hal ini juga merupakan unsur penting dalam pelajaran PB. Para rasul selalu menekankan etika Kristen dalam setiap pengajaran yang mereka lakukan. Ajaran Kristus harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
– Ibr 6:2 masih menyebut empat ajaran Kristus, yakni: ajaran tentang pelbagai pembaptisan; ajaran tentang penumpangan tangan; ajaran tentang kebangkitan orang-orang mati; ajaran tentang hukuman yang kekal.
– Hal doa: doa merupakan unsur tetap pendidikan ajaran Kristen dalam PB, dapat disimpulkan dari adanya dua nas Doa Bapa Kami dalam Mat 6:9-13 dan Luk 11:2-4.
PB tidak menyajikan kerangka katekismus yang lengkap, justru kita tidak mendapat bahan yang cukup untuk mengadakan rekonstruksi dari jemaat mula-mula. Ada beberapa petunjuk konkret (seperti telah diuraikan sebelumnya) ditambah fakta-fakta sejarah tentang pendidikan Yahudi. Berdasarkan data-data itu dapat disimpulkan, bahwa pendidikan Kristen pertama ternyata masih terkait erat dengan tradisi pendidikan agama Yahudi.