13. BERKAT UNTUK DIRI KITA SENDIRI

Tangis pertama seorang manusia yang lahir kembali oleh Roh ialah doa supaya diampuni.

Tetapi Tuhan tidak berhenti di situ. Ia tidak menciptakan kehi dupan baru dengan maksud membiarkannya menempuh jalannya sendiri. Keajaiban itu terus diolah. Tuhan yang mengolahnya. Tuhan terus melibatkan diri-Nya dengan manusia baru itu (lih Mzm 25:12). Ia menggerakkan dan menguatkan kemauan manusia itu begitu rupa sehingga kemauan itu, seperti pohon yang baik, menghasilkan buah berupa perbuatan-perbuatan baik (PAD III/IV, 11).11 Juga buah berupa doa. Bagaimana ini terjadi?

Pertumbuhan dan buah

Calvin menyatakan hal itu secara sangat indah dengan sebuah gambaran. Ia mengatakan bahwa siapa yang menganggap Allah sebagai Bapa, maka gereja adalah ibunya. Sebab gereja telah dipercayakan untuk melayani Injil pelayanan pendamaian (lih 2Kor 5:18-19). Melalui pelayanan itu kita mengenal firman Allah.

Janji-janji Allah. Dan karena Allah bukan manusia, sehingga Ia berdusta (lih Bil 23:19), kita belajar mengenal Dia sendiri melalui pelayanan gereja. Demikianlah gereja adalah seperti seorang ibu yang melahirkan anak-anak untuk suaminya. Yang juga memelihara dan mem besarkan anak-anak itu dalam keluarga gereja.

Tuhan tidak menempatkan kita di dunia ini sebagai orang yang ter pisah dari masyarakat, satu orang tersendiri di sini, satu orang lagi tersendiri di sana. Ia mengangkat kita dalam keluargaNya bersama saudara-saudara lain, laki-laki maupun perempuan. Di situ kita saling bersekutu: persekutuan orang kudus. Terutama di bawah mimbar khotbah, di mana seluruh keluarga mendapat pelayanan roti kehidupan. Kemu dian, kita juga saling bersekutu. Kita boleh saling membantu dan menjadi tangan dan kaki bagi sesama kita. Kita tidak perlu menjadi perintis jalan sendirian.

Dalam persekutuan itu para orang tua boleh, bahkan harus mendidik anak-anak mereka sesuai firman Allah. Pendidikan itu dilanjutkan di sekolah-sekolah dan dalam pelajaran katekisasi.

Dalam persekutuan orang kudus itu kita membicarakan bersama-sama segala hal yang diberikan Allah kepada kita. Juga tentang kehidupan doa kita. Kita membahasnya dalam macammacam perkumpulan kita. Atau kalau kita sedang berkunjung. Kita membi carakannya sebagai teman pria dan wanita. Sebagai mudamudi yang bertunangan. Sebagai pasangan suami istri. Atau, kita membaca tentang hal itu dalam Alkitab, dalam buku atau majalah. Dalam semua itu, Tuhan be kerja di dalam hati kita untuk membentuk kita.

Tetapi perlu diingat juga bahwa kehidupan doa pribadi adalah perkara yang peka. Kita tidak perlu memamer-mamerkannya. Itu memang tidak boleh. Mungkin justru karena itu, banyak di antara kita, sangat jarang membicarakannya. Tetapi berdoa bisa juga merupakan hal yang sulit. Kita bisa menjadi bingung karena nya. Atau menempuh jalan yang keliru dengan doa kita. Kita dapat juga mendambakan hal-hal yang kurang sehat. Atau menemukan jalan buntu.

Maka Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada kita (lih Mzm 25:8-9) karena Dia sendiri mau menjadi pembimbing kita tetapi biasanya Dia melakukannya melalui jalan yang dipilih-Nya sendiri: melalui jalan pendidikan oleh ibu kita, yakni gereja; juga jalan persekutuan orang-orang kudus. Dan semuanya itu bukan tanpa keterlibatan kita; melainkan, kita harus mencari peng ajaran-Nya. Juga tidak secara tiba-tiba dan sangat cepat. Tetapi betul-betul secara ajaib. Dan dengan kuat. Sebab Ia membantu kita melalui pemberitaan Injil.

Di samping itu, dan sehubungan dengan itu, ada kemungkinan kita merasa perlu untuk berbicara dengan orang lain. Juga mengenai kesulitan dalam kehidupan doa kita, seandainya ada. Kita ingin berbicara dengan pendeta kita. Atau dengan anggota majelis. Dengan suami atau istri. Dengan teman laki-laki atau pe rempuan. Ayah atau Ibu. Kita dapat juga dibantu oleh bahan bacaan.

”Sebaliknya, dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari Dialah seluruh tubuh yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan mem bangun dirinya dalam kasih” (Ef 4:1516).

Kita bertumbuh, maka tubuh kita dibangun. Sebab pada akhirnya, yang menjadi pokok, juga dalam doa-doa pribadi kita, bukanlah kita sendiri. Bagaimanapun juga, di dalam doa-doa itu, kita tidak melakukan pembentukan kepribadian. Dalam diri kita, yang menjadi pokok ialah jemaat, yakni bait, milik Allah yang hidup.

Anggota satu tubuh

Sebagai anggota tubuh yang sama kita banyak persamaannya. Kita semua orang berdosa. Kita semua harus hidup hanya berkat rahmat. Kita semua mengalami pergumulan sehari-hari melawan dosa. Apa yang terjadi di gereja, di tanah air, di dunia segalanya berpengaruh terha dap kita semua. Jadi, dalam doa-doa pribadi kita pastilah banyak juga hal yang sama. Tetapi bukan hanya sampai di situ keadaannya.

Sebab kita, seorang demi seorang, adalah orang-orang yang berbeda. Kita semua memiliki tabiat dan keunikan masing-masing. Dosa masing-masing. Keadaan masing-masing. Dalam persekutuan orang-orang kudus terdapat anggota yang sehat dan juga yang sakit. Ada yang punya tubuh mulus, bahkan kadang-kadang indah sekali. Dan ada juga yang menyandang cacat sepanjang hidupnya atau kurang sempurna. Ada orang kaya dan miskin. Kaum muda dan kaum usia lanjut.

Orang yang berkeluarga dan lajang. Orang yang bahagia dalam perkawinannya dan yang mengalami masalah dalam perkawinannya. Ada ayah ibu yang bahagia dan ada juga pasangan suami istri yang mandul. Ada orang yang sering beruntung dalam hidupnya dan ada yang selalu dirundung malang. Orang yang menemukan pekerjaan bagus dan yang menganggur. Orang yang bersedih hati. Yang kesepian. Yang tertindas.

”Hati mengenal kepedihannya sendiri, dan orang lain tidak dapat turut merasakan kesenangannya” (Ams 14:10).

Hal itu juga berlaku untuk tabiat, karakter, dan bakat. Yang seorang berbakat optimis, yang lain pesimis. Yang seorang kuat secara rohani, yang lain lemah. Di samping orang yang bersifat mantap, hidup pula di dalam jemaat orang yang gugup dan tidak mantap. Di samping tokoh yang aktif ada juga yang bersifat lebih pasif. Ada di situ pemikir yang cerdas, tetapi juga jiwa yang sederhana. Kaum heterofil (tertarik kepada lawan sejenis) dan homofil (tertarik kepada sesama jenis).

Dan lihat, betapa cacatnya kehidupan anak-anak Allah akibat dosa-dosa mereka! Akibat sifat serakah, mata duitan, gila hormat, gila kuasa. Ada orang yang harus bergumul melawan dosa berupa mengumpat orang lain. Ada juga yang harus melawan dosa berupa berbohong, bersikap sombong, selalu memikirkan diri sendiri, hidup tanpa menge nal batas, kecanduan akan sesuatu hal, suka bertengkar, malas, dan selalu mau menang sendiri.

Sering kita bahkan tidak menyadari bagaimana sifat kita. Kadang-kadang kita lebih senang kalau tidak mengetahuinya.

Mengenai dosa-dosa kita: Siapa yang mau mengakui dengan mudah bahwa ia berpandangan sempit? Bahwa ia iri hati? Suka mencampuri urusan orang lain? Tidak bersih dalam pikiran nya atau bahkan dalam perkataan dan perbuatannya? Boleh jadi ada ruang-ruang dalam hidup kita, yang kita kunci rapat-rapat. Di mana kejahatan tumbuh subur bagai jamur di dinding-dinding. Tak ada orang lain yang tahu tentang hal itu. Kita sendiri juga tak mau tahu.

Dan mengenai tabiat dan bakat kita: Siapa gerangan mau meng akui dengan mudah bahwa ia mempunyai tabiat yang buruk? Bahwa ia seorang yang peragu. Dan sama sekali bukan orang hebat seperti yang di sangka banyak orang? Bukan orang yang berkemauan kuat dan bukan orang yang tak mungkin digoyahkan oleh siapa pun atau apa pun? Bahwa ia selalu berusaha menjadi populer di mata orang lain?

Kita lebih suka tampil berbeda dari sifat kita sebenarnya.

Masyarakat luar dapat kita kelabui, tetapi Tuhan sama sekali tidak.

Dan mengenai berbagai keadaan kita: siapa gerangan yang punya wawasan jelas mengenai hal itu? Siapa yang selalu mau menerima hal itu? Siapa mau mengakui bahwa ia terhalang olehnya sehingga promosi yang menurutnya adalah haknya, tidak jadi diperolehnya? Siapa mau mengakui bahwa ia sangat jengkel karena statusnya tidak menjadi seperti yang ia harapkan?

Kita berpura-pura tabah. Dan berani. Dan berwibawa. Kita tidak membicarakannya dengan siapa pun. Kita mendorongnya keluar dari pikiran kita. Dan juga dari doa-doa kita. Tetapi masalah itu menggerogoti akar-akar kehidupan kita. Bagaimana keajaiban kelahiran oleh Roh Kudus dapat tetap berpengaruh dalam hati orang-orang seperti itu?

Berdiri di bawah sinar matahari

Hanya karena belas kasihan Allah keajaiban kelahiran kembali itu dapat terus berpengaruh di hati orang-orang seperti itu. Tetapi kita harus mencari anugerah itu. Siapa yang hendak menikmati matahari, harus berdiri di bawah sinarnya. Demikianlah, di dalam doa kita, kehidupan pribadi harus kita bawa ke dalam cahaya wajah Allah. Kita harus membiarkan Dia masuk ke dalam hidup kita. Membiarkan kata-kata-Nya masuk. Janji-janji-Nya. Kuat kuasaNya.

Ia berdiri di depan pintu dan mengetuk. Jikalau ada orang yang mendengar suara-Nya dan membukakan pintu, Dia akan masuk menemui orang itu, dan makan bersama dengannya. Dan orang itu pun akan makan bersama Dia (lih Why 3:20).

Kita membiarkan Dia masuk, bukan karena Ia belum mengetahui tabiat kita, dosa kita, dan situasi kita. Yang kita ceritakan kepada-Nya sama sekali bukan hal baru bagi-Nya. Kita bahkan tidak dapat menyembunyikan sesuatu pun dari-Nya.

Tetapi karena itulah, sekarang kita melihat bagaimana keajaiban kelahiran baru itu mempengaruhi seseorang; kita tidak perlu lagi menyembunyikan apa pun dari-Nya. Dan kita juga tak mau melakukannya, seandainya mungkin. Sebaliknya: kita mau membuka pintu-pintu hidup kita dan mempersilakan Dia masuk. Meskipun Dia sudah tahu semuanya: ”

Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku” (Mzm 139:1).

Tetapi kita sendiri tidak menginginkan apa pun kecuali bahwa Dia tahu segala-galanya: ”Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku” (Mzm 139:23).

Demikianlah doa-doa kita tidak tergantung-gantung dalam hal-hal umum. Doa-doa itu menjadi doa-doa yang sungguhsungguh pri badi dengan isi pribadi. Sebab keinginan kita yang semula tidak mau, sekarang bergerak sendiri menuju Allah (PAD III/IV, 12). 12 Seperti bunga yang berpaling ke cahaya matahari.

Apakah ada bedanya? Bukankah Roh Allah sudah menyelidiki semua tempat rahasia dalam hati kita? Apakah ada sesuatu yang berubah, kalau kita sendiri mempersilakan Dia masuk? Apakah ada sesuatu yang berubah karena itu? Semuanya berubah!

Tuhan sudah tahu semua mengenai dosa Daud. Meskipun begitu Daud mengatakan: ”Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” (Mzm 32:3-4).

Tetapi ketika ia mulai berbicara ketika ia sendiri berdiri di depan takhta Allah dan membuka hidupnya di depan Allah berubahlah segala-galanya: ”Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: ’Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Engkaulah persembunyian bagiku.. ” (Mzm 32:5, 7).

Mujarab

Pernahkah Anda mengalami kesulitan dalam hidup, misalnya penyakit, atau suatu dosa, atau suatu kecemasan, pokoknya apa saja yang tidak diketahui siapa pun? Kesulitan yang terus mengganggu pikiran Anda dan Anda tidak mampu menemukan pemecahannya? Anda mengira, hanya Andalah yang mengalami itu. Sampai pada saatnya Anda tidak tahan lagi. Dan membicarakannya dengan orang lain. Mungkin dengan ragu-ragu karena takut orang itu tidak memahaminya.

Kemudian Anda mendengar bahwa orang itu juga mengenal situasi itu. Ia pernah mengalami masalah yang sama. Kecemasan yang sama. Dan bahwa ia tahu benar perasaan Anda. Masih ingatkah Anda betapa lega hati Anda? Anda tidak sendirian lagi. Anda bukan lagi suatu pe ngecualian.

Hal yang sama kita alami kalau kita memberitahukan kepada Tuhan dalam doa-doa kita apa yang merisaukan hati kita. Kelakuan kita yang buruk, yang jahat, yang kotor, yang tidak dapat kita atasi, yang tidak dapat kita perbaiki.

Hati kita sudah sangat lega karena di hadapan Dia kita tidak perlu berbuat seolah-olah kita lebih baik. Bahwa di hadapan-Nya kita boleh bersikap sebagaimana adanya. Bahwa kita boleh mencurahkan isi hati kepada-Nya.

Tetapi bukan hanya itu saja. Dan bukan itu saja yang paling utama. Sebab, bagaimana kita bisa tertolong kalau kita hanya mengungkapkan isi hati kita dan keadaannya masih tetap sama? Tetapi Dia juga satu-satunya yang bisa betul-betul menolong kita. Dan yang mau menolong kita. Yang dapat mengampuni. Yang dapat menyembuhkan. Yang dapat menyelamatkan.

Sambil berseru kepada-Nya setiap orang percaya boleh membu ka semua pintu dan jendela rumah kehidupannya bagi matahari kebenaran Allah. Kebenaran Allah berarti kesetiaan-Nya. Itu berarti bahwa kita bisa mengandalkan Dia. Bahwa Dia akan melakukan apa yang telah dijanji kan-Nya. Di hadapan kita, tetapi juga di dalam kita. Di dalam kehidupan pribadi kita. Apakah pengaruh hidup baru itu di dalam diri kita?

Pertama, kenyataan bahwa kita tidak lagi menghadapi segala kesulitan seorang diri. Bahwa Tuhan telah mengambil alih segala kesulitan dan ke butuhan kita dan tetap memenuhinya sehari demi sehari.

Dan kedua, karena Dia, oleh kekuatan-Nya, kita mengena kan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam ke benaran dan kekudusan yang sesungguhnya (lih Ef 4:24).

Apakah karena prestasi kita dalam menaikkan doa-doa kita?

Apa kah karena kita begitu ahli dalam berdoa? Dan doa-doa itu begitu dapat dipertanggungjawabkan secara psikologis? Bukan karena itu. Melain kan karena Tuhan menaruh belas kasihan pada doa kita dan melepaskan ikatan-ikatan, mendobrak tembok-tembok, dan memberi pemecahan atas persoalan kita. Itulah obat yang mujarab. Itulah keajaiban. Itulah hidup sesudah mati.

Sekali lagi: kita tidak berdoa supaya nasib kita menjadi lebih baik. Tetapi nasib kita memang menjadi lebih baik karena doa kita. Kita menjadi lebih sehat. Sebab meskipun sebelumnya kita adalah kegelapan, tetapi sekarang kita adalah terang di dalam Tuhan. Dan kita menjalani hidup ini sebagai anak-anak terang (lih Ef 5:8).

Tangan Allah menjangkau jauh

Mungkin ada orang yang mengatakan, ya, mungkin itu semua benar untuk beberapa orang. Tetapi wawasanku tidak begitu luas. Wawasan mengenai diriku sendiri. Wawasan mengenai dosa-dosaku maupun wawasan mengenai keadaanku. Kadang-kadang, pada malam hari sebelum tidur, aku sama sekali tidak merasa telah berbuat dosa. Jadi, untuk bisa berdoa secara benar-benar pribadi, haruskah aku lebih dahulu menjadi psikolog yang menyelidiki hati dan pikiranku sendiri?

Untung saja tidak. Sebab bukan kita sendiri dengan kepintaran kita mengenal diri kita sendiri. Suatu keajaiban diperlukan untuk membuat kita menjadi manusia baru; dan kekuatan ajaib yang sama itu, juga diperlukan untuk memungkinkan kita hidup selanjutnya sebagai manusia baru.

Memang benar, dalam hidup kita yang baru itu, kita tidak bisa dengan sendirinya memperoleh pengenalan diri sendiri. Untuk itu, Tuhan mengikutsertakan ketekunan dan hasrat kita untuk beribadah. Tetapi sebaliknya, benar juga bahwa manusia yang duniawi, betapa pun pandainya di bidang psikologi, sosiologi atau bahkan teologi, tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah.

Sebab baginya, hal itu suatu kebodohan, yang tidak dapat dipahaminya karena hal itu hanya dapat dinilai secara rohani (lih 1Kor 2:14).

Dan dalam pertobatan sehari-hari, di mana orang berpegang pada permohonan: ”selidikilah aku dan lihatlah apakah jalanku serong”, juga berlaku bahwa pengetahuan berhenti dan kearifan tenggelam. Bahwa hanya rahmat Allah yang penuh belas kasihan dapat melakukan keajaiban itu.

Sebab, apa yang tidak dapat kita lakukan dengan kemampuan sendiri, Dia sanggup melakukannya. Apa yang tidak kita lihat dalam diri kita sendiri, Dia melihatnya. Apa yang tidak dapat kita sadari sendiri, Dia mengetahuinya. Dan apa yang ada jauh, jauh di bawah kesadaran kita, yang tidak terawasi oleh diri kita sendiri, dikenal oleh-Nya. Tangan-Nya menjangkau jauh. Lebih jauh daripada pikiran kita yang terentang paling jauh. Dia tahu segala keadaan kita. Dia mengetahui kalau kita duduk atau berdiri. Kalau kita berjalan dan berbaring. Dia memaklumi segala jalan kita.

Dia tahu tentang segala dosa kita dan tabiat kita yang penuh dosa (lih Mzm 7:10). Dia tidak hanya menguji hati dan buah pinggang kita, tetapi Dia sendiri pula yang membentuknya. Tulang tulang kita tidak terlin dung bagi-Nya ketika kita masih dikandung ibu kita. Juga apa yang ada dalam kesadaran kita, maupun di bawah kesadaran kita. Dari jauh Ia memahami pikiran kita, juga keinginan kita yang tidak tampak (lih Mzm 139).

Segala dosa kita yang tersembunyi, ditaruh-Nya di hadapan terang wajah-Nya (lih Mzm 90:8).

Dan kalau wawasan kita kurang memadai, kita boleh memintanya dengan rendah hati kepada-Nya. Apa yang diperlukan untuk itu, boleh kita harapkan dari-Nya. Sebuah khotbah? Suatu ajaran? Sebuah percakapan? Atau bacaan? Ia mau menjadi Penunjuk Jalan kita, langkah demi langkah (lih Mzm 25:8-9). Sebab Dia sendiri yang melahirkan doa Mazmur 139 dalam hati kita: ”Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku.”

Dengan demikian, melalui mulut kita, Allah berseru kepada Allah sendiri. Masakan Dia tidak mendengar doa itu. Masakan Dia tidak mengabulkannya?

Daud tidak mempelajari psikologi. Tetapi dengan dorongan Roh ia menggubah Mazmur 139, juga Mazmur 32 dan 51. Banyak anak Allah yang sederhana bahkan tidak mengenal istilah psikolo gi. Tetapi mereka membuka hati mereka bagi Tuhan untuk menerima ajaran firman-Nya. Dan hidup mereka menjadi sehat karena di perbarui dengan kuat dan ajaib, hari demi hari.

Hari demi hari

Memang, kita hidup karena kekuatan keajaiban itu, tetapi bukan karena pertunjukan yang menarik perhatian.

Memang, Roh Allah dapat secara sangat tiba-tiba menyadarkan kita mengenai dosa dan kebinasaan. Petrus pernah mengatakan, ”Tuhan, pergilah dari hadapanku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8). Tetapi dia sendiri, bertahun-tahun kemudian, memerlukan juga teguran untuk menyadarkannya. Dan teguran itu diterimanya lewat jalan biasa, yakni persekutuan orang-orang kudus. Dan yang menegurnya ialah seorang rasul, yang bahkan le bih kemudian daripadanya hidup di dalam Tuhan (lih Gal 2:11-14).

Demikianlah Tuhan dapat dengan tiba-tiba menyoroti sebagian dari hidup kita. Seakan-akan sebuah tabir dibuka. Maka akan terungkap berbagai hal yang sebelumnya tidak pernah kita perhatikan. Sehingga sejak saat itu, kita mulai bertobat dan tidak mau lagi melakukan sebuah dosa.

Tetapi setelah itu, kita mengalami betapa kerasnya tanah dalam hati kita, dan betapa kuatnya akar-akar dosa. Kita mengalami bahwa melepaskan masa lalu, tidak semudah melepaskan jas. Iklim pemikiran yang keliru di masa remaja, dapat terus mencengkeram hidup kita. Untuk membebaskan diri daripadanya, kita harus berusaha keras, dan kita sangat memerlukan pengaruh Roh Kudus.

Misalnya, untuk membebaskan diri dari gagasan mengenai agama Kristen ideal. Dari ajaran yang sejak kecil dicekokkan kepada kita bahwa manusia harus terus-menerus menyelidiki hatinya untuk mengetahui apakah ia termasuk orang Kristen ideal itu. Apakah pada dirinya ada tanda-tanda kelahiran kembali dan pertobatan. Apakah benar ajaran-ajaran yang sejak usia muda diterima seseorang tentang gereja Allah? Mengenai jabatan-jabatan di dalamnya? Mengenai pelayanan firman? Apakah ia mendengarnya di rumah, dalam katekisasi, dalam khotbah, dalam percakapan?

Pembentukan yang tidak sesuai Alkitab dapat meninggalkan bekas yang gelap dalam hidup. Bagaimana ajaran yang pernah diteri ma seseorang mengenai perjanjian anugerah Allah? Dan mengenai baptisan? Bagaimana kita hidup sesuai baptisan itu? Apakah kita menaatinya? Apakah kita mengajarkan kepada anakanak kita menge nai arti baptisan mereka? Pengajaran salah, walaupun hanya satu kali diberikan, dapat meninggalkan pengaruh bertahun-tahun lama nya.

Memang, adakalanya satu khotbah dapat mematahkan belenggu. Adakalanya satu percakapan dapat memberi terang yang baru sehingga menyadarkan seseorang. Itu memang terjadi. Tetapi biasanya masih diperlukan pengajaran hari demi hari tentang firman Allah, selama waktu yang lama. Dengan tujuan meluruskan apa yang sebelumnya tumbuh miring.

Dan siapakah gerangan yang tidak memerlukan ajaran Alkitab hari demi hari? Sebab alangkah mudahnya kita menyeleweng dari jalan yang baik! Ingatlah kepada Raja Salomo: ia mulai dengan begitu baik, namun, setelah menginjak usia tua, hatinya tidak dibaktikan sepenuhnya kepada Tuhan, Allahnya (lih 1Raj 11:4).

Hari demi hari, Roh Allah membimbing kita melalui firman Allah. Ia membuka mata kita sehingga melihat hal-hal yang sebelumnya mungkin tidak pernah kita perhatikan. Dari kedalaman lubuk hati kita, Ia membawa ke permukaan hal-hal yang sebelumnya belum pernah kita sadari, atau belum pernah kita ketahui dengan jelas.

Hal-hal seperti: permusuhan terhadap Allah, pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinaan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, perbuatan tidak senonoh, iri hati, hujat, kesombongan, dan ke bebalan (lih Mrk 7:21-22). Kita semakin membenci diri kita sendiri. Ter dorong oleh Roh, kita semakin rendah hati, dan semakin ingin lari berlindung kepada Juruselamat kita. Kita mendesak dan mendekat kepada-Nya, yang darah-Nya merupa kan pendamaian sempurna bagi semua dosa kita (Pasal Perjamuan Kudus).13 Juga untuk dosa-dosa yang terdapat jauh-jauh di lubuk hati kita.

Perjanjian abadi dengan Allah

Kita tidak perlu menjadi putus asa. Kita tidak perlu berpikir sedih bahwa kita sudah tidak mungkin terselamatkan. Karena lemah, kita jatuh lagi dalam dosa yang sama lebih dari sekali. Kita tidak perlu sangsi mengenai pengampunan Allah. Kita tidak perlu juga tetap berada dalam dosa. Melainkan tetap mengingat bahwa kita mengikat perjanjian yang abadi dengan Allah (Pasal Baptisan Kudus).14 Bahwa Ia tidak mengambil Roh Kudus-Nya dari kita (lih Mzm 51:13). Maka kita akan terhibur. Sebab, meskipun kita kecewa dengan diri kita sendiri, kita tidak mengecewakan Tuhan (PAD V, 6).15 Ia tahu apa yang ada dalam hati manusia (lih Yoh 2:25).

Allah Tritunggal Bapa, Anak, dan Roh Kudus tahu siapa kita dan bagaimana sifat kita ketika Ia memutuskan untuk mengerjakan dalam hati kita semua hal yang diperkenankan-Nya. Waktu itu Ia tidak mengatakan: Aku tidak mau melakukannya, karena akan sia-sia saja.

Dan Dia melakukannya. Dan setiap hari Ia melanjutkan pekerjaan itu. ”Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya” (Rm 8:29-30).

Kita telah dipimpin keluar dari rumah perhambaan dosa. Kita di bebaskan dari beban kesalahan kita. Allah mengangkat kepala kita ke atas dan kita akan memakai mahkota kehormatan. Bagaimana ini terjadi?

Apakah sebagai manusia berjaya yang telah berhasil mengatasi dosa? Atau sebagai orang yang pintar berdoa, yang bisa menilai dirinya dengan tajam, dan menjelaskan baik-baik kepada Tuhan, apa yang kurang pada diri mereka?

Sama sekali tidak. Setiap hari kita mengalami hal ini: ”Jika aku ingin melakukan apa yang baik, yang jahat itu padaku” (Rm 7:21). Kita belum selesai kalau dosa ini atau kesulitan itu kita bawa satu kali ke hadapan Allah. Si mata duitan tetap memiliki sifatnya yang buruk itu. Si congkak tidak begitu saja menjadi orang yang rendah hati. Kita harus terus-menerus belajar untuk menerima penyakit, kesulitan, kecemasan, dosa, dan kemunduran hidup, maupun segala kebahagiaan dan berkat dari tangan Allah.

Tetapi kemudian tangan Allah itulah yang menjangkau jauh.

Lebih jauh dari segala kemampuan kita. Yang mengerjakan keajaiban itu dalam hati kita ialah hidup karena Roh Kudus. Asal kita memohon itu dari-Nya tanpa berhenti (KH p/j 116).16 Hari demi hari.

Sampai pada akhirnya dalam hidup yang kekal, kita akan dianggap tidak bernoda di kalangan kaum terpilih (Pasal Perjamuan Kudus).17

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    H. Westerink
  3. ISBN:
    978-602-8009-43-0
  4. Copyright:
    © De Vuurbaak 1997
  5. Penerbit:
    YAYASAN KOMUNIKASI BINA KASIH