8. BERDOA MENURUT KEPUTUSAN ALLAH

”Doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya” (Yak 5:16). Kuasa apa? Kuasa untuk mengusir roh jahat? Kuasa kejiwaan yang mengalir dari seorang manusia? Bukan. Kuasa itu tidak datang dari orang yang berdoa. Datangnya bukan dari semangat kita yang berapi-api atau dari ketekunan dan kesetiaan kita dalam menaikkan doa. Kuasa dan pertolongan itu datangnya dari Allah. Kita memohon sesuatu dari Dia, seperti anak-anak meminta sesuatu kepada bapak mereka. Dan atas permohonan kita itu, Allah melakukan sesuatu. Allah bertindak. Ia ikut menanggung beban kita. Ia menggeser tembok-tembok penghalang kita. Ia menunjukkan jalan keluar yang sebelumnya tidak kita lihat.

Iman kita tidak pernah berharap terlalu banyak pada tindakan Allah. Namun, boleh jadi pengharapan kita itu keliru arahnya. Sebab, kita tidak bisa seenaknya saja memohon apa yang timbul dalam pikiran kita. Kita tidak dapat memaksa Allah untuk memenuhi apa saja yang sangat kita inginkan. Memang, Allah mau mengubah niat-Nya karena doa umat-Nya. Tetapi Dia tidak dapat dibujuk dengan doa-doa, seperti manusia bisa dibujuk rayu.

Kudus di tengah-tengah kita

Allah tidak akan mengizinkan orang lain merebut kepemimpinanNya. Baik kepemimpinan dunia, kepemimpinan gereja, maupun kepemim pinan kehidupan pribadi kita. Dia tetap Allah, Yang Kudus di tengah-tengah kita (lih Hos 11:9).

Di mata air Meriba, Musa tidak menaati perintah Tuhan, dan tidak menghormati kekudusan-Nya. Lalu Tuhan harus menunjukkan sendiri kekudusan-Nya kepada hamba-Nya itu dan kepada umat-Nya. ”Itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka” (Bil 20:12-13).

Mau tak mau kita merasa terharu ketika membaca bagaimana Musa memohon Allah supaya ia tetap diizinkan mengantarkan umat Allah ke negeri Allah. Bukankah justru kepadanya Tuhan mewujudkan diri-Nya sebagai Dia yang panjang sabar dan berlimpah kasih-Nya? ”

Tuhan ALLAH, Engkau telah mulai memperlihatkan kepada hamba-Mu ini kebesaran-Mu dan tangan-Mu yang kuat... Biarlah aku menyeberang dan melihat negeri yang baik yang di sebe rang su ngai Yordan, tanah pegunungan yang baik itu, dan gunung Libanon. Tetapi Tuhan murka terhadap aku oleh karena kamu dan tidaklah mendengarkan permohonanku. Tuhan berfirman kepada ku: Cukup! Jangan lagi bicarakan per kara itu dengan Aku” (Ul 3:23-26).

Tuhan tidak membiarkan diri-Nya dibujuk. Kenapa tidak?

Karena untuk sekali dan selamanya, Israel harus benar-benar belajar menghormati Dia sebagai Dia Yang Kudus. Karena itu, Meriba meninggalkan kesan yang sangat dalam. Karena itu pula, mata air itu masih beberapa kali disebut di dalam Alkitab. Bacalah misalnya Mazmur 81, 95, 106.

Daud telah berbuat dosa kepada Uria dan istrinya, dan karena itu musuh-musuh Tuhan menghujat-Nya. Setelah Natan memarahinya, Daud mengakui dosanya. Dan Tuhan mengampuninya (lih 2Sam 12:13). Tetapi Tuhan juga menguduskan nama-Nya. Nabi Natan harus menyampaikan pesan ini kepada Raja Daud: Anak yang lahir bagimu itu akan mati. Apakah Daud menyerah saja mendengar hal itu? Bukankah keputusan itu sudah tak dapat diubah? Lebih-lebih ketika anak itu langsung jatuh sakit? Tidak. Daud juga mengenal Allah sebagai Pribadi yang panjang sabar, yang berlimpah kasih-Nya. Daud berpuasa. Dia berdoa. Dan semalam malaman ia berbaring di tanah. Mungkin Tuhan mengasihaninya (lih 2Sam 12:22). Tetapi pada hari ketujuh matilah anak itu. Tuhan tidak bisa dibujuk. Ia menguduskan nama-Nya di depan musuh-musuh-Nya, di depan umat-Nya, dan di depan raja yang diurapi-Nya.

Paulus menulis bahwa dia diberi suatu duri di dalam dagingnya, yaitu seorang utusan Iblis yang menghantamnya berkali-kali. Sangat menyakitkan! ”Aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari hadapanku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku, ’Cukuplah anugerah-Ku bagimu’” (2Kor 12:7-9).

Allah tidak mau dibujuk dengan doa. Allah menguduskan nama-Nya, juga dalam hidup Paulus. Yang penting bagi-Nya ialah kuasa-Nya lebih dahulu terwujud dengan sempurna dalam kelemahan Paulus. Dan bahwa Paulus jangan terlalu meninggikan diri.

Dan ada satu contoh lagi: Petrus dipenjara oleh Herodes. Vonisnya sudah dijatuhkan: ia harus mati. Tetapi jemaat terus berdoa dengan tekun baginya kepada Allah. Dan Tuhan meluluskan permohonan mereka. Dengan cara yang ajaib, Petrus dibebaskan (lih Kis 12). Begitu besar kuasa Tuhan!

Tetapi pasal yang sama, dalam kitab yang sama, yaitu Kisah Para Rasul, diceritakan lebih dahulu tentang Yakobus. Dia juga seorang rasul. Juga orang yang sejak awal mengikuti Yesus. Dia juga orang yang menurut kita, sangat dibutuhkan jemaat, tidak kurang pen ting dari Petrus. Pastilah jemaat telah berdoa juga dengan tekun baginya kepada Allah. Dan bagaimana dengan Stefanus, sang dia ken yang sudah dibicarakan lima pasal sebelumnya mengenai kematiannya demi Tuhannya? Stefanus, yang penuh iman dan Roh Kudus, penuh kasih dan kuasa, yang mengadakan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda di antara orang banyak? Pastilah jemaat telah berdoa dengan tekun baginya. Namun Stefanus dan Yakobus tidak dibebaskan. Mereka menemui ajalnya. Dan kematian mereka tidak disertai penjelasan panjang lebar seperti yang terjadi pada Daud dan Paulus.

Tuhan menjalankan rencana-Nya sendiri yang agung. Rencana mengenai Stefanus. Mengenai Yakobus. Mengenai Petrus. Mengenai jemaat yang masih muda. Dia, sebagai Yang Kudus di tengah-tengah kita, yang melakukan perbuatan-perbuan besar bagi umat-Nya. Meskipun kita tidak memahami Dia dalam segala perbuatan-Nya.

Berdoa secara untung-untungan?

Jadi, apakah kita berdoa secara untung-untungan? Apakah sambil berdoa kita berusaha memperoleh hadiah yang terbesar, lalu tinggal menunggu saja hasilnya?

”Pada permulaan pemerintahan Yoyakim, anak Yosia raja Yehuda, datanglah firman ini dari Tuhan, bunyinya: Beginilah firman Tuhan: ’Berdirilah di pelataran rumah Tuhan dan katakanlah kepa da penduduk segala kota Yehuda, yang datang untuk sujud di rumah Tuhan, segala firman yang Kuperintahkan untuk kaukatakan kepada mereka. Janganlah kaukurangi sepatah kata pun! Mungkin mereka mau mendengarkan dan masingmasing mau berbalik dari tingkah langkahnya yang jahat, sehingga Aku menyesal akan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka oleh karena per buatan-perbuatan mereka yang jahat’” (Yer 26:1-3).

Sekarang kita bertanya: Haruskah Yeremia, apalagi atas perin tah Tuhan, bernubuat secara untung-untungan? Apakah Tuhan mengutus hamba-Nya berdasarkan kebijakan yang dangkal: kalau berhasil, syukur; kalau gagal, tak apalah? Apakah Tuhan tidak mengenal umat-Nya? Tidak tahukah Dia bahwa umat itu degil dan tak mau bertobat? Sebaliknya, Dia sungguhsungguh mengetahui nya. Meskipun be gitu Ia mengatakan: Mungkin mereka mau mendengarkan. Mungkin mereka bertobat.

Mungkin oleh karena itu timbul penyesalan-Ku akan malapetaka yang telah Kurancangkan terhadap mereka.

Begitu aktifnya Tuhan melakukan segala pertimbanganNya. Begitu luwesnya Dia dalam segala tindakan-Nya. Tidak pernah tindakan itu merupakan nasib yang tidak terelakkan. Dalam tindakan itu selalu ada ruang bagi pertobatan kita. Dan perlu disebut juga selalu ada ruang juga untuk kekerasan hati kita.

Tak peduli, apakah kita dapat memahaminya atau tidak demikianlah Dia mewujudkan diri-Nya, dan demikianlah sifatNya. Entah apakah logika kita dapat menjelaskannya atau tidak sebegitu bebasnya Dia dalam segala keputusan-Nya dan dalam melaksanakan keputusan itu, yang bagaimanapun juga, dilakukanNya sesuai keputusan kehendak-Nya.

Dan seperti Dia sendiri menyuruh orang bernubuat, dan dengan demikian berbicara sendiri kepada umat-Nya atau kepada orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya ingatlah Ninewe! Begitukah juga Ia mengajar kita cara berdoa. Tidak secara untunguntungan. Melainkan atas dasar yang baik, yakni sifat-sifat-Nya sebagai penyayang, panjang sabar, dan berlimpah kasih.

Dari situlah, orang yang lelah menimba kekuatan. Atas dasar itu, orang yang tidak punya perlindungan lari kepadaNya (lih Yes 40:29). Dan karena itulah, siapa yang putus asa hendaklah mengambil jalan doa, jalan yang mengandung janji: ”Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakanmu” (Mzm 50:15). Dan itu bukan jalan untung- untungan.

Berdoa atas dasar yang baik

Israel tahu benar betapa besar kasih sayang Tuhan. Yunus bahkan be rani menegur-Nya atas kasih sayang itu: ”Ya Tuhan, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak di datangkan-Nya” (Yun 4:2).

Tetapi kata-kata yang dilontarkan Yunus kepada Tuhan, telah dipakai oleh Musa dalam doa permohonannya bagi umat Allah, bagi Miriam, bagi dirinya sendiri ketika ia tidak diizinkan mengantar kan umat Allah ke negeri yang dijanjikan. Itulah dasar yang teguh bagi doa yang dinaikkan Daud, Yoel, dan Amos.

Itulah juga dasar bagi Tuhan kita Yesus Kristus ketika Ia berkali-kali rindu mengumpulkan anak-anak Yerusalem, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya (lih Mat 23:37). Mungkin saja Yerusalem mau mendengarkan dan menyesali kejahatannya lalu tidak mau melakukannya lagi.

Itulah juga dasar yang teguh bagi jemaat dalam Kisah Para Rasul 12. Juga bagi Paulus yang harus tetap menanggung duri dalam dagingnya.

Demikianlah mereka mengenal Dia, sebagai Allah yang belum pernah mengatakan kepada Israel: Sia-sia kamu mencari Aku (lih Yes 45:19). Sebagai Allah dalam Yeremia 26: ”Mungkin mereka mau bertobat.” Sebagai Allah yang hidup. Tempat perlindungan bagi umat milik-Nya. Dan karena itu, mereka mendapat semangat dan keberanian untuk menaik kan doa-doa mereka.

Berdoa sesuai keputusan Allah

Apakah mereka berdoa untuk memaksa Allah supaya mengikuti kehendak mereka? Untuk mendorong-Nya keluar dari jalan yang Ia yakini adalah yang terbaik? Tidak. Sebab mereka mengenal-Nya juga sebagai Yang Mahakudus di tengah-tengah mereka. Yang jalan-jalan-Nya sering bertentangan sama sekali dengan keinginan mereka.

Mereka mengenal-Nya sebagai gembala yang baik dalam Mazmur 23, yang kadang-kadang membiarkan domba-domba-Nya berjalan di lembah kekelaman (lih Mzm 23:4). Mereka percaya kepada-Nya, seperti para nenek moyang percaya dan berseru kepada-Nya dan tidak dipermalukan oleh-Nya (lih Mzm 22:5). Mereka tahu artinya untuk membiarkan Allah bertindak sekehendak-Nya. Untuk merasa cukup dengan anugerah-Nya. Itu bukan gagasan mereka sendiri, tetapi mereka mengetahuinya setelah mendengar suara-Nya.

Dan kita juga boleh mendengarkan Dia. Tindakan itu tidak timbul dengan sendirinya dari keinginan kita. Tetapi kita boleh memohonnya juga kepada-Nya. Supaya Roh Kudus melalui Firman Allah juga mengajarkannya kepada kita. Dari hari ke hari. Dalam suka dan duka. Dalam perkembangan hidup dan kemunduran hidup. Saat kita boleh melihat bahwa Dia membangun gereja-Nya, namun juga ketika kita harus memandang bagaimana Dia seolah-olah merobohkan dan merenggutnya (lih Yer 1:10; 45:4).

Dan begitulah caranya berdoa secara tidak sia-sia. ”Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk 11:13).

Roh Kudus mengajar kita berdoa dengan penuh kepercayaan.

Bukan dengan melawan keputusan Allah. Juga bukan seakanakan tidak ada keputusan Allah. Di jalan di mana doa-doa di naikkan dengan tekun, Dia mengajar kita memperhatikan jalanjalan Allah dan menutup mulut kita dengan tangan, lalu berdoa sesuai ketentuan-Nya (KH p/j,124).7

Apakah arti kalimat terakhir itu? Artinya, dalam segala hal kita mengakui dan percaya teguh bahwa Dia adalah Bapa kita. Bapa dengan kata itu semuanya dijelaskan. Kita mengakui bahwa Dialah Bapa kita, apabila kita sudah putus asa dan tidak hanya melihat jalan keluar lagi, tetapi juga kalau kita melihat jalan itu lalu mundur dengan ketakutan, karena jalan itu begitu dalam dan gelap.

Artinya, doa-doa kita, betapa pun lemahnya, merupakan berkat karya ajaib Roh Allah ikut mendesak menuju pelaksanaan ketentuan Allah yang abadi. Ketentuan itu tidak kita ketahui, tetapi kita percaya teguh bahwa ketentuan itu selalu benar, dan bahwa Allah turut beker ja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (lih Rm 8:28). Itu berarti bahwa kita tidak boleh datang kepada Tuhan dengan rancangan kita dan ”cetak biru” kita untuk menempatkannya bersebelahan atau berhadapan dengan rencana agung Allah, dengan tujuan supaya rancangan kita itu berhasil terlaksana dengan kekuatan doa kita.

Roh Kudus mengajar kita supaya dalam berdoa kita memohon penuh rasa takut kepada Alah. Supaya dalam memohon itu kita berjalan dengan taat di belakang-Nya dan bukan mendesakkan kepada-Nya kemauan kita sendiri, dengan kata-kata tanpa pengetahuan.

Seperti juga Tuhan Yesus, tetapi bedanya: Dia tanpa dosa dan Dia telah belajar taat dari penderitaan-Nya. Yesus yang semasa hidup-Nya sebagai manusia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ra tap tangis dan air mata kepada Dia yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut: ”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku; tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39). Dan doa-Nya telah didengarkan. Ia dibebaskan dari rasa takut-Nya.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    H. Westerink
  3. ISBN:
    978-602-8009-43-0
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak 1997
  5. Penerbit:
    YAYASAN KOMUNIKASI BINA KASIH