Tujuan Bagian II adalah penunaian hasil Bagian I. Dengan demikian, buku ini benar-benar menjadi pedoman misioner bagi tiap orang, jemaat, organisasi, sponsor, dan lain-lain, yang pelaksanaan misinya dapat dikelola semakin efektif dan bertanggung jawab.
MANDAT (perintah untuk bermisi)
BIDANG-BIDANG
PEMBINAAN
ORGANISASI
”Siapa yang dipanggil untuk bermisi?” Jawaban atas pertanyaan ini meng-hasilkan beragam pendekatan misi gereja yang semua penting.Semua anggota! Seluruh gereja!
Semua anggota! Seluruh gereja!
”Gereja” = ”misi”, lihat Bagian I. Setiap anggota bertanggung jawab untuk berfungsi dalam rangka misi itu karena setiap anggota memainkan peranan istimewa dalam seluruh tubuh gereja itu. Setiap anggota dipanggil untuk bertindak sesuai dengan talentanya juga. Alkitab memakaikiasan-kiasan untuk menekankan hal itu: satu tubuh dengan anggota banyak, 1 Korintus 12:12; suatu rumah rohani dengan batu-batu yang hidup, 1 Pe-trus 2:5. Kehidupan internal jemaat di semua bidang sangat menentukan kekuatan misioner di tengah masyarakat. Kondisi internal jemaat adalah kunci sukses misi jemaat.Beragam karunia > Beragam pekerjaan
Beragam karunia > Beragam pekerjaan
Ada rupa-rupa karunia, ada rupa-rupa pelayanan, ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, ada orang yang pandai menciptakan ibadah, lain yang kuat dalam hal organisasi, ada yang khusus dalam aksi proklamasi, atau yang rela di bidang pelayanan, ada juru mengajar, dan ada yang suka memba-ngun hubungan dengan gereja lain. Semua hal ini memengaruhi misi gereja. Tetapi, tidak semua terlibat dalam proklamasi secara langsung, tidak semua terlibat dalam aksi misioner yang direncanakan, tidak semua diutus menjadi penginjil, dan tidak semua mulai merintis jemaat baru. Jemaat sangat membutuhkan spesialisasi internal, sehingga misi eksternalnya makin kuat. Semua faktor itu berdampak bagi setiap aksi misio ner yang direncanakan (entah dekat, entah jauh). Tetapi, tidak semua terlibat dalam pelaksanaan aksi itu. Tidak semua memikul tanggung ja wab yang sama di bidang misioner. Ada yang dikhususkan, ada panitia, ada yang diutus, ada yang berprofesi pekerja penuh waktu di bidang itu.Gereja
Gereja
Semua anggota gereja bertanggung jawab, tetapi hanya anggota gereja tertentu yang dipanggil secara khusus di bidang misioner yang khusus, yaitu mereka yang dipilih jemaat berdasarkan kemampuan mereka.
”KESAKSIAN”
Misi gereja dapat diungkapkan dalam satu istilah alkitabiah: bersaksi. Tu-juan umumnya adalah menyelamatkan orang dari kebinasaan. Itulah tujuan utama dari ”bersaksi” .
Dunia harus tahu tentang murka Allah dan penyelamatan dunia. Sama seperti pada zaman Nuh: kejahatan manusia sangat meningkat. Kecende-rungan hatinya membuahkan kejahatan semata-mata (Kej 6:5). Selama Nuh membangun bahtera, masih ada kesempatan untuk bertobat. Sama seperti masyarakat Niniwe diberikan kesempatan untuk bertobat. Yunus mengabarkan hukuman Allah atas mereka. Mereka bertobat, dan kata-kata Yunus memperlihatkan sifat Allah: ”Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia ...”, Yunus 4:2. Begitu pula pada masa kita. Allah ”... sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”, 2 Petrus 3:9. Selama Kristus belum kembali, gereja diberi waktu dan tugas untuk ”bersaksi”. Dalam bahasa Yunani Alkitab kata itu adalah ”martureo”. Mari kita memberikan definisi C.J. Haak mengenai ”martureo”:
Bersaksi (martureo) adalah tugas utama yang diberikan Allah kepada gereja dan para anggotanya untuk mengabarkan INJIL dan KERAJAAN ALLAH:
”Gereja” dan ”para anggotanya” …
Tugas ”bersaksi", dan pada umumnya ”misi gereja” diberikan kepada jemaat sebagai tubuh. Tetapi, siapa yang harus mengelolanya dengan baik?
Semua bidang kehidupan jemaat (lihat Bagian I) didorong, dibina, dan dibimbing oleh majelis gereja. Begitu pula dengan misi gereja. Semua anggota terlibat, tetapi yang bertanggung jawab kepada gereja adalah orga-nisasinya. Misi gereja membutuhkan wadah gerejawi. Hal itu sangat penting dalam praktik misi gereja. Mengapa? Karena kebijakan untuk merintis gereja baru membutuhkan keputusan gerejawi-sesuai dengan Alkitab dan aturan gereja. Mewadahi misi Di bidang misi muncul banyak prakarsa perorangan. Maksudnya sangat baik, dan hasilnya juga tidak selalu salah. Kadang kala sangat baik juga. Tetapi, wadah perorangan tidak memiliki wewenang untuk menahbiskan penatua atau untuk mendewasakan sebuah gereja. Jadi, perlu ada wadah gerejawi yang menilik seluruh proses misi dari awal sampai akhir. Studi, pembinaan khusus, penentuan kebijakan, pengambilan keputusan secara sah, dan sebagainya. itu semua sangat diperlukan. Wadah perorang an tidak berhak mengambil keputusan-keputusan gerejawi.
Kemalasan gerejawi Ada masa di mana kepemimpinan gereja malas di bidang misi, sehingga orang per orang mengambil alih tugas pekabaran Injil dan pela yanan lain-nya di dunia. Mudah-mudahan prakarsa itu berbuah baik. Tetapi, situasi itu penuh risiko. Tugas misi gereja diberikan kepada tubuh gereja yang dipimpin oleh penatua jemaat. Jikalau kepemimpinan gereja mengabaikan tugasnya, maka kualitas misi dipertanyakan. Gereja harus segera menggarapkan kembali tugas yang mulia ini.
Singkatnya
TANGGUNG JAWAB MISI GEREJA DIPERCAYAKAN KRISTUS KEPADA PARA RASUL-NYA DAN MELALUI MEREKA, KEPADA PENATUA GEREJA.
Dua Sisi Misi Gereja Ada dua sisi misi yang perlu dibedakan secara organisasi. 1. MEMANCARKAN INJIL DI SEGALA BIDANG KEHIDUPAN Kehidupan jemaat = misi. Kehidupan Kristen memancarkan rencana dan kehendak Allah di dunia yang fana. Jemaat yang aktif di semua bidang kehidupan gereja, memperkenalkan dan mengagungkan Tuhan. Kehidupan ini adalah ”kesaksian yang baik” mengenai jalan Tuhan di dunia. Di dalamnya kita membedakan beragam aspek:
Pedoman operasional untuk gereja (akhir bagian I) menyoroti banyaknya aspek kegiatan warga jemaat. Apakah dampaknya terhadap misi gereja?
Apakah semua bersifat gerejawi?
Sering kali dalam misiologi dipertanyakan soal: apakah sebenarnya tanggung jawab gereja? Semua bidang kehidupan? Umpamanya: apa kah ”pen-didikan” adalah tugas gereja? Atau ”penegakan keadilan”? Atau ”pe rawatan psikiatri”? Atau ”perbuatan amal”? Atau ”konseling”? Apa kah ”politik” merupakan topik agenda majelis gereja? Atau ”ekonomi dan etikanya”?
”Ekologi” (pemeliharaan bumi dan alam)?
Untuk menjaga agenda gereja, Tata Gereja Belanda (1619) menye-butkan bahwa ”dalam sidang-sidang gerejawi tidak akan dibahas perkara apa pun selain yang bersifat gerejawi, dan dengan cara gerejawi”, artikel 30. Tetapi apakah sebenarnya yang ”bersifat gerejawi”?
Pendekatan holistis?
Diskusi ini penting dan kompleks, khususnya yang berhubungan de ngan pokok ”misi gereja”. Apakah semua bidang itu merupakan ”misi gereja”?
Jika ya, apakah gereja perlu peduli terhadap semuanya itu? Konsep Misio Dei memang ke arah itu. Pendekatan ini disebut ”holistis”. Jelaslah, dampak pendekatan itu sangat besar bagi tugas misioner.
Pembinaan jemaat yang menyentuh seluruh bidang kehidupan Adakah tugas majelis terhadap seluruh bidang itu? Banyak bidang memang perlu diperhatikan majelis dalam rangka pembinaan gaya hidup Kristen. Tetapi, ”pembinaan” tidak sama dengan ”pengaturan”, ”organisasi”, ”pelak-sanaan”. Untuk organisasi dan prakarsa, majelis hanya mendorong inisiatif orang perorangan di dalam jemaat untuk bergerak. Tadi kita memperlihatkan dua sisi misi gereja. Yang satu (memancarkan Injil di segala bidang kehidupan) perlu dibina dan dipupuk sebaik-baiknya, sehingga semakin kuat Injil dan relevansinya memancar ke seluruh kehidupan. Apakah dampak ”pendekatan holistik” ini terhadap sisi yang satu lagi (mengabarkan Injil dan merintis gereja baru)?
Aksi Kristen Perorangan sangat memengaruhi misi gereja di dunia, baik secara negatif maupun positif, terlebih lagi jika institusi gereja terlibat. Negatif Sejarah gereja, juga kehidupan Kristen, penuh dengan contoh-contoh negatif:
Dan banyak contoh lainnya. Sangat jelas bahwa perilaku jahat menjelekkan nama gereja dan yang lebih buruk lagi, nama Yesus Kristus. Perilaku seperti itu sangat merin-tangi misi Allah di dunia. Akibatnya, gereja justru diolok dan dibenci oleh dunia.
Positif
Menurut Injil Kristus, perbuatan-perbuatan baik tidak menjamin penyelamatan manusia. Paulus sangat jelas mengenai hal itu (lihat Rm 7). Tetapi yang juga sangat jelas: perbuatan-perbuatan baik akan memuliakan nama Tuhan dan nama gereja di tengah masyarakat.
Iklim misi jemaat sangat ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan kekris-tenan. Kalau baik (yakni, buah-buah Roh di bidang sosial, ekonomi, ling-kungan, yuridis, norma seksual, dan seterusnya) maka terang Injil dapat bersinar kuat dan luas. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab itu bersifat gotong royong semua anggota jemaat. Setiap anggota harus sadar efek segala perilakunya terhadap misi Allah dan misi jemaat.
Tidak pernah panggilan untuk bertobat dan hidup saleh dapat disiarkan dari tengah warga jemaat yang hidupnya tidak saleh dan tidak bertobat, serta melanggar titah-titah Tuhan.
Misi awam terjadi karena seorang Kristen hidup secara terbuka, tidak malu untuk bersaksi, penuh kasih, siap untuk membantu sesamanya. Iman dan teladannya membawa terang dalam kehidupan sesamanya, temannya, dan keluarganya.
Kita sudah tahu bahwa setiap anggota jemaat harus sadar akan peran-nya dalam rangka misi jemaat. Gaya hidup Kristen perorangan bisa menguatkan atau melemahkan kekuatan misi gereja, karena kehidupan mereka terbuka bagai surat yang dapat dibaca oleh semua orang, yaitu surat Kristus, 2 Korintus 3:2, 3.
Seorang yang hidup misional sadar bahwa dia sendiri adalah peng-hubung bagi orang yang tidak percaya untuk mulai mengenal Yesus Kristus. Koneksi itu diwujudkan melalui dia, karena gaya hidupnya di tengah konteks kebudayaannya yang mengungkapkan Injil Kristus. Hal itu membutuhkan dorongan dan penataran (instruksi). Dalam gereja perdana, seluruh awam jemaat terlibat dalam misi ini:
”Mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil”, Kisah Para Rasul 8:4.
”Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersebar kabar tentang imanmu kepada Allah”, 1 Tesalonika 1:8.
Setiap rumah Kristen merupakan pusat pekabaran Injil, tempat peng-ajaran (Kis 5:42; 10:22; 16:32), tempat berkumpul untuk berdoa (Kis 12:12; 20:7), tempat persekutuan.
Penginjilan ini kita sebut penginjilan normal/natural/informal.
Penginjilan ini tersiar dari setiap anggota jemaat, terjadi di tengah masyarakat di mana saja ada orang Kristen yang hidup. Sifatnya spontan dan tidak terorganisir. Efeknya menyentuh siapa saja yang berada di ling kungan seorang Kristen tersebut, umpamanya teman sekerjanya, kawan-kawan sekolahnya, para relasinya, para pembelanja perusahaannya, dan lain-lain. Isinya tergantung pada situasi. Bagaimanapun juga, melalui firman atau perbuatan, Injil mendapat kesempatan untuk menyentuh kehidupan orang-orang biasa. Misi jemaat awam yang dilakukan secara normal, spon-tan, aktif, natural, sangat menentukan kualitas dan kuantitas misi jemaat. Boleh dikatakan ini menjadi syarat bagi semua bentuk misi yang lain, yang formal, terorganisir, dan direncanakan.
Rumah tangga keluarga Kristen adalah pelita Injil di tengah dunia.
Kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang palin lemah!?
Metafora ”Kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah,” jika dihubungkan dengan misi jemaat, disimpulkan demikian:
”Kekuatan misi jemaat ditentukan oleh anggota jemaat yang paling lemah!” Apakah pendapatmu tentang ucapan itu?
Salah besar!
Kekuatan jemaat justru ditentukan dengan menjumlahkan kekuatan setiap anggota, ditambah dengan kekuatan sinergi positif yang dibangkitkan oleh semua bersama-sama sehingga 1 + 1 + 1 + 1 = 5, 8, atau bahkan 10. Bukan kuat lemahnya para anggota, melainkan bagaimana orang-orang di dalam jemaat bekerja sama secara sinergis, sebagai persekutuan. Metafora rantai menciptakan ilusi bahwa kekuatan jemaat tidak akan pernah melebihi kekuatan salah satu anggotanya. Gambaran yang sangat lebih baik, yaitu kawanan gajah. Kekuatan rombongan gajah itu tidak ditentukan oleh gajah yang paling lemah, tetapi oleh sinergi di antara gajah-gajah, baik yang kuat maupun yang lemah, untuk mencapai sasarannya dan untuk melindungi masing-masing gajah, baik yang lemah maupun yang kuat.
Setiap anggota wajib terlibat dalam misi gereja sesuai dengan kemam-puannya. Sebagai murid Yesus, setiap orang Kristen seharusnya hidup maksimal bagi-Nya. Karena itu, jemaat perlu dibekali agar mampu meningkatkan kualitas pelayanannya. Untuk itu majelis jemaat perlu menga-dakan program pemuridan (discipleship training). Training itu perlu meningkatkan bobot hubungan dan interaksi semua anggota dengan semua pelayanan gereja. Definisi misional dan operasional gereja menyatakan bahwa semua bidang kehidupan manusia membutuhkan pelayanan kristiani. Dalam misi gereja, semua bidang itu saling terhubung (interdependent) dan harus dihayati jemaat secara terpadu. Misi jemaat bersifat integratif. Integrasi itu bermuara dari sifat Injil.
Tim Keller (dalam bukunya ”Center Church”) menekankan pentingnya integrasi dan sinergi jemaat sebagai berikut ini:
Jikalau kita mendirikan ribuan persekutuan-persekutuan gereja baru yang berhasil
dan kita hanya bisa melakukan semuanya itu karena Alkitab menyuruh kita melakukannya. Demikianlah kita akan melihat Injil yang secara komprehensif dan positif dalam memengaruhi kehidupan bermasyarakat bagi Kristus.
Agar supaya nama Tuhan semesta alam makin dipuji di tengah dunia!
supaya diberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar (bnd 1Ptr 2:9)
Tadi kita sudah melihat bahwa seluruh kehidupan jemaat dan kehi dupan setiap anggota jemaat turut mengambil bagian dalam tugas mi sioner gereja di dunia. Sifatnya spontan dan tidak disengaja (tidak direncanakan).
Cara hidup tersebut adalah prasyarat setiap aksi misioner yang lain. Cara hidup tersebut tak akan ada artinya jikalau tidak diiringi dan dilengkapi program penginjilan yang spesifik dan direncanakan. Karena pe kabaran Injil pada hakikatnya hanya menemukan targetnya jikalau orang-orang yang tidak percaya dipanggil untuk bertobat dan memberikan diri untuk didamaikan dengan Allah (2Kor 5:20), sehingga harus ada program misioner yang secara khusus dan nyata memberitakan firman Tuhan, serta menyatakan apa yang salah, menegor dan menasihati dengan segala ke sabaran dan pengajaran (lihat 2Tim 4:2).
Program seperti itu (entah diinisiasikan perorangan atau kolektif sebagai program jemaat) selalu menuju dan mendorong kepada reaksi dan keputusan orang-orang dan kelompok-kelompok target untuk berbalik kepada Tuhan dan menerima Yesus sebagai Juruselamat.
Inilah inti setiap aksi penginjilan yang disengaja:
mendorong para pendengar Injil untuk menerima (atau menolak)
Kristus sebagai Juruselamat yang satu-satunya. Yakni untuk meng-ambil KEPUTUSAN percaya atau tidak percaya.
Sudah jelas bahwa aksi ini membutuhkan kemampuan dan keteram-pilan khusus yang tidak dituntut dari setiap anggota jemaat. Majelis dapat mengkhususkan beberapa orang untuk tugas ini, membina mereka sesuai dengan tugas mereka, dan mengatur jemaat sehingga seluruh jemaat rela dan siap untuk mendukung proyek ini dengan doa, kegiatan yang sesuai, dan persembahan (berupa uang, kerja, dan sebagainya).
Seorang yang bertobat akan bergabung dengan jemaat yang sudah ada.
STRATEGI MISI GEREJA UNTUK MERINTIS GEREJA BARU BAGI GOLONGAN SPESIFIK DALAM MASYARAKAT MODERN MAJEMUK
Strategi baru: merintis gereja di mana sudah ada gereja Pada masa kini banyak jemaat sudah memiliki identitas tertentu yang dapat merintangi orang untuk masuk dengan mudah, karena di dalamnya sudah ada suasana/iklim yang diciptakan komunitas sebelumnya. Atau kebanyakan anggota jemaat itu berasal dari golongan sosial, misalnya kelas madya, sehingga orang dari golongan lain (misalnya orang miskin, atau dari golongan sosial yang lebih tinggi, ataupun golongan yang diwarnai identitas kebangsaan suku) tidak gampang masuk ke dalam gereja itu. Meninjau stratifikasi masyarakat ini sebagai fakta, maka kita dituntun untuk menciptakan strategi misioner yang modern yang tidak dirintangi perbedaan kelas, status, bahasa, gaya ekspresi, dst. Tinjauan ini memicu perkem bangan strategi dan proyek perintisan gereja di samping gereja yang sudah ada, yaitu gereja khusus untuk golongan masyarakat tertentu. |
Paradoks Gereja
Di dalam gereja Kristus semua orang sama; Allah ”tidak memandang bulu”, Roma 2:11. Injil ada bagi semua orang tanpa perbedaan (Rm 3:22; 10:12; Gal 3:18; Kol 3:11). Semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Ke-benaran ini merupakan inti ciri gereja yang disebut katolisitas gereja. Di sisi lain, gereja terdiri atas semua bangsa, suku, bahasa, kebudayaan, konteks, tingkat, dan seterusnya. Banyak masyarakat dunia pada masa kini bersifat multikultural. Kenyataan itu membutuhkan integrasi agar tidak tumbuh diskriminasi. Perbe-daan kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan itu juga menjadi tantangan bagi negara yang dasarnya Bhinneka Tunggal Ika. Majemuknya masyarakat juga menjadi tantangan bagi gereja yang misioner. Apakah gereja akan mendorong integrasi? Ataukah gereja dapat mengakui segregasi sebagai fakta keadaan misioner, khususnya dalam konteks yang makin multinasional?
Di satu pihak, kita memuji kesatuan gereja, di pihak lain, kita memuji keberagaman orang, justru di dalam gereja. Penghargaan perbedaan ini menuntun kepada strategi perintisan gereja di mana sudah ada gereja, yaitu gereja yang didirikan khusus bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Tidak dengan alasan negatif (misalnya karena ”diskriminasi” atau ”apart-heid”), tetapi positif (karena menghargai konteks/bahasa/kebudayaan = ”kontekstualisasi”).Lebih efektif?
Lebih efektif?
Kontekstualisasi memakai bahasa dan kebudayaan (musik, sastra, seni) sebagai faktor penting dalam perintisan gereja baru. Kepentingan ini sudah lama diakui dalam misi gereja tradisional, yaitu saat gereja mengabarkan Injil ke negara lain, di mana belum ada gereja. Para misio naris makin menekankan kepentingan ”kontekstualisasi” agar gereja yang baru bisa dihayati dengan sungguh-sungguh oleh para anggota jemaatnya karena ditanam dan berakar dalam kebudayaan mereka sendiri. Dengan demikian, gereja tidak dipandang sebagai tubuh yang asing dan aneh, tetapi sebagai tubuh diri sendiri. Metode ini dianggap lebih kuat dan efektif.
Perencanaan proyek perintisan gereja:
Kita sedang mengeksplorasi cara-cara jemaat yang menjunjung sifat misioner. Perintisan gereja di mana sudah ada gereja adalah satu cara untuk mewujudkan misi jemaat. Bagaimanakah jemaat dapat memutuskan untuk memprakarsai sendiri perintisan gereja di samping dirinya sendiri?
Proses ini membutuhkan suatu rencana yang tertulis yang mencakup visi, misi, tujuan-tujuan, strategi operasional, rencana jangka panjang (atau tahunan), rencana jangka panjang (untuk 5 atau 10 tahun). Untuk melakukan rencana itu secara bertanggung jawab maka perlu ada organisasi dan struktur yang ketat, serta manajemen yang modern. Kalau itu belum ada, maka jemaat harus mulai membentuknya sebelum masuk praktik perin-tisan gereja baru, agar program misioner ini tetap mengikuti visi yang baik dan tidak gagal.
Amanat Agung yang diberikan Yesus ketika kenaikan-Nya ke surga (Mat 28) telah meletakkan dasar pada semua aktivitas misioner para rasul, dan berdasarkan itu pada semua gereja. Amanat itu telah berhasil dan diwu-judkan di seluruh dunia, sehingga 2.000 tahun kemudian hampir tidak ada lagi bangsa yang belum mendengar Injil Kerajaan Allah. Gereja perdana mulai membawa Injil ke mana-mana dalam dunia mereka saat itu. Tidak lama setelah kenaikan Yesus ke surga sudah ada banyak sekali bangsa yang memuji Allah dan mengaku Yesus dalam bahasa mereka sendiri. Tetapi belum ”sampai ke ujung-ujung bumi”. Sejarah gereja memperlihatkan bagaimana kabar Injil disebarkan ke mana-mana, dan dengan berbagai cara. Di antaranya ada juga cara yang salah, misalnya, dengan memakai ancaman kematian sebagai alat paksaan.
Ada juga waktu di mana gereja mengabaikan tugasnya untuk bersaksi di dunia, atau di mana gereja menyamakan diri dengan kuasa-kuasa dunia (politik, ekonomi, penjajahan). Di waktu lain gereja mengangkat kembali misinya dengan semangat yang baru. Pada abad ke-19 dan ke-20gereja-gereja di dunia barat dengan rajin merencanakan pekabaran Injil di mana belum ada gereja. Tujuannya adalah perintisan gereja-gereja yang baru, di negara-negara di mana belum ada gereja. Pada masa kini gereja-gereja barat mulai mengundurkan diri dari negara-negara tersebut, karenagereja-gereja yang ditanam di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan sudah dewasa dan mengambil alih semua tugas gereja, termasuk juga tugas misioner. Mereka makin giat bermisi di negara mereka sendiri, atau juga dinegara-negara baru lainnya. Pasti masih ada tempat di dunia di mana orang belum mendengar In-jil Kristus. Tempat-tempat itu dapat ditargetkan sebagai tempat program pekabaran Injil dan perintisan gereja. Amanat Agung terus diselenggarakan sampai tercapai tujuan Allah, dan Kristus datang kembali.
Tentang masa dan waktunya itu kita tahu benar-benar bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam (lihat 1Tes 5:1-2).
Bagian I buku ini berakhir dengan Definisi Operasional Gereja. Definisi ini merupakan inti ajaran misioner yang saya sajikan dalam buku ini. Secara tradisional gereja mengakui diri dengan memakai empat acuan ciri nya, yaitu satu, kudus, katolik (= umum, universal), dan apostolik (= berdasarkan ajaran para rasul). Dalam seluruh buku ini kita melihat gereja secara praktis, sehingga makin jelas bagi kita apakah gereja yang ingin kita bangun atau rintis adalah gereja baru? Apakah kita perlu memper-hatikan semua bidang? Apa yang perlu diperhatikan oleh majelis gereja?
Oleh panitia pekabaran Injil? Atau oleh para penginjil dan utusan gereja?
Secara mutlak, umat yang bermisi membutuhkan visi, misi, dan strategi yang relevan dan efektif di bidang misioner. Dengan tujuan itu kita sudah menyoroti segala segi gereja dan semua segmennya (lihat Bagian I). Pengetahuan ini akan memainkan peran krusial di semua tingkat program gereja, khususnya di mana gereja berprakarsa untuk merintis gereja yang baru di dalam konteks yang baru.
Enam bidang kerja
Karena kepentingannya dalam rangka pekabaran Injil, maka di bawah ini kita membedakan enam bidang kerja (berdasarkan teologi praktis) dan merumuskan setiap bidang itu di satu halaman, menjadi pedoman opera-sional di tangan setiap orang yang terlibat dalam tugas misioner gereja:
1. ibadah (LITURGIKA)
2. pekabaran Injil (MARTURIKA)
3. pelayanan (DIAKONIKA)
4. penggembalaan (POIMENIKA)
5. pengajaran (KATEKETIKA)
6. persekutuan (OIKUMENIKA)
Enam bidang ini merupakan enam batu penjuru untuk membangun gereja.
Pada halaman berikut ini, kita menyajikan pedoman praktis untuk menyusun setiap batu itu sebagaimana diajukan Alkitab.