4. Cermin Injil

Mengapa Daud merindukan ibadah? Apa yang dia harapkan dari Ibadah? Mengapa kita, sebagai Kristen, juga harus merindukan kebaktian setiap hari Minggu? Apa yang harus menyenangkan dan menarik kita dalam gedung gereja?

Ya, Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau,
jiwaku haus kepada-Mu,
tubuhku rindu kepada-Mu,
seperti tanah yang kering dan tandus,
tiada berair.

Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus,
sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.

Sebab kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup;
bibirku akan memegahkan Engkau.”

Demikianlah Raja Daud dalam Mazmur 63 mengungkapkan kesannya, setelah dia lari ke padang gurun Yehuda. Daud mengalami kesusahan besar, karena putranya, Absalom, berencana menjatuhkan dia dari takhtanya (lih 2Sam 15).

Dalam kesusahannya Daud rindu kepada Tuhan di tempat kudus. Artinya, di bukit Sion, di tempat di mana kemah suci berada. Ia tidak merindukan rumahnya sendiri, melainkan rumah Allah.

Apa yang ada di kemah suci yang menarik hati Daud sede mikian rupa, sehingga ia ingin kembali ke sana pada masa susahnya?

Ada dua kata kunci dalam nas di atas: memandang dan melihat. Daud rindu kepada tempat kebaktian, karena ia ingin memandang Tuhan dan melihat kekuatan dan kemuliaan-Nya.

”Satu hal telah kuminta kepada TUHAN,
itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku,
menyaksikan kemurahan Tuhan dan menikmati bait-Nya.”

Daud ingin tinggal di rumah Tuhan seumur hidupnya, demi kian Mazmur 27. Sebab di rumah Tuhan ia dapat memandang Tuhan, melihat kekuatan dan kemuliaan-Nya (Mzm 63)

Melihat, memandang, menyaksikan

Tuhan membenci patung-patung. Kebencian itu penting sekali diingat berkaitan dengan liturgi. Firman ke-2 jelas sekali: ”... jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun ....”

Hal ini penting sekali disadari terutama dalam ibadah gereja-gereja Kristen Protestan. Manusia pada umumnya menaruh harap berdasarkan segala sesuatu yang dilihatnya dengan mata, atau yang dapat disentuhnya dengan tangan. Seperti Tomas, yang mengatakan, ”Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25). Tetapi, Yesus menekankan, ”Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (ay 29). Kita menemui di sini intisari liturgi Reformasi. Kepercayaan tidak tergantung pada apa yang dapat dilihat dengan mata kepala. Atau yang dapat diraba dengan tangan. Tetapi, kepercayaan seutuhnya tergantung pada pendengaran:

”... bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia?

Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang membe ritakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?” (Rm 10:14-15).

Sifat kebaktian ialah pertemuan Tuhan dengan umat-Nya (lih Bab 6). Tetapi, dengan cara bagaimana Tuhan datang bertemu dengan umat-Nya? Dengan patungkah? Dengan mukjizat-mukjizat yang dapat dilihat? Melalui orang yang berkata-kata dengan bahasa roh? Atau melalui orang yang menyembuhkan?

Paulus menasihati jemaat di Korintus supaya ibadah di sana berlangsung secara teratur. Memang, ia melihat segala karunia Roh. Jika betul ada karunia Roh, maka kita tidak boleh menghalanginya. Tapi, pada sisi lain Paulus berkata, ”Jadi, kalau seluruh jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diseli diki oleh semua; segala rahasia yang terkandung dalam hati nya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: ’Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu!’” (1Kor 14:23-25).

Apakah Anda sudah melihat di sini, bahwa Paulus me nekankan faktor misioner11 untuk mengatur kebaktian? Ia mengutamakan hal bernubuat di atas semua karunia Roh lainnya, 1 Korintus 14:1. Sebenarnya, apa pentingnya bahasa roh untuk kebaktian? ”Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya (ay 2), oleh Roh ia mengucapkan halhal yang rahasia.

Tetapi, siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia memba ngun, menasihati, dan menghibur.”

Hal ”bernubuat” sejajar dengan ”pelayanan Firman”. Pelayanan Firman adalah intisari kebaktian gereja. Bukan yang lain dari itu. Bukti bahwa Allah ada di tengah-tengah jemaat nyata dalam pelayanan Firman-Nya. Firmanlah yang sanggup membuka segala rahasia yang terkandung dalam hati orang yang baru masuk, ”... sebab Firman Allah hidup, kuat dan lebih tajam dari pedang bermata dua mana pun. Firman menusuk sangat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum. Firman sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibr 4:12).

Kembali kepada Daud yang ingin melihat, memandang, dan menyaksikan Allah dalam kebaktian di tempat yang kudus, yaitu bait Allah. Keinginan Daud mengherankan kita, karena tampaknya Allah justru bukan Allah yang mau bergantung pada pandangan manusia (msl, di PL Abraham, yang percaya atas janjijanji Tuhan; dan di PB, apa jawaban Yesus kepada Tomas). Jika demikian halnya, bagaimana Daud dapat merindukan bait Allah untuk melihat dan memandang, menyaksikan Allah di situ?

”Menyaksikan” mengandung arti melihat dengan mata dan meraba dengan tangan (1Yoh 1:1)! Jawabnya begini: kepercayaan Daud begitu besar, sehingga pada waktu mendengar Firman Tuhan dia melihat kekuatan-Nya.

Ia mendengar janji-janji Tuhan, karena itu ia memandang kemuliaan-Nya. Pada waktu Firman dilayankan, kita dapat menyaksikan Allah. Orang yang mendengar nubuat akan sujud menyembah Allah dan mengaku: Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kami.

Rindu kepada ibadah karena ”memandang” Tuhan

Dampak dari ketentuan di atas ini nyata sekali atas kebaktian:

Daud rindu akan kebaktian, Daud ingin diam di rumah Tuhan (”betapa disenangi tempat kediaman-Mu, Ya, TUHAN!”, Mzm 84), karena di tempat ibadah ia dapat melihat kekuatan Tuhan.

Memang, bukan dengan mata kepala, melainkan melihat dengan mata hati yang beriman. Memandang secara rohani: melalui pendengaran timbullah kepercayaan yang begitu kuat di dalam hati manusia, sehingga Daud dapat berseru, ”Aku melihat kemuliaan Tuhan!”

Kepercayaan akan janji-janji Tuhan diperkuat olehunsur-unsur lain dalam kebaktian. Misalnya dalam PL olehkorban-korban dan lain-lain; dalam PB sebagai alat untuk memperkuat iman, Roh Kudus memakai dua sakramen, yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Hal itu dipertanyakan, tapi sekaligus dijawab dalam Katekismus Heidelberg sebagai berikut:

Karena hanya dengan iman saja kita mendapat bagian dalam Kristus serta segala kebajikan-Nya, jadi dari manakah datangnya iman yang demikian itu? Dari Roh Kudus yang mengerjakan iman itu dalam hati kita, lewat pemberitaan Injil Suci dan meneguhkannya dengan menggunakan sakramen-sakramen. (KH, Minggu ke-25)

Apa yang harus dilihat dan dipandang dalam kebaktian itu?

Kita dapat melihat lebih banyak dibandingkan Daud. Daud hanya melihat bayangan dari pembebasan yang akan datang, sedangkan kita, yang hidup setelah Pentakosta, dapat ”melihat” penggenapannya di dalam Kristus. Dan melalui Kristus kita dapat melihat Allah Bapa:

”Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yoh 1:18)”Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu juga mengenal Bapa-Ku.” (Yoh 16:18)

Jadi, dalam ibadah Kristen sekarang ini kita harus ”melihat” yang berikut ini:

  • Kekuatan Allah semesta alam;
  • Kemuliaan Allah dan kekudusan-Nya;
  • Kasih setia-Nya;
  • Allah sebagai Bapa Kristus menjadi Bapa kita;
  • Yesus Kristus;
  • Kasih Kristus, yang merendahkan diri untuk kita;
  • Pembebasan oleh Dia, keselamatan oleh Dia;
  • Pendamaian, pengampunan dosa, kebangkitan daging;
  • Hidup yang kekal ....

Melihat dalam cermin

Sifat kita sebagai orang berdosa tidak akan berubah: kita tetap peka terhadap dosa, walaupun kita mendapat kekuatan Roh Kudus untuk melawan dosa itu, juga untuk menang, dan untuk memperbarui hidup kita.

Demikian pula dalam ibadah. Di dunia ini ibadah tidak bisa sempurna. Tetapi, ibadah akan disempurnakan di surga. Sekarang ini kita belum dapat melihat keindahan dan kesempurnaan kasih Kristus. Paulus berdoa untuk jemaat Efesus, sehingga jemaat:

”... bersama-sama dengan semua orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan.” (Ef 3:18)

Memang, kita dapat melihat kemuliaan Tuhan, tapi tidak seutuhnya.

”Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” (1Kor 13:12)

Cermin pada zaman Paulus belum mempunyai kualitas seperti di zaman modern kita ini. Cermin kita pun tidak sempurna: gambar wajah kita terbalik dari yang sebenarnya, yaitu hanya merupakan bayangan saja. Tetapi, lebih kabur lagi pada zaman Paulus, karena cermin itu belum dibuat dari kaca dan perak, tapi dari besi yang digosok hingga mengilap, sehingga cermin ini memperlihatkan gambar yang tidak nyata.

Cermin injil

Ibadah kita juga seperti cermin. Apa yang dicerminkan? Kabar baik, yaitu Injil! Perbuatan-perbuatan yang Tuhan lakukan untuk kita dalam kehidupan kita. Dalam cermin ini kita melihat jemaat yang dilepaskan. Memang belum sempurna. Dosa-dosa pun nyata dalam ibadah dan dapat ditunjukkan dengan jelas. Dalam ibadah perlu ada nasihat. Tetapi, ibadah harus memperlihatkan pengampunan dosa yang diterima oleh umat Tuhan!

Dan semua janji Tuhan, yang menyukakan hati manusia dan yang membuat wajah berseri karena gembira.

Semua perhiasan orang Kristen, yaitu perbuatan-perbuatan yang baik, yang berasal dari roh (1Ptr 3:3, 4), dicerminkan dalam ibadah manusia. Karena suatu ibadah bukan saja merupakan cermin bagi manusia, tetapi juga bagi Allah: dalam ibadahlah Allah menerima jawaban-jawaban jemaat atas segala kebajikan-Nya. Di situ jemaat menghadap Tuhan, bukan saja dengan semua dosa nya tapi juga dengan syukur dan pujiannya, yang nyata baik dalam nyanyian pujian dan doa maupun dalam bentuk persembahan kor ban. Dan juga dalam perbuatan-perbuatan lain, yang dilakukan manusia sebagai ucapan terima kasih, karena dia telah dilepaskan oleh Kristus (lih bagian ketiga Katekismus Heidelberg, tentang pengucapan syukur kita, terutama Minggu ke-32).

Ibadah mencerminkan kabar Injil.

Ibadah mencerminkan hasil Injil di dalam jemaat. Ibadah harus diatur sedemikian rupa sehingga jemaat rindu mengikutinya pada setiap hari Minggu;

jemaat dapat melihat dan memandang ”Injil” di dalamnya;

jemaat semakin berkilauan karena Injil. Ibadah adalah cermin Injil.

RANGKA BAB 4 - RINDU KEPADA KEBAKTIAN

MENGAPA KITA MERINDUKAN KEBAKTIAN?
karena di dalam kebaktian kita harus
MELIHAT MEMANDANG MENYAKSIKAN
BUKAN
dengan mata kepala kita
MELAINKAN
dengan mata hati yang beriman
MELALUI PENGLIHATAN MELALUI PENDENGARAN
patung-patung
barang-barang seni
mukjizat-mukjizat
penyembuhan orang sakit
orang yang berbahasa roh
Roh Kudus mengerjakan
KEPERCAYAAN BESAR
sehingga melihat:
kekuatan Allah
kemuliaan-Nya
kasih setia-Nya
BAPA, ANAK, ROH
Kasih Kristus
keselamatan-Nya
pendamaian
hidup yang kekal
dengan demikian maka
IBADAH
BAGAIKAN CERMIN
yang secara tak sempurna
MEMPERLIHATKAN INJIL ALLAH KEPADA JEMAAT
dan
MEMPERLIHATKAN JAWABAN JEMAAT KEPADA ALLAH

Pertanyaan

1. Periksalah diri Anda entah Anda biasa merindukan kebak-tian. Menurut Anda, apa yang harus diutamakan supaya orang merindukan kebaktian?
2. Haruskah kita melarang segala macam hiasan, lukisan, bunga, dan lain-lain dalam gedung gereja? Jelaskan jawaban Anda?
3. Dalam ibadah yang bercorak ”injili”, biasanya orang memberi kesaksian, orang bersukacita secara nyata .... Apakah semuanya itu harus ada dalam kebaktian, supaya kita dapat percaya?
4. Mengapa Daud mengatakan bahwa ia rindu tinggal di Bait Allah seumur hidupnya?
5. Cobalah Anda rumuskan definisi tentang ”kepercayaan”. Pakai lah Ibrani 11:1 dan Katekismus Heidelberg Minggu ke-7 s/d 21.
6. ”Dalam ibadah kita lihat tak sempurna kemuliaan Tuhan”. Di mana kita dapat melihatnya secara sempurna? Alaskan pendapat Anda dengan nas Alkitab.
7. Jika kita tekankan, bahwa melalui pendengaran kita dapat melihat kebaikan Tuhan, maka unsur apakah yang harus diutamakan dalam ibadah kita?
8. Adakah patung-patung dalam tata kebaktian gereja-gereja Protestan? Bukankah tata kebaktian itu sendiri bisa menjadi patung? Bicarakanlah hal ini dengan beberapa teman.

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    G. Riemer
  3. ISBN:
    979-8976-50-9
  4. Copyright:
    © LITINDO 1995
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih