Pada Bagian ke-V semua pokok buku ini tergabung dan mengarah kepada mereka yang Allah tetapkan untuk memerintah gereja-Nya: para penatua, atau majelis jemaat. Sudah berulang kali ditegaskan bahwa majelis gereja bertanggung jawab agar semuanya berjalan teratur di dalam jemaat Tuhan. Penatua-penatua sebagai majelis dipercayai Allah untuk mengepalai gereja-Nya di dunia ini. Itu tidak berarti bahwa mereka dipanggil untuk melakukan segala tugas dan tanggung jawab gereja sendirian. Justru tidak. Mereka harus membina seluruh jemaat sehingga semua karunia dan talenta yang terdapat dalam jemaat diangkat dan dipakai secara optimal, supaya semua anggota tubuh jemaat sehat dan berfungsi, secara ”rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuh annya dan membangun dirinya dalam kasih”, Efesus 4:16. Dalam organisasi perintisan gereja yang baru dan penerimaan anggota gereja yang baru untuk dibaptis, majelis gereja berperan sebagai wadah yang berwawasan. Hak pengambil keputusan ini tidak ada di tangan si perintis gereja atau penginjilnya. Kerja mereka dilakukan atas nama gereja; yaitu gereja yang mengutus; berarti gereja yang memutuskan.
Para penatua harus sadar akan tanggung jawab yang indah ini, yang juga menuntut dari mereka hikmat kebijaksanaan serta wawasan yang cukup untuk menyelenggarakan tugas mereka di segala bidang kehidupan gereja, termasuk juga bidang misioner. Para penatua (termasuk pendeta)
dipanggil menjaga ajaran rasuli, untuk menggembalakan dan mengajar, ”untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus”, Efesus 4:12. Dengan menetapkan para penatua, Allah membuktikan diri-Nya sebagai Manager yang Baik. Bidang misioner jemaat membutuhkan peme-rintahan yang stabil dan tekad yang mantap. Tanpa melepaskan wawasan utama mereka, majelis juga dapat menetapkan panitia atau badan pengurus khusus bagi tugas misioner gereja, asal syarat-syaratnya diperhatikan.
Seni Hari-hari Penciptaan (Kejadian 1)
WADAH GEREJAWI YANG BERSATU
Seseorang yang merasa terpanggil untuk pekabaran Injil atau untuk perin tisan gereja tidak bisa bertindak apa pun atas namanya sendiri. Antu siasme dan kesanggupannya harus diketahui jemaat (atau wadah gereja yang mengatur misi gereja) sehingga ia dapat dipanggil (atau tidak) secara resmi dan teratur. Semua yang diperbuatnya kemudian akan dilakukan atas nama gereja, dan sesuai dengan struktur, metode, peren-canaan, dan sebagai nya yang ditetapkan gereja itu. Utusan-utusan yang tidak diutus oleh gereja, akan gampang kalah atau dipersalahkan karena sangkaan memperkayakan diri, atau meninggikan diri. Dari awalnya jemaat baru harus mengetahui bahwa mereka bukan hasil prakarsa perorangan, tetapi hasil gereja yang mengutus. Dengan begitu, menjadi jelas bahwa status jemaat baru itu terhubung dengan gereja lain, terhubung dengan tubuh Kristus di dunia ini. Dari permulaan kehidupan-nya, jemaat boleh mengalami persekutuan dengan jemaat lain, yang siap mendukungnya di mana perlu, yang siap juga menasihatinya jikalau perlu.
Demikianlah gereja baru akan memperoleh posisinya dalam perse-kutuan gereja-gereja yang dekat dan yang jauh. Persekutuan itu disifatkan oleh dua istilah inti:
Dua tiang ini memikul sistem pemerintahan gereja sesuai dengan Alkitab. Artinya: saling mendukung, tanpa saling menguasai. Saling memba ngun, jangan saling merusak. Saling mengasihi, jangan saling menghina. Persekutuan diberikan Kristus sendiri dalam diri-Nya sendiri, untuk memelihara, menjaga, dan membina gereja-gereja setempat. Bersama-sama taat, bersama-sama kuat, bersama-sama bertanggung jawab, satu kerajaan, satu Roh, satu roti, satu cawan, banyak anggota, banyak kuasa, banyak daya sumber, tambah kasih, tambah kuasa misioner, tambah mempermuliakan nama Allah Tritunggal. Sehubungan dengan tema ini: renungkanlah Roma 1:7-17; 15:14-33; 16:17-27; Yohanes 17:19-23; Efesus 4:2-5; 1 Korintus 12; 2 Korintus 8/9.
Sejarah pekabaran Injil dan perintisanan gereja (”zending”) memperli-hatkan banyak sekali kerumitan dan risiko, dan pergumulan besar untuk mengatasi masalah-masalah dan kesalahan-kesalahan di bidang itu. Ba-nyak kesulitan disebabkan oleh gesekan kepentingan dua pihak yang ada, yakni ”gereja induk” dan ”gereja anak (cabang)”.
Inti masalahnya adalah kebijakan gereja yang mengutus (dan setara dengan itu adalah orang atau tim utusan) terhadap ketegangan antara kebebasan dan keterkaitan yang diajarkan kepada jemaat baru. Sebab (se-bagaimana banyak terjadi dalam sejarah misi) gereja induk dapat menjadi dominan terhadap gereja anak (cabang) dan menuntut banyak yang perlu dibentuk sesuai dengan kebiasaan gereja induk. Akhirnya, gereja anak akan sangat mirip dengan semua kebiasaan induknya, di segala bidang kehidupannya. Seakan-akan tidak ada perbedaan budaya, konteks, semangat, gaya ekspresi, bahasa, sastra, keterampilan (di bidang komunikasi, khot-bah, pendi dikan). Pengabaian perbedaan-perbedaan itu menghasilkan duplikasi gereja induk di lintas budaya: ibadahnya sama, cara berkhotbah sama, cara katekesasi sama, bahkan arsitektur gedung gereja juga sama. Masyarakat di sekelilingnya akan melihatnya sebagai badan usaha asing, ”produk impor” yang dibangun dengan modal asing dan oleh warga negara asing, seakan-akan gereja itu ditanam dan berakar dalam tanah asing.
Itu berarti bahwa proyek perintisan gereja mesti diberi kebebasan untuk menyesuaikan gereja baru itu kepada konteks setempat. Si perintis gereja wajib mendorong orang-orang yang bertobat untuk menggunakan kebebasan mereka untuk menciptakan lagu-lagu mereka, untuk memakaialat-alat musik mereka, untuk melepaskan gaya emosi mereka di hadapan Allah.
Allah tidak berkenan akan kepalsuan, melainkan yang orisinal dan autentik. Je-maat asli itu akan menghayati gereja mereka sebagai aktivitas hati dan jiwa mereka, dari dalam batin mereka, batin yang sekarang diterangi Roh Kudus.
KONTEKSTUALISASI YANG KREATIF MENJAMIN PERINTISAN GEREJA YANG MEMBUMI
Di samping kebebasan lokal jemaat, gereja perintis harus memperhatikan keterkaitan jemaat lokal dengan gereja-gereja lain. Keterkaitan ini sangat alkitabiah, mengingat kesatuan tubuh Kristus. Keterkaitan itu secara ”alamiah” ada dalam hubungan dengan gereja induk, tetapi akan dikembangkan secara ”multilateral”, yaitu hubungan gerejawi dengan banyak gereja lain, sesuai dengan situasi jemaat baru itu.
Apakah artinya keterkaitan itu bagi jemaat setempat?
Risiko ketergantungan pada gereja-gereja lain
Keterkaitan ini tidak boleh mencegah kebebasan dan kemandirian jemaat setempat, yaitu terutama dalam mengelola pemerintahannya sendiri. Keterkaitan dengan gereja lain (terutama di bidang finansial) dapat menyakitkan jemaat baru itu. Jemaat baru mulai menderita dependency syndrome (sindrom ketergan-tungan). Gejala-gejalanya adalah ① kemalasan ② terlalu gampang berharap ③ sekadar bersikap manis terhadap si pembantu (”lip service”) ④ korupsi ⑤ kehilangan ide menjadi tuan di tanah sendiri ⑥ kecurigaan antarsaudara ⑦ kelemahan rohani ⑧ akhir nya sendiri tidak berbuah, tidak melipatgan-dakan diri, tetapi menjadi kurus sampai hilang dan menjadi korban gampang bagi si Iblis. Yang terpen ting adalah bahwa jemaat baru itu sungguh mampu mengelola pemerintahan diri. Itu yang pertama. Dari situ mulai berusaha berdikari secara finansial, perkembangan diri (melalui pekabaran Injil dan perintisan gereja).
POSITIF | NEGATIF |
---|---|
Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, berbagi segala sesuatu yang baik dengan orang yang memberikan pengajaran itu (Gal 6:6) Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari kamu? (1Kor 9:11) Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanam kebun anggur tanpa memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba tanpa minum susu domba itu? (1Kor 9:7) Penatua-penatua yang baik kepemimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. Sebab Kitab Suci berkata: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik," dan lagi "seorang pekerja patut mendapat upahnya" (1Tim 5:17-18) |
Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman (Yeh 34:2-4) Tetapi Petrus berkata kepadanya: "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada bagian atau hakmu dalam hal ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi, bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, semoga Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan" (Kis 8:20-23) |
Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan (1Tim 6:9-10) Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang (1Tim 6:9-10) |
Gereja yang berprakarsa untuk memulai proyek perintisan gereja pasti sadar akan pentingnya mengatur keuangannya secara transparan dan teratur. Seperti di dunia sekuler, dosa penyalahgunaan uang dapat merajalela di gereja dan membusukkan kerja sama antara gereja-gereja dan antara teman-teman sekerja. Paulus sudah tahu bahwa hal uang gampang memperburuk situasi dan merusak gereja serta pekabaran Injil. Yang paling buruk adalah menjelekkan nama Tuhan karena menyalahgunakan uang dan posisi orang melalui korupsi dan nepotisme. Ia menasihati jemaat-jemaat pertama dan memberikan petunjuk yang jelas:
”Sebab kami hendak menghindarkan hal ini: Bahwa ada orang yang dapat mencela kami dalam hal pelayanan kasih yang kami lakukan dan yang hasilnya sebesar ini. Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia”, 2 Korintus 8:20-21.
Siapa pun mencari kepentingan diri di dalam gereja, siapa pun memperkayakan diri, alangkah baiknya ia diturunkan dari jabatannya.
Upah yang Layak
Di sisi lain: Paulus juga sangat jelas (lihat halaman sebelah) dalam hal pengupahan pelayan firman dan pekabar Injil secara cukup, sesuai de ngan tingkat jemaatnya, berdasarkan persembahan sepersepuluh, sesuai dengan kebutuhan hidup, sesuai dengan tingkat pendidikan pelayan itu, diban-dingkan dengan penggajian normal keadaan itu (misalnya sesuai dengan patok-patok penggajian pegawai negeri).
Kemandirian finansial dan bantuan dari gereja bersaudara
Jelaslah bahwa jemaat setempat harus berusaha untuk mandiri secara finansial. Tetapi di sisi lain, majelis yang tahu berorganisasi tidak perlu malu untuk memohon bantuan (berbentuk uang atau tenaga) untuk memperlengkapi (kata itu mengacukan bantuan komplementer) apa yang diperlukan jemaat untuk hidup sebagai gereja yang benar di segala bidang kehi dupannya sebagaimana dilukiskan dalam buku kita (lihat Bagian ke-III).
”GOOD GOVERNANCE” MEMBUTUHKAN
”INSTITUTIONAL EMPOWERMENT”
Seluruh isi buku ini membuktikan pentingnya pemerintahan yang cukup baik. Di semua tingkat misi gereja diperlukan orang-orang yang bukan saja antusias dan bermotivasi tinggi (karena merasa terpanggil Allah sendiri), melainkan juga terpelajar, bijak, sanggup mengurus, memimpin, membina, dan menatar. Keadaan negara dan ke sejahteraan masyarakat-nya sangat tergantung dari pemerintahan yang adil, baik, jujur, terbuka, transparan, integritas, arif, efektif, produktif, dan seterusnya.
Begitu juga di bidang misi gereja. Kesejahteraan umat Tuhan, keuntungan warga jemaat, sukses pekabaran Injil, kualitas perintisan gereja dan hasilnya (jemaat yang baru), sangat tergantung dari kualitas pemerintahan gereja. Sebelumnya kita berseru: tergantung dari berkat Tuhan! Tetapi jangan salah. Tuhan hanya memberkati pekerja-pekerja di ladang nya yang bekerja dengan baik, yang hatinya ikhlas dan penuh kasih setia terhadap bangsa-Nya. Seluruh pekerjaan kita secara 100% tergantung dari Tuhan;
Seluruh pekerjaan kita secara 100% tergantung dari kita manusia.
Karena Allah telah memanggil kita untuk bertindak secara baik, dengan penuh tanggung jawab, rela untuk menderita, rela untuk belajar, rela untuk ikut Yesus, rela untuk mengorbankan diri. Para penatua dan para pelayan iman dipanggil untuk bertindak baik sebagai kawan sekerja Allah; sedangkan gereja adalah ladang Allah, bangunan Allah (1Kor 3:9), dan dunia adalah target Injil-Nya,
Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16)