6. Kitab-kitab Puisi dan Sastra

6.1. PERSINGGAHAN

Kita masih mengikuti garis kesejarahan Alkitab. Kita juga sudah memulainya dengan penciptaan hingga kejatuhan manusia ke dalam dosa. Meski demikian, Allah tetap berjalan bersama manusia dan dunia. Ia mengadakan permusuhan antara ular (dan keturunannya) serta perempuan (dan keturunannya―lih Kej 3:15) akibat dosa. Sejak saat itu, kita melihat garis sejarah perjanjian Allah yang berjalan melalui keturunan perempuan: Set (lih Kej 4), Nuh (lih Kej 6–9), Abraham, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya (lih Kej 12–50). Ia menjanjikan kepada Abraham: suatu bangsa yang besar dan tanah Kanaan. Ia terus mengingat perjanjian itu dan menggenapi janji-janji-Nya ketika Ia membebaskan umat-Nya dari Mesir dan membawa mereka menuju tanah perjanjian, Kanaan (lih Keluaran–Yosua).

Akan tetapi, bangsa itu tidak pernah berhasil memenuhi kehendak Allah. Mereka selalu melanggar perjanjian dan menyembah berbagai macam berhala. Karena itu, Allah memberikan seorang hakim untuk memimpin mereka. Namun, setelah hakim itu meninggal, bangsa itu kembali seperti sebelumnya. Mereka terus menyimpang dari jalan Allah dan setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (lih Kitab Hakim-hakim).

Maka jelaslah bahwa bangsa itu membutuhkan seorang raja yang mampu memimpin mereka ke jalan yang benar. Dan kita melihat Allah mempersiapkan kedatangan kerajaan Daud (akhir Kitab Rut). Dengan Daud, Allah memulai sebuah fase yang baru dalam sejarah penyelamatan-Nya. Jika Abraham mendapatkan janji tentang bangsa dan tanah, Daud mendapatkan janji tentang kerajaan yang tidak akan berakhir (lih 2Sam 7). Namun, kitab-kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh memperlihatkan bahwa baik Daud maupun anaknya, Salomo, tidak mampu menghadirkan kerajaan damai yang sejati. Mereka pun tidak luput dari dosa. Oleh karena itu, kerajaan mereka dibagi dua, Israel dan Yehuda. Raja-raja dan bangsa (baik Israel maupun Yehuda) terus-menerus membelakangi Allah.

Itu sebabnya Allah menghukum mereka dengan pembuangan. Inilah masa yang sangat kelam bagi umat Allah. Tetapi, Ia tetap mengingat perjanjian-Nya dengan Adam, Abraham, Musa, dan Daud.

Sebelum kita meneruskan garis sejarah ini, alangkah baiknya jika kita memberi perhatian terlebih dahulu pada kitab-kitab puisi (Mazmur, Kidung Agung, dan Ratapan) dan kitab-kitab sastra (Ayub, Pengkhotbah, dan Amsal). Sebagian besar kitab-kitab ini ditulis pada masa rajaraja, misalnya mazmur-mazmur Daud dan juga amsal Salomo. Banyak nya nyian-nyanyian yang hanya dapat dimengerti jika kita memperhatikan kedudukannya di dalam sejarah penyelamatan.

Pertama, kita akan melihat sifat bahasa puisi dan gaya Ibrani. Kita bisa memberi perhatian secara khusus pada Kitab Mazmur. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai cacatan mengenai Kidung Agung dan Ratapan. Setelah itu, kita membahas literatur sastra dan informasi tentang Kitab Ayub, Pengkhotbah, dan Amsal. Sedangkan kitab-kitab para nabi akan dibahas di dalam bab 7 dan 8.

6.2. GAYA SASTRA PUISI IBRANI

Puisi Bahasa Indonesia sering memakai rima akhir, yakni kata-kata terakhir kalimat mempunyai nada kata yang sama. Sedangkan bentuk yang paling banyak digunakan dalam puisi Ibrani adalah ”paralelisasi”. Itu berarti dalam kalimat-kalimat nyanyian terdapat pengulangan pikiran kata-kata yang lain. Ada tiga bentuk paralelisasi menurut contoh-contoh berikut ini:

1. Pengulangan pikiran dalam kata-kata yang lain:
”Pada waktu Israel keluar dari Mesir, kaum keturunan Yakub dari bangsa yang asing bahasanya, maka Yehuda menjadi tempat kudus-Nya, Israel wilayah kekuasaan-Nya. Laut melihatnya, lalu melarikan diri, sungai Yordan berbalik ke hulu. Gunung-gunung melompat-lompat seperti domba jantan, dan bukit-bukit seperti anak domba.” (Mzm 114:1-4)
2. Mengulang pikiran dengan menyebut pertentangannya:
”Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda.” (Ams 11:28)
3. Menambahkan sesuatu di dalam pikiran yang sama:
”Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh ....”(Mzm 1:1)

Paralelisasi adalah ciri khas yang paling mutlak bagi sastra puisi Ibrani, tetapi kita juga menemukan bentuk-bentuk puisi yang lain:

  • Puisi Abjad. Contohnya Mazmur 119: delapan ayat pertama dimulai dengan A (”alef” di dalam abjad Ibrani), delapan ayat berikutnya dengan B (”bet”), dan dengan begitu Mazmur ini melewati semua huruf. Lagi pula, setiap kesatuan delapan ayat ini memakai delapan kata yang berbeda untuk mengacu pada undang-undang Allah.
  • Setiap nyanyian mempunyai irama tertentu. Untuk memahaminya kita harus mampu membaca bahasa Ibrani.
  • Pengulangan, contohnya dalam Mazmur 136.
  • Jawaban. Paduan suara di mana para penyanyi di Bait Suci saling bersahutan, misalnya dalam Mazmur 118:1-4.

6.3. MAZMUR

Kitab Mazmur berisi 150 nyanyian yang dikarang dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni beberapa abad sejak masa sebelum Raja Daud (Mzm 90 dari Musa), hingga pascapembuangan bangsa Israel di Asyur dan Babel (lih Mzm 126 dan 137). Kitab ini adalah koleksi nyanyian dari sumber yang berbeda-beda dan berisi kesatuan koleksi yang lebih kecil. Ada mazmur-mazmur Daud, mazmur-mazmur Asaf, serta mazmurmazmur ziarah. Dengan demikian, dapat terjadi bahwa mazmur yang sama dicatat dua kali dalam Kitab Mazmur (lih Mzm 14 dan 53).

Seluruh Kitab Mazmur dapat dibagi di dalam 5 bagian:

1. Mazmur 1–41 diakhiri dengan nyanyian syukur:
Terpujilah Tuhan, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya! Amin, ya amin” (Mzm 41:14)
2. Mazmur 42–72 diakhiri dengan nyanyian syukur:
”Terpujilah Tuhan, Allah Israel, yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri! Dan terpujilah kiranya nama-Nya yang mulia selama-lamanya, dan kiranya kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi. Amin, ya amin” (Mzm 72:18-19)
3. Mazmur 73–89 diakhiri dengan nyanyian syukur:
”Terpujilah Tuhan untuk selama-lamanya! Amin, ya amin” (Mzm 89:53)
4. Mazmur 90–106 diakhiri dengan nyanyian syukur:
”Terpujilah Tuhan, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, dan biarlah seluruh umat mengatakan: ’Amin!’ Haleluya!” (Mzm 106:48)
5. Mazmur 107–150, diakhiri dengan nyanyian syukur:
”Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan! Haleluya!” (Mzm 150:6)

Berdasarkan ayat-ayat terakhir kelima bagian ini, jelaslah bahwa nyanyian syukur adalah tujuan utama semua Mazmur. Di samping itu, ada juga nyanyian permohonan ketika dalam bahaya besar, pengakuan iman, mengakui kesalahan, memohon pengampunan dosa, renungan, nyanyian ziarah, nyanyian untuk memuji raja, memuji keindahan Bait Suci, dan lain-lain. Contoh:

Mazmur 44 Keluhan, teriakan minta tolong Mazmur 51 Mengakui kesalahan, meminta pengampunan Mazmur 65 Ucapan syukur dan puji-pujian Mazmur 74 Pengajaran Mazmur 102 Dalam keadaan letih lesu, keluhan Mazmur 145–150

Nyanyian syukur dan pujian Di dalam Mazmur, anak-anak Allah mengucapkan iman mereka.

Mereka mengarahkan diri kepada Allah yang telah mengadakan perjanjian dengan mereka. Yahweh bukanlah Allah yang jauh. Ia adalah Allah yang bergaul dengan umat-Nya dan menghubungkan diri-Nya dengan umat-Nya dalam kasih. Ia tetap setia pada janji-janji-Nya. Itulah Allah yang kita kenal, yang kita percaya. Di dalam perjanjian itu, Allah berhubungan secara pribadi dengan umat-Nya. Hal itu dapat ditemukan dalam nada mazmur-mazmur yang hangat, bersifat pribadi, bahkan bergairah. Perjanjian Allah menciptakan suatu hubungan cinta kasih yang dicerminkan dan diucapkan dalam nyanyian bagi Dia, termasuk pada waktu mengeluh atau dalam keadaan putus asa.

Kita yang masih menyanyikan mazmur-mazmur yang sama hanya dapat mengerti jikalau kita memperhatikan perjanjian Allah. Walaupun ada banyak perbedaan, pada hakikatnya ada satu perjanjian yang sama. Jadi, gereja ada dalam perjanjian yang sama walaupun masanya berbeda. Banyak situasi manusia yang masih sama hingga kini. Mazmur-mazmur mengajar kita untuk berdoa, bersyukur, berteriak minta tolong, serta memohon pengampunan dosa. Adalah baik memeriksa doa-doa kita sendiri untuk melihat apakah ada aspek-aspek yang dilupakan atau kurang diperhatikan.

Raja yang diurapi Allah mendapat tempat yang penting dalam Mazmur (lih Mzm 2, 72, 89, dll). Begitu pula Gunung Sion (lih Mzm 48, 124, 132, dll), tempat pelayanan pendamaian Bait Suci. Raja yang diurapi Allah dan tempat pelayanan itu mengacu ke Yesus Kristus, Sang Imam Raja seperti Melkisedek (lih Mzm 110) yang adalah Bait Suci sendiri, dan satu-satunya kurban bakaran yang sesungguhnya. Di dalam Mazmur juga jelas bahwa Allah tidak hanya bergaul dengan umat-Nya, Israel, karena Ia adalah Allah seluruh bumi. Semua bangsa dipanggil untuk memuji Dia (lih Mzm 24, 67, 117, dll), dan Yerusalem bukanlah ibu kota untuk bangsa Israel semata (lih Mzm 87).

Peperangan antara keturunan ular dan keturunan perempuan sa ngat menentukan nada Kitab Mazmur. Ada orang benar yang hidup menurut perjanjian Allah, ada juga orang fasik yang berjalan di jalannya sendiri dan sama sekali tidak memedulikan Allah (dua jalan, Mzm 1). Berhadapan dengan umat Allah dan raja yang diurapi-Nya, ada bangsa-bangsa yang bermufakat untuk melawan Dia dan yang diurapi-Nya (lih Mzm 2). Selain itu, ada banyak ”mazmur balas dendam” (lih Mzm 5, 7, 9, 10, 13, 16, 21, 23, 28, 31, 35, 36, 40, 41, 44, 52, 54, 55, 58, 59, 68, 69, 70, 71, 137 ...). Mazmur-mazmur ini hanya dapat dibaca dan diterangkan dalam konteks sejarahnya. Jadi, mazmur-mazmur tersebut tidak berbicara tentang kebencian si penulis yang ingin membalaskan dendamnya, tetapi seruan kepada Tuhan untuk melakukan keadilan dan menghukum kejahatan. Oleh karena itu, mazmur-mazmur ini masih relevan dengan Perjanjian Baru, di mana bangsa Israel yang baru (gereja), berada di tengah-tengah peperangan melawan keturunan ular.

Mazmur-mazmur Perjanjian Lama juga memiliki perspektif yang masih terbatas. Fokusnya yakni ada Kota Yerusalem duniawi, serta pemerintahan duniawi Raja Daud dan keturunannya. Berkat (untuk orang benar) dan kutuk (untuk orang fasik) memperoleh isi dan bentuknya di dalam kehidupan duniawi ini. Tetapi, ada juga nada yang lain, yakni kata-kata yang sudah melampaui kehidupan duniawi waktu itu serta menyanyikan berkat dan kutuk yang bersifat rohani dan kekal.

Yesus sendiri berkata bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama mengacu kepada Dia (lih Luk 24:25-26; Yoh 5:39). Hal itu menjadi sangat jelas berdasarkan banyak kutipan dari Mazmur dalam Perjanjian Baru yang sudah berbicara mengenai Dia. Mazmur 22 pun hampir dapat dibaca sebagai skrip bagi sejarah penyaliban-Nya (contoh lain, lih Mzm 34:21; 38:12; dan 69:22).

Allah memberikan roti dari surga (lih Yoh 6:32). Dialah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan dan menjadi batu penjuru (lih Mzm 118:22-23). Yesuslah ”Yang diurapi”; kepada Dia dikatakan ”Engkau adalah Anak-Ku” (lih Mzm 2; bnd Mat 3:17). Ia adalah ”Gembala yang baik” (lih Mzm 23; bnd Yoh 10). Dialah ”yang diberkati”, ”yang datang dalam nama Tuhan” (lih Mzm 118:26; bnd Mat 21:9). Mazmur 16 menyebut kebangkitan-Nya; Mazmur 68:19 menyebut kenaikan-Nya ke surga; dan Mazmur 110 menyebut tempat-Nya di sebelah kanan Allah. Penulis surat Ibrani mengutip Mazmur 45 untuk memperlihatkan bahwa Yesus adalah Allah (lih Ibr 1:8-9).

Jadi, kita dapat menarik garis-garis dari mazmur-mazmur melalui Yesus ke masa kini dan ke kehidupan gereja.

6.4. SEKILAS TENTANG KIDUNG AGUNG DAN RATAPAN

Akitab adalah sebuah buku yang realistis. Ada kitab-kitab yang menyanyikan cinta, tetapi ada juga ratapan.

Kidung Agung

Kidung Agung adalah lagu cinta. Mempelai perempuan dan laki-laki menyanyikan cinta mereka. Kita membaca tentang cinta erotis, daya tarik tubuh, perasaan jatuh cinta―hal-hal seperti itu ternyata dinikmati Allah dalam ciptaan-Nya. Tidak heran, karena Allah sendiri yang telah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan dan menetapkan perkawinan.

Kidung Agung memuji cinta kasih dan daya tarik antara perempuan dan laki-laki dengan begitu indah sehingga kitab ini seringkali diangkat orang untuk merayakan kasih Allah bagi umat-Nya. Orang-orang Yahudi membaca kitab ini pada waktu pesta Paskah, karena makna pembebasan dari Mesir yakni Tuhan telah mengangkat Israel menjadi mempelai perempuan-Nya. Orang juga memakai Kidung Agung untuk merenungkan hubungan antara Yesus Kristus dan gereja sebagai mempelai perempuan-Nya (bnd Ef 5).

Ratapan

Kita tidak pasti siapa penulis Ratapan. Mungkin saja Yeremia. Dalam lima syair ia mengungkapkan penderitaan serta perasaannya yang pahit dan pedih. Yerusalem, kota Allah, dan Bait Suci Allah, telah diruntuhkan. Itulah bencana terbesar bagi seorang umat Allah.

Jika kita membaca awal kitab ini, kelihatannya penulis telah kehilangan semangatnya. Namun, dalam pasal 3 nadanya seketika berubah. Kita membaca:

Tak berkesudahan kasih setia Tuhan,tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi;besar kesetiaan-Mu! (Rat 3:22-23)

Ketika kita memperhatikan struktur Kitab Ratapan, maka jelaslah bahwa ini merupakan pesan inti yang disampaikan oleh penulis.

Struktur dari Ratapan:

  • Pasal 1 : syair yang terdiri atas 22 kalimat sesuai abjad.
  • Pasal 2 : syair yang terdiri atas 22 kalimat sesuai abjad.
  • Pasal 3 : syair yang terdiri atas 66 kalimat sesuai abjad, tiga kalimat per huruf abjad.
  • Pasal 4 : syair yang terdiri atas 22 kalimat sesuai abjad.
  • Pasal 5 : syair yang terdiri atas 22 kalimat, tetapi tidak sesuai abjad.

Dengan demikian, semua penekanan jatuh pada pasal 3 yang penuh pengharapan serta memuji kesetiaan Allah. Demikianlah penulis menghidupkan semangat orang yang hampir tidak berpengharapan. Di atas segala kesengsaraan, ia menunjukkan kesetiaan-Nya.

6.5. HIKMAT

Kitab Ayub, Amsal, dan Pengkhotbah termasuk dalam sastra hikmat. Hikmat (Ibrani: gòkma) di dalam Alkitab mempunyai arti yang cukup luas. Kita perlu memahami bahwa kebijaksanaan atau hikmat alkitabiah tidak pernah teoritis, melainkan selalu praktis.Hikmat mengandung pengertian sebagai berikut:

  • Menguasai sebuah pekerjaan atau seni; kepandaian. Biasanya kita menyebut orang semacam itu sebagai ”ahli” atau ”tukang”―orang Yahudi menyebut ”arif” atau ”bijak” (msl, Kel 28:3; 31:3-6).
  • Hikmat berdasarkan pengalaman hidup. Amsal 14:8 berkata, ”Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik ....” Yang dimaksudkan adalah ”know how” kehidupan.
  • Hikmat berdasarkan pengamatan alam. Salomo banyak sekali bersajak ”... tentang pohon-pohonan, dari pohon aras yang di gunung Libanon sampai kepada hisop yang tumbuh pada dinding batu; ia berbicara juga tentang hewan dan tentang burung-burung dan tentang binatang melata dan tentang ikan-ikan (1Raj 4:33).
  • Hikmat karena mengenal firman Allah. Pengetahuan itu sangat berdampak atas kehidupan (lih Mzm 119:98-101).
  • Mengetahui bagaimana kita harus hidup bagi Allah. Tidaklah sia-sia Amsal mengatakan: ”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan .. ” (Ams 1:7).

Kata Yunani untuk hikmat adalah sofia (istilah kita ”filosofi” atau ”filsafat”). Hikmat ini lebih bersifat teoritis dan spekulatif. Tetapi, Alkitab bersikap lebih kritis terhadap hikmat Yunani. Lihat contohnya dalam 1 Korintus 1:19: ”... Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.

6.6. AYUB

Kitab-kitab hikmat ingin mengajarkan bagaimana caranya kita hidup secara tulus di hadapan Allah dalam hidup yang konkret. Pertanyaan sentral di dalam Kitab Ayub adalah: bagaimana kita dapat bertahan hidup benar di hadapan Allah jika kita harus menderita begitu hebat? Ayub diperkenalkan sebagai seorang yang benar dan baik. Dengan sepengetahuan Allah, Iblis mengajukan pencobaan yang berat kepadanya. Ia kehilangan semua anaknya dan kekayaannya, serta menderita sakit kulit yang ganas. Di dalam situasi ini, Ayub mendapat kunjungan dari sahabat-sahabatnya yang berdiskusi dengan dia tentang penyebab penderitaannya. Pada akhir kitab ini, Allah sendiri yang angkat bicara.

Kita dapat memperoleh pengertian yang lebih baik di dalam pesan Kitab Ayub jika kita melihat tiga pokok berikut ini:

  • Allah adalah mahakuasa; tidak ada satu pun yang terjadi tanpa kehendak-Nya.
  • Allah adalah adil dan penuh kasih.
  • Penderitaan yang mengerikan juga dialami orang-orang benar seperti Ayub.

Sulit bagi kita untuk mengerti bagaimana ketiga hal ini benar. Kita mudah jatuh dalam kesalahan untuk menyangkal salah satu dari ketiga pokok ini.

”Jalan Keluar” yang diusulkan sahabat-sahabat Ayub

Di dalam Ayub 3–31, kita membaca percakapan antara Ayub dengan ketiga sahabatnya yang datang mengunjungi dia. Sahabat-sahabatnya Penderitaan Kekuasaan Allah Kasih Allah ini mengatakan: ”Pastilah engkau melakukan dosa yang sangat besar. Kalau tidak, Allah pasti tidak akan menghukum engkau sedemikian rupa.” Dalam Ayub 22:4-5, Elifas berkata: ”Apakah karena takutmu akan Allah, maka engkau dihukum-Nya, dan dibawa-Nya ke pengadilan? Bukankah kejahat anmu besar dan kesalahanmu tidak berkesudahan?” Jadi, sahabat-sahabat Ayub menyangkal bahwa orang yang benar dan takut akan Tuhan pun dapat mengalami penderitaan yang luar biasa atau mengerikan.

Pada masa kini pendapat itu masih sering terdengar, yang justru di yakini oleh orang-orang yang saleh. Seolah-olah mereka berkata ”Allah tidak menghendaki penyakit, kemiskinan, dan penderitaan. Ia ingin memberkati Anda”. Dan jika tidak ada kesembuhan atau pun perbaikan situasi, maka mereka mengklaim bahwa penyebabnya terletak pada diri kita sendiri―karena dosa-dosa kita yang belum dibereskan.

Pandangan istri Ayub dan keluhan Ayub

Bagi istri Ayub, sudah jelas bahwa jika Allah memperlakukan seorang manusia yang baik dengan cara demikian, maka sebaiknya Allah semacam itu ditinggalkan saja. Katanya: ”... Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (Ayb 2:9).

Memang ada banyak orang ketika berada dalam penderitaan, mereka lantas mengucapkan selamat tinggal kepada Allah. Tetapi, jikalau kita meninggalkan Allah dan Ia tidak lagi membela perkara kita, maka semua harapan akan musnah. Memang lebih baik mati daripada hidup tanpa Allah―sesuai perkataan istri Ayub.

Tidak hanya istrinya, Ayub sendiri pun bertengkar dengan Allah. Ia merasa mengalami penderitaan secara tidak adil. Namun, di atas semuaPenderitaan Kekuasaan Allah Kasih Allah nya itu, ia tetap berpegang teguh kepada Allah dan menaruh pengharapan kepada Dia. ”Tetapi aku tahu: Penebusku hidup ...” (Ayb 19:25).

”Jalan keluar” modern

Mustahil jika ada Allah yang mahakuasa dan penuh kasih, tetapi pada saat yang sama ada orang-orang benar dan beriman yang menderita secara luar biasa. Benarkah? Pertanyaan ini telah digumuli, baik pada masa dahulu, maupun masa kini. Pada masa kini ada banyak orang yang ”memecahkan” masalah ini dengan mengatakan bahwa Allah tidak mahakuasa. Menurut mereka, Allah tidak menghendaki penderitaan manusia. Tetapi, Ia juga tidak bertanggung jawab atas hal itu. Penderitaan tidak ada gunanya dan janganlah kita mencoba untuk memahaminya. Allah tidak mampu untuk menghilangkan penderitaan. Ia hanya dapat ikut menderita bersama manusia dan berbelas kasihan, serta memberikan kekuatan untuk menanggung penderitaan tersebut.

Sehubungan dengan masalah ini, sering terdengar pertanyaan: ”Di manakah Allah?” Seorang ahli teologi, Dorothee Sölle, menjawab: ”Ia ada di samping para korban dan memihak mereka. Ia tidak ada di pihak kejahatan, di pihak para pembunuh. Tetapi, Allah tidak dapat mengendalikan pilihan manusia antara baik dan jahat.”

Penderitaan Kekuasaan Allah Kasih Allah Penderitaan Kekuasaan Allah Kasih Allah

Ketiganya benar

Pasal-pasal terakhir Kitab Ayub (lih Ayb 38–42) memperlihatkan dengan jelas bahwa tidak ada satu pun dari ketiga ”jalan keluar” di atas yang benar. Ketika Allah menjawab Ayub, Ia mulai memperlihatkan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas:

Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan? Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian! Dapatkah engkau menyaringkan suaramu sampai ke awan-awan, sehingga banjir meliputi engkau? Dapatkah engkau melepaskan kilat, sehingga sabungmenyabung, sambil berkata kepadamu: Ya? Siapa menaruh hikmat dalam awanawan atau siapa memberikan pengertian kepada gumpalan mendung?” (Ayb 38:2-4, 34-36).

Allah tidak berkenan ketika Ayub mulai meragukan kebenaran dan kasih-Nya. Tetapi, Allah juga menegur sahabat-sahabat Ayub. Mereka bersikap seolah-olah begitu berhikmat dan dapat memahami Allah serta kebijakan-Nya. Selain itu, mereka juga bersikap seolah-olah mereka benar dan Ayub tidak. Faktanya, kelakuan dan sikap mereka lebih buruk daripada Ayub. Itu sebabnya kita membaca di Ayub 42:7: ”Setelah Tuhan mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman Tuhan kepada Elifas, orang Téman: Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.

Itu berarti: ketiga pokok yang disebutkan di atas berisi kebenaran.

Allah tetap Allah yang penuh kasih dan berkuasa, dan Ia tetap benar di tengah penderitaan yang menimpa orang benar. Allah tidak menerangkan mengapa ada penderitaan, tetapi Ia menekankan, di tengah penderitaan kita harus tetap percaya kepada-Nya.

Apa yang harus kita lakukan sekarang adalah sama seperti apa yang telah Ayub lakukan. Meskipun dalam penderitaan, Ayub mengharapkan bantuan dari Penebus ilahi, yang akan membela perkaranya (lih Ayb 19:25-27). Pada masa kini kita mengenal nama Penebus ini, yaitu Tuhan kita, Yesus Kristus. Di dalam Dialah kita menemukan kasih Allah yang sesungguhnya. Yesus Kristus adalah bukti kemurahan-Nya dan belas kasihan-Nya. Itu sebabnya Paulus menegaskan meskipun kita mengalami penderitaan yang luar biasa, ”Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita” (lih Rm 8:37).

Ikhtisar isi Kitab Ayub

Kata pengantar – Ayub kehilangan semua hartanya 1-2 Prosa
Keluh kesah Ayub 3 Puisi
Percakapan Ayub dengan sahabat-sahabatnya
(Elifas, Bildad, Zofar)
4-26
Uraian lanjut dari Ayub 27-31
Perkataan Elihu 32-37
Jawab Tuhan kepada Ayub 38-41 Puisi
Ayub mencabut perkataannya dan menyesali diri 42 Prosa

6.7. KITAB AMSAL

Amsal merupakan terjemahan dari kata Ibrani, mashal. Mashal adalah sebuah amsal, lagu, atau peribahasa dengan pesan yang jelas (lih Yeh 18:2; Yes 14:4-21; Mat 13).Ciri-ciri mashal adalah:

  • Menggunakan bentuk sastra paralelisasi (lih di atas, 6.2);
  • Menggunakan contoh-contoh atau kiasan-kiasan yang benarbenar seperti hidup (lih Ams 11:22; 17:14);
  • Meyakinkan dan bijak;
  • Ada juga amsal yang mengejek kebodohan dan kebebalan (lih Ams 19:24), serta memaksa orang untuk berpikir lebih dalam hingga mengerti pesannya (lih Ams 1:6, bnd perumpamaanperumpamaan Yesus);
  • Berat sebelah: sengaja dijelaskan hanya satu aspek, dan kita diberikan peraturan-peraturan tanpa pengecualian (lih Ams 10:3; 12:21).

Amsal-amsal di dalam Alkitab tidak hanya memberikan hikmat, tetapi juga mengajarkan umat Allah tentang hidup yang berkenan bagi Dia. Orang yang hidup benar di hadapan Allah adalah orang yang bijaksana dan akan mengalami berkat Allah. Tetapi, orang bodoh akan berjalan di jalannya sendiri dan menuju pada kebinasaan (lih Im 26 dan Ul 28). Awal Kitab Amsal memperlihatkan prinsip utama kitab tersebut: ”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Ams 1:7).

Amsal ingin mengajarkan hikmat kepada semua orang, terutama untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda (lih Ams 1:4). Penulis menyapa para pembacanya dengan sebutan ”anakku”, dan ia menekankan bahwa mereka harus mulai belajar hikmat dan menerima didikan ayahnya dan ibunya di rumah (lih Ams 1:8-9). Kitab Amsal dapat dibagi ke dalam dua bagian:

  • Penghargaan hikmat, dan bagaimana kita menjadi orang berhikmat: Amsal 1–9.
  • Kumpulan amsal: Amsal 10–31.

Jadi, Kitab Amsal merupakan kumpulan amsal dengan kata pengantar. Ada banyak amsal yang berasal dari Salomo. Tetapi, ada juga amsal-amsal dari orang-orang berhikmat lainnya, antara lain Agur (lih Ams 30) dan Lemuel (lih Ams 31). Kitab Amsal, yang kita kenal dari Alkitab, telah menerima redaksinya yang terakhir pada masa Raja Hizkia atau sesudahnya (lih Ams 25:1).

6.8. PENGKHOTBAH

Pengkhotbah telah membulatkan hatinya untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Ia melihat seluruh kehidupan di bumi ini, ”di bawah matahari” (lih Pkh 1:3). Ia melihat ada banyak hal yang tidak dapat kita pahami dan kedaulatan Allah di dalam semua itu tidak dapat disangkal. Tidak mungkin bagi kita menemukan kebijaksanaan Allah di dalam semua yang terjadi di atas bumi ini. Satu-satunya kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa semua yang melelahkan tubuh, semua jerih payah manusia, semua kekayaan manusia dan kekuasaannya, itu semua sia-sia belaka, ”mengejar angin”, ilusi, tanpa arti.

Allah ingin mendidik kita untuk berhikmat. Ia ingin agar kita tetap rendah hati dan hidup di dalam iman. Dan kalaupun kita tidak mengerti rencana Allah di dalam dunia ini, kita harus tetap menaruh kepercayaan di dalam Dia dan memelihara hukum-hukum-Nya. Ingatlah bahwa pada akhirnya Allah akan membawa kita ke pengadilan (lih Pkh 11:9; 12:14). Pengetahuan yang sama itu juga membuka pintu bagi kita untuk hidup senang dan dengan hati yang bersukacita (lih Pkh 7:14; 9:7-9; 11:9-10).

Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah? Berdasarkan Pengkotbah 1:1, 16; 2:7, 9, dan 15, banyak orang menganggap Salomo sebagai penulis. ”Seorang anak laki-laki dari Daud, sangat bijak dan sangat kayasiapa yang tidak berpikir tentang Salomo? Tetapi, ada nas-nas lain yang membawa kita pada sebuah kesimpulan yang lain, contohnya Pengkhotbah 2:9: ”Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku ....” Terjemahan ini agak kurang tepat karena nas asli berbunyi ”... dari pada siapa pun yang pernah memerintah di Yerusalem sebelum aku. Bukankah Salomo hanya mempunyai satu pendahulu, yakni Daud? Jadi, kita tidak dapat mengatakan dengan pasti siapa yang telah menulis kitab ini.

Ikhtisar isi Pengkhotbah:

1:1 - Judul

1:2-11 - Pendahuluan, tema

1:12-12:8 - Pembahasan tema dari segi-segi yang berbeda-beda

12:9-14 - Kesimpulan

6.9. PEMBAHASAN

1. Mencari paralelisasi

Setiap orang mencari di dalam Mazmur atau Amsal dua bentuk paralelisasi (lih 6.2 di atas) yang berbeda. Biarkanlah setiap orang membaca nas yang telah ditemukannya dan menerangkan bentuk paralelisasi itu atau menerangkan arti nas tersebut. Apa kekuatan sastra paralelisasi ini? Apakah nas ini sudah menyentuh hati Anda dan menjadi berkat dalam kehidupan Anda?

2. Mazmur kesukaan Anda

Setiap orang memikirkan Mazmur yang paling disukainya. Dengan cara bagaimana mazmur tertentu itu telah menyentuh hati Anda? Kenapa Anda sering mengingat mazmur tersebut? Nikmatilah penemuan Anda, terutama dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian setiap orang secara singkat menerangkan pilihannya di muka umum.

3. Mencari jenis-jenis mazmur

Tulislah pada selembar kertas atau papan tulis kata-kata berikut ini: ”syukur”, ”pertanyaan”, ”pujian”, dan ”pengakuan dosa”. Kata-kata ini biasanya memainkan peranan yang penting dalam komunikasi antarmanusia: berterima kasih, menanyakan sesuatu, menghargai orang, serta meminta maaf.

Dalam kelompok-kelompok kecil, bahaslah kata mana yang paling diarahkan kepada Allah dan mana kepada manusia. Catatlah hasilnya sesuai urutannya, satu bagian untuk Allah dan satu lagi untuk manusia. Bahaslah hasilnya dengan memeriksa diri Anda sendiri dalam berkomunikasi dengan Allah dan dengan orang lain. Akhirnya, setiap kelompok mencari masing-masing sebuah contoh dari mazmur-mazmur yang memperlihatkan elemen-elemen itu.

4. Emosi di dalam Mazmur

Gantunglah satu poster dengan dua kolom. Tulislah di atas kolom sebelah kiri: ”emosi”. Biarkanlah masing-masing menulis tiga jenis emosi yang sering memainkan peranan dalam kehidupannya di dalam kolom ”emosi” itu. Bahaslah secara singkat hasilnya.

Carilah bersama-sama contoh-contoh di dalam Mazmur, di mana emosi itu disebut dan diperhatikan. Catatlah hasilnya di dalam kolom sebelah kanan, di belakang emosi tertentu tersebut. Sekarang, persilakan setiap orang membaca bagian-bagian itu, dan terangkanlah mengapa isinya begitu penting bagi Anda.

5. Yesus di dalam Mazmur

Setiap kelompok menyelidiki satu Mazmur dengan tugas untuk memperlihatkan bagaimana Tuhan Yesus sudah tersirat di dalam Mazmur tersebut. Mazmur-mazmur berikut dapat digunakan: 2, 16, 22, 23, 38, 40, 45, 47, 69, 72, 89, 96, 110, 118, 146. Bahaslah bersama-sama hasilnya. Di samping itu, lihatlah dua hal: apa arti Mazmur ini untuk para pembaca yang pertama, dan bagaimana kita sekarang dapat melihat Yesus dalam Mazmur itu, yakni dari perspektif Perjanjian Baru.

6. Bertukar Amsal

Setiap orang mencari dari Kitab Amsal, satu amsal yang menyapa dia secara khusus. Kemudian masing-masing membaca bagian yang ditemukannya itu. Minta dia untuk menjelaskan mengapa memilih amsal tersebut. Bahaslah setiap amsal dalam bab itu secara singkat.

7. Bahaslah Kitab Ayub berdasarkan bagan tiga bidang

Gunakanlah skema dengan tiga lingkaran paragraf 6.6. (gambarlah skema itu di atas papan atau selembar kertas besar):

Ketika kita melihat ketiga lingkaran itu sekaligus, mungkin kita akan merasa gelisah. Manusia cenderung mengakhiri kegelisahan ini dengan mencoret salah satu dari ketiga lingkaran tersebut.

Ambillah salah satu lingkaran dan bahaslah pertanyaan-pertanyaan berikut dalam kelompok kecil:

  • Apakah Anda mengenal contoh-contoh di dalam Kitab Ayub atau orang-orang pada masa kini yang mencoret lingkaran ini?
  • Dapatkah Anda mengerti orang itu? Jika ya, mengapa? Dan jika tidak, mengapa?
  • Bagaimana Anda membicarakannya dengan orang yang berpendapat seperti itu?
  • Kumpulkanlah alasan-alasan alkitabiah, mengapa lingkaran itu sama sekali tidak dapat dicoret.

Setiap kelompok memberikan presentasi singkat secara pleno tentang apa yang telah mereka bahas.

Pertanyaan untuk diskusi

1. Mazmur apa yang paling Anda sukai? Mengapa?
2. Apa pendapat Anda tentang pernyataan berikut ini: ”Kita yang sudah mengenal Perjanjian Baru, baru dapat menyanyikan maz murmazmur dengan pengertian yang sungguh ...”?
3. Apa fungsi mazmur-mazmur keluhan? Apakah kita sebagai orang Kristen masa kini masih dapat menyanyikannya juga?
4. Apakah arti mazmur-mazmur balas dendam bagi Anda (msl, akhir Mzm 139 yang terkenal itu)? Dapatkah kita belajar sesuatu dari Mazmur semacam itu? Jika ya, jelaskan.
5. Apa makna nyanyian syukur dan pujian dalam kehidupan Anda sehari-hari?
6. Dapatkah Anda menyebut Kidung Agung sebagai kitab erotis? Bagaimana Anda membaca kitab ini?
7. Apa arti Amsal ”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan” bagi Anda?
8. Para penulis Mazmur yang berbeda dan juga Ayub cenderung bertengkar dengan Allah. Bolehkah kita mengatakan apa saja kepada Allah? Deskripsikan mana yang ”boleh” dan mana yang ”tidak boleh” karena sudah melampaui batas.
9. Rumuskanlah pesan Kitab Ayub untuk diri Anda sendiri. Bandingkanlah dengan rumusan orang lain.
10. Tidakkah jawaban Allah kepada Ayub benar-benar hebat dan menggertak? Apakah penghiburannya?
11. Tahukah Anda, ada orang-orang yang berpendapat bahwa Kitab Pengkhotbah sangat negatif tentang kehidupan di dunia ini sehingga sebenarnya tidak sesuai dengan keseluruhan Alkitab? Apa pendapat Anda sendiri tentang hal tersebut?

Persiapan bab selanjutnya

Persiapan masuk ke bab 7

Bab berikut ini berbicara tentang sejarah pembuangan dan periode sesudah pembuangan. Yang dibahas adalah kitab-kitab berikut ini: Daniel 1–6, Ester, Ezra, dan Nehemia. Bacalah:

  • Daniel 1 dan 213
  • Daniel 3 dan 4
  • Daniel 5 dan 6
  • Ester 1 dan 2
  • Ester 3, 4, dan 5
  • Ester 6 dan 7
  • Ezra 1 dan 3
  • Ezra 5 dan 6
  • Ezra 7 dan 8
  • Ezra 9 dan 10
  • Nehemia 1 dan 2
  • Nehemia 5 dan 7:5
  • Nehemia 8 dan 9
  • Nehemia 12:2-31:31

Saran

Yang akan kita bahas dalam bab berikut semuanya meliputi 28 pa sal Alkitab. Jadi, Anda dapat membaca secara keseluruhan bagian sejarah Daniel (1–6), Kitab Ezra, Nehemia, dan Ester. Kitab Ester merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Karena itu, penting bagi kita untuk membacanya dari awal hingga akhir sekaligus.

_______________________________________________________________________

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Jasper Klapwijk
  3. ISBN:
    978-602-1006-06-1
  4. Copyright:
    © 2015, LITINDO
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih