Tuhan tidak membiarkan gereja-Nya tersesat; Ia memberikan pemimpin-pemimpin untuk membimbing umat-Nya keluar dari perhambaan hierarki dan jalan sesat ajaran palsu. Ia sendiri menuntun mereka kembali kepada kehendak-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam Firman-Nya. Ia memampukan bentara-Nya untuk memulihkan gereja dan untuk membersihkan liturgi gereja dari segala ajaran sesat. Itulah yang disajikan dalam bab ini.
Sebelum Reformasi menjadi revolusi besar di gereja-gereja Eropa, perintis-perintis Reformasi telah tampil ke permukaan. Di antaranya John Wyclif89, kira-kira 1328–1384, seorang Inggris. Ia melawan ajaran ritualistis yang merusak gereja, dan menekankan pentingnya Firman Allah untuk seluruh jemaat. Menurut dia semua sakramen dan ajaran ”transubstansiasi” sama sekali tidak ada dalam Firman Allah. Bahasa Latin mengaburkan ajaran Firman untuk kaum awam. Oleh sebab itu, Wyclif mener jemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris. Akibatnya Paus mengutuk Wyclif, dan ia diancam akan dibunuh. Tetapi, rakyat Ing gris menolong Wyclif.
Di negara bagian Jerman, Bohemen, tampil pula perintis Reformasi bernama Yohanes Hus. Waktu itu terjalin hubungan baik antara Inggris dan Bohemen, juga di bidang gereja. Hus menemukan ajaran Wyclif dan ia sangat menyetujui ajaran itu. Hus menjadi penganjur ajaran Wyclif di Bohemen. Akibatnya timbul konflik dengan gereja. Hus ditangkap dan dihukum mati. Tetapi, ajar annya tidak terpadamkan; pengikut Hus aktif setelah kematiannya.
Luther setia berdoa menuruti jadwal doa biara: metten lauden priem terts sext noon vesper completen (lih hlm. 145) sesuai istilah-istilah yang ditetapkan dalam ”breviarium”. Tetapi, semuanya itu tidak mampu memadamkan pergumulan jiwanya. Keadaan itu mendorong dia mendalami Firman Allah:
”Sebab aku mempunyai keyakinan yang kukuh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya .... Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: orang benar akan hidup oleh iman”. (Rm 1:16-17)
Dan Luther sampai pada kesimpulan alkitabiah: manusia dibenarkan sola fide (oleh iman saja!) dan sola gratia (oleh rahmat Allah saja!). Manusia sama sekali tidak akan dapat membebaskan diri dari hukuman dosa dengan memenuhi segala macam upacara liturgi dalam gereja. Pembenaran hanya oleh percaya saja, berdasarkan Firman Allah.
Tidak ada jalan lain bagi Luther kecuali menyesuaikan liturgi dengan keyakinannya itu. Tampaknya faktor dogmatis mempunyai wewenang yang kuat dan mutlak. Luther memusatkan pelayanan Firman anugerah dalam ibadah. Seluruh liturgi harus berubah menjadi pekabaran Injil, dan semua unsur kebaktian harus dihargai menurut patokan pekabaran Injil. Luther dengan kukuh dan gamblang menyatakan asas Reformasi, yaitu Sola Scriptura.
Luther menghilangkan dari kebaktian semua hal dan juga istilah yang, kendati hanya sedikit saja, tercemar dengan ajaran ”korban” (ajaran transubstansiasi). Hari-hari khusus untuk mengingat orang-orang kudus dan segala legenda90 disingkirkan. Sebagai satu-satunya pusat kebaktian ditetapkan Firman Allah. Dan ditekankan pula pentingnya ihwal mendengar dan mengerti Firman Allah oleh semua anggota jemaat. Untuk itu diaturlah pekabaran Injil dalam bahasa bukan Latin, tetapi dalam bahasa negara, yang luas dipahami secara umum, terutama oleh kaum awam. Tetapi, bentuk-bentuk liturgis tidak diubah secara radikal; bentuk dasar liturgi misa dipertahankan.
Luther menciptakan nyanyian-nyanyian ini berdasarkan mazmur-mazmur dan nyanyian alkitabiah yang lain. ”Teguhlah Tuhan, Kotaku” umpamanya didasarkan pada Mazmur 46. Atau ia menerjemahkan himne-himne dari bahasa Latin. Disamping itu dia menciptakan beberapa nyanyian bebas. Luther juga mengundang dan mendorong para penyair untuk menciptakan nya nyian rohani; undangannya membuahkan hasil. Banyak kidung yang diciptakan atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa umum.
Perjamuan Kudus dilayankan pada hari Minggu saja, sedang kan roti dan anggur dibagikan untuk semua orang. Secara umum Luther menekankan kebebasan Kristen untuk membentuk liturgi. Pada mulanya Luther masih mengikut liturgi Misa Gereja Katolik Roma, sehingga pola liturgi yang disusun Luther menurut jenis dan urutan upacaranya mirip dengan pola liturgi dalam Gereja Katolik Roma. Tetapi, semakin berkembang ajaran Luther, semakin berubah corak dan bentuk liturgi. Tahun 1526 Luther menentukan liturgi yang berikut (dalam ”Deutsche Messe”, ”Misa Jerman”):
TATA IBADAH LUTHER |
Nyanyian suatu mazmur atau nyanyian rohani (bukan mazmur introitus lagi) Kyrie Eleison dan Gloria; Doa Mingguan (doa kolekta); Pembacaan Surat; Nyanyian Mazmur; Pembacaan Injil; Kredo (dinyanyikan); Khotbah; Doa Bapa Kami (dinyanyikan); Nasihat; Kata-kata penetapan Perjamuan Kudus; Pembagian roti (sementara menyanyikan Sanctus atau nyanyian lain); Pemberian cawan (sementara menyanyikan "Agnus Dei"); Pengucapan syukur. |
Zwingli (seorang reformator di kota Zürich, Swiss) juga berpendapat bahwa pelayanan Firman adalah intisari kebaktian. Kristus hadir, bukan dalam elemen-elemen Perjamuan Kudus, tapi dalam Firman-Nya. Dalam pekabaran itu kita dapat mendengar suara yang hidup dari Injil92. Suara ini terdengar dalam pembacaan Alkitab dan keterangan sesuai dengan pembacaan itu. Zwingli menekankan kepentingan jadwal khotbah yang menguraikan satu kitab seluruhnya, dari awal sampai akhir93. Di samping itu Zwingli juga menekankan kepentingan doa. Menurut Zwingli doa mempunyai makna tersendiri, jadi sejajar dengan itu doa harus berfungsi tersendiri dalam ibadah, artinya lepas dari misa, Perjamuan Kudus.
Zwingli menafsirkan kata-kata penetapan (yang mengadakan konsekrasi menurut Gereja Katolik Roma) sebagai berikut:
”roti ini adalah tubuh-Ku”, harus dipahami sebagai ”roti ini berarti tubuh-Ku”. Demikianlah roti dan anggur hanya merupakan tanda-tanda sebagai lambang-lambang dari perbuatan-perbuat-an Kristus. Kristus hanya hadir secara rohani, yaitu oleh iman.
Demikianlah Perjamuan Kudus adalah perayaan untuk mengingat akan penderitaan dan kematian Yesus Kristus sebagai korban pendamaian yang sejati. Jumlah perayaan Perjamuan ditetapkannya, yaitu satu kali per 3 bulan.
Walaupun bagi Zwingli Perjamuan Kudus sifatnya sebagai perayaan, sebagai ”pesta”, namun ia tidak menyetujui adanya musik dan nyanyian dalam kebaktian. Unsur-unsur liturgis, yang di tempat lain biasanya dinyanyikan, namun di Zürich diucapkan jemaat secara bersahut-sahutan.
Seluruh pekerjaan Kalvin di bidang liturgi dapat dikategorikan sebagai ikhtisar untuk menyesuaikan kembali liturgi dengan liturgi Gereja Purba. Hal itu jelas sekali dari judul buku liturgi yang diterbitkan di Jenewa tahun 1542: ”Menurut kebiasaan Gereja Purba”.
Tahun 1536 Kalvin menulis edisi pertama dari ”Institutio Christi”, umur Kalvin pada waktu itu belum 26 tahun!
Kalvin berasal dari Perancis Utara (lahir thn 1509), mengikuti kuliah perguruan tinggi di Paris (Ilmu Hukum). Di samping studinya ia belajar bahasa Latin, Yunani, dan Ibrani. Semangatnya tentang ajaran para bapak Apostolis menjadi ciri Kalvin yang penting. Kalvin diundang oleh Farel tahun 1536 untuk menjadi pendeta di kota Jenewa. Tetapi, Kalvin berselisih paham dengan pemerintah kota, dan ia pindah ke Straatsburg tahun 1538. Ia kembali ke Jenewa tahun 1541, dan menetap di sana sampai hari kematiannya tahun 1564.
Perkembangan pemahaman Kalvin pada bidang liturgi dipengaruhi oleh pengalamannya di Straatsburg. Di Straatsburg Kalvin menemukan suatu liturgi, yang bersih dari berbagai ciri ajaran Katolik Roma. Sejak 1524 jemaat menggunakan bahasa resmi dalam ibadah. Cawan Perjamuan Kudus juga diberikan kepada semua orang. Raiblah sifat misa sebagai korban. Perkembangan liturgi diteruskan oleh Martin Bucer, yang mengusulkan liturgi untuk jemaat di Straatsburg tahun 1537 yakni sebagai berikut:
LITURGI STRAATSBURG (menurut Martin Bucer) |
---|
Kata permulaan; Pengakuan dosa dan pemberitahuan anugerah; Pemberitahuan pengampunan dosa (absolusi); Nyanyian Mazmur atau Nyanyian Rohani (bukan "introitus"); Kyrie atau Gloria; Salam dan doa agar diterangi Roh Kudus (ketimbang doa kolekta); Mazmur atau menyanyikan Dasa firman; Pembacaan surat atau kita lain (dengan keterangan pendek); Injil Minggu atau "lectio continua" dengan khotbah; Kredo (Apostolicum, dinyanyikan atau nyanyian lain); Salam; Pembacaan Formulir untuk merayakan Perjamuan Kudus; Doa syafaat; Kata-kata peringatan akan penderitaan Kristus; Doa agar diterima; Doa Bapa Kami; Kata-kata penetapan Perjamuan Kudus; Pembagian roti dan anggur (sementara menyanyikan Kyrie eleison atau suatu mazmur); Pengucapan syukur; Berkat (menurut Bil 6); Suruhan untuk pulang dengan damai. |
Tiba di Straatsburg Kalvin menemukan di situ suatu liturgi yang sudah berkembang. Kalvin tidak memisahkan pelayanan Firman dari pelayanan Sakramen, menganggap keduanya sama penting dan sama indah. Ia ingin memulihkan pelayanan Firman sampai kepada keindahannya yang penuh. Di samping itu, Kalvin ingin mereformasikan misa sesuai kesederhanaan Perjamuan Malam dalam Injil. Terutama corak misa sebagai korban harus dihapus sama sekali. Walaupun Kalvin menolak ”transubstan-siasi”, ia menekankan hadirnya Yesus secara nyata (”presentia realis”) dalam tanda-tanda sakramen: Yesus betul-betul bersekutu dengan jemaat-Nya melalui tanda-tanda ini; tanda-tanda ini adalah alat komunikasi antara Kristus dan jemaat. Pendapatnya berbeda dari Zwingli, yang melihat roti dan anggur hanya sebagai tanda kehadiran Kristus secara kiasan saja.
Kalvin juga menekankan hal korban dari segi lain korban Kristus, yang dipersembahkan satu kali untuk selama-lamanya, yaitu di kayu salib. Bila masih perlu korban-korban, haruslah dipersembahkan korban-korban kasih (yaitu korban syukur). Demikianlah kita menghormati dan memuji Tuhan: dalam doa, nyanyian, pengucapan syukur. Tetapi, juga dalam amal baik dan sikap membagi kepada semua orang.
LITURGI JENEWA (menurut Martin Bucer) |
---|
Pertolongan kita (Mzm 124:8); Pengakuan dosa Pemberitahuan pengampunan dosa Doa memohon pengampunan dosa; Dasar Firman (Kyrie Eleison dinyanyikan setelah setiap hokum); Nyanyian Mazmur; Doa (menurut rangka Doa Bapa Kami); Pembacaan Firman (sesuai system ”lectio continua”); Khotbah; Pengumpulan persembahan; Doa syafaat; Kredo (Pengakuan Iman Rasuli, dinyanyikan); Formulir Perjamuan Kudus; Doa syafaat; Kata-kata peringatan akan penderitaan Kristus (deengan kata-kata peringatan); Doa agar diterima serta Bapa Kami; Kata-kata penetapan-disusul nasihat panjang lebar; Kata-kata pembagian roti dan anggur; Komuni sementara menyanyikan mazmur; Pengucapan syukur dan nyanyian pujian dari Simeon; Berkat (Bil 6); Utusan untuk pergi dengan damai. |
Pada tahun 1542 Kalvin kembali ke Jenewa. Terpaksa ia harus menyesuaikan diri dengan keadaan liturgis yang berlaku di kota itu, yaitu tata kebaktian dari Farel, seorang reformator lain. Guillaume Farel memaksa Kalvin (yang lebih muda dari Farel) untuk tinggal di Jenewa, dan mereka bekerja sama secara erat.
Farel hanya mau ikut petunjuk-petunjuk liturgis yang ada dalam Alkitab, secara sederhana sekali. ”Absolusi”94 diganti dengan doa untuk mendoakan pengampunan dosa; Kyrie dan Gloria tidak diwajibkan. Kalvin memimpin seluruh kebaktian dari atas mimbar, seperti Farel. Perjamuan Kudus diadakan hanya satu kali per tiga bulan. Kalvin menyesali ini, sebab menurut pendapatnya Perjamuan Kudus harus diadakan pada setiap hari Minggu. Pada akhirnya ia berhasil mengadakannya satu kali setiap bulan. Yang ditekankan pada Perjamuan Kudus adalah keterangan makna dan nasihat. Dengan demikian hapuslah sebagian besar pengucapan syukur, pujaan, yaitu ”eukharistia”.
Sama seperti Luther, Kalvin juga berpendapat bahwa Firman Allah dapat dinyanyikan sehingga masuk ke dalam hatianggota-anggota jemaat. Kalvin juga mengarang lagu yang mengandung sejumlah ayat, sehingga seluruh jemaat dapat turut menyanyi.
Dan Kalvin mendorong penggunaan melodi yang bagus dan baik dan gampang dinyanyikan. Ada yang diambil alih dari ibadah Katolik Roma, ada yang diambilnya dari lagu-lagu rakyat yang biasa dinyanyikan pada masa itu.
Akan tetapi, ada perbedaan antara teologi Kalvin dan Luther. Luther memusatkan Kristus (”kristosentris”), juga dalam pandang annya tentang PL (termasuk mazmur-mazmur). Itu berarti ada mazmur-mazmur yang sesuai dengan ajaran PB (se-suai ajaran Paulus), sehingga mazmur itu layak dinyanyikan dewasa ini, sedang yang lainnya tidak.
Kalvin memusatkan Roh Kudus (”pneumatosentris”), sebab itu semua Kitab Suci sama penting untuk Kalvin: nabi, mazmur, sejarah, Surat, dan Injil ... semuanya harus dihargai sama tinggi. Matius sama penting dengan Ulangan. Karena itu, Kalvin memilih cara ”lectio continua”, yakni pembacaan Alkitab dari permu-laan sampai akhir. Dan oleh sebab yang sama Kalvin juga menganggap semua mazmur sama penting. Kalvin sangat mendorong ihwal menyanyi dalam ibadah.
Tahun 1545 ia menulis95:
”Apakah yang kita perlukan? Kita memerlukannyanyian-nyanyian, yang bukan saja indah, tapi yang juga bersifat suci dan yang mendorong dan menggiatkan kita untuk berdoa kepada Allah, untuk memuji Allah dan untuk merenungkan perbuatan-Nya, agar kita mengasihi-Nya dan takut akan Dia serta menghormati dan memuliakan-Nya. Apa yang dikatakan Agustinus adalah benar, yaitu tidak seorang pun dapat menyanyikan sesuatu yang dapat menyenangkan Allah selain yang diterimanya dari Allah sendiri. Itu sebabnya setelah kita mencari ke mana-mana tidak bisa menemukan lagu-lagu yang lebih bagus atau cocok, selainmazmur-mazmur Daud, karena lagu-lagu itu diilhami Roh Kudus.
Hanya jika kita menyanyikan mazmur-mazmur ini maka kita yakin, bahwa Allah sendiri menaruh kata-kata itu dalam mulut kita, sebagaimana Ia sendiri menyanyi dalam kita untuk meninggikan kemuliaan-Nya!”
Kalvin sangat mendorong jemaat untuk menyanyi. Untuk itu juga diaturnya latihan-latihan. Latihan biasa diselenggarakan waktu katekisasi, di mana anak-anak jemaat belajar untuk menyanyikan semua mazmur. Hari Minggu anak-anak menyanyi lebih dulu, sehingga orang tua dapat mengikut dari belakang.