2. RUMAH TANGGA DALAM ALKITAB

Anak-anak mutlak menempati posisi khusus dalam gereja. Mereka adalah benih gereja, harapan masa depan. Tuhan sendiri memberikan tempat khusus bagi mereka. Ia mendatangkan Kerajaan-Nya turun-temurun, dari orang tua kepada anak-anak. "Lahir dalam rumah Kristen" bukanlah kebetulan, melainkan karunia dan pimpinan Tuhan yang tak dapat disangkal. Baptisan adalah tanda dan meterai yang indah dari kenyataan tersebut. Tapi baptisan itu juga mewajibkan orang tua dan gereja menjaga kualitas pendidikan ajaran Kristen, baik di rumah tangga, di sekolah maupun dalam katekisasi.

(bobot katekisasi untuk anak-anak)

Rumah Kristen, "Oikos"

Dalam PB terdapat beberapa nas yang membuktikan pentingnya "keluarga" atau "rumah tangga" dalam gereja. Ternyata Tuhan tidak mengadakan perjanjian dengan individu, melainkan dengan satu umat yang terdiri dari orang tua dengan anak-anaknya. Bayi yang baru lahir juga termasuk umat Tuhan. Anak-anak pun terhitung sebagai anggota keluarga Kristen, dan demikianlah mereka termasuk jemaat Kristus.

Memang, dalam PB tidak banyak tuturan mengenai anak-anak dibaptis atau yang menjadi umat yang baru bagi Tuhan.

Tapi dalam PL hal itu jelas terlihat, umpamanya anak-anak menerima tanda perjanjian, yaitu sunat. Kurangnya informasi mengenai anak-anak dalam PB, adalah disebabkan oleh fokus PB yang bersifat misioner. Hal itu disebabkan keadaan dan perkembangan jemaat mula-mula. Paulus mengabarkan Injil ke manamana, justru Kisah Para Rasul mengisahkan safari penginjilannya kepada orang kafir. Dengan kata lain, yang sering dikisahkan adalah orang kafir yang bertobat dan mohon dibaptis jadi mengenai orang dewasa, dan bukan anak-anak.1 Namun bukan berarti pada waktu itu anak-anak tidak dibaptis. Pekabaran Injil waktu itu memang terfokus kepada orang dewasa sebagai suamiistri yang mempunyai anak-anak. Dalam PB hal itu dapat disimpulkan dari nas-nas yang memakai kata Yunani oikos, yang secara harfiah berarti "rumah" dan "rumah tangga". Umpamanya dalam nas-nas berikut:

Kis 16:15

Sesudah ia (Lidia) dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya (oikos), ia mengajak kami, katanya, "Jika kamu berpendapat bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku."

Kis 16:33, 34

Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh luka mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.

Kis 18:8

Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan dibaptis.

Kis 11:14

Ia akan menyampaikan suatu berita kepada kamu, yang olehnya kamu dan seisi rumahmu akan diselamatkan.

1 Kor 1:16

Juga keluarga (oikos) Stefanus aku yang membaptisnya. Kecuali mereka aku tidak tahu apakah ada lagi orang yang aku baptis.

Istilah oikos, sesuai dengan keadaan sosial pada masa itu, mengacu kepada seluruh keluarga (ayah, ibu, anak-anak) ditambah famili yang tinggal di rumah itu, termasuk para hamba dan pembantu. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa kalimat "dibaptis dengan seisi rumahnya" berarti: semua orang yang tinggal di rumah itu dibaptis baik tua, muda, maupun anak-anak, dan bayi yang masih menyusu. Umat Tuhan terdiri dari rumahrumah tangga dan itulah zat perjanjian dengan Allah.

Perbandingan dengan terjemahan PL dalam bahasa Yunani (Septuaginta) mengaminkan kesimpulan itu, umpamanya:

1 Sam 22:16, 19

Raja berkata: "Engkau mesti dibunuh, Ahimelekh, engkau dan seluruh keluargamu (oikos)."

Juga penduduk Nob, kota imam itu, dibunuh raja dengan mata pedang; laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak yang menyusu, pula lembu, keledai, dan domba dibunuhnya dengan mata pedang.

Dalam cerita mengenai penetapan dan pelaksanaan sunat, Septuaginta juga memakai kata oikos.

Kej 17:23

Abraham memanggil Ismael, anaknya, dan semua orang yang lahir di rumahnya, juga semua orang yang dibelinya dengan uang, yakni setiap lakilaki dari isi rumahnya ....

Kej 17:12, 13

Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turuntemurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tapi tidak termasuk keturunanmu. Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.

Berdasarkan bukti-bukti ini disimpulkan bahwa pemakaian istilah oikos dalam PB oleh Lukas, dapat dipahami sejajar dengan pemakaiannya dalam PL, khususnya yang berhubungan dengan ritus sunat. Istilah oikos ini diambil alih Lukas untuk melukiskan praktik baptisan dalam jemaat-jemaat pertama.

Perjanjian Baptisan

Bahwa Allah mengadakan perjanjian dengan keluarga-keluarga nyata pada waktu baptisan anak-anak. Pada saat itu orang tua berdiri di hadapan Allah dan di hadapan jemaat-Nya. Sebelum baptisan dilayankan, orang tua harus menjawab beberapa pertanyaan, agar menjadi nyata bahwa mereka minta baptisan dengan maksud yang benar dan bukan oleh karena kebiasaan atau kepercayaan takhayul.

Pertanyaan itu mengandung tanggung jawab yang sangat besar, bukan saja bagi orang tua yang membawa anak-anak mereka untuk dibaptis, melainkan juga bagi majelis yang melayani baptisan itu.

Tanggung jawab tersebut didasarkan atas keyakinan, bahwa baptisan bukan mekanisme otomatis atau jaminan untuk menerima keselamatan.2 Namun orang tua dan majelis gereja tidak dapat lepas dari tanggung jawab untuk memberikan pendidikan gerejawi bagi anak-anak sebelum anak-anak itu diterima di meja Tuhan (Perjamuan Kudus). Kalau tidak cepat atau lambat maka jemaat akan terperangkap dalam bahaya sekularisasi, nominalisasi, dan deformasi sedang menuju kehancuran. Tentang itu Alkitab berkata, "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah" (Hos 4:6).

Allah sendiri bertindak meniadakan umat seperti itu, sebagaimana dikatakan Hosea selanjutnya:

"Karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu."

Hikmat Gereja

Sementara itu aturan gereja mengandung hikmat untuk menghindari kemungkinan semua bahaya tersebut. Justru pada waktu baptisan orang tua di hadapan jemaat dan Allah berjanji untuk mendidik anak mereka dalam ajaran PL dan PB sebagaimana diajarkan gereja. Berkaitan dengan itu dalam acara baptisan3 terdengar dialog seperti dalam boks di bawah.

Perjanjian ini mewajibkan orang tua mendidik anak-anaknya dengan ajaran gereja. Setelah pelayanan baptisan biasanya dipanjatkan doa:

! "Apakah kamu (orang tua) berjanji untuk memberi pendidikan dalam pengajaran gereja kepada anak-anak ini pada waktu mereka menjadi besar, menurut kesanggupanmu sendiri atau oleh orang lain?"

"Supaya anak-anak ini boleh mengikut Kristus setiap hari dan memikul salibnya dengan senang hati, serta hidup bergaul dengan Kristus dengan iman, pengharapan yang kuat, dan kasih gembira. Dan supaya mereka akhirnya dapat meninggalkan hidup ini dengan penghiburan karena telah mengenal Kristus sebagai Juruselamat. Dengan demikian mereka dapat menghadap pengadilan Tuhan tanpa takut."

Menjadi jelas sekarang bahwa di dalam gereja sama sekali tidak diperoleh keselamatan berdasarkan sakramen baptisan. Dengan perkataan lain, keselamatan tidak otomatis diperoleh karena sudah dibaptis. Jadi kasih karunia Allah bukan berarti manusia boleh tidak berbuat apa-apa. Hakikat perjanjian adalah janji dan sekaligus tuntutan. Dalam baptisan yang menjadi meterai perjanjian ialah manusia wajib tanpa syarat taat kepada Allah. Dan dalam ketaatan itu terkandung kewajiban untuk mendidik anak-anak, mengajar mereka supaya mengikuti Yesus Kristus dengan gembira dan betul-betul mengenal Dia.

Krisis Gereja Tanggung Jawab Generasi Dewasa

Dewasa ini gereja menghadapi beraneka ragam kesulitan. Segala macam ajaran manusiawi dapat dengan gampang mempengaruhi jemaat. Teologi modern yang diimpor dari luar negeri, berhasil mengacau kemurnian pandangan alkitabiah dan merusak ajaran gereja. Karena itu gereja perlu menyimak kepada Paulus, yang dalam suratnya kepada Timotius dan Titus berulang kali menekankan agar jangan membiarkan apa pun yang berlawanan dengan ajaran sehat.

"Jika seseorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, ia berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa" (1 Tim 6:3-4a).

Paulus selanjutnya berkata,

"Akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya " (2 Tim 4:3).

Kembali diingatkan agar majelis gereja dan orang tua jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban mengajar anak-anak. Risikonya terlalu berbahaya. Sebab gereja akan kehilangan kekuatannya, bahkan bukan tidak mungkin akan kehilangan anak-anak itu. Generasi pertama yang mulai mengabaikan kewajiban membina anak-anak, dalam arti tidak mendidik dan tidak mengajar mereka perihal Fiman Allah, memang tidak akan langsung merasakan bahayanya secara konkret. Tapi generasi-generasi berikutnya cepat atau lambat akan mati secara rohani kecuali ada tindakan penyelamatan. Tentang bahaya itu Yeremia berkata,

"Ayah-ayah makan buah mentah, dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu."

Tanggung Jawab Generasi Muda

Namun demikian, itu bukan berarti generasi sekarang dapat begitu saja mempersalahkan generasi terdahulu, sebab setiap generasi mempunyai tanggung jawabnya sendiri. Lagi pula masing-masing generasi dapat membaca Alkitab dan berdoa agar Roh Kudus menuntun mereka kepada kebenaran. Yeremia juga melukiskan hal itu dalam tulisannya mengenai PB:

"Setiap orang akan mati karena kesalahannya sendiri; setiap manusia yang makan buah mentah, giginya sendiri menjadi ngilu" (Yer 31:29-30).

Dari tuturan di atas dapatlah disimpulkan dua hal penting:

1. orang tua tetap bertanggung jawab ihwal pendidikan dan pengajaran anak-anak mereka;
2. Anak-anak wajib taat belajar dan membaca Alkitab.

Gereja akan kuat dan hidup serta menjadi perkumpulan orang-orang yang punya vitalitas tinggi jika kedua hal itu senantiasa diindahkan.

Skala Pendidikan

Marilah meneliti pendidikan anak dari segi orang tua. Itu penting sekali karena orang tua memegang peranan utama dalam mendidik anak. Banyak orang tua yang tidak menyadari hal ini. Mereka menganggap bahwa pendidikan yang diselenggarakan baik oleh gereja, pemerintah atau lembaga swasta di mana mereka tidak langsung terlibat sebagai pendidik atau pengajar bukanlah tanggung jawab orang tua.

Anggapan itu salah. Biar bagaimanapun orang tua terlibat dan turut bertanggung jawab. Terutama dalam hal mengamati anak-anak, apakah mereka memperhatikan dan mengindahkan apa yang mereka pelajari. Bila perlu orang tua bersama pihak-pihak terkait, bersama-sama memikirkan apa yang terbaik demi pembinaan si anak.

Bagan berikut memperlihatkan ikhtisar skala pendidikan anak:

★ SKALA PENDIDIKAN ★
di rumah setiap hari oleh orang tua sendiri
famili lain (nenek, paman, bibi, kakak, dll)
di luar rumah lingkungan
sekolah (dasar, menengah, atas)
teman-teman
GEREJA sekolah minggu
kaum pemuda
kebaktian
katekisasi
persekutuan orang kudus

Dalam seluruh proses pendidikan ini, katekisasi merupakan unsur yang penting sekali untuk mengantar anak kepada Juruselamat Yesus Kristus. Justru kita perlu senantiasa menyadari, bahwa kehidupan manusia (termasuk anak-anak) adalah satu kesatuan yang utuh. Kendati beraneka ragam bidang kehidupan (umpamanya di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di gereja, dsb) namun semuanya itu tidak dapat dipisahkan yang satu dari yang lain. Orang percaya hidup di hadapan Tuhan setiap menit, bahkan setiap detak jantungnya. Bukan saja ia percaya pada hari Minggu di gereja, tapi juga di tempat kerja, di sekolah, pendeknya di mana saja ia berada, dan di sepanjang waktu.

Kesatuan yang utuh itu jelas dalam gambar berikut:

background image

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    G. Riemer
  3. ISBN:
    979-9143-18-7
  4. Copyright:
    LITINDO © 1998
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF