Dalam bab ini kita akan pusatkan ihwal berkumpulnya jemaat sebagai ciri khas dari wujud gereja di tengah-tengah dunia; Ilmu Liturgi berupaya memberi bentuk kepada ihwal berkumpul ini sedemikian rupa, sehingga mencapai tujuannya.
Jemaat Kristus berkumpul-berkumpulnya jemaat ini merupakan ciri khas jemaat di tengah dunia. Lihat saja: setiap hari Minggu orang Kristen meninggalkan rumah masing-masing, untuk pergi ke satu tempat khusus. Mereka berkumpul di suatu bangunan yang disebut ”gereja”.
Dengan hal berkumpul ini gereja (yaitu umat Tuhan, kaum Kristen) menyatakan diri kepada dunia. Tetapi, gereja bukan saja menyatakan diri di tengah-tengah dunia, melainkan juga menyatakan diri pada Tuhan, yang melihat dengan senang hati bahwa jemaat-Nya berkumpul.
Dan dalam kumpulan ini Tuhan tidak terutama melihat banyaknya orang, yang masing-masing datang berkumpul demi kepentingan pribadi, melainkan banyaknya orang yang merupakan suatu umat yang berkumpul untuk bersatu dalam iman.
Istilah ”gereja” sendiri mengandung hal ”berkumpul”; kata ini berasal dari bahasa Portugis ”igreja”, yang berasal dari kata eklesia (ekklηsiα, bh Yunani), yang berarti umat yang dipanggil (untuk berkumpul). Jadi ”gereja” menunjuk kepadaorang-orang, yang dipanggil keluar dari rumah-rumah mereka untuk datang ke suatu tempat. Dipanggil oleh Firman Tuhan. Konkretnya: dipanggil setiap hari Minggu mendengar suara lonceng untuk datang berkumpul di rumah Tuhan, yaitu dalam ”kurakion” (kurαkioν, bh Yunani; bh Inggris ”church”, bh Belanda ”kerk”). Mereka pergi ke gedung gereja, yang mudah dilihat karena biasanya gedungnya besar dan indah; ada juga gereja dengan menara yang tinggi. Betapa nyata berkumpulnya jemaat di tengah dunia! Hal ini sangat penting berdasarkan apa yang dikatakan Yesus:
”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” (Mat 5:14)
Memang, ada negara di mana keberadaan gereja harus tersembunyi karena dianiaya oleh pemerintah. Tetapi, jika ada kebebasan beragama, maka gereja ”tidak mungkin tersembunyi”. Umat yaitu gereja, harus berkumpul secara nyata, sehingga orang lain melihat dan tertarik untuk menggabungkan diri:
”Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: ’Mari kita pergi ke rumah Tuhan!’” (Mzm 122:1)
Dari mulanya, ihwal berkumpul itu merupakan syarat bagi kehidupan jemaat, supaya ”Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan”, Kisah Para Rasul 2:47; gereja tidak bisa bertumbuh dan berkembang bila jemaat tidak bersekutu.
”Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti ....” (Kis 20:7; lih juga Kis 4:31; 11:26; 14:27; Mat 18:20)”
Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang ....” (Ibr 10:25)
Sekedar pertimbangan atau perbandingan, marilah meneliti Peng akuan Iman Reformasi (selanjutnya disebut ”PIR”)13. Dalam pasal 27 dan 28 disebut: (ps 27) ”Kita percaya dan mengaku bahwa ada satu gereja yang katolik14 atau umum, yaitu perkumpulan kudus dari orang-orang yang beriman ....” (ps 28) ”... perkumpulan yang kudus ini adalah perhimpunan orang-orang yang diselamatkan ....”
Katekismus Heidelberg (selanjutnya disebut ”KH”)15 pada Minggu ke-21 mengajukan pertanyaan:
”Apakah yang saudara percayai tentang adanya gereja yang kudus dan am? Bahwa Anak Allah mengumpulkan dari segala umat manusia suatu jemaat yang terpilih ....”
Pengakuan-pengakuan yang dikutip di atas menyebut dengan tepat ciri atau sifat jemaat, yaitu ihwal berkumpulnya sesuai dengan Alkitab.
Mengapa perkumpulan dan pertemuan ditekankan di sini sebagai sifat jemaat paling khas?
Kata jemaat16 sendiri berarti: kumpulan atau himpunan.
Pada dasarnya sifat gereja atau jemaat adalah merupakan perse kutuan, yang harus diadakan pada waktu dan tempat tertentu, yaitu berkumpul untuk beribadah. Kata ”ibadah” (atau ”ibadat”) adalah istilah untuk menyebut suatu perbuatan yang menyatakan bakti kepada Allah, yang di dasari oleh ketaatan mengerjakan perintah-Nya. Ada orang, yang berpikir bahwa kata ”ibadah” hanya berarti berdoa, tetapi kata ini mengandung segala tindakan kebaktian untuk Tuhan.
Abineno17 menunjuk bahwa kata ”ibadah”, yang biasanya digunakan dalam PB bahasa Indonesia, adalah terjemahan tiga istilah Yunani, sebagai berikut:
”leiturgi” (leitourgiα) Kisah Para Rasul 13:2
beribadah kepada Allah
”latreia” (lαtreiα) Roma 12:1
mempersembahkan seluruh tubuh
”threskeia” (qrηskeiα) Yakobus 1
pelayanan kepada orang yang dalam kesusahan
Timbul pertanyaan, ”mengapa di sini panjang lebar ditekankan ihwal pertemuan dan ihwal kumpulan itu? Betapa pentingkah hal ini, sehingga ditekankan sedemikian rupa?”
Jawabnya demikian: justru dalam ihwal berkumpulitulah terletak hal ajaib dari jemaat Kristus. Sebab fakta berkumpulnya jemaat itu sebenarnya merupakan hal yang luar biasa di dunia ini, di tengah-tengah kehidupan sesama manusia. Di dalam masyarakat pada umumnya kita lihat bermacam-macam kerumunan dan perkumpulan. Tetapi, persekutuan jemaat pada dasarnya dan intinya lain sekali. Hal ini diuraikan selanjutnya dalam bagian berikut.
Di Israel pada masa PL, jemaat sebagai persekutuan tidak dapat berkembang dengan baik, walaupun Tuhan telah menciptakan umat-Nya menjadi jemaah (lih ump Ul 5:22). Mengapa tidak dapat berkembang baik?
Jawabnya ialah, karena banyak orang Yahudi mencari kebenaran dalam dirinya sendiri, melalui cara memenuhi kewajiban agama mereka. Mereka tidak hanya hidup dari belas kasihan Allah, melainkan mencari keselamatan dengan cara memenuhi hukum Taurat. Itu berarti mereka mencari kepentingan pribadi. Inilah penyebab sehingga pada akhirnya ibadah mereka menjadi ibadah pribadi untuk mencapai kepentingan pribadi, bukan bagi kepentingan seluruh umat. Akibatnya umat Tuhan pecah menjadi bermacam-macam kelompok yang berbeda ajarannya. Ada yang teliti sekali (ump kaum Farisi), ada yang lebih bebas, ada yang sangat ketat, ada juga yang sederhana. Pada akhirnya jemaat tidak merupakan kesatuan yang digembalakan oleh satu gembala, yang menyatukan mereka berdasarkan satu panggilan dan satu pengharapan. Keadaan inilah yang dilihat oleh Tuhan Yesus dengan sedih hati, yang terbaca dalam Matius 9:36:
”Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala ....”
Gembala Agung, Yesus Kristus, bekerja justru untuk membentuk umat-Nya menjadi kawanan domba yang tetap bersatu seutuhnya. Yaitu persekutuan yang utuh dan kuat, suatu jemaat yang ajaib, nyata di tengah-tengah dunia dan masyarakat. Kawanan ini merupakan permulaan umat manusia yang baru, yang lebih kuat dari semua bentuk komunitas manusia. Jemaat yang demikian justru mengalahkan kepentingan pribadi, kepentingan keluarga, famili, dan suku. Jemaat meniadakan perbedaan kasta dan perbedaan tingkat hidup antar manusia.Satu umat Persekutuan jemaat jemaat biasanya melampaui garis-garis batas politik, negara, suku, dan bahasa. Khususnya pada hari Minggu, jemaat memperlihatkan sifatnya yang khas istimewa itu kepada orang lain. Karena pada hari Minggu semua orang yang berbeda-beda itu berbeda tingkat, suku, bahasa, warna kulit, berkumpul sebagai satu persaudaraan yang indah. Tembok-tembok pemisah tidak ada lagi. Hari Minggu adalah hari pertemuan, yaitu pertemuan di dalam rangka perjanjian dengan Allah. Dengan demikian maka pertemuan ini adalah bukti bekerjanya Tuhan di dunia; bukti bahwa Tuhan tidak membiarkan dunia di dalam kesusahannya, karena berkum-pulnya jemaat pada hari Minggu adalah penyataan kasih-Nya kepada dunia:
”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16)
Dengarlah seruan, dengarlah panggilan! Berilah dirimu didamaikan dengan Allah! Datanglah ke gereja!
Gereja memperlihatkan diri sebagai jemaat yang tidak akan binasa, yang tetap untuk selama-lamanya. Jemaat akan bertahan terus dalam sejarah umat manusia, sedangkan semua perkumpulan yang lain, semua perhimpunan, perserikatan, kelompok, regu atau apa pun juga, sifatnya sementara dan fana. Itulah yang membuat persekutuan orang-orang percaya dalam suatu gereja menjadi perkumpulan yang unik di tengah-tengah dunia ini.
Jemaat adalah persekutuan yang dipanggil dan diciptakan oleh Roh Allah sendiri, dan yang selalu dipelihara oleh-Nya. Oleh pekerjaan Roh Kudus, maka di dunia ini jemaat dapat memberi kesaksian nyata, bahwa Yesus yang disalibkan sampai mati di Golgota telah bangkit dan hidup kembali.
Allah Tritunggal mewujudkan jemaat-Nya sebagai berikut:
kasih Allah Bapa disampaikan kepada kita dalam Anak Allah, Yesus Kristus. Dan Roh Kudus mengembangkan kasih ini dalam hati kita masing-masing, sehingga kita berkumpul. Karena itu, walaupun kita berbeda, kita mulai saling mengasihi. ”Bagaimana kedudukan mereka dahulu,” Paulus mengatakan, ”itu tidak penting, sebab Allah tidak memandang muka” (Gal 2:6; bnd 1Ptr 1:17). Dan teristimewa dalam persaudaraan jemaat, kasih Allah mendapat bentuk konkret di tengah dunia. 1 Yohanes 4:12 mengatakan,
”Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.”
Kita berkumpul adalah karena kehendak Bapa dari Yesus Kristus, yang telah menjadi Bapa kita, dan yang senang melihat warga-Nya berkumpul pada waktu tertentu, sehingga Ia dapat memeliharanya dan tinggal di dalamnya dengan senang hati.
Bila jemaat berkumpul sebagai keluarga, maka kasih Allah Bapa dan kebaikan-Nya dinyatakan kepada dunia. Panggilan dan pilihan dikonkretkan dalam gedung gereja, tempat jemaat berkumpul pada hari Minggu. Secara kiasan dapat kita katakan: berkumpulnya jemaat adalah seperti ”gedung” yang indah, yang dibangun pada setiap hari minggu dengan cara ajaib. Orang yang tidak percaya tidak akan mengalami keindahan ini, tapi orang yang percaya akan menyaksikannya dengan mata hati yang beriman.
Setiap kali kita membaca kata ”gereja” dalam Alkitab, maka yang dimaksud adalah jemaat sebagaimana digambarkan di atas. Sekarang dapatlah kita mengerti kata-kata Paulus dalam Efesus 4:4-5:
Satu tubuh dan satu Roh konkret sebagaimana jemaat mengalaminya melalui Pelayanan Firman dan pelayanan Sakramen
Satu Tuhan sebagaimana Ia menurut Mazmur dipuji dalam kumpulan jemaat pada hari Minggu dan sebagaimana ditunjukkan dalam Hukum pertama dan kedua
Satu iman yang diakui jemaat sebagai asas kesatuan iman yang sejati, di mana jemaat mengucapkan Pengakuan iman rasuli
Satu baptisan sebagai tanda kesatuan tubuh yang mempunyai banyak anggota Baptisan
Satu Allah dan Bapa dari semua di dalam Bapa jemaat berkumpul sebagai umat perjanjian yang baru dan kekal, yang mengalami persekutuan dengan Kristusoleh Roh Kudus yang disebut Persekutuan orang kudus
Hal ini dapat diringkaskan menjadi semboyan kumpulan jemaat: Kristus di tengah-tengahmu (lih Kol 1:27; bnd Mat 18:20;28:20).
Di atas telah dilukiskan keistimewaan dari berkumpulnya jemaat pada hari Minggu. Telah jelas pula apa tanggung jawab kita terhadap kebaktian. Pengaturan kumpulan yang sifatnya demikian indah dipercayakan dalam tangan kita orang Kristen, bagaikan pemberian yang indah dari tangan Allah. Kita dipanggil untuk memelihara dan menjaganya, sehingga pertemuan jemaat sesuai dengan sifatnya yang khas. Kasih Allah, terang Injil, pekerjaan Kristus, pekerjaan Roh Kudus, puji syukur kita ... semuanya harus diperlihatkan di dalam ibadah. Pada zaman Perjanjian Lama, Tuhan sendiri yang mengatur semua bagian liturgi dengan teliti sekali. Misalnya:
”Dan ingatlah, bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu.” (Kel 25:40)
Dari PL kita peroleh ajaran untuk kita sekarang ini, yaitu bahwa keseksamaan ibadah dalam PL adalah contoh untuk gereja masa kini!
Tuhan memelihara bangsa Israel seperti anak-Nya yang masih kecil. Tetapi, dalam PB, kita adalah seperti anak-anak yang sudah berjenjang dewasa. Memang, sekarang segala upacara dan gambaran hukum Taurat tidak berlaku lagi untuk kita (lih ps 25 PIR). Tuhan menganggap kita mengerti dan tahu mengatur sendiri, bagaimana kita dapat bertemu dengan Bapa di dalam kebaktian, tapi harus dengan cara yang berkenan kepada-Nya.
Bukan keseksamaan tapi kedewasaan, adalah ciri yang membe-dakan PL dari PB.
Telah disinggung bahwa jemaat bersama majelis dipanggil untuk teliti menciptakan dan menyusun unsur-unsur liturgi. Hal ini harus dikaitkan dengan kesadaran jemaat akan makna unsur-unsur liturgi itu. Secara tepat Abineno mensinyalir keadaan yang kurang baik: ”Dalam Gereja-gereja kita ibadah me nempati tempat yang sentral. Sungguh pun demikian anggota-anggota Jemaat umumnya tidak banyak mengetahui tentang ibadah.
Mereka tiap-tiap Minggu menghadiri kebaktian, tetapi banyak dari mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di situ. Hal ini sangat merugikan.”18
Jelaslah, bahwa tugas untuk mewujudkan kebaktian yang sesuai dengan syarat-syarat alkitabiah (yaitu yang benar-benar membentuk kumpulan yang istimewa itu, sebagaimana dilukiskan dalam bab ini) merupakan suatu proses yang sukar sekali. Tetapi, walaupun sukar, justru sangat penting demi menciptakan suatu kehidupan jemaat yang sehat. Tetapi, dengan syarat:
atas pertolongan Roh Kudus!
JEMAAT = EKLESIA | |
artinya | |
UMAT YANG DIPANGGIL UNTUK BERKUMPUL | |
dimana? bilamana? | |
DALAM GEDUNG GEREJA PADA HARI MINGGU | |
dengan cara bagaimana? | |
TIDAK BOLEH TERSEMBUNYI MELAINKAN HARUS NYATA SEKALI |
|
nyata untuk siapa? | |
UNTUK DUNIA | |
mengapa harus nyata di tengah-tengah dunia? | |
MENYATAKAN KASIH ALLAH DALAM KRISTUS | |
karena tampak: | |
KEISTIMEWAAN BERKUMPULNYA JEMAAT | |
perkumpulan dan penyatuan orang-orang yang berbeda-beda |
yaitu berbeda – suku, kasta, politik – negara, bahasa, warna kulit – kebudayaan, umur – ekonomis (miskin-kaya) – intelek (pendidikan) |
mereka tidak mencari kepentingan pribadi | lain daripada kumpulan manusiawi yang lain, rombongan, tim, regu, rapat ... |
kesatuan | dalam Yesus Kristus: satu tubuh, satu Roh, satu iman, satu baptisa, satu roti |
1. Bab ini merenungkan keistimewaan perkumpulan jemaat pada hari Minggu. Mengapa kita harus menyadari keistime-waan ini pada waktu menyusun suatu liturgi?
2. Apakah gereja-gereja Protestan juga bercorak ”katolik”? Terangkan jawaban Anda.
3. Jemaat bagaikan kota yang terletak di atas gunung. Tafsirkanlah kiasan ini.
4. Apa gunanya gedung gereja yang indah dan besar, dengan menara dan loncengnya yang gelegar berdentang pada hari Minggu?
5. Dengan sengaja dipilih kata ”kumpulan” untuk mengacu kepada aktivitas jemaat pada hari Minggu. Apakah itu benar? Atau apakah mungkin lebih tepat istilah ”persekutu-an”, ”pertemuan”, atau ”perhimpunan”?
6. Dalam Gereja Katolik Roma sekali-sekali diadakan ”prose si”, yaitu arak-arakan dalam upacara kegerejaan: banyak orang menggabungkan diri dalam prosesi ini. Apakah kebiasaan ini dapat ditiru oleh gereja-gereja Prostestan? Misal nya, setiap hari Minggu sama-sama berjalan ke gereja? Bicarakanlah saran ini dengan teman-teman Anda.
7. Mengapa dalam bab ini dikatakan bahwa ”kesaksamaan ibadah dalam PL adalah contoh untuk gereja masa kini”? Bukankah sekarang ini kita bebas dari hukum Taurat?