Sampai hari ini ajaran Calvin masih besar pengaruhnya atas gereja di seluruh dunia. Justru dalam bab ini kita mengumpulkan dan mempelajari pentingnya ajaran mengenai katekese yang dikemukakan oleh Calvin baik dalam komentar, khotbah, dan suratnya. Akan sangat baik kalau semua orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak secara Kristen ataupun pengetahuan kaum awam di gereja, bersedia mendengar dan mengindahkan Calvin.
1. Dari tokoh Reformasi ini dapat kita pelajari betapa pentingnya katekese untuk gereja yang ingin taat asas pada Alkitab.
2. Gejala gereja sekarang kurang memperhatikan pendidikan ajaran Kristen bagi muda-mudi, memperlihatkan ancaman bahaya bahwa gereja akan gagal. Calvin sangat menekankan pentingnya pendidikan anak dalam gereja.
3. Teologi Karl Barth (yang juga telah mempengaruhi perkembangan teologi di Indonesia) mendorong kita untuk memperhatikan kembali asas-asas Reformasi, juga di bidang kateketik.
Yohanes Calvin
1. Arti Penting Katekese Menurut Calvin
Dengan istilah Pendidikan Ajaran Kristen Calvin mengacu kepada bidang pendidikan Kristen secara umum, yakni pendidikan di rumah, di sekolah, dan di gereja.
1.1. Maksud katekese menurut Calvin
1. Mempertahankan dan membangun gereja;
2. Mendidik generasi muda gereja untuk melanjutkan misi Kristen pada masa datang, sampai Kristus kembali;
3. Mengajar muda-mudi untuk mengenal Allah.
Jadi menurut Calvin gerejalah pusat dan titik tolak katekese.
Hal ini tidak berlawanan dengan kepentingan anak (yaitu keselamatannya), sebab mereka diselamatkan bersama seluruh anggota gereja. Yang diselamatkan bukan individu melainkan anggota gereja secara kolektif demikian Calvin. Dan menurut Calvin, secara prinsipiil tidak ada pertentangan antara "kolektivisme" dan "individualisme" dalam gereja. Justru dalam persekutuan dengan orang-orang kudus (kolektif, artinya "secara bersama-sama"), seorang anggota jemaat (individu) menikmati kebahagiaan dalam Kristus. Berdasarkan prinsip ini pula sasaran utama Pietisme, Metodisme, Mistik, dan Rasionalisme untuk meraih keselamatan individu ditolak.
1.2. Katekese perlu agar gereja bertumbuh dan berkembang
Tujuan katekese menurut Calvin, ialah agar melalui katekese gereja mampu menghadapi ujian zaman dan senantiasa mantap berkembang. Untuk maksud yang sama gereja memakai saranasarana lain, umpamanya pelayanan Firman dan siasat gereja.
Di samping itu, katekese juga dianggap sarana yang sama pentingnya untuk membangun gereja. Bahkan Calvin mengangap Pendidikan Ajaran Kristen lebih penting daripada siasat gereja. Bila gereja tidak mendidik muda-mudinya, gereja akan merosot dan runtuh. Jadi mengabaikan Pendidikan Ajaran Kristen berarti menghancurkan masa depan gereja.54 Allah mempercayakan tanggung jawab membangun dan mengembangkan gereja kepada generasi sekarang, untuk kekukuhan dan kemantapan gereja-Nya di masa kini dan masa datang.
1.3. Organisasi katekese oleh Calvin di Jenewa
Halaman muka Katekismus Calvin, diterbitkan oleh Robert Estienne pada tahun 1553.
1. Tahun 1536 Calvin menetapkan bahwa muda-mudi gereja wajib dididik dalam ajaran Kristen yang murni. Dengan demikian mereka belajar bertanggung jawab secara pribadi dalam hal-hal iman, dan umat Tuhan mantap bertumbuh dalam ajaran yang sama. Pengajaran seperti ini wajib diteruskan oleh orang tua kepada anak-anaknya, sehingga setiap orang mendapat ajaran Kristen yang murni.
2. Tahun 1536-1539 Calvin menekankan tugas orang tua dalam bidang Pendidikan Ajaran Kristen. Para pendeta ditugasi memeriksa apakah orang tua sungguh-sungguh melaksanakan tugas tersebut. Pemeriksaan oleh pihak majelis/ pendeta diadakan 3 atau 4 kali setahun, biasanya dalam rangka persiapan perayaan Perjamuan Kudus. Pada periode inilah Calvin mengarang katekismusnya yang pertama sebagai pedoman Pendidikan Ajaran Kristen.
3. Setelah Calvin kembali ke Jenewa (1541)55, ia menuntut agar baik siasat gereja maupun Pendidikan Ajaran Kristen dijalankan sesuai konsep yang dirancangnya. Untuk itulah ia mengarang katekismusnya yang kedua. Tapi tekanannya diubah: selain oleh orang tua, katekisasi (Pendidikan Ajaran Kristen) juga perlu ditangani oleh pejabatpejabat gereja dan guru-guru lainnya.
Metode pengajaran yang ditetapkan Calvin adalah sebagai berikut:
Setiap hari Minggu pukul 12.00 siang, seluruh rakyat harus ikut katekisasi umum. Berarti, orang tua dengan anak-anaknya bersama-sama mendapat Pendidikan Ajaran Kristen.
Seusai pengajaran katekisasi, anak-anak ditanya apakah sudah mengerti atau belum, lalu kepada mereka diajukan pertanyaan.
Apabila anak dapat menjawab semua pertanyaan (pokok dan isi katekismus yang kedua itu), maka ia diterima untuk ikut Perjamuan Kudus. Kemampuan menjawab pertanyaan itulah yang dianggap sebagai pengakuan iman.
Bila orang tua tidak mengantar anaknya ke katekisasi umum
ini, mereka ditegur oleh penatua-penatua. Jika tetap membangkang mereka dapat dikucilkan dari jemaat.
Kendati katekisasi merupakan tugas gereja, Calvin menekankan bahwa orang tua juga ditugasi Allah untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Pendidikan keluarga ini pun diperiksa oleh penatua pada kesempatan kunjungan rumah.
Menurut Calvin Pendidikan Ajaran Kristen untuk anak-anak Kristen sangat penting, baik untuk anak-anak itu sendiri maupun untuk gereja. Tanpa katekese (dan siasat) gereja akan hilang. Orang tua wajib mendidik anaknya dalam ajaran Kristen. Gereja (misalnya melalui kerja penatua) harus memeriksa apakah orang tua melakukan tugas tersebut.
Sejak tahun 1541 di Jenewa, Pendidikan Ajaran Kristen untuk umum, yang harus dihadiri oleh orang tua dan anak-anak mereka, diadakan setiap hari Minggu. Kalau orang tua tidak mengantar anak-anaknya, mereka ditegur dan pada akhirnya dihukum atau dikucilkan bila tetap membangkang.
2. Panggilan Orang Tua Terhadap Katekese
2.1. Keadaan Gereja Katolik Roma sebelum reformasi
Pendidikan Ajaran Kristen untuk anak-anak di gereja pra-reformasi tidak ditugaskan kepada orang tua, melainkan kepada orang tua serani. Menurut ajaran dualisme, gereja pra-reformasi itu berpendapat bahwa hal rohani (misalnya katekese) tidak cocok dengan hal jasmani (misalnya orang tua menurut daging). Kekudusan orang tua kandung tidak cukup untuk membimbing anaknya ke dalam kehidupan rohani. Karena itu orang tua tidak diperbolehkan membawa langsung anaknya ke gereja untuk dibaptis. Tugas itu dibebankan kepada orang tua serani.
Anak-anak juga dianggap tidak kudus di hadapan orang tua yang beriman. Anak-anak hanya bisa dikuduskan oleh sakramen baptisan. Gereja pra-reformasi juga menganggap bahwa hanya sakramen baptisan yang bisa menghapuskan dosa turunan. Dengan demikian seorang anak baru dianggap kudus setelah baptisan dilayankan terhadap dia. Baptisan bagaikan corong yang mencu rahkan anugerah Allah ke dalam hati anak, dan dengan demikian anak menerima keselamatan!56
Ajaran ini ternyata menimbulkan akibat yang kurang baik.
Sebab orang tua akhirnya malas memberikan Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa setelah menerima baptisan anugerah Allah sudah ada dalam diri anak. Lama-kelamaan hilanglah keyakinan mengenai pentingnya Pendidikan Ajaran Kristen bagi anak-anak. Orang tua serani memang ditugasi mendidik anak-anak dan imam harus menguji pengetahuan setiap anak yang datang kepadanya untuk mengaku dosa (Sakramen Pengakuan Dosa). Tapi dalam gereja pra-reformasi ketentuan ini hampir tidak pernah dilaksanakan dengan baik.
Tekanan pada Perjanjian Anugerah
Perubahan terjadi berdasarkan sebuah prinsip penting dalam reformasi, yaitu Perjanjian Anugerah Allah. Prinsip ini menekankan bahwa anak-anak dari orang tua Kristen terhisab dalam perjanjian sebelum kelahiran mereka. Artinya, sejak mereka masih dalam rahim ibu. Mereka kudus sebagai milik Allah. Itu berarti bahwa baptisan yang mereka terima adalah tanda perjanjian, bukan anugerah yang dicurahkan ke dalam hati mereka. Baptisan justru mewajibkan anak-anak (waktu mereka mulai tumbuh dewasa) untuk hidup kudus dalam perjanjian dengan Allah.
Jadi jelas, bahwa menurut reformasi, orang tua wajib memberikan Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak-anaknya; dan, dilihat dari sudut anak, anak perjanjian itu berhak menerima Pendidikan Ajaran Kristen.
Bukan laki-laki saja, perempuan juga
Pendidikan Ajaran Kristen dalam "reformasi" diberikan tidak hanya untuk anak laki-laki, tapi juga untuk anak perempuan sebab perempuan juga termasuk anak perjanjian.
Kelahiran kembali?
Jangan serta merta mengadakan pembedaan antara yang telah dilahirkan kembali dengan yang belum. Kita belum tentu mengetahui pasti isi hati seorang anak. Anak kecil tentulah belum mengerti hakikat dan arti perjanjian maupun baptisan yang diterimanya. Justru karena itulah mereka perlu dididik. Melalui Pendidikan Ajaran Kristen, anak diajak untuk menjawab anugerah Allah kepadanya, yang ditandai dengan sakramen baptisan yang diterimanya.
Janji orang tua sama dengan ikrar
Pada waktu anak dibaptis, orang tua berjanji dan janji itu sama dengan ikrar bahwa mereka akan mendidik anaknya dalam ajaran keselamatan yang murni. Orang tua wajib selalu memprioritaskan pendidikan tersebut. Pendidikan Ajaran Kristen lebih penting dari pada pendidikan umum, dan lebih penting lagi dari usaha mendapatkan kemakmuran duniawi atau kedudukan tinggi.
Mengapa Allah mempercayakan anak-anak kepada orang tua yang beriman? Supaya anak-anak itu dididik untuk menghormati dan mengasihi Allah dalam pelayanan kepada Dia. Demikianlah mereka menjadi benih gereja. Mereka harus membangun gereja kelak. Kalau orang tua tidak memberikan Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak-anaknya, mereka tidak layak lagi disebut bapak dan ibu.
Yang utama ialah kepentingan gereja
Sasaran Pendidikan Ajaran Kristen adalah tercapainya tujuan seperti yang terkandung dalam perjanjian anugerah, yakni supaya anak-anak belajar melayani Allah. Calvin menolak pendapat yang lebih menekankan keselamatan pribadi daripada pembangunan gereja sebagai umat Tuhan.
Tujuan utama menurut Calvin ialah pembangunan gereja.
Anak-anak merupakan generasi penerus sejarah; mereka adalah benih gereja dan pengharapan gereja di masa datang. Mereka akan berjuang dalam peperangan gerejawi sebagai laskar Kristus.
Yohanes Calvin gambaran oleh Jaques Bourgounin, seorang mahasiswa yang melukiskan Calvin yang sedang mengajar.
Dengan Pendidikan Ajaran Kristen anak-anak dididik sedemikian rupa, agar mereka mendapat keselamatan bukan sebagai orang pribadi, melainkan dalam persekutuan gerejawi. Gerejalah nomor satu. Kebahagiaan gereja adalah kebahagiaan semua anggotanya termasuk anak-anak.
Isi Pendidikan Ajaran Kristen
Menurut janji orang tua pada saat baptisan anak, mereka akan mendidik anak-anaknya perihal Alkitab (PL dan PB) dan ajaran gereja (katekismus). Pendidikan ini harus diawasi dan diperiksa oleh majelis gereja.57
2.2. Cara memberikan Pendidikan Ajaran Kristen
Pendidikan Ajaran Kristen dapat diberikan sebagai katekisasi dalam keluarga. Caranya bisa dengan membacakan dan menjelaskan isi Alkitab dan katekismus sebagai ringkasan ajaran gereja. Keluarga dapat dianggap sebagai "gereja kecil" di mana orang hidup di hadapan Allah.
Calvin juga memberikan nasihat khusus mengenai pembantu dalam keluarga Kristen. Katanya, para pembantu juga perlu dididik dalam Pendidikan Ajaran Kristen bersama anak-anak keluarga. Demikian pentingnya Pendidikan Ajaran Kristen ini, sehingga Calvin menegur orang tua yang anaknya ditugaskan sebagai pembantu di rumah orang yang tidak memberikan Pendidikan Ajaran Kristen. Orang tua seperti itu, yang tidak mempedulikan Pendidikan Ajaran Kristen bagi anak-anaknya, menganggap kekayaan dunia lebih penting daripada pelayanan Allah dalam perjanjian dan persekutuan jemaat.
1. Gereja pra-reformasi akbar memakai sistem orang tua serani; sistem ini didasarkan pada ajaran dualisme dan ajaran sakramen. Menurut ajaran ini, baptisan bekerja sendiri secara otomatis. Akibatnya katekese dianggap kurang penting.
2. Reformasi bertitik tolak dari perjanjian anugerah dan baptisan sebagai tanda anugerah. Karena itu orang tua ditugaskan memberikan Pendidikan Ajaran Kristen (Alkitab dan Ajaran) kepada anaknya sendiri dalam katekisasi keluarga. Katekisasi ini diadakan di rumah, tapi majelis gereja harus memeriksa hasil pendidikan itu langsung pada anak-anak tersebut.
Keadaan yang buruk di bidang pendidikan pun dipulihkan oleh reformasi. Sekolah diperbaiki menjadi bersifat kristiani. Tapi sayang, perubahan itu tidak menyentuh organisasi dan kurikulum sekolah Kristen.
Keadaan sekolah pra-reformasi akbar
Pada zaman Calvin banyak keluhan dialamatkan terhadap sekolah-sekolah milik gereja. Pendidikan waktu itu umumnya lemah sekali dan tidak berbobot. Di bidang agama, anak hanya belajar menghafal Pengakuan Iman, hukum Taurat, dan Doa Bapa Kami sebagai pelajaran tambahan mendampingi pelajaran tata cara kebaktian, yang memang dianggap paling penting pada zaman itu.
Luther menilai keadaan pendidikan di sekolah waktu itu buruk sekali. Ia menyalahkan guru-guru atas kebobrokan itu, bahkan ia menyebut sekolah itu "sekolah Iblis" yang merusak gereja.
Gambaran dari keadaan mengajar pada abad reformasi.
Menurut Calvin, sekolah-sekolah itu mengabaikan anugerah Kristus. Itu berarti kebenaran ditiadakan dan gereja digembosi. Ia menuntut sekolah Kristen diatur menurut ajaran Reformasi. Ia melihat bahwa itulah salah satu strategi yang ampuh yang memungkinkan gereja dapat mantap bertahan turun-temurun. Dengan alasan inilah Calvin mulai mengatur sekolah di Jenewa.
Organisasi sekolah Calvin di Jenewa
Calvin berusaha mendirikan sekolah Kristen di Jenewa. Syarat utamanya adalah pendidikan harus sesuai dengan Firman Allah. Syarat ini jauh lebih penting daripada faktor intelektualitas. Menurut Calvin, lebih baik sekolah ditutup kalau sekolah itu melayani maksud yang jahat. Iman guru-guru pun harus sesuai dengan ajaran reformasi.
Tujuan sekolah
Tujuan sekolah adalah mendidik anak berdasarkan Firman Allah sehingga mereka bisa menjadi bentara Kristus. Mereka harus mengenal Allah dan menjadi murid Kristus. Bukan hanya dalam bidang kehidupan tertentu, tapi juga seluruh aspek kehidupan adalah objek pendidikan Kristen. Murid harus belajar melayani Kristus dalam seluruh gerak kehidupannya. Guru harus mengajar anak untuk menggandrungi ajaran sehat dan membenci ajaran sesat.
Perwujudan sekolah
Semua anak (laki-laki dan perempuan) wajib bersekolah. Sekolah itu tidak bersifat teologis, melainkan berupa sekolah umum. Rakyat dan pemerintah akan beruntung kalau anak dididik dalam ajaran Kristen yang benar. Pendidikan itu akhirnya akan menghasilkan kebaikan umum, karena rakyat dan pegawai-pegawai Kristen akan mengupayakan keuntungan bagi semua warga negara.
Negara pun akan sejahtera bila Firman Allah diakui dalam kehidupan masyarakat dan hukum-hukum negara.
Isi pelajaran
Pelajaran utama adalah pendidikan perihal Firman Allah dan ajaran yang didasarkan atas firman itu. Semua mata pelajaran lainnya harus mendukung pelajaran utama itu. Demikianlah anak-anak diperlengkapi dengan segala pengetahuan yang perlu untuk melayani Allah. Dengan demikian pula mereka bisa memenuhi panggilan Allah dalam seluruh bidang kehidupannya. Seorang Kristen perlu belajar untuk memenuhi panggilan Allah dan untuk hidup menurut gambar dan rupa Allah.
Jangan korbankan anak-anak atas mezbah pengetahuan dan angka-angka.
Tekanan pada nyanyian Mazmur
Anak harus diserahkan kepada Allah. Dalam kaitan ini, Calvin menekankan pentingnya nyanyian Mazmur. Nyanyian dapat memberikan penghiburan, sehingga anak-anak kelak bijak dan mampu menghadapi penganiayaan dan penindasan. Hanya kalau anak dididik sebagai anak Allah, ia boleh disebut manusia yang sesungguhnya, bnd 2 Tim 3:16-17.
"... dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."
Guru
Menyimak pada tuturan di atas, dapatlah dibayangkan beratnya persyaratan menjadi guru Kristen. Sepanjang dan dalam seluruh bidang kehidupannya, ia harus menjadi teladan bagi anak-anak. Guru harus sadar, bahwa kesalehan lebih diindahkan daripada kepintaran. Dan ia harus menganggap gereja sebagai lembaga terpenting dalam hal pendidikan anak. Guru sendiri harus terdidik dalam ajaran reformasi. Ia wajib mengenal isi Kitab Suci dan ajarannya.58
Calvin berusaha agar sekolah Kristen didirikan untuk mendidik anak menjadi warga negara Kristen yang sungguh-sungguh. Pendidikan harus diatur menurut Firman Allah dan kepentingan gereja harus terjamin. Sebagai Kristen guru adalah teladan dalam kehidupannya. Anak dididik untuk menjadi murid Kristus.
Pendidikan Ajaran Kristen pra-reformasi
Pada masa pra-reformasi, dari pihak gereja tidak ada kebijaksanaan apa pun tentang Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak anak. Pendidikan Ajaran Kristen belum dilihat sebagai tugas gereja karena dua sebab.
1. Dianggap tidak perlu mengadakan Pendidikan Ajaran Kristen khusus untuk anak-anak, karena diyakini bahwa melalui sakramen konfirmasi (peneguhan) anak-anak otomatis memperoleh anugerah Allah, dan anugerah itu diterima seterusnya dalam setiap misa. Anggapan ini akhirnya menyebabkan kemalasan belajar dan kepercayaan khayali.
2. Sakramen Pengakuan Dosa makin dominan berperan sebagai pengganti peranan orang tua dalam pemeriksaan Pendidikan Ajaran Kristen. Akibatnya orang tua mengabaikan tanggung jawabnya. Pengembangan Pendidikan Ajaran Kristen pun diabaikan: tidak muncul karya tulis baru khusus untuk mengajarkan kekristenan kepada anak-anak.
Reformasi mendampakkan perubahan besar yang mendorong gereja untuk mengatur Pendidikan Ajaran Kristen, khususnya bagi anak-anak. Perubahan itu terutama disebabkan oleh dua hal, yaitu khotbah dan katekisasi khusus untuk anak-anak.
Perubahan oleh khotbah
Calvin mengeluh karena para imam mengabaikan tugas berkhotbah. Mereka hanya membaca tata cara misa dan melaksanakan upacara kebaktian saja. Di samping itu kuat pendapat yang mengatakan bahwa khotbah kurang penting dibandingkan pelayanan sakramen-sakramen. Sehingga orang hanya mengatakan "tidak apa-apa" bilamana pelayanan khotbah kurang baik ....59
Calvin gigih menentang pendapat keliru tentang khotbah. Ia menghargai khotbah sebagai pelayanan pendamaian dan pelayanan Firman Allah. perjuangannya membuat wujud dan tempat khotbah dipulihkan dan didasarkan pada Firman Allah, sumber ajaran Kristen satu-satunya, yaitu Alkitab.
Calvin kukuh menghargai khotbah sebagai sarana penting untuk membimbing dan mendidik umat Allah. Melalui khotbah yang mendidik ajaran murni alkitabiah dapat bertahan. Anggota gereja wajib mengikuti kebaktian sebab di situ diberikan pendidikan Alkitab, jaminan utama kehidupan Kristen. Gereja ibarat "sekolah Kristus".
Perubahan oleh katekisasi
Dampak pembaruan di bidang Pendidikan Ajaran Kristen antara lain ialah gereja makin memahami panggilannya untuk memberikan Pendidikan Ajaran Kristen, khususnya kepada anak-anak. Perubahan itu nyata dalam khotbah tentang katekismus dan katekisasi kepada anak-anak.
Pada pra-reformasi pendidikan tentang pokok-pokok ajaran Kristen hanya diberikan menjelang perayaan Hari Paskah. Pendidikan ini pada zaman itu diberikan sekaligus untuk orang dewasa dan anak-anak. Tapi yang dimaksud dengan pendidikan di sini, hanyalah sekadar menghafalkan Pengakuan Iman, hukum Taurat, dan Doa Bapa Kami.
Luther mengubah sistem itu. Ia mengadakan katekisasi khusus untuk anak-anak. Dalam khotbahnya ia mengajarkan pokokpokok ajaran Kristen. Dan itu ia lakukan bukan hanya satu-dua kali saja menjelang Paskah, tapi dalam setiap khotbahnya pada hari-hari Minggu. Khotbahnya tentang nas-nas Alkitab lebih bersifat didaktis (berisi ajaran) dibandingkan khotbah-khotbah sebelumnya.
Waktu Luther mulai memberikan Pendidikan Ajaran Kristen melalui katekisasi khusus, ia makin mengerti pentingnya katekismus buku Pedoman Pendidikan Ajaran Kristen. Ia menulis katekismus untuk anak-anak gereja. Sayang, di kemudian hari pen didikan yang didasarkan atas katekismus itu tidak diteruskan dalam Gereja Lutheran.
Calvin meneruskan pengembangan Pendidikan Ajaran Kristen yang dipelopori Luther itu. Setiap hari Minggu ia berkhotbah tentang katekismus (Calvin mengarang dua buku katekismus). Khotbah itu disebut katekisasi umum.
Calvin juga memberikan penjelasan tentang ajaran Kristen kepada anak-anak. Dan anak-anak selalu ditanyai apakah mereka belajar dengan baik dan mengerti apa yang mereka pelajari. Orang tua diharuskan menghadiri pemeriksaan itu. Kalau anak tidak mengerti, orang tua ditegur langsung dari mimbar. Teguran itu didasarkan pada kewajiban orang tua mendidik anak-anak sesuai tema khotbah setiap Minggu. Dengan demikian katekisasi di gereja dan katekisasi di rumah saling mendukung. Lama-kelamaan Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak diakui sebagai panggilan gereja (dan majelis).
Pendidikan Ajaran Kristen yang diberikan Calvin di Jenewa sangat mempengaruhi sejarah gereja. Karena semua anggota jemaat (tua-muda) dididik dalam ajaran Kristen, maka gereja bertumbuh dan bertambah kuat. Melalui kunjungan rumah, penatua memeriksa kegiatan orang tua perihal Pendidikan Ajaran Kristen.
Calvin menekankan bahwa pengenalan dan pengetahuan katekismus (ajaran Kristen) merupakan dasar pembangunan gereja, juga di masa depan. Karena itu katekismus harus ringkas dan pendek dan harus sesuai dengan tingkat pengertian anak. Dengan demikian anak-anak akan terlatih berpikir sebagai orang Kristen.
Sejak reformasi Pendidikan Ajaran Kristen diakui sebagai panggilan gereja, yang harus dilaksanakan melalui khotbah tentang katekismus dan katekisasi khusus untuk anak-anak. Dalam katekismus ajaran gereja diringkas menjadi pedoman Pendidikan Ajaran Kristen khusus untuk anak-anak.
Alkitab dan katekismus
Sewaktu seorang anak dibaptis, kepada orang tuanya diajukan pertanyaan tertulis: apakah ia berjanji untuk mendidik anak itu dalam ajaran keselamatan menurut Alkitab? Dalam bagian ini ihwal katekismus ditekankan, sebab pendidikan isi Alkitab merupakan tanggung jawab orang tua dan sekolah. Sejak itulah diberlakukan peraturan bahwa setiap keluarga Kristen wajib membaca Alkitab. Pembacaan dilakukan oleh kepala keluarga atau siapa saja yang bisa membaca. Kewajiban serupa juga diberlakukan di sekolahsekolah.
Keputusan tentang pokok-pokok ajaran Kristen (isi bahan Pendidikan Ajaran Kristen)
Luther berhasil menentukan pokok-pokok mana dari ajaran gereja pra-reformasi yang harus dipertahankan, sehingga hubungan dan persekutuan dengan gereja-gereja itu tidak putus. Ia menyebut pokok-pokok berikut:
1. Iman > Pengakuan Iman Kristen/Rasuli;
2. Hukum Taurat > Sepuluh Hukum Allah;
3. Doa > Doa Bapa Kami;
4. Sakramen-sakramen > Baptisan dan Perjamuan Kudus.
Pokok-pokok penting di atas diajarkan oleh gereja pra-reformasi tapi tanpa penjelasan. Anak-anak dianjurkan menghafal saja, tidak perlu mengerti lebih jauh. Cukuplah mempercayai apa yang dipercayai oleh gereja!
Luther berusaha agar anak-anak mengerti isi bahan ajaran, dengan cara memberikan penjelasan lebih lanjut atas materi yang diajarkan. Untuk itu Luther mengarang dua buku katekismus. Dalam katekismus itu keempat pokok di atas disajikan dengan sederhana dan tidak berlebihan. Dengan menentukan keempat pokok itu Luther telah menyiapkan tuaian yang indah bagi gereja reformasi. Katekismus Calvin dan Katekismus Heidelberg pada dasarnya mengikuti karya Luther ini.
Keputusan tentang susunan pokok-pokok ajaran Kristen (susunan bahan katekese)
Kelemahan pedoman katekese dalam gereja pra-reformasi adalah tidak adanya pembagian yang teratur atas isi buku. Ketidakteraturan itu menimbulkan kesulitan dalam memahami isi buku. Reformasi kemudian memperbaiki susunan katekese itu. Luther juga menjelaskan kesatuan ajaran kekristenan. Katekismusnya mempunyai urutan sebagai berikut:
Luther memang belum menempatkan bahan sakramen secara tepat. Susunan di atas dilandasi alasan bahwa manusia harus:
a) tahu apa yang harus dilakukan (hukum), b) di mana ia harus mencarinya (kredo) dan, c) bagaimana ia harus mencarinya (Doa Bapa Kami).
Calvin mengikuti Luther dalam katekismusnya yang pertama.
Tapi dalam katekismusnya yang kedua ia menyajikan urutan sebagai berikut:
Banyak sarjana teologi menyangka bahwa perbedaan urutan itu terjadi karena perbedaan dogma antara Calvin dan Luther. Padahal keduanya sebenarnya tidak jauh berbeda dalam ajaran. Di kemudian hari perbedaan ini diperbesar oleh pengikut Luther, misalnya Melanchton. Tapi sebenarnya urutan yang disajikan Calvin (Iman Hukum Doa) itu dilatarbelakangi pemikiran bahwa itulah yang lebih cocok dengan kesatuan ajaran.
Titik tolak Calvin adalah perjanjian
Katekismus berlaku untuk orang percaya yang telah terikat dalam "perjanjian". Secara pedagogis memang lebih baik membahas Iman lebih dulu, baru Hukum dan Doa. Dalam katekismusnya yang kedua, Luther membahas perbuatan iman sebelum membahas wujud dan isi iman.
Calvin menempatkan pembahasan sakramen-sakramen pada posisi yang lebih tepat dibandingkan Luther. Sakramen dibahas dalam rangka penguatan dan peneguhan iman. Urutan ini sesuai dengan kedua "bagian" perjanjian Allah dengan manusia, yaitu:
janji perjanjian (iman/anugerah); tuntutan perjanjian (hukum dan doa).
Katekismus Heidelberg menggunakan hasil pengembangan Katekismus Luther dan Calvin. Pada dasarnya Katekismus Heidelberg mengikuti urutan Calvin. Tapi ada perubahan penting karena hal "hukum" dibahas dalam dua fungsi, yaitu untuk:
a) mengenal dosa, dan b) menjadi patokan kehidupan berterima kasih.
Karena itu Katekismus Heidelberg mengubah urutan Katekismus Calvin menjadi seperti berikut:
Hukum 1 mengacu kepada ringkasan hukum Taurat yang diberikan Kristus, sedangkan Hukum 2 mengacu kepada pembahasan Sepuluh Hukum. Sebenarnya urutan Calvin cukup tepat (karena kesesuaiannya dengan kedua bagian perjanjian), namun urutan Katekismus Heidelberg juga bagus sekali. Katekismus Heidelberg bertahan dalam gereja-gereja reformasi sampai sekarang. Tapi kebertahanan tersebut tidak berlangsung mulus, karena pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 terjadi perkembangan yang tidak terkendali dalam hal pengadaan buku katekese. Aneka ragam buku katekese muncul, karena banyak pendeta yang tidak senang dengan karya rekan sekerjanya. Dan mereka juga tidak puas dengan Katekismus Heidelberg.
Perkembangan itu sekarang ditolak dalam gereja-gereja reformasi, sebab:
1. Katekismus Heidelberg sudah mendapat pengakuan resmi dari gereja-gereja reformasi. Anak-anak harus mengenal isi pengakuan itu.
2. Anak-anak harus mengaku diri sebagai anggota gereja. Tanpa pengakuan itu keutuhan gereja akan terancam.
3. Dalam katekismus pribadi, hanya ditekankan ajaran individu si pendeta itu sendiri.
4. Buku-buku itu tidak mempunyai wewenang yang sama kuatnya dengan pengakuan-pengakuan gereja yang resmi.
5. Pendidikan Ajaran Kristen dengan cara yang tidak terkendali ini lebih menekankan kepintaran di bidang teologi daripada kesalehan sebagai Kristen.
1. Perubahan penting dalam Pendidikan Ajaran Kristen yang dihasilkan reformasi dimulai sejak disusunnya buku-buku pedoman Pendidikan Ajaran Kristen, khusus untuk anak-anak. Luther dan Calvin menghasilkan karya yang penting di bidang ini.
2. Pokok-pokok yang ditentukan (Iman, hukum Taurat, Doa, dan Sakramen) menjamin persekutuan gereja-gereja reformasi dengan gereja lama, dan menolak banyak hal yang kurang baik dalam katekese gereja pra-reformasi.
3. Urutan versi Calvin dan versi Katekismus Heidelberg, yaitu: Hukum 1 Kredo/Sakramen Hukum 2 Doa lebih tepat dilihat dari segi perjanjian, logika dan hukum pedagogis dibandingkan urutan versi Luther.
4. Katekismus Heidelberg adalah hasil yang terbaik dari semua pengembangan katekese sejak reformasi. Karena itu Katekismus Heidelberg menempati kedudukan penting dalam katekese gereja-gereja reformasi.
Batas Pendidikan Ajaran Kristen kepada anak-anak
Sebelum reformasi Pendidikan Ajaran Kristen dalam gereja tidak dibatasi. Seorang anggota gereja tetap menjadi "pengikut katekisasi" (katekumen) selama hidupnya.
Hal itu disebabkan dua faktor berikut:
1. Sakramen dianggap mengandung kuasa penyelamatan otomatis;
2. Dominannya peranan imam atau gereja dalam menentukan iman anggota gereja. Jemaat tidak perlu, misalnya, mempertinggi kualitas iman atau mengetahui isi imannya; cukuplah hanya menyatakan persetujuan terhadap apa yang dipercayai imam atau gereja.
Reformasi menekankan bahwa tujuan Pendidikan Ajaran Kristen adalah pengakuan iman yang membuka jalan untuk Perjamuan Kudus. Itulah batas Pendidikan Ajaran Kristen untuk anak-anak.
Luther menetapkan bahwa hasil Pendidikan Ajaran Kristen harus diperiksa dalam rangka perayaan Perjamuan Kudus. Karena itu ia memeriksa pengetahuan tentang Perjamuan Kudus dan pokokpokok ajaran Kristen yang lain. Pertama-tama pemeriksaan diadakan secara pribadi oleh pendeta, sebagai pengganti Pengakuan Dosa di hadapan imam. Pemeriksaan dilakukan dalam bentuk ujian dan biasanya diulangi hingga beberapa kali.
Selanjutnya pemeriksaan diadakan di muka umum. Sayang, sifatnya sebagai ujian lebih diutamakan daripada sifatnya sebagai pengakuan iman. Hal tingkah laku kehidupan yang kristiani juga diperiksa, walaupun tidak secara mendalam. Tapi penekanan pada aspek pengetahuan itu menjadi sangat tidak sebanding dengan tujuan utama katekese, yakni pengakuan iman.
Calvin mengembangkan metode katekese Luther itu. Tiga kali setahun ia mengadakan pemeriksaan, khususnya yang berkaitan dengan Perjamuan Kudus. Setiap orang yang memperoleh hasil yang baik dalam pemeriksaan langsung diterima di meja Perjamuan. Dengan sungguh-sungguh diminta pengakuan iman dan janji untuk hidup secara Kristen. Pertanyaan tentang pengetahuan disesuaikan dengan tingkat kemampuan nalar calon anggota. Per tanyaan-pertanyaan itu diambil Calvin dari daftar pertanyaan (seluruhnya ada 21 pertanyaan) yang terdapat dalam ringkasan katekismusnya yang kedua. Hal pengetahuan ditekankan karena iman adalah pengetahuan dan kepastian.
Dengan cara ini Calvin mengikuti kebiasaan gereja kuno.
Tuntutan perjanjian untuk menaklukkan diri sepenuhnya kepada Firman Tuhan juga terpenuhi.
Calvin menolak kebiasaan Bucer dari Strassburg yang memasukkan upacara konfirmasi (peneguhan) sebagai bagian dari pengakuan iman. Dalam upacara ini, anak-anak lebih dulu diperiksa oleh majelis (bukan di muka umum), kemudian mereka ikut kebaktian dan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Selanjutnya anak-anak itu diminta untuk mengaku bahwa mereka ingin menjadi anggota gereja(!), lalu dilakukanlah upacara penumpangan tangan dan doa agar mereka dipenuhi Roh Kudus. Alasan Bucer untuk melaksanakan kembali upacara ini sebagai bagian dari pengakuan iman, kurang jelas. Barangkali ini merupakan reaksi atas pengaruh anabaptis dan bukan karena Bucer menganggap bahwa kuasanya mengandung magis. Dalam banyak hal Calvin setuju dengan Bucer, kecuali mengenai upacara penumpangan tangan tersebut.
Tapi pemeriksaan yang bersifat pengakuan iman dan janji untuk hidup secara Kristen, harus diadakan di muka umum pada waktu kebaktian, sehingga seluruh jemaat dapat menyaksikannya. Dengan pengakuan ini orang tidak menjadi anggota tapi mengaku dirinya sebagai anggota, sebagai wujud dari ketaatan terhadap perjanjian dengan Allah.
Yang harus diperiksa ialah pengetahuan tentang Alkitab, pengenalan akan Allah dan kesetiaan dalam kehidupan sebagai Kristen.
Pemeriksaan pengetahuan
Hal ini harus diadakan sebab tanpa isi tidak ada iman, seperti diakui dalam Katekismus Heidelberg, dalam soal-jawab nomor 21: "Iman adalah pengetahuan serta kepercayaan". Pengetahuan itu bukan pengetahuan ilmiah, melainkan pengetahuan yang pasti dan teguh. Orang yang malas mempelajari Alkitab tentu tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat percaya, sebab mereka tidak tahu apa isi kepercayaan itu.
Pemeriksaan tentang maksud dan alasan (motivasi) harus dilakukan sekaligus dengan pemeriksaan iman. Adakalanya pemeriksaan motivasi diadakan lebih dahulu, tapi itu sebenarnya kurang tepat. Motivasi tidak bisa diperiksa terpisah dari isi iman, sebab keduanya saling terkait.
Pemeriksaan itu tidak seperti ujian di sekolah atau tentamen.
Tujuannya adalah untuk memeriksa apakah orang itu memiliki iman atau tidak. Jadi tidak ditanyakan perihal Allah, melainkan tentang Bapa kita, Juruselamat kita, dosa kita, dst. Bandingkan dengan cara Katekismus Heidelberg yang selalu menantang orang untuk percaya. Cara pemeriksaan yang baik ini mencegah bahaya intelektualisme maupun mistik.
Reformasi (Luther dan Calvin) menekankan bahwa Pendidikan Ajaran Kristen yang bersifat gerejawi, harus mengarah pada pengakuan iman yang membuka jalan untuk Perjamuan Kudus. Sejak baptisan anak-anak dipimpin dalam Pendidikan Ajaran Kristen menuju ke Perjamuan Kudus, untuk menjadi anggota yang percaya dan mengaku.
Pengakuan perlu dilakukan di tengah-tengah jemaat (kebaktian) setelah diketahui dengan pemeriksaan pengetahuan Alkitab, iman, dan janji untuk hidup secara Kristen. Pengakuan itu sendiri bukanlah sakramen (melawan pandangan Bucer mengenai konfirmasi), melainkan hanyalah pembuka jalan menuju sakramen Perjamuan Kudus.