BAGIAN III - Tujuan Misi: Merintis Gereja

Batu Pertama: Liturgika

1. IBADAH LITURGIKA GEREJA

Seorang penginjil (atau tim penginjil) yang diutus dalam rangka merintis gereja baru, mulailah mengatur suatu tempat pertemuan di ling kungan kelompok targetnya. Mungkin itu di rumah tinggalnya, atau rumah orang lain, atau hotel, restoran, di mana saja. Asal tempat itu tidak tersembunyi, di mana para calon pendengarnya akan merasa damai atau nyaman. Seandainya, ia sudah mengabarkan Injil di dusun itu, atau di kampung, desa, kawasan kota; atau di pasar, tentu akan tiba waktunya ia meng-undang orang ke tempat yang sudah disiapkan itu untuk pertemuan dan untuk turut beribadah.

background image

Ibadah adalah pusat kegiatan Kristen di situ para petobat baru yang ingin mendengar ajaran Yesus Kristus akan datang dan mengalami pertemuan dan persekutuan (koinonia). Di tempat itu mulai terwujud apakah yang disebut ”gereja”,

tempat di tengah masyarakat, suatu ”umah doa” bagi segala bangsa, ”bait Allah” di mana Allah ingin berdiam oleh Roh-Nya dan di mana Dia ingin bertemu dengan umat-Nya di sekeliling salib, baptisan, dan meja perjamuan; suatu ”tempat perlindungan” di mana Allah mengumpulkan semua orang yang ingin bertobat dari kejahatan, dan yang ingin mengabdikan diri kepada kebaikan dan keadilan.

Dalam definisi gereja (lihat halaman 56-57), diungkapkan hal paling inti bagi gereja, yaitu tempat di mana Allah sendiri ingin bertemu dengan

Jemaat yang Bermisi umat-Nya. Inilah yang harus disadari setiap penginjil yang merintis jemaat baru. Dan ini menentukan keindahan suasana di tempat pertemuan yang dipilihnya. Penginjil diutus sebagai alat di tangan Roh Kudus untuk mewujudkan ibadah, di mana ia berperan untuk mewakili Allah sendiri, yaitu untuk melayankan firman dan doa

Di situ Dia memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang Esa, di situ penebusan dianugerahkan dan dirayakan; supaya penebusan dapat berbuah berlimpah-limpah agar dalam keanekaragaman pelayanan bagi Allah, sesama manusia, dan planet bumi.

Sejak awal ia berkomunikasi dengan jelas bahwa pertemuan dan ibadah tersebut bukan tujuan terakhir, bahwa pelayanan-pelayanan yang disa-jikan di situ hanyalah sarana bagi karya Roh Kudus, melalui orang Kristen lain (persekutuan baru itu), untuk bersama-sama menikmati apa yang dise-but kasih Allah, dan untuk bersama-sama menantikan penyele saian segala sesuatu melalui penciptaan bumi yang baru. Dengan demikian mereka tahu:

Persekutuan yang baru ini menyadari sifat kesementaraan dan kefana annya, dan berharap pada akhir segala sesuatu dan awal bumi baru yang dijanjikan Allah.

Ibadah adalah perayaan:

”Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan”,

Wahyu 4:11

Ibadah itu sendiri sebenarnya sudah dimulai dalam kehidupan orang percaya sehari-hari, dalam rumah mereka sendiri. Hal itu diungkapkan dengan jelas dalam Katekismus Westminster, pertanyaan 1: ”Apakah tujuan utama hidup manusia?” Jawaban: ”Tujuan utama hidup manusia adalah untuk mempermuliakan Allah serta menikmati Dia selama-lamanya”.

Allah telah membuat manusia begitu baik dan pandai sehingga mereka mampu untuk, secara kreatif,

(dengan musik, tari, seni rupa, sastra, dsb; dan dengan menggunakan segala macam media) memberi rupa, warna, suara, perhatian pada kebenaran penebusan dan panggilan untuk hidup baru.

Kehidupan gerejawi adalah kehidupan yang merayakan kekayaan Injil. Hal itu dinikmati secara khusus pada hari Tuhan, hari Minggu, suatu kesempatan pertemuan orang-orang Kristen bersama-sama dengan Allah mereka.

Hal terpenting dalam mewujudkan ibadah yang benar adalah peng-utamaan rangka ibadah itu, yaitu perjanjian dengan Allah. Pada masa Perjanjian Lama Allah sendiri telah memberikan secara detail semua unsur ibadah yang diinginkan-Nya. Hal itu berubah sama sekali ketika beralih ke Perjanjian Baru, khususnya sejak Pentakosta. Allah telah memberikan kebebasan yang sangat luas kepada para pemimpin jemaat untuk menyusun sendiri semua unsur ibadah yang penting. Tetapi, tetaplah perjanjian menentukan suasananya; karena melalui perjanjian itu (yang pengantaranya adalah Yesus Kristus) Allah berkenan menemui umat-Nya yang baru. Bagi orang Kristen, ibadah adalah bagaikan napas bagi manusia, yaitu kebutuhan pertama untuk hidup. Melalui ibadah, persekutuan orang kudus itu bersinar, dan makin siap untuk kedatangan Yesus Kristus kembali, bagaikan pengantin perempuan yang siap menemui pengantin laki-lakinya pada hari pernikahannya. Tempat ibadah itu terbuka bagi semua orang, dari semua bahasa, suku, warna, karena Allah menghimpun, bukan saja bangsa Israel (seperti halnya di Perjanjian Lama) melainkan semua bangsa-bangsa, tanpa membeda-bedakan. Ibadah itu benar-benar bersifat katolik, yaitu universal: Allah ingin merangkul semua orang.

Semua manusia yang percaya kepada Yesus Kristus dihubungkan Allah bersama-sama, dan dengan diri-Nya sendiri, menjadi suatu tubuh yang sehat dengan anggota-anggotanya yang khusus dan lengkap.

Semua orang yang datang di tempat itu juga siap membuat hal yang sama, karena mereka menghayati kesatuan yang sangat dalam, yang dicip-takan oleh Roh berdasarkan karya Yesus Kristus,

Di dalam Kristus mereka memiliki satu kepala, hati, dan roh, dikhususkan-Nya dalam dunia, disimpan dan dipelihara. Mereka menyambut dan memeluk setiap pendatang, dari setiap bangsa, suku, warga, yang beragam bahasa, dan tingkat, sama bagi laki-laki dan perempuan.

Ibadah itu diadakan seakan mengelilingi satu pusat dan aktivitas, yaitu pembukaan kitab-kitab suci, serta pembacaan dan penjelasannya di muka umum, karena Alkitab adalah sumber utama bagi para hadirin untuk mengetahui siapakah Allah dan apakah yang Allah perbuat bagi kita. Hal ini diwujudkan dalam ”khotbah”, tugas yang terindah bagi setiap pelayan firman. Si pengkhotbah dibebankan untuk mene rangkan firman Allah secara saksama dan bertanggung jawab. Melalui pelayanan ini Allah berkomunikasi dengan umat-Nya dan melayani pengampunan dan penyelamatan bangsa perjanjian-Nya. Roh Kudus membina kepercayaan orang melalui pelayanan firman.

background image

Doa adalah unsur kedua yang sangat penting dalam ibadah, sebagai jawaban atas pelayanan firman dan sebagai momen untuk mengalami perlindungan yang sungguh-sungguh. Ya Tuhan,

Biarlah aku menumpang di dalam kemah-Mu untuk selama-lamanya, biarlah aku berlindung dalam naungan sayap-Mu! (Mzm 61:4; 91:4).

Doa dalam ibadah juga membuka pintu surga untuk meneri ma pengampun an dosa bagi semua orang yang bertobat dan berlu tut di hadapan Allah. Mereka siap berserah dan berjanji untuk pembaruan kehidupan mereka. Pada saat itu mereka mengucapkan syukur dan mengangkat pujian mereka, seperti kata Rasul Paulus, Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Ucaplah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (1Tes 5:16-18).

Berdoa bagi semua orang, berdoa bagi orang sakit, orang miskin, orang yang menderita, dan yang dianiaya.

Bersyukur terus, dalam setiap ibadah. Dengan demikian, surga dan bumi terhubung, karena para malaikat dan gereja di surga memuji Tuhan dengan cara yang sempurna dan indah; sementara gereja di bumi turut mengambil bagian dalam pujian itu. Melalui pujian itu surga dan bumi dipersatukan sebagai satu tubuh, ”umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku” (Yes 43:21).

Mereka menyadari hubungan dan tanggung jawab mereka dengan semua persekutuan di surga dan di bumi yang juga berakar dalam kasih Yesus Kristus, dan yang juga didasarkan pada fondasi kesaksian para rasul bahwa Yesus sesungguhnya adalah Anak Allah yang hidup.

Oleh karena itu, kita mengatur doa dengan baik di dalam ibadah kita sehingga setiap orang yang datang dapat menghayatinya, dan berkata: ”Ya Tuhan, bukalah bibirku, supaya mulutku memberitakan puji-pujian kepada-Mu!”, (Mzm 51:15). Pelayanan firman, doa dan pengucapan syukur juga dinyatakan dalam nyanyian-nyanyian, demikian kata Paulus:

background image

”Hendaklah perkataan Kristus tinggal dengan limpahnya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan pujipujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu”, (Kol 3:16). Dan

”... berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita”, (Ef 5:19-20).

Di samping semua unsur yang penting ini, ibadah juga memberi tempat kepada sakramen-sakramen. Hanya iman yang membuat kita mendapat bagian dalam Kristus dan segala anugerah-Nya. Iman itu dikerjakan melalui pelayanan firman, dan dikuatkan oleh Roh Kudus melalui penerimaan sakramen, tanda dan meterai yang kudus.

Melalui penerimaan sakramen, Allah menerangkan dan memeteraikan kepada umat-Nya secara sangat jelas janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada kita pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat, karena pengurbanan Kristus yang satu-satunya, yang telah terjadi di kayu salib. Oleh karena begitu pentingnya, maka pelayanan sakramen-sakramen akan diatur secara saksama dan dengan taat.

Sikap persembahan ini juga diperhatikan dalam korban-korban syukur sebagai perbuatan yang mencirikan seluruh ibadah:

background image

”Karena itu, saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persem bahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itulah ibadahmu yang sejati”, (Rm 12:1). Sikap kita seperti yang diungkapkan Daud dalam Mazmur 51:19:

”Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah”.

Beginilah perumusan singkat semua unsur yang perlu ada dalam hal ibadah, sebagai segmen pertama dan utama pada gereja yang kita rintis atau bangun. Kadang kala situasi politik tidak mengizinkan jemaat untuk meng-atur ibadah di muka umum. Terpaksa ibadah itu diatur secarasembunyi-sembunyi dan ilegal. Dalam situasi yang lain, di tengah masyarakat yang miskin, tempat ibadah itu juga mencerminkan situasi itu, dan pasti akan diadakan pada tempat yang sederhana. Dalam situasi yang serba cukup, jemaat mulai siap untuk mencerminkan sikap dan imannya juga dalam pembangunan gereja yang lebih indah, sesuai dengan kemampuannya sendiri.

Aset minimal pertama adalah Alkitab, buku nyanyian, seorang pelayan firman yang terpelajar, suatu tempat yang teduh dan aman, alat-alat musik, perangkat sakramen, dan, jikalau perlu, juru bahasa.

Kesimpulan: Mengenai ibadah dalam proyek perintisan gereja, maka wajiblah semua yang terlibat mengaturnya secara baik dan bertanggung jawab

  • secara tepat, dalam waktu-waktu yang tertentu, secara teratur;
  • sehingga jemaat dapat bersinar bagaikan pengantin perempuan;
  • sehingga jemaat dapat bersukaria di dalam Tuhan dan bersorak-sorai di dalam Yesus Kristus, dan makin dikenakan pakaian kesela-matan dan diselubungi dengan jubah kebenaran (Yes 61:10).
  • sehingga melalui ibadah itu diperlihatkan dan dihayati sifat hubungan kita dengan Allah, yaitu perjanjian anugerah;
  • dalam semuanya ini kita mendukung dan mendorong pelayan-pela-yan firman dan, jikalau perlu, siap menasihatinya;
  • ibadah memberikan tempat yang indah dalam suasana merayakan setiap saat pelayanan sakramen baptisan dan perjamuan kudus;
  • semua orang yang datang, khususnya para anggota jemaat, dimohon dan diwajibkan untuk mempersembahkan kepada Tuhan sehingga ibadah itu dapat terus berlangsung;
  • keterlibatan para hadirin dalam ibadah akan distimulasikan, misalnya, dalam pembacaan Alkitab, doa, musik, menyanyi, dan sebagainya.
  • di dalam ibadah semua kelompok diperhatikan sebaik-baiknya (anak-anak, orang tua, orang di luar, orang sakit, orang miskin, orang yang dipenjarakan, dan seterusnya), kadang kala dalam ibadah-ibadah khu sus bagi kelompok tertentu.
  • harus ada perhatian khusus bagi mereka yang datang dari luar dan yang belum percaya (lihat 1Kor 14).

Untuk sering menyadari dan menghayati realitas baru ini; untuk terus didorong, dikuatkan, dan diajarkan; dan untuk mendiamkan suara si pembohong; mereka pada waktu-waktu tertentu berkumpul untuk menikmati hidangan rohani yang kaya akan pengetahuan/penghayatan terhadap kasih Allah Untuk makin menyadari kebenaran bahwa mereka sesungguhnya adalah umat perjanjian kasih karunia-Nya, mereka dituntun Allah melalui pelayanan firman dan pekabaran Injil, pelayanan baptisan, pemecahan roti, peminuman anggur, berkata-kata dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani pengucapan syukur dan syafaa dalam nama Allah Tritunggal, dalam pelayanan kasih bagi Dia dan sesama.

Batu Kedua: Marturika

2. PEKABARAN INJIL MARTURIKA GEREJA

Segmen kedua yang diperlukan untuk membentuk gereja adalah pe kabaran Injil di dunia. Seorang pekabar Injil yang mendirikan gereja baru, mendirikan jemaat yang sendiri juga sadar dan siap untuk meneruskan penyebaran Injil di dunia. Pekabaran ini merupakan ciri khas gereja, karena gereja adalah terang di atas kaki dian di tengah dunia. Apakah yang diperlihatkan jemaat yang hidup? Kemuliaan Allah, kasih-Nya terhadap semua orang, rencana penyelamatan yang disediakan-Nya dalam Yesus Kristus; semua yang baik, yang adil:

”Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi 6:8)

Semua orang yang dipanggil dan yang datang merupakan suatu umat yang bermisi. Misi itu sudah dilukiskan secara luas dalam bagian pertama buku ini. Jemaat adalah garam dunia (Mat 5:13), dan terang dunia,

”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah pelita, melainkan di atas kaki tempayan sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu” (Mat 5:14-15)

Jika tidak ada pekabaran Injil dari jemaat di dunia, maka jemaat itu bukan gereja yang benar. Setiap jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan Roh Kudus untuk menghimpunkan semua orang yang dipilih Allah. Bukan saja oleh pekabaran Injil melalui kata, melainkan juga melalui semua perilaku jemaat dan para anggotanya. Seluruh ”paket kehi dupan” itu adalah demonstrasi kasih Allah di tengah dunia.

di mana kemah Allah akan ada di tengah-tengah manusia dan Dia akan diam bersama-sama dengan mereka. Gereja tidak hanya objek kasih Allah, tetapi juga, secara sukacita, menjadi cahaya kasih-Nya di tengah dunia, yaitu sarana utama di tangan Allah untuk, pada zaman sejarah dunia-Nya ini, memberitahukan kepada semua orang dan bangsa bahwa merekalah milik-Nya, dibentuk-Nya secara khusus, dilahirkan untuk hidup bebas di hadapan-Nya, untuk menjadi anak-anak-Nya dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya; dibebaskan dari segala utang dosa oleh Yesus Kristus, mereka dijadikan-Nya menjadi pengikut Yesus Kristus; mereka bukan lagi hidup tercerai-berai di dunia, tidak lagi hidup sebagai orang asing, tetapi diterima kembali dalam kasih Allah, dipeluk-Nya, disambut-Nya dengan kasih, diterima dengan senang hati dalam rumah Bapa. bahkan dimohon menjadi pengantin perempuan-Nya.

Misi pekabaran Injil ini memiliki tujuan untuk mengundang sebanyak mungkin orang untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Melalui jalan itu jemaat-jemaat yang ada tumbuh, ataupun membentuk jemaat-jemaat yang baru.

Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion:

”Allah mu itu Raja!” (Yes 52:7).

Anggota-anggota gereja dinasihati dan didorong untuk tidak malu karena Injil, sebab

Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani,

Roma 1:16 (lihat Rm 10; 14–17; Flp 2; 14–16). Pekabaran Injil juga diberikan dalam bentuk nubuat. Gereja dipanggil untuk bernubuat secara terbuka di bidang sosial, politik, ekonomi, ekologi, dan seterusnya. Gereja tidak boleh diam dalam situasi yang buruk secara keadil an atau kebenaran. Menasihati, mengajar, menegur, menegakkan keadilan, memimpin ke arah yang baik (lihat misalnya Dan 3:16, 18; Kis 5:29, 32). Kata-kata tadi mengungkapkan arti bernubuat ini, yang dalam konteks ini bukan berarti meramal atau mengetahui masa depan. Pekabaran Injil juga mencakup dialog antaragama dan diskusi dengan penganut-penganut agama lain. Pendeknya, orang-orang Kristen harus

”... siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungja waban kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah de ngan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena perilaku yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu“, 1 Petrus 3:15-16.

Dialog dengan agama lain tidak gampang. Yang diperlukan adalah pengetahuan spesifik mengenai agama lain itu. Dialog itu juga hanya dapat dibuat dengan sopan, ”dengan lemah lembut dan hormat”. Saran-saran yang mutlak dibutuhkan adalah Alkitab (dalam bahasa target), kebijaksanaan yang baik, penginjil-penginjil yang terpelajar, modal dasar, media, pendekatan yang tepat dengan situasinya.

Melalui itu semua gereja berprakarsa dalam misinya, agar gereja

... mendorong dan memanggil semua orang untuk percaya kepada Allah yang satu-satunya ini baik atau tidak baik waktunya, dengan disengaja atau dengan tidak disengaja.

Dalam nama Kristus gereja meminta dunia: berilah dirimu didamaikan dengan Allah; marilah, ikut kami, atau bangunlah suatu persekutuan yang baru, sesuai dengan penguraian yang diutarakan di sini.

Kesimpulan

Jemaat baru disiapkan dan dimampukan untuk:

  • memberi pengetahuan, pengertian, dan motivasi cukup kepada para anggotanya melalui khotbah dan penataran khusus;
  • menginstruksikan para pena agar mereka memimpin jemaat di bidang misi sebagaimana dilukiskan di dalam buku ini;
  • segala inisiatif yang sudah dimulai (oleh misioner) dilanjutkan dengan semangat, dan diarahkan kepada yang baik dan dengan bantuan yang sepatutnya;
  • setiap anggota jemaat disadarkan akan tanggung jawabnya untuk hidup secara baik sebagai surat Kristus yang dapat dibaca semua orang;
  • seluruh jemaat turut mengambil tanggung jawabnya (dengan mempersembahkan sumbangan dan/atau tenaga) dalam aktivitas khusus yang diatur melalui jemaat;
  • memberi sokongan (dan mendorong para anggota) untuk menjaga alam dan hidup sebagai bendahara bumi yang baik. Hal itu termasuk misi umat Allah:

Pemeliharaan planet bumi diprioritaskan Allah sejak awal. Tugas menguasai penciptaan, mengusaha kan dan memelihara tanah dipercayakan Allah kepada manusia pertama. Kendatipun hukuman atas kemurtadannya sangat mempersulit pelaksanaan tugas itu, perintah dan tanggung jawab indah ini tidak pernah dibatalkan Allah setelah manusia diusir-Nya ke luar dari Taman Eden. Penebusan dalam Kristus menyentuh seluruh penciptaan.

background image

Sebab itu tugas pertama untuk menguasai, memelihara, melindungi, dan mengembangkan alam, tertulis sekali lagi dalam hati orang Kristen dan menjadi darah dagingnya Pokoknya adalah kebijakan yang baik untuk memakai segala hasil dan harta alam, bumi, dan tanah secara jujur dan adil, sehingga bumi berdaya tahan.

Gereja melaksanakan tugas ini dengan mengeluh dan sadar akan kefanaan segala sesuatu, karena semua telah ditaklukkan kepada kesia-siaan.

Pembinasaan bumi tidak dapat dihentikan; sehingga dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saatnya pembaharuan kembali

Batu Ketiga: Diakonika

3. PELAYANAN DIAKONIA GEREJA

Satu aspek mutlak bagi suatu jemaat baru adalah sikap melayani. Gereja yang benar adalah gereja yang ingin membantu dan memperlihatkan kasih. Majelis akan ditetapkan untuk mengatur pekerjaan ini dengan baik dan, jikalau perlu, menetapkandiaken-diaken. Tugas diaken itu terutama untuk mengatur pelayanan yang diperlukan di dalam jemaat, dan di luar jemaat, sehingga jemaat itu benar-benar berfungsi sebagai jemaat yang diakonal. Melalui sokongan, dukungan, bantuan, pemberian, dan persembahan, jemaat memperlihatkan bahwa Yesus adalah kepalanya. Dialah yang telah mengorbankan diri-Nya sendiri dan meneladani sikap melayani yang benar. Komponen ”pelayanan” sebenarnya tidak butuh banyak diskusi. Sangat jelas: pelayanan harus ada. Perbuatan-perbuatan baik adalah bukti-bukti ketaatan jemaat. Di dalam Perjanjian Lama, Allah menuntut perhatian yang tepat dari umat-Nya di bidang ini.

background image

Kemarahan-Nya timbul setiap kali tugas ini diabaikan danjanda-janda, anak-anak piatu, orang-orang miskin, orang-orang pelarian,orang-orang asing, orang-orang lemah kurang dipedulikan. Lihat saja Ulangan 10:19; 24:17-18. Dan lihat bagaimana nabi-nabi bernubuat dan memper-lihatkan murka Tuhan di mana saja hal ini diabaikan. Setelah pendirian jemaat-jemaat pertama dalam Perjanjian Baru, satu hal yang sangat mencolok: orang-orang Kristen pertama memperlihatkan diri sebagai murid-murid Kristus yang baik, justru karena perbuatan mereka dalam hal kasih (baca Kis 2:44 47; 4:32 36). Rasul Yakobus mengajar jemaat pertama dalam suratnya:

”Ibadah yang murni dan yang tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia”, Yakobus 1:27; 2:14-17.

Hal yang sama ditekankan Paulus dan Yohanes (Rm 12:10, 13; 1Yoh 4:21). Paulus membandingkan jemaat dengan tubuh di mana semua anggota saling menyokong, membina, dan memperlengkapi (1Kor 12:12, 27; Ef 4:13-16; 2Kor 8:10, 15; 9:1, 11; Rm 15:15). Gereja adalah: ”... bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (1Ptr 2:9)

Bantuan dan pelayanan diakonal ini jangan hanya diberikan kepada saudara-saudari seiman, melainkan kepada semua orang yang membutuhkannya, dalam seluruh masyarakat (Gal 6:10; 1Tes 3:12). Sangat jelas, siapa yang ingin merintis jemaat yang baru, ia harus menempatkan elemen tersebut agar jemaat itu menjadi gereja yang benar. Dalam hal ini majelis harus ditata tanggung jawabnya sehingga seluruh jemaat siap melayani. Melalui supervisi, organisasi, dan stimulasi bidang diakonal ini akan dibina terus. Seorang perintis gereja (dan tim yang mendukungnya) wajib membangun gereja yang memiliki sikap pelayanan ini tersebut. Dengan penetapan dan penataran diaken-diaken, mereka menjamin hal ini dengan baik. Dengan demikian, nasihat Petrus terpenuhi:

Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengelola yang baik dari kasih anugerah Allah, 1 Petrus 4:10.

Dan amanat Yesus juga terpenuhi dalam kehidupan jemaat baru itu:

Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu menjenguk Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku, (Mat 25:35-36).

Undangan Kerajaan Allah ini sangat jelas, Raja Yesus Kristus berkata:

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku, (Mat 25:40). Sarana-sarana yang diperlukan untuk mewujudkan pelayanan di dalam dan oleh jemaat Kristen adalah: kepercayaan kuat, keinginan untuk hidup sebagai murid Yesus, hati yang penuh kasih terhadap orang lain, uang (kadang kala sedikit sudah cukup), sumber-sumber lain, barang-barang, apa saja, sesuai dengan kebutuhan yang ditemukan. Barnabas sudah menjadi teladan yang luar biasa; ia mewujudkan arti namanya (yaitu anak peng-hiburan) dalam perbuatannya: Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul, Kisah Para Rasul 4:36-37. Atau motivasi dari cerita seorang janda yang miskin. Ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit, ke dalam peti persembah an (Mrk 12:42). Perwujudan bidang ini sangat tergantung dari hati orang yang menjadi anggota jemaat. Hal ini membutuhkan doa dan nasihat, karena tidak boleh dengan paksa, melainkan dengan lemah lembut.

Mereka berkumpul bersama-sama untuk merayakan pendamaian dengan Allah dan pendamaian antarmanusia; untuk bersyukur bersama-sama kepada Allah; untuk berjalan bersama-sama dengan Dia, di dalam taman iman, pengharapan, dan kasih; untuk mendengar bunyi langkah-Nya melalui masa dan saat mendebarkan hati-Nya menuju bumi baru. Bersama-sama mereka berjalan, saling menegakkan kepala, saling membantu, saling menyokong, melalui kehidupan yang masih sering terkoyak. Di dalam kehidupan itu Allah menjadi Dia yang tanpa-Nya kehidupan tidak mempunyai arti. Tanpa Dia jalan kehidupan adalah jalan buntu

Batu Keempat: Poimenika

4. PENGGEMBALAAN POIMENIKA GEREJA

”Penggembalaan” adalah unsur mutlak yang menjadi sifat gereja yang benar, satu dari enam unsur yang dilukiskan kita dalam kategori ”harus ada”. Gereja yang taat akan mewujudkan penggembalaan secara baik. Kalau tidak, tidak taat. Dengan memedulikan ”penggembalaan”, gereja mengikuti Gembala Agung yang amat baik, Yesus Kristus. Pengasuhan pastoral (konseling, perawatan jiwa) diwajibkan di dalam jemaat antar-anggotanya. Supervisi konseling itu ada ditangan majelis dan pendeta/pelayan firman. Pekerjaan ini membutuhkan disiplin yang ketat sehingga tidak ada yang diabaikan, melainkan dipedulikan―terhadap setiap anggota jemaat, setiap keluarga Kristen dan bahkan, di mana perlu, di luar jemaat.

Allah sendiri memakai ”gembala” sebagai metafora yang tepat bagi tugas ini: ”Selamatkanlah kiranya umat-Mu dan berkatilah milik-Mu sendiri, gembalakan-lah mereka dan dukunglah mereka untuk selama-lamanya”, Mazmur 28:9. Ia sendiri disebut ”Gembala Israel” (Mzm 80:1). Umat-Nya memuji Allah sebagai ”Gem-bala” (Mzm 23). Kiasan ini secara tepat dan bagus memperlihatkan asuhan Allah, dukungan-Nya, kasih-Nya, bimbing an-Nya. Menurut kiasan ini para penatua juga disebutgembala-gembala. Mereka mempertanggungjawabkan fungsinya sebagai gembala yang baik, atas nama Gembala Agung. Menurut contoh Daud, yang ditetapkan sebagai gembala Israel (2Sam 5:2).

background image

Gembala-gembala jemaat akan mencerminkan Gembala yang Baik dan Sempurna (Yes 40:11; Yeh 34:23; Yoh 10:11-16; Ibr 13:20; Why 7:17). Bahkan siap untuk mengorbankan diri seperti Yesus Kristus. Menurut contoh Yesus, para penatua dipanggil untuk menjaga kawanan domba, ya itu jemaat. Seperti Petrus, yang disuruh tiga kali untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh 21:15-17).

Seperti para penatua Efesus yang disuruh Paulus di pantai Miletus:

”Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” Kisah Para Rasul  20:28. (Baca juga 1Tes 5:12-15; Ibr13:17; 1Ptr 5:2; Gal 6:1-2.)

Yesus sendiri menggembalakan jemaat-Nya melalui penatua-penatua.

Tugas utamanya adalah untuk menjaga jiwa-jiwa para anggota. Jemaat harus bersikap rela dan terbuka untuk menerima pimpinan mereka:

”Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya, supaya mereka melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu”, (Ibr 13:17).

Para penatua perlu ditata baik, sehingga mereka tahu dan belajar bagaimana menjalankan tugas utama ini, yang jauh lebih penting daripada membunyikan lonceng gereja pada hari Minggu. Mereka memimpin jemaat secara rohani dan meneladani suatu kehidupan Kristen yang saleh, suci, dan benar. Mereka seba gai gembala juga dipanggil untuk menasihati domba-domba yang sesat (1Tes 5:12), bahkan mengucilkan mereka yang tidak bertobat (Mat 18:17; 1Kor 5:13: ”Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”).

Motivasi utama untuk menggembalakan jemaat adalah kasih. Kasih yang benar akan mendorong untuk mengasuh saudara-saudari dengan baik. Motivasi lain adalah kesadaran bahwa jemaat adalah milik Yesus, yang dibeli-Nya de ngan darah-Nya dan yang sangat berharga dalam mata Tuhan. Penting sekali diingat bahwa kesehatan rohani jemaat harus dipeli-hara dengan bijak, agar kese hatan itu tidak tergantung dari penatua jemaat. Ada tanggung jawab pribadi orang untuk menjaga diri dan untuk menjaga kesehatan rohani anggota lain. Artinya, seluruh jemaat harus dibina ke arah persekutuan yang aman, suasana saling mengasihi, saling menggembalakan, saling mengasuh. Itulah jemaat yang sungguh pastoral. Untuk mewujudkan hal itu, maka para pemimpin (juga pada dalam fase perintisan gereja baru) berusaha untuk mengajar sikap itu kepada setiap

Jemaat yang Bermisi anggota, sehingga anggota-anggota jemaat tahu untuk saling membimbing dan peduli.

Menurut Paulus:

Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus”, Efesus 4:11-12 (baca juga Mat 18:15-18).

background image

Dengan kata lain: penggembalaan adalah tanggung jawab bersama-sama. Anggota-anggota jemaat merupakan suatu tubuh yang utuh; rahasia kekuatan tubuh adalah banyaknya anggota yang berbeda-beda. Tidak ada satu anggota yang tidak penting:

”... justru anggota-anggota tubuh yang tampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. Kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus, dan terhadap anggota-anggota kita yang kurang layak diperlihatkan, kita berikan perhatian khusus”, 1 Korintus 12:22-23.

Kunjungan Rumah merupakan agenda penting untuk mengelola penggembalaan jemaat, dan juga untuk mendorong jemaat untuk saling mengunjungi, untuk berdoa dan bersyukur bersama-sama, dan saling mengajar. Sadarilah kepentingan tujuan utama bidang penggembalaan bagi jemaat, bagi Tuhan, insafilah kata Yakobus: ”ketahuilah bahwa siapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa”,(Yak 5:20).

Pengasuhan pastoral yang baik akan menyelamatkan kehidupan orang!

Batu Kelima: Kateketika

5. PENGAJARAN KATEKETIKA GEREJA

Apakah gereja yang benar dapat hidup tanpa pengajaran yang sehat? Tidak mungkin! Gereja adalah ”tiang penopang dan dasar kebenaran” di dunia (1Tim 3:15). Gereja dipanggil untuk menyimpan kebenaran, yaitu ajaran alkitabiah yang murni dan sehat. Gereja wajib menyimpan dan meneruskan kepada generasi berikutnya. Apakah kebenaran atau ajaran yang dimaksud? Ajaran mengenai Yesus Kristus, yang dipercayakan-Nya kepada para rasul-Nya. Ajaran itu diajarkan kepada mereka oleh Roh Kudus. Dialah yang menuntun mereka (ke-12 rasul) kepada kebenaran yang sempurna:

background image

”Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”, Yohanes 16:13.

Melalui proses itu, para rasul diajar sepenuhnya oleh Roh Kudus; ajaran mereka dijadikan-Nya sebagai dasar gereja, bersama-sama dengan para nabi. Gereja akan dibangun

”... di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, Efesus 2:20.

Amanat Agung juga menyebut pentingnya tugas gereja untuk mengajar:

”... dan ajarlah mereka (bangsa-bangsa dunia) melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”, Matius 28:20.

Maksudnya, pengajaran itu ”tradisi”, ”menyimpan”, ”mengalihkan kepada anak-anak”, agar supaya tidak terhilang, tetapi tetap diingat dan ditaati. Tanggung jawab itu dipercayakan pada gereja; yaitu kepada orang-orang percaya, supaya jemaat-jemaat tetap ”bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan”, Kisah Para Rasul 2:42.

Paulus telah menyebut pentingnya menetapkan pengajar-pengajar di samping rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, dangembala-gembala (Ef 4:11).

Penetapan ini sangat penting, karena ...

”... kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicik an mereka yang menyesatkan. Sebaliknya, dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”, Efesus 4:14-15. Seluruh Alkitab dan sejarah penyelamatan menekankan pengajaran yang baik, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Seluruh Mazmur 119 memuji dengan banyak kata kunci itu, khususnya ayat 105:

”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”.

Dan ”Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anakanakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”, Ulangan 6:6-9.

Manfaatnya sangat jelas bagi Allah dan bagi umat-Nya. Kalau tidak ada pengajaran, maka umat Allah akan binasa. Begitu juga dengan gereja.

Kalau tidak ada ajaran, gereja akan merosot sampai binasa dan punah:

”Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu”, Hosea 4:6.

Tanggung jawab pertama terletak pada orang tua. Mereka harus mulai mengajar anak-anak mereka melalui cerita-cerita alkitabiah dan kemudian mewajibkan mereka mengikuti katekisasi gerejawi. Hal itu sudah mereka janjikan pada saat pembaptisan anak-anak mereka sebagai bayi.

Kemudian, pengajaran Alkitab disimpan dan diteruskan melalui penatar-an-penataran jemaat kaum awam. Mereka terus didorong untuk rindu bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Tuhan, sehingga mereka terus terbina dan siap melawan dosa dan pengajaran yang sesat. Dengan demikian, mereka juga makin mampu untuk bergiat di semua bidang kehidupan gerejawi yang lain. Demikianlah ajaran yang sehat mendukung seluruh kehidupan Kristen dan membuat gereja makin menyinarkan kebenaran firman Allah di dalam dunia. Kekuatan misioner jemaat sangat ditentukan oleh tingkat terpelajarnya para anggotanya. Mari kita melihat terwujudnya pengajaran di tingkat-tingkat yang berikut:

  • para pendeta dan penatua suka untuk terus bertumbuh secara mandiri dalam pengetahuan Alkitab dan hal lain yang penting bagi gereja;
  • mereka mengatur sebagai majelis pengajaran bagi anak-anak perjanjian dengan menyelenggarakan katekisasi;
  • mereka mengatur pengajaran Alkitab bagi kelompok-kelompok lain di dalam jemaat, misalnya, khusus bagi orang tua, atau bagi suami-istri, atau bagi mereka yang ingin mengabarkan Injil, atau bagi mereka yang menyukai kegiatan lain guna masyarakat (politik, dialog agama, ekonomi, dan seterusnya)
  • jemaat merasa terlibat dalam pendidikan teologi di tingkat yang lebih tinggi, sehingga ada pelayan-pelayan firman yang baik.

Jelas sekali, bidang pengajaran ini tidak mudah, tetapi harus ada di setiap jemaat, termasuk juga pada saat perintisannya. Pengajaran gereja itu dimulai dengan hal sederhana dan berkembang terus, juga dalam hubungan dengan gereja-gereja lain atau dalam persekutuan gereja di tingkat nasional dan internasional. Bidang berikutnya (persekutuan) sangat penting bagi organisasi sekolah-sekolah teologi guna menjaga ajaran gereja yang tetap alkitabiah.

background image

Batu Keenam: Koinonika

6. PERSEKUTUAN KOINONIKA GEREJA

Apakah jemaat yang baru dirintis boleh berdiri sendiri, lepas dari gereja-gereja lain? Tidak mungkin. Sejak awal jemaat itu perlu tahu bahwa ada hubungan antara dirinya dan persekutuan-persekutuan lain yang seasas. Kita mengaku kesa tuan gereja dan katolitasnya. Dua ciri gereja ini juga berlaku pada setiap jemaat setempat, terutama secara internal; kemudian dalam jangkauan lebih luas, jemaat setempat perlu memi liki pengetahuan tentang kesatuan dalam tubuh Kristus yang universal. Pengetahuan ini akan membuat mereka merindukan hubungan yang hangat dengan jemaat-jemaat yang lain, mulai dari yang terdekat: di dalam desa, kota, wilayah, negara, sampai ke ujung bumi. Pengalaman persekutuan ini akan memperlihatkan apa yang disebut ”koinonia gereja”.

background image

Jemaat-jemaat mula-mula saling menyokong dan menghiburkan (lihat Kis 11:19-23). Hal yang juga diteladani para rasul pada masa itu adalah tanggung jawab bersama dalam menjaga ajar an gereja. Untuk maksud itu mereka berkumpul dalam suatu rapat gerejawi di Yerusalem (Kis 15) untuk membahas dan memutus masalah ajaran mengenai sunat. Selain itu, ada jemaat yang membantu jemaat kota lain dengan menyumbang uang, seperti jemaat di Makedonia yang menyokong secara finansial jemaat di Yerusalem (2Kor 8 dan 9). Kiasan ”tubuh” bukan saja dipakai untuk jemaat setempat (1Kor 12), melainkan juga untuk persekutuan gereja sedunia,

background image

”... berusahalah memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di dalam semua”, Efesus 4:3-6. Itulah keinginan dan doa Yesus Kristus tatkala Ia berdoa

”... supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu ...”, Yohanes 17:21-23.

Ternyata ”kesatuan” adalah hal yang sangat penting bagi kepala gereja, Yesus Kristus. Seakan-akan Ia pada saat itu sudah tahu bahaya perpecahan, cenderungan manusia akan fragmentasi. Tujuannya kebersatuan itu juga nyata dalam doa-Nya: supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Itu bukan hal yang kecil! Dan jelaslah, juga ada tujuan lain, yaitu kesatuan untuk saling membantu secara praktis di segala bidang gerejawi, untuk membantu gereja itu yang berkekurangan, ”Hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan keku rang an mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurang an kamu, supaya ada keseimbangan”, 2 Korintus 8:14.

Hal yang sangat penting itu perlu dipraktikkan secara seksama dan dengan tujuan utama, yaitu ”melimpahkan ucapan syukur kepada Allah”, 2 Korintus 9:12. Jadi, pada saat perintisan gereja yang baru, aspek ”koinonia” dengan gereja-gereja yang lain perlu diperhatikan dan dirintis dengan baik, supaya di kemudian hari tetap diperhatikan dan dinikmati, menjelang kedatangan Yesus Kristus kembali dan turunnya Yerusalem Baru.

background image

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    G. Riemer
  3. ISBN:
    978-602-1006-52-8
  4. Copyright:
    LITINDO © 2021
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih