Gereja makin berkembang dan tersebar. Menurut Yesus pekabaran Injil diselenggarakan ”mulai di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Melalui Roma terus ke Eropa Barat, masuk ke dalam kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa di sana. Dan mulai timbul perbedaan antara Timur (Konstantinopel) dan Barat (Roma).
Dari mulanya gereja-gereja Kristen dianiaya. Terutama oleh orang Yahudi, kemudian lebih hebat oleh tentara Romawi, atas perintah kaisar di Roma. Mulai dari Nero (kaisar thn 54–68), yang begitu kejamnya menganiaya gereja. Pada tahun 64 Nero menuduh orang Kristen membakar kota Roma. Ia melancarkan pembantaian missal menurut tradisi Paulus dan Petrus mati martir pada waktu ini. Trayanus (98–117) mengeluarkan beberapa aturan mengenai penganiayaan orang Kristen. Pada pemerintahan Kaisar Antonius Pius, uskup Polikarpus (dari Smirna) mati martir (sekitar 155); Kaisar Markus Aurelius (161–180) menganggap gereja sekte berbahaya. Masa berikutnya agak aman, sampai Kaisar Maksimus Trax (235–238), memulai lagi penganiayaan.
Kaisar Decius (249–251) ingin membangun kembali kekai-saran Romawi. Berhubungan dengan itu, ia memerintahkan semua warga negara Romawi harus beribadah kepada allah-allah Romawi. Semua harus membawa korban dalam agama resmi Romawi. Dan siapa tidak menaati perintah ini akan mati martir. Kaisar Valerianus (253–260) menyelenggarakan politik yang sama. Tokoh-tokoh Kristen ditangkap dan dibunuh. Kaisar Diokletianus (284–305) mengakhiri segala penganiayaan ini dengan penganiayaan yang paling hebat. Tetapi, sama sekali tidak berhasil membasmi dan melenyapkan gereja. Tampaknya darah martir adalah benih gereja.
Pada akhirnya ada seorang kaisar yang sadar, bahwa gereja tidak boleh dan tidak dapat dimusnahkan; ia mengupayakan agar orang Kristen dapat hidup dalam suasana damai. Iman mengalahkan segenap kuasa jahat, yang ingin memusnahkan gereja Kristus. Penganiayaan mencapai hasilnya yang terbalik dari maksudnya: gereja Kristen tumbuh terus, baik di Timur maupun di Barat.
Kaisar itu, Konstantin, menciptakan perdamaian dengan ge reja tahun 313. Pada tahun itu Konstantin (setelah melihat tanda salib kemenangan dalam suatu penglihatan) menang atas Kaisar Maksentius. Konstantin memindahkan pusat kekaisaran Romawi dari Roma ke Bisantium. Dan ia memberikan kebebasan penuh kepada gereja. Agama Kristen menjadi agama yang penting sekali dalam kekaisarannya, dan ia menetapkan hari Minggu sebagai hari libur umum dalam kekaisarannya. Ia melanggar banyak peraturan agama kafir.
Konstantin membangun banyak ”basilika”61. Karena itu ba nyak tokoh tentara, pegawai dan inteligensia62 mulai menganut agama Kristen. Ini dapat dihargai positif, tetapi ada juga akibatnya yang negatif, yakni gereja menjadi bersifat terlalu umum, dengan banyak anggotanya mengaku percaya semata-mata karena hanya untuk beroleh status beragama Kristen. Jadi, motivasi nya tidak benar. Mudah dimengerti kenapa perkembangan ini menghadapkan gereja kepada dua kenyataan. Pertama, apakah gereja akan menjadi gereja yang menyesuaikan diri kepada suasana umum (yaitu sejalan dengan keinginan manusia untuk ”ber-agama”, untuk menjadi ”religius”). Kedua, apakah gereja akan menjadi gereja yang menempuh jalannya sendiri, dengan tetap berjalan pada jalan para rasul, para nabi, dan para martir. Di sini tampak bagaimana Iblis—tidak berhasil mencapai tujuannya melalui penganiayaan, mengubah siasatnya dengan berusaha menghancurkan gereja melalui jalan damai sejahtera.
Pergumulan rohani ini, yang bertitik tolak pada kemerdekaan memeluk agama Kristen, tergambar juga dalam liturgi dan ”kredo”63 masa itu.
KREDO = Pengakuan Iman |
Pengakuan iman rasuli Pengakuan iman nicea Pengakuan iman dari Anthanasius |
Tidak lama setelah kemenangan Konstantin (313), tampil Arius di kota Aleksandria, mengatakan bahwa hanya Allah Bapa adalah Allah. Dan bahwa wujud-Nya sebagai Allah tidak dapat Ia bagi dengan oknum lain, yaitu Anak dan Roh. Karena, menurut Arius, keallahan tidak dapat terbelah dua apalagi terbelah tiga.
Allah Bapa menciptakan dunia oleh Firman-Nya. Dan Firman itu sendiri (Yesus) bukan Allah, melainkan makhluk. Firman ini memang adalah yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan (Kol 1:15). Dan Firman ini adalah makhluk sempurna, tidak dapat disejajarkan dengan makhluk lain. Namun, menurut Arius, Firman itu tidak lebih dari makhluk, yaitu bukan Allah! Hanya Allah Bapa adalah Allah, tapi Anak-Nya (=Firman) adalah makhluk. Sebagai makhluk yang tidak bernoda, Kristus berdiri di atas semua makhluk lainnya. Tetapi, bukan sebagai Allah, melainkan sebagai manusia sempurna, manusia ”ideal”64. Demikianlah Kristus, menurut pandangan Arius, menjadi teladan istimewa dari manusia beragama. Dan ini sesuai dengan tabiat orang pada masa itu, sesuai dengan keinginan ”religius” dari banyak tokoh masyarakat.
Arius ditentang oleh Atanasius (seorang imam dari Aleksandria) juga ditentang oleh uskup Aleksander. Atanasius menekankan, bahwa Kristus adalah benar-benar Anak Allah, dan dengan demi kian Kristus adalah benar Allah. Dan Anak Allah ini meren-dahkan diri menjadi sama dengan manusia. Ihwal ”menjadi benar-benar manusia” adalah unsur sangat penting dalam rencana penyelamatan manusia. Jika Yesus bukan Allah sejati dan bukan manusia sejati, maka penyelamatan manusia tidak dapat terwujud.
Inti Pengakuan Iman Rasuli ialah citra Allah Pencipta. Melawan ajaran Arius, gereja menyusun ”kredo” baru dengan menekankan keallahan Anak Allah, Yesus Kristus. Untuk maksud ini, Kaisar Konstantin mengadakan konsili65 di Nicea tahun 325. Pengakuan Iman Nicea memusatkan keallahan Kristus sebagai berikut:
”Kami percaya kepada satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal,
yang lahir dari Bapa sebelum segala zaman,
Allah dari Allah, Terang dari Terang,
Allah sejati dari Allah sejati,
diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat dengan Bapa;
yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat
Yang telah turun dari surga, untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita.
Dan yang menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria
dan menjadi seorang manusia, menderita ....”66
Jelaslah, bahwa pemuka-pemuka intelektual tidak dapat mengklaim Kristus sebagai ”ideal yang etis”, teladan untuk manusia.
Demikian juga ada orang-orang yang mengklaim Roh Kudus adalah diri mereka sendiri. Jadi mereka melebihi orang Kristen lainnya. Seandainya ada Kristen super, maka merekalah orang Kristen super itu. Mereka disebut pneumatomachen67. Mereka mengajarkan, bahwa mereka sendiri dapat melaksanakan segala pekerjaan Roh, seolah-olah mereka sendiri adalah seperti Roh Kudus dan memiliki kuasa-Nya. Karena itu konsili oikumenis ke-2 (di Konstantinopel, thn 381) menekankan ke-Allah-an Roh Kudus, sebagai berikut:
Aku percaya kepada Roh Kudus,
yang adanya Tuhan dan yang menghidupkan,
yang keluar dari Bapa ...68
yang disembah dan dimuliakan,
sama dengan Bapa dan Putra,
yang telah berFirman dengan perantaraan para nabi!”
Pada konsili oikumenis ke-3 (di Chalcedon, tahun 451) pengakuan Nicea dan pengakuan Konstantinopel digabung menjadi satu pasal Pengakuan, yang kita kenal sekarang sebagai Pengakuan Iman Nicea.
Telah kita lihat bagaimana faktor dogma gereja69 merupakan faktor penting dalam menciptakan liturgi. Pengakuan-pengakuan iman yang dirumuskan oleh konsili-konsili itu menjadi unsur penting dalam kebaktian, yang juga bersifat oikumenis. Juga karena pengakuan yang dibaca dalam kebaktian memperlihatkan ajaran gereja, menciptakan kesatuan gereja dengangereja-gereja lain di tempat-tempat lain, yang membaca pengakuan yang sama. Dengan kata lain: kesatuan iman ditampilkan oleh suatu bentuk liturgis yang konkret, yang mendapat tempatnya yang mantap dalam masing-masing tata ibadah.
Pada akhirnya perbedaan ajaran (terutama ajaran tentang Roh Kudus) mengakibatkan perbedaan yang amat besar dalam liturgi. Bahkan mengakibatkan pemisahan antara Gereja Timur dan Gereja Barat.
Liturgi dalam Gereja Timur (pusatnya di Bisantium) makin berlimpah: diadakan banyak pembacaan Alkitab, doadoa, ucapan sambut-menyambut antara imam, diaken, dan jemaat. Liturgi bertambah bagus dan indah. Pakaian imam sangat bagus, dan cara berbicara disesuaikan dengan cara berbicara di istana kaisar. Dalam liturgi digunakan kemenyan yang berbau harum, dan mereka menyembah lukisan-lukisan yang disebut ”ikon”70.
Liturgi dalam Gereja Ortodoks Timur diberlakukan di dunia ini sesuai dengan liturgi Wahyu kepada Yohanes: liturgi surgawi ini melibatkan di dalamnya seluruh ”kosmos” (= jagat raya; alam semesta), para malaikat dan para martir. Menurut ajaran Gereja Timur, dunia ini akan diubah dan diperintah oleh surga, agar menjadi satu dengan Allah. Untuk membayangkan itu, liturgi Gereja Timur menciptakan kelimpahan unsur-unsur liturgis. Terutama liturgi doa, berkembang sebagaimana dapat dilihat dari jumlah buku-buku doa. Buku-buku ini pertamatama memperdengarkan Sanktus dan Benediktus dalam upacara pemasukan Raja Ilahi Kristus, ketika roti dan anggur dibawa dan dibagi (ump dalam buku doa Euchologion dari Serapion [Mesir], thn 350). Aturan-aturan liturgi bertambah banyak. Pada tahun 380 diatur bahwa seharusnya ada pembacaan Taurat, nabinabi, Surat-surat dan Injil.
Egeria seorang wanita Barat dari Spanyol atau Perancis Selatan, berziarah melalui Gunung Sinai ke Yerusalem. Di situ ia mengunjungi Sirillus (meninggal thn 386), uskup Yerusalem. Egeria di Yerusalem pada waktu Paskah. Ia tercengang melihat gereja-gereja yang didirikan Konstantin. Egeria melukiskan dalam kisah perjalanannya semua doa harian dalam Gereja Kuburan dan Gereja Kebangkitan. Ia heran dengan adanya tiga nyanyian mazmur, yang dinyanyikan oleh jemaat, secara bergiliran dengan doa presbiter atau diaken. Uskup membaca Injil, dinyanyikan ”himne”71, lalu kebaktian ditutup dengan doa dan suruhan untuk pergi (Ite, missa est72). Semua mencium tangan uskup lalu bubar. Pada kebaktian malam diadakan ”doa malam” dengan menyalakan lilin-lilin, dan doa khusus untuk orang-orang yang sudah meninggal. Paduan suara pemuda menyanyikan ”Kirie eleison”73.
Pada permulaan kebaktian dinyanyikan suatu mazmur dengan bersahut-sahutan, doadoa menyusul kemudian, diucapkan oleh diaken-diaken dan presbiter-presbiter, lalu ditutup dengan doa uskup. Setelah itu menyusul pembacaan-pembacaan PL dan Surat-surat, disambung dengan menyanyikan berbagai mazmur dan Haleluya74. Kemudian pembacaan Injil oleh uskup, menyusul khotbah-khotbah oleh beberapa presbiter, diakhiri dengan khotbah uskup.
Ikon - lukisan suci Himne - nyanyian rohani Kirie eleison - Tuhan, kasihanilah kami Haleluya - terpujilah Allah! |
Tepuk tangan dan ratapan (menurut kisah Egeria) mengacu kepada partisipasi bersemangat oleh jemaat. Kemudian ada Perjamuan Malam yang kudus.
Egeria melukiskan panjang lebar upacara perjalananorang-orang yang dibaptis sebelum dan setelah Paskah sebagai berikut: l 40 hari sebelum paskah diadakan pendaftaran orang-orang yang ingin dibaptiskan;
Dapat dimengerti bahwa Egeria mengagumi peringatan pan jang lebar akan penderitaan Yesus Kristus, yang diadakan oleh orang-orang di segala tempat dan sesuai dengan waktu penderitaan Yesus di Yerusalem, tiga hari sebelum Paskah, yaitu hari-hari puasa. Mereka mengikuti semua stadium penderitaan Kristus dan kebangkitan-Nya di tempat kejadian tersebut. Lalu di tempat itu dibacakan nas Injil yang menceritakan peristiwa itu. Hampir tidak ada kesempatan untuk istirahat. Tampaklah betapa mereka mengalami peringatan akan penderitaan Yesus Kristus itu secara realistis sekali.
Umpamanya penyembahan kayu salib pada hari Jumat Agung: mereka berjalan ke bukit Golgota, lalu Egeria menulis: ”Uskup duduk di atas kursi, di belakang tempat salib. Lalu diberikan kepadanya satu peti dari emas dan perak. Di dalam peti itu ada sebagian kayu, yang berasal dari salib Kristus. Peti itu ditaruh di atas meja di depan uskup; di atas meja ada kain lenan yang halus dan putih. Peti dibuka, lalu pecahan kayu salib diambil uskup. Uskup menaruhnya di atas meja. Uskup memegang ujung-ujung kayu salib dengan kedua tangannya. Dan diaken-diaken, yang berdiri keliling meja, menjaga kayu tersebut, karena menurut kebiasaan, jemaat datang ke meja lalu mencium kayu itu. Penjagaan oleh diaken-diaken terpaksa dilakukan, karena pernah ada orang menggigit kayu itu, dan dengan demikian merampas serpihannya. Upacara ini diselenggarakan teliti sekali: satu per satu mereka datang kepada salib, menyentuhnya dengan kepala (tidak dengan tangan), dengan mata juga, lalu berjalan terus.
Mereka hampir tidak istirahat! Mereka ditantang oleh pertanyaan Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya: ”Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah ...” (Mat 26:40).
Chrisostomos memberikan liturgi berikut:
1. Liturgi mulai di belakang dinding ikon-ikon; dinding ini ber ada di antara meja dan ruang tempat jemaat berkumpul. Meja disiapkan. Diucapkan suatu doa ”litani”77 dengan doa syafaat demi gereja dan negara, kesuburan tanah,orang-orang yang sedang menderita. Menyusul nyanyian tiga mazmur sesuai dengan hari Minggu itu, dinyanyikan oleh paduan suara.
2. Pengakuan dosa Doa agar berhikmat dan diterangi Roh Kudus;”Pemasukan Kecil” (kitab-kitab suci dibawa masuk, diusung dengan tangan di atas kepala) dan nyanyian Trishagion78;
Pembacaan Taurat (suara rendah);
Pembacaan Nabi-nabi (suara rendah);
Pembacaan Surat-surat (suara mulai naik pada tiap kalimat);
Pembacaan Injil (suara mulai tinggi dan pada akhirnya berbunyi secara menyanyi); jemaat berdiri waktu pembacaan Injil lalu seusai itu menyanyikan himne;
Khotbah (”homili”79);
Doa syafaat: bagi kaum Kristen; bagi pejabat-pejabat gereja; bagi orang-orang yang ikut katekisasi (mereka disuruh keluar, bersama-sama dengan orang-orang yang bertobat).
3. Doa persiapan meja Nyanyian Mazmur 90 dengan Pemasukan Besar: roti dan anggur dibawa masuk.Saling berdoa syafaat: Semoga Tuhan akan menjaga kami
semua dalam Kerajaan-Nya dan semoga RohNya Yang Kudus datang atas kamu.
Ciuman kudus. Pembukaan pintu dalam dinding ikon-ikon (ikonostase);
Pembacaan kredo (Pengakuan Iman Nicea);
Salam (2Kor 13:13);
Doa syukur akbar dengan bicara bergilir dan prefasi Sanktus dan Benediktus; pengucapan syukur, kata penetapan Perjamuan Kudus, anamnese dan epiklese. Doa untuk pengubahan substansi elemen-elemen Perjamuan Kudus: Buatlah ini, yang sebenarnya adalah roti, menjadi tubuh Kristus-Mu yang dipuji dan buatlah isi cawan ini menjadi darah KristusMu yang dipuji. Berkatilah, ya, Tuhan, kedua unsur ini, oleh Roh-Mu Yang Kudus, dan ingatlah akan semua orang, yang berjalan dalam iman ke hadapan kami.
Doa-doa syafaat yang baru, ditutup dengan Doa Bapa Kami.
Uskup: Yang kudus untuk orang kudus!
Jemaat: Satu adalah kudus, satu adalah TUHAN, Yesus Kristus! Komuni80, sementara Mazmur 34 dinyanyikan (imam dan diaken menerima komuni ke depan, semua orang lain). Setiap orang yang berjalan ke depan untuk menerima komuni harus berkata: ”Mari, saya menghadap Kristus, Raja kita yang kekal dan Allah; berikanlah kepada saya yang rendah, daging dan darah yang mahal dan Yang Mahakudus itu, yaitu darah dan daging dari Allah dan Penebus kita Yesus Kristus, demi pengampunan dosa dan hidup yang kekal.”
Doa penutup.
Jemaat menyanyi: Amin, terpujilah Nama Tuhan, dari sekarang sampai selama-lamanya. (3 kali)
Di Gereja Ortodoks Timur dinyanyikan mazmur, tetapi juga ”himne”. Basilus Agung (Uskup di Kaisarea pada abad ke-4) bersama temannya Gregorius Nazianzenus (pada akhir kehidupannya Patriarkh di Konstantinopel) menciptakan berbagai himne, yang sampai hari ini dipakai.
Corak liturgi dalam Gereja Ortodoks Timur adalah hubungan kosmis antara surga dan bumi dan juga penyatuan mistis dengan Kristus. Oleh sebab itu, mereka di Gereja Ortodoks Timur menekankan hal penampakan Yesus (Epifani81) dan kebangkit-an-Nya (Paskah).
Di Gereja Barat ditekankan penjelmaan Kristus menjadi manusia (Natal) dan hal pendamaian oleh kayu salib (Jumat Agung).