Jan A. Boersema
Eskatologi ialah ilmu tentang hal-hal terakhir. Tetapi tidak setiap orang yang berbicara mengenai eskatologi bermaksud untuk menguraikan penggenapan zaman. Ada orang Kristen yang beranggapan bahwa Tuhan Yesus tidak lebih dari seorang guru yang unggul, dan bukan Anak Allah. Mereka juga tidak percaya bahwa Yesus Kristus akan datang kembali. Eskatologis dalam pandangan itu tidak lebih daripada kata sifat untuk menunjukkan hal-hal atau peristiwaperistiwa yang sangat penting dan yang menyatakan suatu zaman yang baru. Dalam karangan ini, kami ikuti ajaran alkitabiah tentang penggenapan zaman, bahwa Tuhan Yesus benar-benar ”akan datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati”, satu pasal dari Pengakuan Iman Rasuli mengenai ”Aku kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita.”
Perlu kami bedakan antara ”akhir zaman” dan ”zaman akhir”. Perkataan pertama benar-benar menunjukkan kesudahan dunia, saat Tuhan Yesus datang kembali. Perkataan kedua menunjukkan suatu zaman, atau suatu era, yang telah dimulai sejak Tuhan Yesus datang untuk pertama kali dan menebus dosa dunia. Seperti dikatakan dalam Ibrani 1:1-2: ”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu.” Sesudah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus naik ke surga: di bumi telah diselesaikan-Nya apa yang perlu untuk keselamatan manusia: zaman akhir telah dimulai.
Yohannes Pembaptis maupun Yesus Kristus sendiri telah mengatakan bahwa ”Kerajaan Allah sudah dekat”. Bahkan begitu dekat, bahwa kerajaan itu telah berada di tengah-tengah orang Yahudi tanpa diperhatikan (Luk. 17:21), sebab Tuhan Yesus ada di antara mereka (bnd. Mat.12:28).
Kerajaan Allah adalah realitas yang sudah memengaruhi dunia ini.
Setiap orang percaya telah menjadi warga Kerajaan Allah, dan hidup dari kuasa kerajaan itu (1Kor. 4:20). Tetapi, Kerajaan Allah belum direalisasikan sepenuhnya dan kedatangannya dinantikan, sehingga Tuhan Yesus mengajar untuk berdoa: ”Datanglah Kerajaan-Mu”.
Berdasarkan kenyataan ini, sering sekali dibedakan antara ”realized eschatology” (eskatologi yang telah terwujud; J.D.G. Dunn, C.H. Dodd) dan ”future eschatology” (eskotologi yang akan datang). A. A. Hoekema, mengganti ”realized eschatology” dengan ”inaugurated eschatology” (eskatologi yang telah ditegakkan, yang telah dimulai), dan di samping eskatologi itu, ia juga berpegang pada ”future eschatology”, karena dia orang Reformed. Namun, kami menganjurkan untuk menggunakan kata eskatologi dalam arti ”future eschatology” saja, dan kami juga akan menggunakannya dalam pasal ini. Atau dengan kata lain: eskatologi dalam arti ajaran tentang ”akhir zaman” saja, bukan tentang ”zaman akhir” (bnd. Mak 2007).
Perlu kita sadari bahwa bukan saja bagian kedua dari Pengakuan Iman Rasuli, tetapi juga bagian ketiga (mengenai Roh Kudus), diakhiri dengan perkataan eskatologis: Bagian kedua tentang Kristus berakhir dengan pengakuan: ”dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati”. Sedangkan bagian ketiga tentang Roh Kudus dengan ”kebangkitan daging dan hidup yang kekal”. Dalam pelajaran mengenai eskatologi, sekali lagi akan kita bicarakan karya Roh Kudus. Untuk kali yang ketiga dalam studi dogmatik: sebab dalam bab tentang Allah, kita telah membicarakan KetritunggalanNya. Pada waktu kita membicarakan keselamatan manusia, kita membahas pekerjaan Roh dalam melahirkan kembali manusia yang diselamatkan Allah. Sekarang, mengenai akhir zaman, tidak mungkin kita sembunyikan bahwa karena pekerjaan Roh Allah, dunia ini menuju ke kesudahannya.
Roh itu disebut Roh Kudus karena pekerjaan-Nya adalah menguduskan.
Kalau seorang manusia dikuduskan, maka ia dibebaskan dari kuasa dosa dan dijadikan milik Allah. Tetapi, seluruh dunia juga perlu dikuduskan, dalam arti dikembalikan kepada Penciptanya. Kuasa maut dan iblis harus dikalahkan dan dunia menjadi seperti semula, malahan lebih indah lagi.
Eskatologi berpaut dengan pneumatologi (ajaran tentang Roh Kudus).Satu contoh mengenai eskatologi sebagai ungkapan yang sama sekali tidak berhubungan dengan akhir dunia, tetapi yang dimaksudkan untuk menunjukkan hal-hal yang menentukan kehidupan manusia adalah yang dikatakan oleh Dieter Becker, dalam bukunya Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat. Penulis ini sangat dipengaruhi oleh teologi Karl Barth dan ahli filsafat S. Kierkegaard, perintis aliran eksistentialisme. Becker juga mengutip ahli Perjanjian Baru, R. Bultmann : ”Eskatologi bukanlah akhir yang mendatang dari sejarah, melainkan sejarah telah ditelan oleh eskatologi.” Dan: ”Masa sekarang diberi sifat yang eskatologis melalui pertemuan dengan Kristus atau dengan Firman yang memberitakan-Nya karena dalam pertemuan itu dunia dan sejarah mencapai sasarannya dan orang yang percaya sebagai makhluk baru telah kehilangan sifat duniawi’.
Zaman akhir berbeda dengan akhir zaman.
Menurut perjanjian Allah, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru (2Ptr. 3). Masa depan itu sangat indah bagi orang percaya, karena mereka menantikan kedatangan Dia yang pernah datang sebelumnya, dan yang dikenal, karena Dia berbicara kepada kita dalam Alkitab. Nanti kita akan melihat Dia, dimahkotai dengan hormat dan kemuliaan. Eskatologi berpautan dengan kristologi (ajaran tentang Kristus).
Dalam KH Mg. Ke-19, dan juga PIGB (ps. 37), diutamakan bahwa hari kedatangan-Nya tidak menakutkan mereka yang percaya karena mereka menantikan Dia yang bukan saja Hakim, tetapi juga Jurusyafaat dan Pelepas. Bagaimana mungkin Dia akan menghakimi mereka yang dilepaskan-Nya!
Hari Tuhan sudah dekat, dan sekarang telah tiba saatnya penghakiman akan dimulai, bahkan di rumah Allah sendiri (1Ptr. 4:17). Manusia jangan hidup dengan harapan yang palsu, sehingga terkejut bila pada hari penghakiman ia akan ditolak. Bagaimana kita menghindari harapan semu itu, sekaligus menghindari ketakutan yang tidak beralasan? Dengan mengingat akan apa yang dijanjikan Tuhan pada saat kita dibaptis. Bukan Bapa dan Anak saja yang memberi janji, tetapi Roh Kudus juga. Roh berjanji bahwa Dia mau tinggal dalam hati kita dan mempersatukan kita dengan Kristus dalam iman. Kita dimeteraikan oleh Roh Kudus menjelang hari penyelamatan (Ef.4:30). Roh Kudus sendiri adalah meterai, atau jaminan, atau buah sulung, yang sudah diberikan kepada orang Kristen. Ayat yang sama itu memperingatkan kita untuk tidak mendukakan Roh Kudus.
Kita belum menerima keselamatan penuh, karena hari kedatangan Kristus sedang dinantikan. Bagi orang Kristen akan datang penderitaan yang hebat sekali. Mereka diserang dari dalam, oleh ketidakpercayaan, tetapi juga dari luar, dari setan maupun dari manusia. Roh Kudus telah diberikan, justru untuk menolong kita dalam perjuangan itu.
Rasul Paulus bersama jemaat pada waktu itu menantikan bumi baru yang akan datang dalam waktu singkat (lih. kedua suratnya kepada Jemaat di Tesalonika)! Bagaimana dengan kita?
Beberapa teolog telah mengajarkan bahwa kedatangan Tuhan Yesus ditunda. Albert Schweitzer berpendapat bahwa pengharapan Tuhan Yesus sendiri tetah gagal, dan bahwa seruan-Nya, ”Sudah selesai.” (Yoh. 19:30), mengungkapkan kekecewaan bahwa kerajaan tidak datang. O. Cullmann juga berkata bahwa Yesus sendiri menantikan masa depan dalam waktu dekat, tetapi di kemudian hari menjadi jelas bahwa kedatangan-Nya ”diperlambat” atau ”ditunda”. Tetapi J. van Bruggen menekankan bahwa dalam ajaran Yesus sendiri sudah jelas bahwa Dia memperhitungkan jarak waktu tertentu antara kenaikan-Nya dan kedatangan-Nya. Karena Dia mempersiapkan muridmurid-Nya untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia di masa itu.
Menurut F.F.Bruce, dalam surat-surat Paulus ditemukan suatu ”delay of the parousia” (penundaan kedatangan kembali). Antara lain ditunjukkan nasnas seperti 1Tes. 4:15,17, dan 1Kor. 15:51, tentang ”kita yang hidup” dan ”kita tidak mati semuanya”, tetapi kata ”kita” itu mempunyai arti fakultatif: kita, sejauh situasi tersebut berlaku bagi kita (Ridderbos, 2008). Berarti: mungkin Paulus sendiri dan orang-orang sezamannya adalah mereka yang masih hidup pada hari kedatangan Tuhan, tetapi kalau bukan mereka mungkin para pembaca surat itu di kemudian hari.
Paulus tidak mengalami perubahan dalam pemikirannya tentang akhir zaman: memang, ia mengharapkan kedatangan Kristus dan hidup dengan menantikannya dengan kuat. Sering dikatakannya bahwa hari sudah dekat atau waktu sudah singkat (Rm. 13:11-14, 1 Kor. 7:29-31, Flp. 4:5), tetapi Paulus juga menyadari bahwa bukan tidak mungkin ia akan mati sebelum kedatangan Kristus (2Kor. 4:14).
Mengenai penolakan ajaran yang berkenaan dengan penundaan kedatangan, kami mengutip dari karangan Dick Mak. Ia juga menerangkan ”tiga ucapan Yesus yang sulit mengenai kedatangan-Nya kembali”.
Matius 10:23: ”Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.” Menurutnya nas ini tidak mengajarkan bahwa Yesus akan datang kembali pada masa hidup murid-murid-Nya yang pertama. Ia mengikuti keterangan J.van Bruggen bahwa para murid tidak akan menyelesaikan pemberitaan Injil di kota-kota Israel, karena kota-kota Israel tidak bertobat. Secara tidak langsung nas ini menunjukkan pemberitaan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Markus 9:1: ”Kata-Nya lagi kepada mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa”. Menurut kami sendiri, perkataan ini maksudnya untuk menyatakan bahwa istilah ”kedatangan Kerajaan Allah” di sini mengungkapkan pemuliaan Yesus Kristus di atas gunung, yang diceriterakan oleh Markus dalam ayat-ayat berikut, dan yang disaksikan oleh Petrus, Yakobus dan Yohannes. Dick Mak, bersama J.van Bruggen, menafsirkan istilah itu sebagai kedatangan kembali Yesus, di dalamnya Van Bruggen juga menerangkan bahwa ungkapan ”beberapa dari antara mereka tidak akan mati” harus ditafsirkan bahwa mereka tidak akan mengecap (geusontai) kematian, berarti tidak akan mengalami kematian kekal. Menurut kami kata itu tidak cocok dengan kata ”beberapa”, seolah-olah dari para murid itu hanya beberapa orang saja yang akan selamat.
Markus 13:30: ”Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi”. Kata ”Orang-orang zaman ini’ memang dimaksudkan untuk generasi yang hidup pada waktu Tuhan Yesus berbicara demikian, tetapi ”semuanya itu” menunjukkan keruntuhahan Yerusalem, dan bukan hari terakhir, karena hari itu baru dibicarakan dalam khotbah Tuhan Yesus itu kemudian. Demikianlah keterangan J. van Bruggen dan Dick Mak, yang kami dukung. Dalam khotbah Yesus yang disebut khotbah eskatologis itu (Mat. 24, Mrk. 13, Luk. 21) kejadian dari 70 M (jatuhnya Yerusalem dan Bait Allah) dibicarakan dalam satu garis pemandangan dengan akhir zaman, yang di dalamnya kejadian yang pertama adalah tanda bahwa yang kedua tentu akan terjadi juga. Orang-orang zaman itu telah mengalami keruntuhan Yerusalem, juga sebagai bukti untuk mereka yang hidup sesudah itu, bahwa akhir zaman pasti akan datang.
”Eskhatos” ialah ”yang terakhir”, dan ”protos” ialah ”yang pertama”, jadi protologi ialah ilmu mengenai hal-hal yang awal, mengenai penciptaan dan Taman Firdaus.
Arti dan tujuan seluruh penciptaan akan dikenal dengan sepenuhnya, bila nanti terdengar nyanyian pujian demi hormat Allah yang oleh-Nya dan untuk-Nya semuanya diciptakan (Why. 4:11). Di bumi yang baru akan dilihat dan dipahami segala sesuatu yang terjadi dan yang diucapkan Allah Pencipta dalam Taman Firdaus. Tetapi nanti juga akan diketahui sepenuhnya apa yang terjadi dalam pertengahan sejarah, yaitu di bukit Golgata: betapa kaya makna penebusan oleh Kristus. Hal itu akan dipahami pada saat Anak Domba berdiri, seperti telah disembelih (Why. 5:6), dan ketika Dia sendiri akan menerangkan apa yang dilakukan-Nya dan apa yang terjadi selama tiga jam kegelapan. Waktu tiga jam itu berupa suatu kekekalan, dan penderitaan Kristus pada saat itu mendatangkan pelepasan yang kekal. Hanya sedikit saja yang dapat diketahui sekarang, dibandingkan dengan segala sesuatu yang akan dinyatakan kelak. Betapa indah saat kedatangan Kristus, ketika Roh Kudus bersama mempelai perempuan akan berseru: Datanglah, ya Tuhan (Why. 22).
Pembandingan antara Kejadian 1–2 dan Wahyu 22 tentang Taman Firdaus, sungainya, air kehidupan, dan pohon kehidupan, juga membuktikan bahwa Allah dalam menciptakan bumi telah merencanakan sesuatu yang lebih indah daripada Taman Firdaus yang pertama, dan bahwa dalam menciptakan bumi yang baru, Allah tidak akan meninggalkan dan melepaskan dunia lama ini yang adalah pekerjaan tangan-Nya, tetapi menggenapinya.
Menurut banyak orang Kristen, pada akhirnya semua orang diselamatkan. Sebab kata mereka:
1. Allah kurang adil, kalau Dia menghukum pelanggaran yang terjadi pada masa kini dengan hukuman yang kekal.
2. Tuhan Yesus telah menghapus dosa dunia.
3. Allah sendiri terbagi dua, jika Dia membuka dua jalan untuk ciptaan-Nya.
4. Manusia terlalu lemah untuk melawan kehendak Allah yang hendak menyelamatkannya.
5. Hidup yang kekal tidak akan dinikmati kalau diketahui bahwa orang lain dihukum.
6. Iblis tidak boleh menang.
Tetapi semua alasan ini bersifat manusiawi, dan menentang pengakuan kita tentang Allah. Keadilan Allah justru bahwa Dia setia pada firman-Nya, baik dalam mengampuni, maupun dalam menghukum. Kasih Allah dan keadilanNya tidak bertentangan. Seandainya semua pelanggaran pada akhirnya diperbolehkan, maka kasih tidak berharga lagi. Dan seandainya hukuman yang diberikan Allah ialah untuk sementara saja dan bukan hukuman kekal maka mungkin juga tidak ada hidup yang kekal.
Dalam karya Yesus kelihatan: Kasih Allah dan keadilan-Nya berjalan bersama. Melalui Roh-Nya yang Kudus Allah sendiri yang memberi hidup yang kekal kepada semua orang yang menerima kasih-Nya yang nyata dalam Anak-Nya, Yesus Kristus.
Pendamaian kosmos?
Menurut Kolose 1:20, Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya melalui Yesus Kristus. Sering terdengar bahwa karya Yesus Kristus bersifat kosmologis, yaitu mencakup seluruh isi dunia (=kosmos). Menjawab pendapat itu, perlu dikemukakan bahwa segala sesuatu hanya dapat diperdamaikan dengan Allah justru karena Allah mengadakan pendamaian melalui darah Yesus Kristus (Kol.1:20b). Jadi, tidak ada pendamaian yang terlepas dari karya Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia. Pembaruan kosmos akan terjadi dan dapat terjadi hanya karena penebusan dosa manusia, sama seperti bumi terkutuk justru karena dosa manusia (Kej. 3:17). Kolose 1:20 tidak mengajarkan suatu pendamaian umum. Kesimpulan itu tidak dapat dipertahankan, melihat antara lain Kolose 1:23, dan misalnya Yohanes 3:16-18.
Apakah Kolose 1:20 tidak menunjukkan suatu pendamaian dan pembaruan yang total? Dapat dijawab: ya, dalam arti bahwa di bumi baru tidak ada tempat lagi bagi Iblis dan segala sekutunya. Kesempurnaan di bumi baru benar-benar total: seorang yang bersikeras melawan Allah akan dijauhkan Allah dan tidak akan ditemukan lagi di sana (lih. Why. 21:8,27).
Sambil mengatakan itu, perlu ditambahkan bahwa tidak ada alasan untuk ajaran yang disebut annihilatio: yaitu menjadi nihil, atau menghilang. Berarti bahwa sesudah penghakiman terakhir, yang akan ditemukan adalah hanya tempat untuk orang percaya, sedangkan Iblis-iblis dan orang-orang yang tidak percaya sudah tidak ada lagi. Atau singkatnya, bahwa yang tetap tinggal adalah surga, sedangkan neraka menghilang. Justru nas seperti Wahyu 21:8, tentang kematian kedua, menolak keterangan itu (bnd. 8.9).
Satu alasan lain untuk mempertahankan pendamaian umum adalah 1 Yohanes 2:2: ”Dialah pendamaian untuk segala dosa kita dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”. Tetapi, keterangan itu keliru, sebab Yohannes bermaksud mengatakan bahwa jasa Kristus tidak terbatas: penebusan dosa yang dilakukan-Nya di atas salib itu memadai bagi setiap orang. Kristus juga tidak memandang bulu, dan tidak datang hanya untuk satu bangsa, melainkan untuk semua. Tidak ada pendamaian umum, sebab Yohannes juga menulis: ”Siapa yang memiliki Anak, ia memiliki hidup; Siapa yang tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1Yoh. 5:12).
Bisa saja semua orang Kristen ingin mengatakan bahwa pada akhirnya setiap orang akan diselamatkan. Tetapi, untuk pandangan itu tidak ada alasan alkitabiah. Kita cukup meyakini bahwa Allah penuh kasih dan keadilan, dan kita tidak ingin tahu lebih dari yang diwahyukan Tuhan kepada kita.
Pandangan tentang pendamaian umum sebenarnya sudah tua sekali. Origenes pada abad ke-4 telah menganut ”apokatastasis pantoon”, jadi bahwa akhirnya segala sesuatu akan diperdamaikan dengan Allah. Pada abad XX, pandangan itu nyata pada Karl Barth, H. Berkhof, dan di Indonesia misalnya pada J.L.Ch. Abineno. Tentang semuanya ini, bandingkan ps. 8.9, tentang Firman sebagai pedang yang bermata dua.
Apakah dalam khotbah dan penginjilan perlu ada peringatan, bahkan ancaman, mengenai hukuman kekal dan neraka? Di dalam khotbah Gereja Katolik Roma pada Abad Pertengahan, nada itu memang ada, dan bukan tidak mungkin penginjilan pada masa kini kadang-kadang juga dilakukan dengan nada yang menakutkan. Tetapi Rasul Yohannes menulis: ”Di dalam kasih tidak ada ketakutan:... sebab ketakutan mengandung hukuman dan siapa yang takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh. 4:18).
W. van ’t Spijker, dalam sebuah karangan tentang eskatologi, pernah menghubungkan tiga kata kunci yang ditemukannya dalam uraian Luther; Luther adalah orang yang bertobat dari ketakutan pada keyakinan, ketika ia meninggalkan praktik Gereja KR dan mulai melihat kebenaran Alkitab serta mengajarkan ajaran Reformasi.
Ketiga kata itu adalah filiatio, imitatio, dan meditatio. Filiatio berarti: menjadi anak Allah, dalam iman. Imitatio berarti: mengikuti Kristus. Dan meditatio adalah perenungan, sambil mengharapkan kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya.
Untuk menjadi seperti Kristus (imitatio) dan mengikuti-Nya, kita perlu menjadi anak Allah lebih dahulu. Sebagai anak angkat Allah, kita harus terus merenungkan hari kedatangan Anak Allah (meditatio). Seperti dikatakan dalam PIGB ps. 37, bahwa kita menantikan hari yang besar itu dengan penuh pengharapan.
Untuk Luther, meditatio ialah merenungkan firman Allah terus-menerus.
Kita harus mengunyah-kunyah (memamah biak) isinya. Dalam hal itu ia berbeda pendirian dengan orang saleh sebelumnya, pada Abad Pertengahan (500–1500 ). Mereka berkonsentrasi pada dan memikirkan apa yang mereka sebut ”empat ujung pangkal” bagi manusia: kematian, penghakiman, surga, dan neraka. Memikirkan kematian, menurut mereka adalah jalan yang terbaik untuk kemajuan iman. Manusia perlu memikirkan luka dan sengsara Yesus Kristus (bnd. tujuan film ”The Passion of the Christ”, dari seorang sutradara yang beragama KR, Mel Gibson). Tetapi, Luther tidak mau memusatkan pikirannya pada penderitaan Kristus dan pada penderitaan manusia pada umumnya. Ia menginginkan sebuah meditatio yang beranjak dari kemenangan Kristus, dan yang berdasarkan keyakinan bahwa kita dibenarkan oleh iman kepada Yesus Kristus.
Dalam meditatio itulah Luther tetap memberi perhatian pada penggodaan dan perjuangan. Justru kalau kita merenungkan isi firman Allah, maka kita akan menemukan Allah, yang menolong kita bila kita diserang oleh iblis.
Meditatio atau renungan harus disertai dengan doa dan hidup yang kudus.
Dengan demikian kita berhasil memiliki apa yang telah kita peroleh dalam Kristus. Kristuslah pengharapan akan kemuliaan kita, Dia yang ada di tengahtengah kita (Kol 1:27), melalui Roh-Nya yang Kudus.
Kata kerja mengharapkan dalam Alkitab, bebas dari ketidakpastian, justru memberikan keteguhan. Bandingkan Roma 8:18-39 mengenai pengharapan kita yang tidak terlihat namun pasti, dan Ibrani 6:19 mengenai pengharapan yang adalah sauh bagi jiwa. Dan Ibrani 11:1 mengenai iman sebagai dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.
Katekismus Heidelberg Mg. Ke-22, p/j 57 telah mengajarkan kepada kita bahwa penggenapan zaman tidak dapat dijelaskan tanpa dibahas dahulu apa yang terjadi pada diri seseorang bila ia meninggal dunia. ”Bahwa sesudah hidup ini bukan hanya jiwaku yang akan segera diangkat kepada Kristus, Kepalanya, melainkan juga dagingku akan dibangkitkan oleh kuat-kuasa Kristus, lalu dipersatukan kembali dengan jiwaku, dan akan menjadi serupa denga tubuh Kristus yang mulia.”
Tuhan Yesus pernah berkata bahwa orang yang percaya kepada-Nya telah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup yang kekal (Yoh. 5:24). ”Hidup” berarti mengenal Allah dan hidup berhubungan dengan Dia, sedangkan ”mati” berarti hubungan dengan Allah telah terputus (Ef. 2:1). Bandingkan juga dengan Yohanes 11:25: ”Jawab Yesus kepadanya, ’Akulah kebangkitan dan hidup; siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati’” dan Yohanes 17:3: ”Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”
Firman Allah dalam Kejadian 2:17 adalah ”pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Adam dan Hawa memang mati, secara rohani, sesudah mereka jatuh ke dalam dosa, sebab hubungan dengan Allah telah terputus. Mereka menyembunyikan diri ketika Tuhan datang. Mereka malu di hadapan Allah dan terhadap sesama.
Tetapi menyangkut hidup yang kekal, gereja mengaku bahwa apabila orang Kristen meninggal dunia dan tubuhnya dikuburkan, hubungannya dengan Allah tidak akan putus.
Ajaran Reformasi tidak menganut pandangan bahwa jiwa kekal adanya, atau ”atanatos” (tidak bisa mati). Ajaran tentang ”atanasia” itu menganggap bahwa jiwa tidak bisa mati karena asalnya adalah ilahi, dan ajaran itu menyamakan Allah dan jiwa. Padahal menurut 1 Timotius 6:16, hanya Allahlah yang ”tidak takluk kepada maut” (atanatos).
Allah kekal adanya, tanpa awal dan tanpa kesudahan, sedangkan jiwa manusia memang tanpa kesudahan, tetapi bukan tanpa awal: jiwa adalah aspek manusiawi yang tidak terpisah dari dirinya, berarti awalnya adalah pada awal manusia, yaitu dalam kandungan. Karena itu keliru kalau mempromosikan ajaran tentang jiwa yang kekal (bnd. ps. 4).
Kita juga tidak menganut pandangan reinkarnasi, yaitu bahwa jiwa sudah ada sebelum manusia, dan kemudian memasukinya, dan berpindah ke makhluk lain pada saat manusia mati.
Louis Berkhof memberi peluang untuk menganut ajaran tentang ”immortality of the soul”, sedangkan ahli Reformed lainnya, seperti H. Bavinck, K. Schilder, G. C. Berkouwer, A. A. Hoekema tidak pernah melakukannya (bnd. Dick Mak).
Menurut ilmu modern, manusia adalah makhluk yang psikho-somatis, artinya jiwanya (psike) dan tubuhnya (soma) tidak dapat dipisahkan. Dan pandangan itu benar. Sekarang kita membahas lagi ajaran Katekismus Heidelberg (KH) yang telah kami kutip di atas. Karena menurut beberapa orang, KH tidak sesuai dengan pemahaman psikho-somatis ini, karena rupanya KH memisahkan tubuh dan jiwa. Bahkan orang mengatakan bahwa KH mengikuti pola pemikiran Yunani, yang bersifat dualistis. Artinya: jiwa dan tubuh terpisah, sebab jiwa adalah pancaran ilahi yang terkurung dalam tubuh yang fana. Untuk memahami pandangan Yunani itu, sebaiknya kita lihat bagaimana orang-orang Atena yang menertawakan Paulus, ketika ia memberitakan hal kebangkitan orang mati. Menurut mereka, kebangkitan itu sama sekali tidak perlu (Kis. 17).
Memang, ketidakfanaan jiwa itu merupakan unsur filsafat Yunani yang tidak boleh kita ikuti. Karena dengan itu kita meningkatkan jiwa manusia menjadi setengah-ilahi. Sedangkan jiwa adalah bagian dari manusia yang diciptakan Allah (Kej.2:7).
Tetapi. bukan pola pemikiran Yunani itu yang dianut KH. Ajarannya mengikuti Alkitab, yang menekankan bahwa pada diri seorang manusia, selama ia hidup di dunia ini, jiwanya tidak dapat dipisahkan dari tubuhnya. Tetapi, setelah ia meninggal dunia terjadi pemisahan untuk beberapa waktu, yaitu sampai Tuhan Yesus datang kembali. Tubuhnya mengalami kematian, dan dikuburkan dan akan binasa. Tetapi, orang yang percaya akan hidup terus, sebab hubungannya dengan Allah tidak bisa putus.
Hal itu jelas dari Lukas 16:19-31, tentang orang kaya dan Lazarus.
Memang itu suatu perumpamaan, namun cerita itu membuktikan bahwa ada kehidupan sesudah mati. Kalau tidak demikian, maka perumpamaan itu tidak ada artinya. Dan juga jelas sekali apa yang diucapkan Tuhan Yesus ketika Dia berbicara kepada orang yang disalibkan bersama dengan Dia (Luk. 23:42; bnd. juga Luk. 20 :38, Kis. 7:59, Why. 6:9 dst; Why. 7:9): ”...hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Mungkin Matius 10:28 dianggap satu nas yang membuktikan dualisme.
Tetapi, di sini Tuhan Yesus memberi peringatan bahwa bukan hal meninggal dunia yang terburuk: yang lebih buruk lagi ialah hukuman kekal, bila jiwa kita dibinasakan dalam neraka: ”Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa ; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.”
Dalam 1 Timotius 6:16 Paulus mengatakan bahwa Allahlah yangsatu-satunya, yang tidak takluk kepada maut, dan bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri. Akan tetapi, Allah sendirilah yang menjadikan jiwa manusia hidup terus, juga sesudah kematian orang itu. Itulah kehidupan kekal yang dianugerahkan, sedangkan Allah memiliki kehidupan itu dari diri-Nya sendiri.
Calvin harus menentang ajaran orang Anabaptis yang mengatakan bahwa jiwa mereka yang sudah meninggal berada dalam keadaan tidur dan tidak menikmati kehidupan sorgawi dengan sadar. Pada abad ke-20, misalnya pada K. Barth dan P. Althaus, ingin menentang dualisme yang menurut mereka adalah sisa filsafat Yunani. Tetapi praduga bahwa perbedaan antara tubuh dan jiwa dipengaruhi oleh filsafat Yunani, sebenarnya baru timbul pada abad yang terakhir. Kesadaran bahwa kematian tidak merupakan titik akhir, merupakan suatu pengetahuan asasi manusia, yang diperolehnya secara turun-temurun. Dalam hal ini agama-agama yang tidak benar mempunyai unsur yang baik, dan yang dapat digunakan sebagai titik tolak dalam percakapan dengan penganutnya. Misalnya dengan pertanyaan: ”Kalau menurutmu sesudah kematian ada hidup lanjutan, kira-kira ke mana manusia pergi dan ia berhadapan dengan siapa?” Dan pada kesempatan itulah kita dapat berbicara tentang Yesus Kristus yang adalah Hakim, dan sekaligus Pengantara bagi mereka yang percaya kepadaNya.
Bandingkan L.Berkhof mengenai ”Status antara” dan ”Psychopannychia”, yaitu jiwa yang tidur.
Gereja Reformasi di Belanda, sekitar 1960 dipengaruhi oleh satu pandangan yang sangat mirip dengan psychopannuchia seperti yang telah ditentang Calvin. B. Telder dan C. Vonk, telah menyangkal bahwa manusia (jiwanya) hidup sesudah ia mati. Sebagian dari anggota Gereja Reformasi yang mengikuti pandangan itu akhirnya tidak bersatu lagi dengan GGRB, dan telah membentuk Nederlands Gereformeerde Kerken.
Jiwa-jiwa di surga menantikan hari penghakiman, dan karena itu terdapat semacam status antara. Mereka tidak tidur! Sebab Kristus hidup dan mereka bersama dengan Dia. Dan Allah adalah setia, dan nenek moyang seperti Abraham, Ishak, dan Yakub, hidup bersama dengan Allah (Mat. 22:32). Jemaat di bumi bersama dengan mereka yang telah meninggal dunia menantikan hari kedatangan Tuhan Yesus. Pada hari itu bumi dan surga akan menjadi satu karena bumi yang baru akan menjadi tempat kediaman Allah (Why. 21). Tubuh dan jiwa manusia akan dipersatukan, dan manusia mendapat suatu nama yang baru (Why.2:17, bersama dengan nama Kristus yang baru, Why. 3:12). Masing-masing tetap mempunyai identitas, yang bahkan diperbarui, dan yang dinyatakan dengan nama baru. Identitas yang tidak ditentukan oleh hubungan keluarga, tetapi oleh hubungan dengan Kristus.
Namun neraka juga akan memperoleh keadaan yang tetap (kekal) bila pada penghakiman terakhir, tubuh dan jiwa mereka yang tidak selamat, akan dipersatukan untuk dihukum (Why. 20:14).
Ajaran mengenai status antara ini tidak sama dengan ajaran KR mengenai ”ruang tunggu” (limbus patrum) dan mengenai ”api penyucian” (purgatorium). Menurut ajaran KR, mereka yang meninggal dunia pada masa PL, dipenjarakan dahulu di tempat yang khusus (limbus patrum) sampai Tuhan Yesus datang. Sesudah Tuhan Yesus datang di dunia orang mati, Dia mengabarkan berita kemenangan-Nya kepada mereka dan mengajak mereka untuk menerimaNya sama seperti orang-orang PB juga telah menerima-Nya (menurut KR).
Pandangan ini menyangkal bahwa dosa orang percaya pada masa PL juga telah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus. Karena dalam rencana Allah, sudah pasti bahwa Yesus akan datang. Kurban-kurban pada waktu itu telah melambangkan kurban Kristus. Pengampunan telah nyata misalnya dalam Mazmur 32.
Hanya terdapat satu nas yang agak mendukung limbus patrum: 1 Petrus 3:18-20: ”Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk dosa-dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan melalui air bah itu.”
Sebaiknya kita membandingkan nas yang sulit ini dengan isi Alkitab seluruhnya.
1 Petrus 3:19-20 membicarakan keadaan orang yang mengeraskan hatinya pada zaman Nuh. Mereka adalah contoh dari semua orang yang tidak mau mengenal Tuhan. Mereka berada di neraka (penjara itu tidak lain dari neraka). Kemudian, Petrus tidak memberitahu bahwa Tuhan Yesus pergi menginjili mereka, tetapi bahwa Dia melalui Roh-Nya menyampaikan kabar (bukan kabar yang baik) kepada mereka di neraka. Kabar itu adalah bahwa Yesus telah mati di atas kayu salib, bangkit dan menang. Mereka dikejutkan dengan berita kemenangan Kristus, karena hal itu merupakan pengumuman bagi mereka bahwa hari kiamat sudah dekat. Ya, juga bagi mereka yang sudah di neraka, hari kiamat akan menjadi satu hari yang mengerikan, sebab mereka akan diadili di muka umum.
Tafsiran yang tepat menurut kami adalah bahwa kepergian Kristus untuk memberitakan kemenangan-Nya itu terjadi pada hari Dia naik ke surga (bnd. Ay. 19 dengan ay. 22). Ketika Kristus masuk surga, dengan melalui Roh-Nya, kabar itu telah sampai juga di neraka.
Api penyucian menurut KR ialah bahwa orang berdosa sesudah mati harus diuji/dimurnikan dahulu di tempat khusus, baru sesudah itu mereka dapat masuk surga (bertentangan dengan nas seperti disebut dalam 10.5, hidup dan mati).
Nas Petrus tidak dapat diterapkan pada satu penginjilan oleh Tuhan Yesus sesudah Dia mati di dalam kerajaan maut, atau neraka. Sebab Petrus berbicara tentang Yesus yang sudah bangkit. Pasal Pengakuan Iman Rasuli mengenai ”turun ke dalam neraka” menurut Calvin dan KH (p/j 44) patut diterapkan pada penderitaan Yesus secara rohani, yaitu ketika Dia selama tiga jam kegelapan, ditinggalkan oleh Bapa-Nya (bnd. ps. 5, Kristologi).
Nas 1 Petrus 4:6 sebaiknya tidak disamakan dengan 1 Petrus 3:19-20. Di sini dibicarakan tentang orang yang sekarang sudah mati, tetapi yang pernah mendengar Firman ketika mereka masih hidup. Mereka memang akan diadili di dalam tubuh (sebab setiap manusia akan mati dan itu merupakan satu hukuman), tetapi mereka akan hidup di dalam roh.
Dengan mempertahankan status antara, kami menolak pandangan bahwa sebelumnya ada tempat penampungan untuk jiwa (syeool, hades), yang dari dalamnya, pada kemudian hari, pada hari penghakiman, sebagian orang akan memperoleh hidup kekal dan yang lain kematian kekal. Alkitab cukup jelas mengungkapkan bahwa sesudah meninggal dunia kita menghadap Allah yang adalah Hakim. Ibrani 9:27-28: ”Sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengurbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya untuk kedua kalinya bukan untuk menanggung dosa, tetapi untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka yang menantikan Dia.”
Apakah Kitab-kitab PL tidak memberi kesan bahwa orang yang meninggal dunia turun ke dalam dunia orang mati di mana ia tidak dapat lagi memuji Tuhan (Mzm.30:10, Mzm. 115:17)? Dan kalau begitu, apakah mungkin orang itu tidak berada di surga? Apakah Alkitab tidak konsisten?
Menurut 2 Samuel 12:23, anak Daud yang mati telah berada di surga.
Sebab, Daud tidak sedih lagi sesudah anaknya meninggal. Menurut Mazmur 17:15; 49:17; 73:24, orang yang percaya akan Allah terima ke dalam kemuliaan-Nya.
Tetapi Mazmur seperti 6:6, 30:10, 88:11, 115:17; Pengkhotbah 12:7, menekankan bahwa kita tidak dapat memuji Tuhan dalam kerajaan maut, atau dengan kata lain: dalam kubur.
Tujuan dari ungkapan pemazmur itu adalah bahwa kita harus memuji Tuhan sekarang. Manusia tidak diciptakan untuk mati tetapi untuk hidup dan untuk memuji Tuhan. Kita jangan tertarik oleh keinginan untuk cepat mati; bandingkan pertimbangan Paulus dalam Filipi 1:23-24: ”Aku didesak dari dua pihak: Aku ingin pergi dan tinggal bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.”
Dunia orang mati, atau kerajaan maut, merupakan terjemahan dari syeool.
Arti kata ini biasanya: kubur (Kej. 37:35, Mzm. 30:4), tetapi kadang-kadang juga berarti: neraka .
Pokoknya kata itu menunjuk ke kuasa maut yang tampak di kubur dan tampak di neraka. Dalam PB kita temukan kata hades, yang sering berarti neraka (Mat. 11:29, Luk. 16:23), kadang-kadang juga kubur, dan singkatnya: wilayah maut (bnd. Mat.16:18: alam maut).
Manusia yang hidup tidak boleh mencari hubungan dengan mereka yang sudah mati (Ul. 18:11; 1 Sam.28:9).
A. A. Hoekema mencatat bahwa arti ”neraka” untuk kata syeool itu tidak ditemukan, tetapi menurut kami kadang-kadang arti kata syeool sama dengan kata hades, sangat negatif dan menunjukkan neraka, seperti dalam Yesaya 14:15-21. Kitab-kitab Perjanjian Lama juga dengan jelas mengungkapkan tentang perbedaan tujuan akhir orang benar dan orang fasik: Mazmur 49:1516; Mazmur 16:10; Mazmur 73:17-20, 24-26.
Kata neraka dalam bahasa Yunani: ge-henna. Artinya: Lembah Hinnom. Di lembah itu raja-raja fasik seperti Achaz dan Manase menyerahkan anak-anak untuk dikurbankan kepada berhala (Molokh). Sesudah itu lembah itu dianggap sebagai tempat yang terkutuk. Lama-kelamaan lembah yang terkutuk itu menjadi tempat membuang sampah. Dari situlah datangnya kiasan bahwa api di neraka tidak terpadamkan dan ulat bangkai tidak mati (Mrk. 9:43,48). Memerhatikan latar belakang inilah maka kita jangan menguraikan kengerian neraka dengan melukiskan kehebatan api dan ulat bangkai, atau mengenai kertakan gigi dan tangisan (Mat. 22:13).
Khotbah harus memperingatkan dan menasihati, bukan menakut-nakuti. Tuhan akan menghakimi dengan adil. Kita hanya tahu sedikit, mungkin dalam penghukuman terdapat perbedaan antara orang yang satu dengan yang lain, seperti mungkin juga bahwa dalam surga terdapat perbedaan tingkat (bnd. Mat. 11:20-24; Luk. 22:30). Tetapi dengan pengertian bahwa di surga tidak ada seorang pun yang iri hati.
Pengadilan pada hari besar itu berarti: pengadilan di muka orang banyak. Bukan bahwa nasib mereka yang telah meninggal dunia akan berubah lagi. Pada saat mereka meninggal mereka juga dihakimi, sesuai dengan Ibrani 9:27: ”Sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Kemudian mereka itu, yang telah diterima Allah, sudah diundang-Nya masuk ke bumi yang baru, dan yang lain dihukum dan masuk neraka. Nasib itu tidak akan diubah. Penghakiman terakhir adalah seperti acara wisuda, yaitu pengumuman resmi dan pemberian ijazah, sedangkan sebelumnya sudah diketahui apakah para mahasiswa itu lulus atau tidak.
Orang yang meninggal dunia langsung bertemu dengan Tuhan dan ia akan diterima atau ditolak. Sedangkan pada penghakiman, semua kitab akan dibuka (Why. 20:12) di depan umum, dan dinyatakan betapa banyak dosa kita, tetapi juga betapa besar kasih Kristus. Jadi, penghakiman terakhir itu ialah untuk memuliakan Juru Selamat!
Menurut nas-nas seperti 2 Timotius 4:1; 1 Petrus 4:5; dan Yohanes 5:22, Tuhan Allah telah memberi kuasa untuk menghakimi kepada Tuhan Yesus.
Sesudah seorang manusia meninggal dunia, ia akan langsung bertemu dengan Tuhan untuk dihakimi. Pada penghakiman itulah manusia menghadap Allah Bapa, sedangkan Tuhan Yesus berada di sebelah kanan-Nya untuk membela orang yang percaya. Roma 8:33-34 menyatakan: ”Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” Sedangkan dalam penghakiman terakhir, Tuhan Yesus sendiri yang bertindak (perhatikan KH Mg. Ke-19 mengenai hal ini; bnd. Yoh.5:22,27: Tuhan Allah menyerahkan hak kepada Anak-Nya; Why.20:11 berkata tentang takhta putih, itulah takhta Allah dan takhta Anak Domba, Why.22:3).
Apakah perbuatan-perbuatan kita akan dimasukkan ke dalam penghakiman itu dan turut dipertimbangkan? Dan bagaimana dengan berita Injil bahwa dosa telah diampuni oleh darah Kristus? Kalau demikian, mengapa pekerjaanpekerjaan kita dinilai lagi? KH berbicara tentang sebuah upah anugerah yang diberikan Allah (Mg. Ke-24) dan PIGB (ps. 24) mengajarkan bahwa pada hari kiamat Allah memahkotai karunia-karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita! Pengakuan-pengakuan itu berdasarkan antara lain Efesus 2:10: ”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Dalam terang itulah kita harus membaca nas seperti 2 Timotius 1:18 mengenai seorang Kristen yang dinamai Onesiforus, dan yang telah melakukan banyak pelayanan di Efesus: Kiranya Tuhan menunjukkan rahmatNya kepadanya pada hari-Nya, kata Paulus, yaitu pada hari penghakiman. Seperti yang juga ia katakan mengenai dirinya sendiri dan semua orang Kristen lainnya: ”Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya, tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2Tim. 4:8).
Ajaran reformasi yang menekankan pembenaran oleh iman tidak pernah bermaksud untuk melalaikan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Pembenaran tidak meniadakan pengudusan! Kebaikan Allah yang menerima manusia berdasarkan anugerah tidak bertentangan dengan pengupahan. Sebab Roh Kristus mempersatukan kita dengan Dia. Dalam Kristus kita dibenarkan, dalam Kristus kita juga diperbarui.
Upah yang diberikan bukan seperti setengah harga karcis masuk (contoh, W. H. Velema). Upah berarti bahwa perjuangan dan ketekunan kita mempunyai nilai kekal. Pada hari kiamat, Allah akan membalas segala penderitaan karena nama Kristus (bnd. PIGB 37).
Paulus merindukan untuk berada bersama dengan Kristus (Flp.1:21) dan kerinduan itu dimunculkan oleh dua hal: oleh penderitaan dan keluhan seperti yang disebut dalam Roma 8, dan pada sisi lain oleh kemuliaan yang akan datang itu.
Melakukan pekerjaan yang baik dan perjuangan rohani sangat ditekankan oleh para Reformator, seperti jelas dari KH dan dokumen-dokumen dasar Calvinisme yang lain.
Luther memang sangat bergembira ketika ia menemukan keindahan Roma 1:17, bahwa orang yang benar akan hidup oleh iman, dan mengerti bahwa keselamatan manusia tidak tergantung dari pekerjaan-pekerjaan yang benar. Tetapi, Luther juga pernah berkata bahwa selain dari Allah yang setia, ada juga Allah yang tersembunyi. Maksudnya ialah bahwa manusia tidak selalu mengerti maksud Tuhan. Khususnya ketika mengalami penggodaan atau penganiayaan. Luther berkata bahwa pekerjaan Allah yang terakhir itu adalah pekerjaan yang asing bagi Allah, bukan pekerjaan kesukaan-Nya. Namun, duaduanya itu ada. Syukurlah bahwa pada hari kedatangan Kristus, semuanya akan menjadi nyata dan segala hal yang tersembunyi akan dijelaskan (bnd.Van ’t Spijker mengenai Eskatologi).
Apakah dalam Kitab Suci terdapat banyak nubuat yang belum digenapi? Tentu ada, yaitu mengenai bumi yang baru, tetapi banyak yang sudah digenapi atau sebagian darinya. Namun, banyak penafsir Alkitab menunjukkan nubuatnubuat yang menurut mereka akan dipenuhi atau sedang dipenuhi dalam masa kita. Dan begitulah sepanjang sejarah gereja, pembaca Alkitab sering menerapkan nubuat-nubuat Alkitab secara langsung pada zaman dan masa mereka sendiri, dan dengan demikian terjadi banyak kekeliruan.
Satu contoh yang terkenal: banyak nubuat telah digenapi dalam sejarah bangsa Israel, ketika mereka pulang dari pembuangan ke Babel, tetapi nubuatnubuat itu sering diterapkan pada pemulangan orang Israel ke tanah Israel sesudah Perang Dunia II. Penerapan itu tidak benar, apalagi kemerdekaan bangsa Israel pada 1948 memang secara politik merupakan fakta yang penting, tetapi tidak bersifat agamawi.
Sehubungan dengan itu perlu kita sadari adanya garis pandang nubuat.
Kata lain untuk garis pandang ialah vista, atau perspektif.
Gambaran yang sesuai dengan perspektif itu disebut skenografi. Contoh:
Kalau pada hari yang cerah seseorang memandang ke arah yang jauh, ia melihat sawah di depannya, pohon di pinggir sawah, kemudian kampung yang di belakangnya dan jauh di belakangnya lagi ada gunung yang tinggi. Ia tidak dapat mengukur berapa jauh jarak antara sawah dan kampung serta gunung itu. Mungkin berdasarkan pengalamannya ia tahu berapa jauhnya, tetapi hal itu tidak terlihat dari tempat ia berdiri.
Demikianlah para nabi telah melihat hal-hal yang akan terjadi dalam waktu singkat, peristiwa-peristiwa yang kemudian dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada waktu-waktu sesudah itu.
Contoh: Yoel, ia melihat belalang yang datang, sedemikian banyak sehingga langit menjadi gelap (Yl.1 dan 2:1-11). Sekaligus ia melihat bahwa anak-anak Tuhan akan bernubuat, bahkan pemuda-pemudi (Yl. 2:28-29; Kis. 2). Dan terakhir ia melihat hari Tuhan yang dahsyat yang akan datang (Yl. 2:30-32). Ketiga peristiwa itu tidak terjadi dalam seketika. Bencana belalang terjadi pada zaman Yoel sendiri, pada Hari Pentakosta muda-mudi bernubuat, dan pada akhir zaman, Tuhan Yesus akan datang kembali untuk menghakimi. Perspektif ini disebabkan oleh pekerjaan Tuhan Allah pada waktu Perjanjian Lama, yang dilukiskan sebagai satu pekerjaan yang utuh, baik pekerjaan-Nya untuk melepaskan Israel dari bencana pada waktu itu, maupun pekerjaan Yesus Kristus untuk menebus dosa dan juga kedatangan-Nya untuk menghakimi.
Nubuat-nubuat Daniel dicoraki oleh garis pandang tersebut. Sering disinggung pencemaran bait Allah di Yerusalem oleh Antiokhus Epifanes IV, pada abad ke-2 seb. M dan akhir zaman yang kemudian dari itu. Bandingkan Boersma 1998, tentang tafsiran Daniel.
Dalam khotbah Tuhan Yesus yang disebut ”khotbah eskatologis” juga terdapat garis pandang tersebut, yaitu mengenai reruntuhan Yerusalem pada 70 M dan akhir zaman.
Sejarah bangsa Israel sebagai bangsa perjanjian telah berakhir ketika Tuhan Yesus datang karena Dialah Juru Selamat yang dijanjikan. Sesudah itu InjilNya diberitakan ke mana-mana, oleh pekerjaan Roh Kudus. Bukan berarti bahwa Israel digantikan oleh gereja Tuhan, tetapi terjadi penambahan: bangsa-bangsa lain dihisabkan pada Israel, yaitu sebanyak yang percaya kepada Kristus. Sedangkan untuk orang Israel sendiri, mereka juga perlu percaya kepada Kristus. Kalau tidak, mereka dikeluarkan.
Jadi, apakah bangsa Israel, dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, tetap mempunyai kedudukan khusus? Menurut Paulus dalam Roma 9–11 memang demikian, tetapi sedapatnya itu tidak disalahpahami. Sebab Paulus telah menekankan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani hanya dapat diselamatkan oleh Tuhan Yesus dan oleh iman (Rm. 1:16-17). Orang-orang Yahudi tetap dianggapnya sebagai manusia yang pernah menerima janji Tuhan dan yang telah menerima banyak berkat dalam sejarah bangsa mereka.
”Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.
Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demisaudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapak-bapak leluhur, yang menurunkan Mesias secara jasmani, yang ada di atas segala sesuatu. Dialah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!” (Rm. 9:1-5).
Seandainya pada akhirnya mereka juga menerima Injil, hal itu sangat menyukakan Tuhan Allah. Pada saat itulah akan masuk seluruh bangsa Israel (Rm.11:26), yaitu orang pilihanNya dari bangsa Israel. Hal itu akan terjadi bila dahulu jumlah penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk (Rm. 11:25). Perhatikan kesejajaran antara kedua fakta itu, yang saling memengaruhi. Oleh kekerasan hati orang Israel, maka Injil dikabarkan kepada bangsa lain, dengan maksud bahwa dengan jalan demikian orang Israel sendiri mulai iri hati dan akan bertobat juga. Itulah rahasia yang besar yang ingin dijelaskan Paulus dalam surat Roma ini (bnd. Ul. 32:21).
”Saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi keras hatinya sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain masuk. Dengan demikian, seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: ’Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari Yakub’” (Rm. 11:25-26, dengan kutipan dari Ul. 32).
Orang Israel itu merupakan ranting pohon zaitun yang asli (yang penuh getah, Rm. 11:17) yang dipotong tetapi kemudian dicangkokkan lagi, dan pertobatan mereka akan lebih menggembirakan Allah daripada pencangkokan ranting zaitun yang liar (pertobatan orang percaya dari bangsa lain). Tetapi pasti tidak akan ada pertobatan orang Yahudi secara massal.
Mereka yang mengharapkan pertobatan secara massal menganut teori tentang ”kerajaan seribu tahun” sebagai satu masa yang di dalamnya jemaat Tuhan telah diamankan di surga, sedangkan di bumi, orang Israel diberi kesempatan untuk bertobat secara massal. Dan setelah itu Tuhan Yesus akan datang untuk kali terakhir (menurut teori ini, yang sangat mirip dengan ”dispensasionalisme”, lih. ps. 8 tentang perjanjian).
Pertobatan massal orang Yahudi diajarkan, misalnya oleh J. Wesley Brill.
Ia sendiri adalah penganut premilenianisme (lih. bagian 10.14) dan juga mengajarkan ”pengangkatan jemaat” (lih. 10.15).
Tafsiran tentang ”seluruh Israel” berbeda-beda:
1. orang-orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan Yesus sepanjang sejarah;
2. sejumlah besar orang-orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan Yesus pada akhir zaman;
3. semua orang Yahudi di sepanjang sejarah, bahkan mereka yang ditegarkan hatinya.
Bersama dengan Dick Mak, dan lain-lain kami mendukung pandangan yang pertama. J. van Bruggen (2006) menganggap bahwa baik 1 maupun 2 dapat dipertahankan, tetapi ia mengatakan bahwa Roma 11 tidak fokus pada pertanyaan apakah banyak orang Yahudi diselamatkan atau tidak, melainkan terarah pada pokok bahwa Penyelamat bagi Israel adalah Mesias, Yesus.
Dalam sub ini dibicarakan milenianisme (millenium, bahasa latin, berarti: seribu tahun), atau khiliasme (khilios, bahasa Yunani, juga berarti: seribu). Istilah ini berasal dari Wahyu 20. Di atas telah dicantumkan bahwa banyak orang Kristen menantikan suatu masa yang khusus, yaitu kerajaan seribu tahun. Dan karena itu seluruh pandangan mereka tentang masa depan dipengaruhi oleh hal itu, walaupun Alkitab hanya menyebutnya pada satu pasal. Mengapa orang Kristen tertentu mengakui satu kerajaan khusus? Karena mereka beranggapan bahwa belum semua janji kepada Israel tergenapi, dan mereka berharap bahwa itu akan terjadi pada kerajaan seribu tahun tersebut.
Misalnya: Ada yang berpikir bahwa Yerusalem akan kembali menjadi ibukota Israel dan tidak lagi dikuasai oleh orang Palestina, bahwa upacara-upacara di Bait Suci akan dipulihkan (bnd. Za. 6:13, Yeh. 40:48), bahwa Mesias akan datang kembali di atas bukit Zaitun (bnd. Za. 14:4). Dan sering juga dikatakan bahwa gereja Tuhan akan diangkat sebelum itu (lih. 10.15) sedangkan Israel akan menggantikan kedudukan gereja. Sesudah itu Kristus akan mendirikan kerajaan seribu tahun untuk orang Israel dan seluruh Israel akan diselamatkan. Tetapi dengan tafsiran seperti itu Alkitab telah menjadi teka-teki, dan nas-nas diterangkan terlepas dari konteksnya.
Terdapat dua aliran: premilenianisme dan pascamilenianisme.
Premillennium berarti bahwa Tuhan Yesus akan datang sebelum kerajaan seribu tahun (yaitu untuk mengangkat jemaat-Nya) dan kemudian akan datang lagi. Sedangkan menurut Alkitab, Tuhan Yesus hanya datang satu kali (Ibr. 9:27), untuk menghakimi.
Pascamilenianisme berarti bahwa Tuhan Yesus datang sesudah kerajaan seribu tahun itu, dan sebelum kedatangan-Nya maka keadaan di bumi ini lamakelamaan menjadi baik. Teori ini dianut oleh banyak penafsir Reformed pada abad-abad yang silam, yang sekaligus juga memberi perhatian khusus kepada Israel. Tetapi hal ini tidak sesuai dengan nubuat-nubuat seperti dalam Matius 24, dan 2 Petrus 3, yang memberi peringatan bahwa akan ada penganiayaan.
Berita nubuat Perjanjian Lama tentang kerajaan damai yang akan datang seperti dalam Yesaya 2:2-4 dan Yesaya 65 :17-25, tidak menunjukkan satu kerajaan Yahudi di bumi ini pada zaman akhir, tetapi menunjukkan kepenuhan yang lengkap.
Dick Mak membedakan dalam tiga aliran: amilenianis me, premilenianisme dan pascamilenianisme. Pandang annya sendiri tergolong pada amilenianisme, dan pandangan kami tentang Wahyu 20 sama. Tetapi sebaiknya umat Kristen tidak dibedakan sesuai dengan pandangan terhadap milenianisme. Kami lebih menyukai untuk tidak termasuk dalam penggolongan itu, karena menurut kami, Wahyu 20 tidak membicarakan suatu kerajaan di bumi.
Dalam premilenianisme terdapat beberapa sub-aliran, yang berbeda dalam pandangan mengenai penganiayaan (tribulatio). Ada yang mengatakan bahwa jemaat akan diangkat sesudah penganiayaan itu (pasca-tribulationisme), ada yang mengatakan di tengah penganiayaan (mid-tribulation rapture), atau sebelum penganiayaan: pretribulationisme, misalnya Hal Lindsey. Keberadaan sekian banyak variasi itu, sudah tidak mendukung teori milenianisme. Hal Lindsey pernah mengaitkan tahun 1948 (pendirian negara Israel) dengan Matius 24, bahwa angkatan ini tidak akan berlalu sebelum semuanya akan terjadi; dengan prakiraan bahwa ”suatu angkatan’ berarti 40 tahun maka ia memperhitungkan bahwa tahun 1988 akan menjadi tahun kedatangan Tuhan Yesus (lih. Tj. Boersma).
Latar belakang milenianisme adalah fokus pada bangsa Israel dan menempatkannubuat-nubuat Perjanjian Lama yang konon, belum digenapi dalam satu sistem ajaran.
Dick Mak menguraikan perbedaan ini sebagai pembagian antara premilenianisme yang historis, yang mengatakan bahwa zaman gereja ini akan diakhiri dengan masa sengsara yang besar, dan premilenianisme yang dispensasional (bnd. ps. tentang perjanjian), yaitu bahwa Kristus datang kembali sebelum masa seribu tahun dan juga sebelum sengsara yang besar, jadi ada dua kedatangan Kristus kembali, yang pertama untuk mengangkat jemaat-Nya ke surga selama tujuh tahun sengsara di bumi, dan pada masa itu jumlah lengkap dari orang Yahudi akan masuk.
Untuk menyadari apa sebenarnya yang dimaksud dengan kerajaan seribu tahun, sebaiknya kita berpikir sejalan dengan Agustinus. Kerajaan itu bukan suatu kerajaan, tetapi satu masa pemerintahan Yesus Kristus. Singkatnya: masa antara kenaikan Kristus ke surga dan kedatangan-Nya kembali. Yaitu, masa yang kadang-kadang disebut juga: zaman akhir, Ibrani 1:2, atau: hari-hari terakhir, Kisah Para Rasul 2:17. Pada zaman inilah, jadi masa kita sekarang ini, Tuhan Yesus telah berkuasa, dan Iblis telah diikat (bnd. Kol. 2:15: ”Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka”.). Setan tidak bisa menyesatkan bangsa-bangsa lagi, sebab Roh Kudus bekerja pada masa kini di tengah-tangah bangsa. Iblis dilemparkan ke dalam jurang maut (Why. 20:3, yang telah disebut juga dalam Why. 9:1, 11 dan 11:7), tempat roh-roh jahat, yang tidak boleh masuk surga.
Bahwa Iblis tetap dapat mengganggu jemaat Tuhan, tidak dapat disangkal (ini juga berdasarkan 1Ptr. 5:8: ia seperti singa yang mengaum-aum). Namun, iblis menyerang individu-individu, tetapi tidak lagi seperti pada masa PL, ia menyesatkan segala bangsa.
Mengenai keterikatan iblis, harus dibandingkan Wahyu 20 dengan Wahyu 12 tentang kemenangan Michael di surga, ketika Yesus menang di atas kayu salib dan kemudian naik ke surga. Berarti: Apa yang pernah dialami Ayub tidak akan terjadi lagi: Iblis tidak lagi berhak untuk mempersalahkan kita di hadapan Allah.
Pada zaman inilah sebagian dari gereja Tuhan telah memerintah bersama dengan Dia di surga (lih. Why. 20), yaitu orang-orang percaya yang telah meninggal dunia. Mereka telah menerima kebangkitan yang pertama, yaitu pada saat mereka meninggal dalam Tuhan. Jiwa mereka hidup di surga ketika mereka meninggal. Mereka seakan-akan dipromosikan (bnd. Why. 20:4 dengan Why. 6:9-11).
Seribu tahun menunjukkan satu masa yang genap, masa pemerintahan Kristus melalui Firman-Nya (bnd. Why.19:11-16 tentang penunggang kuda putih).
Apa arti dari bahwa pada masa akhir sekali, Iblis akan dilepaskan untuk beberapa waktu? Itu menunjukkan bahwa pada akhir zaman, Tuhan Yesus akan menyuruh tentara-Nya untuk memusnahkan iblis beserta tentaranya. Tempat yang ditunjukkan dalam Wahyu 16:16 adalah Harmagedon (atau: Magedoon), yang arti sebenarnya Gunung Megiddo (atau Megiddo). Dahulu, di sekitar Megiddo sering terjadi perang. Tetapi nama Harmagedon itu tidak menunjukkan satu tempat tertentu di Israel, tetapi menjadi lambang untuk tempat pertempuran terakhir, yang mungkin terjadi di seluruh bumi. Nubuat Yehezkiel yang berbicara tentang satu pertempuran pada akhir zaman, di mana bangsa-bangsa kejam seperti Gog dari tanah Magog akan dimusnahkan menunjuk ke lembah yang barangkali sama (Yeh. 39:11; Why. 20:8). Kota Yerusalem (lambang dari Gereja Tuhan) akan dikepung, tetapi diselamatkan. Gereja akan bertekun sampai kesudahannya. Iblis bersama maut akan dicampakkan ke dalam api neraka (lautan api, Why. 20:14).
(Bandingkan Dick Mak, ps. 5, pandangan-pandangan terhadap masa seribu tahun.)
Sebagaimana 1 Petrus 3 telah menjadi landasan untuk teori tentang limbus patrum, dan Wahyu 20 mendasari pandangan mengenai kerajaan seribu tahun, begitu juga 1 Tesalonika 4:13-18 menjadi titik tolak dari teori mengenai ”pengangkatan jemaat”. Khususnya ayat 17: ”Hal ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: Kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. Sebab pada waktu aba-aba diberi pada waktu pemimpin malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selamalamanya bersama-sama dengan Tuhan. Karena itu, hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini.”
Penulis-penulis seperti Randy Alcorn dan Jerry Jenkins/Tim Lahaye, telah membuat novel yang menceritakan tentang orang-orang yang mendadak menghilang. Kemudian orang yang lain menyadari bahwa mereka sendiri ditinggalkan Allah, sedangkan kenalan mereka telah diangkat Tuhan untuk berada bersama-sama dengan Dia.
Tetapi, Tuhan Yesus tidak akan datang untuk mengangkat orang Kristen yang ada lebih dahulu. Nanti, hari kedatangan Tuhan Yesus, merupakan hari terakhir. Justru hal itu yang dibuktikan oleh 1 Tesalonika 4. Paulus menghibur jemaat bahwa mereka yang telah meninggal dunia tidak akan didahului oleh mereka yang masih hidup pada saat Tuhan Yesus datang. Malah justru sebaliknya, mereka yang sudah mati akan bangkit lebih dahulu, dan akan bersama dengan mereka yang hidup, menyongsong Tuhan Yesus di angkasa. Seperti anak dara yang menyongsong mempelai (Mat. 25). Dan sesudah itu mereka semua akan ada bersama dengan Tuhan untuk selama-lamanya.
Adanya kebangkitan pada akhir zaman, juga terbukti dari Yohanes 5:28-29; Kisah Para Rasul 24:15; 2 Tesalonika 1:5-10; bahkan, Roma 8:17-23 dan 2 Petrus 3:3-14.
Dalam 1 Korintus 15:23-24 dibedakan antara kedatangan Kristus kembali dan kesudahan. ”Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan”.
Nas tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk mempertahankan pendapat bahwa Tuhan Yesus datang kembali dalam dua tahap, yang diselingi oleh masa pemerintahan Kristus di antara itu. Yang dimaksud adalah urutan peristiwa pada hari terakhir. Sama seperti Tuhan Yesus telah bangkit dari kubur, demikianlah pada hari terakhir, orang yang percaya akan bangkit, baru kemudian kesudahan. Menyangkut pemerintahan yang dimaksudkan dalam 1 Korintus 15, itu adalah pemerintahan Kristus dari surga sebelum kedatanganNya (bnd. ayat 25 dengan ayat 51-55 tentang membinasakan maut).
Kita harus berpikir bagaimana berita ini dapat disesuaikan dengan berita Alkitab lainnya. Menurut kami, pada hari kedatangan-Nya, sesudah Tuhan Yesus disongsong oleh jemaat-Nya, Dia akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati (seperti telah diuraikan dalam 10.11 dengan contoh ”wisuda”; bnd. juga Mat. 25:31-46). Oleh karena Tuhan Yesuslah yang akan menghakimi, maka penghakiman ini tidak mengejutkan orang Kristen. Penghakiman terakhir adalah untuk memuliakan Kristus dan bukan untuk memutuskan sesuatu yang belum pasti. Demi kemuliaan Tuhan Yesus akan menjadi tampak untuk siapakah Dia telah mengurbankan diri-Nya, yaitu untuk mereka yang mengasihi-Nya walaupun mereka sendiri menyadari betapa banyak kesalahan mereka. Sedangkan mereka yang sama sekali tidak mau mengenal Tuhan Yesus, akan dihukum untuk selamanya.
Pada hari itu juga, menurut Wahyu 20, sebelum penghakiman terakhir, Iblis menyesatkan bangsa-bangsa yang datang mengepung perkemahan tentara orang-orang kudus, dan kota yang dikasihi itu .Tetapi dari langit turunlah api yang menghanguskan mereka. Iblis dilemparkan ke dalam lautan api, dan begitu juga semua orang yang dalam penghakiman, sebagai orang yang namanya tidak ditemukan dalam kitab kehidupan. Apakah yang dimaksud dengan perkemahan dan kota itu adalah tempat jemaat Tuhan berada, sesudah mereka telah menyongsong Tuhan di angkasa?
Sesudah penghakiman terakhir itu mereka yang diterima Tuhan Yesus akan berada bersama dengan Dia di bumi yang baru, dan bumi itu tidak lain adalah surga. Sebab menurut Wahyu 22, takhta Allah akan berada di tengahtengah manusia. Yerusalem yang baru, akan turun dari surga ke bumi. Pada saat itulah baik surga maupun neraka akan mendapat bentuknya yang kekal: surga akan menjadi bumi baru, tempat kediaman Allah Tritunggal dan juga tempat untuk anak-anakNya (menurut tubuh dan jiwa). Dan neraka menjadi tempat untuk iblis dan kawan-kawannya serta untuk manusia yang tidak mau mengenal Tuhan Yesus, Wahyu 19 dan 20, (juga menurut tubuh dan jiwa).
Manusia harus diperbarui seluruhnya, juga tubuhnya. Kebangkitan daging itu adalah sebagian pekerjaan Roh Kudus yang memulangkan segala sesuatu kepada Allah (Rm. 11:36). PL dan PB menunjukkan tujuan yang sama: Ayub 19:25-27; Yesaya 26:19; Daniel 12:2; Yohanes 5:29; 1 Korintus 15:35-38; 1 Tesalonika 4:15-18.
Walaupun penguburan dapat dikatakan merupakan penghinaan dan hukuman bagi manusia (Kej. 3:19), Paulus menanggapi hal itu secara positif dalam 1 Korintus 15, yang di dalamnya ia menerangkan kesamaan antara biji yang ditanam dan tanaman yang tumbuh, antara tubuh yang dikuburkan dan tubuh yang dibangkitkan (1 Kor.15:37).
Penguburan orang Kristen berarti: persemaian. Pemakaman boleh dilakukan dalam iman dan pengharapan.
Tetapi terdapat juga perbedaan antara apa yang ditanam dan apa yang tumbuh, antara tubuh alamiah dan tubuh rohani. 1 Korintus 15:42-45: ”Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Yang ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah. Seperti ada tertulis: ’Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup’, tetapi Adam yang terakhir menjadi roh yang menghidupkan.”
Tubuh rohani tidak sama dengan roh, melainkan tubuh yang dikuasai oleh Roh. Tubuh pada waktu nanti berbeda dengan tubuh sekarang: manusia tidak akan kawin lagi (Mat. 22:30), dan tidak makan atau minum lagi (1Kor. 6:15), namun tubuh yang dibangkitkan itu tetap tubuhnya yang dikuburkan. Mereka yang mewarisi bumi yang baru adalah mereka yang percaya (2Kor. 5:10; Why. 14:13).
Ada kontinuitas (kelanjutan) dan diskontinuitas (ketidaklanjutan) antara manusia sekarang dan manusia sesudah ia meninggal, sebab pada saat meninggal ia hidup terus dan pada saat kebangkitan daging, tubuhnya akan dikembalikan, hanya dalam bentuk yang lain.
Sebaiknya diingat apa yang terjadi pada diri Tuhan Yesus sesudah Dia bangkit: Tubuh-Nya dapat dikenal, melainkan tidak langsung. Tuhan Yesus harus membuka mata mereka, baru para murid mereka mengenal-Nya.
Luka-luka dari penderitaan-Nya tetap ada (apakah hal itu akan dilihat juga di bumi baru, mengingat bahwa Tuhan Yesus selalu disebut Anak Domba dalam Kitab Wahyu?). Tuhan Yesus tidak perlu makan dan minum lagi sesudah kebangkitan-Nya, tetapi ketika Dia mau, Dia makan bersama dengan muridNya. Dan Dia menampakkan diri-Nya dan juga menghilang, berbeda dengan sebelum kematian-Nya. Dia telah mempunyai tubuh yang tidak fana (1Kor.15) dan dengan tubuh itu Dia terangkat ke surga dan akan datang kembali. Apakah tubuh kita nanti juga seperti itu? (1Kor. 15:49: ”Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi”).
C. J. Haak (348) menerangkan bahwa tubuh Kristus sesudah kebangkitan-Nya sama dengan yang sebelumnya. Menurutnya, tubuh rohaniah Kristus dimilikiNya sejak lahir, sebab Dia berasal dari surga (1Kor. 15: 47). Menurutnya, para murid hanya tidak memerhatikan saja bahwa Tuhan Yesus sudah masuk, seperti biasa, melalui pintu.
Berkaitan dengan itu timbul pertanyaan, apakah ungkapan ”fana” dan ”tidak fana” dalam 1Kor. 15 tidak mempunyai sangkut-paut dengan keadaan dalam Firdaus dan keadaan di bumi baru? Bukan dalam arti bahwa manusia telah kemati-matian sebelum ia berdosa, tetapi tidak dapat disangkal bahwa pada waktu itu manusia maupun makhluk lain hidup dari proses pencernaan dan pertumbuhan, yang secara biologis tidak dapat tidak tanpa kefanaan dan kemati-matian.
Istilah ”tanda-tanda zaman” ditemukan dalam Matius 16:3 dan sebenarnya tidak menunjukkan masa depan, tetapi seperti tanda cuaca yang menunjukkan suatu waktu ketika Tuhan Yesus berada di bumi. Matius 16:1-4: ” Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari surga kepada mereka. Tetapi jawab Yesus, ’Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tandatanda zaman tidak. Orang-orang yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus.’ Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi.”
Tetapi kini ungkapan ”tanda zaman” pada umumnya digunakan untuk menunjukkan tanda bahwa akhir zaman sudah dekat.
Tentang tanda-tanda semacam itu, Tuhan Yesus berbicara dalam Matius 24, Markus 13, dan Lukas 21, yang biasanya disebut ”khotbah Yesus yang eskatologis”. Tanda-tanda yang dimaksudkan ialah perang, gempa bumi, desasdesus mengenai perang, keajaiban di alam, kemurtadan, penganiayaan, ajaran sesat, dan munculnya orang anti-Kristen. Tetapi juga: bahwa Injil dikabarkan sampai ke ujung bumi.
Keadaan-keadaan yang dimaksudkan itu sudah sering muncul dalam sejarah gereja, tetapi tidak selalu tampil dalam bentuk yang sama. Sejarah gereja berlangsung dinamis, dan tidak dalam rupa yang tunggal. Misalnya Luther, ketika ia menemukan arti Alkitab mengenai pembenaran oleh iman (berdasarkan Roma 1:16-17) , merasa bahwa penemuan yang berharga itu adalah sebuah tanda zaman. Ia sekaligus ia melihat penyesatan oleh Paus di Roma sebagai tanda.
Orang sering melihat hal-hal yang terjadi di sekitar Israel sebagai tanda zaman, tetapi dalam hal itu mereka dipengaruhi oleh pandangan yang salah terhadap Israel (bnd. 10.13; 10.14).
Ketika Tuhan Yesus berbicara tentang tanda-zaman Dia sekaligus memberi peringatan: ”Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihatlah, Ia ada di padang gurun, janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihatlah, Ia ada di dalam kamar yang tersembunyi, janganlah kamu percaya. Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia” (Mat. 24:26-27). Jadi, bila nanti Tuhan Yesus datang, Dia akan tampak di mana-mana.
Tetapi, bagaimanakah tanda-tanda dapat berfungsi, kalau memang berulang kali terjadi? Gempa bumi dan perang selalu ada. Sekalipun kenyataan itu tak dapat disangkal, namun tanda-tanda seperti itu selalu bersifat pengajaran dan peringatan. Tuhan Yesus datang seperti pencuri pada waktu malam. Maksud dari tanda-tanda itu ialah bahwa kita harus berjagajaga, (Mat. 24:37-44, 1Tes. 5:2).
Kalau seseorang berani memastikan hari kedatangan Tuhan, ia pasti salah. Montanus telah memperkirakan sekitar tahun 150. Pada zaman Abad Pertengahan, mereka memperkirakan tahun 1000; Joachim dari Fiore memastikan tahun 1260 (berdasarkan Wahyu 12:6 mengenai 1260 hari; padahal tarikh Kristen baru dibuat sesudah Kitab Wahyu ditulis). Pada zaman Luther, kaum Anabaptis memperhitungkan tahun 1533; Orang Adventis, tahun 1844; sedang Hal Lindsey, memperkirakan tahun 1988 (lihat 10.14). Mereka semua ternyata keliru.
”Hari-hari terakhir”, ”zaman terakhir”, ”waktu terakhir”
Kata-kata ini merupakan penunjuk untuk masa kini: Ibrani 1, Kisah Para Rasul 2, 2 Timotius 3:1, 1 Yohanes 2:18 (bnd. 10.1). Sejak Tuhan Yesus mati dan bangkit, hari-hari terakhir sudah mulai. Sehubungan dengan garis pandang bernubuat, para nabi telah menyatakan bahwa kedatangan Mesias (yang pertama kali) adalah awal dari hari-hari terakhir.
Matius 24, Markus 13, dan Lukas 21, mempunyai juga garis pandang bernubuat. Karena Tuhan Yesus berbicara antara lain tentang tentara Romawi yang akan datang untuk merebut kota Yerusalem (pada 70 M). Kepada jemaatNya Dia memberi aba-aba jauh sebelumnya untuk tidak menunggu saat itu tetapi melarikan diri. Mereka pada waktu itu memang pergi ke Pella.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa harus dibedakan antara zaman akhir dan akhir zaman: yang pertama adalah masa yang diawali dengan kedatangan Kristus yang pertama, sedangkan yang kedua adalah saat terakhir, yaitu pada kedatangan Kristus yang kedua.
2 Tesalonika 2 sering ditunjukkan sebagai berita mengenai tanda zaman. Karena dibicarakan tentang tanda besar dalam Bait Allah. Apa yang dimaksud Paulus di sini? Perkataannya menyerupai Kitab Daniel (ps. 11:31-36). Pada waktu yang dinubuatkan Daniel, muncullah seorang raja fasik bernama Antiokhus Epifanes. Demikianlah kata Paulus dalam 2 Tesalonika 2, menunjuk secara konkret pada seorang Kaisar Romawi bernama Caligula yang hidup pada waktu itu. Dalam keadaan gila ia menyuruh supaya patungnya didirikan dalam Bait Allah di Yerusalem (sama seperti Antiokhus Epifanes telah mendirikan patung Zeus di sana, pada abab-abad sebelum itu). Niat Caligula itu yang secara khusus dimaksud dalam ayat 4. Tetapi tidak terlepas dari perbuatan orang lain yang menghina Allah. Sebab seperti kejahatan Caligula pada waktu itu yang merupakan tanda, begitulah kejadian-kejadian yang serupa itu adalah tanda peringatan.
Untunglah pada zaman Caligula tidak terjadi apa yang dikehendakinya, sebab seorang panglima yang berhikmat menunda pelaksanaan keputusan tersebut, dan sesudah Caligula meninggal, kaisar berikutnya, Claudius, meniadakan keputusan Caligula. Dengan demikian kuat-kuasa jahat dihentikan oleh kuasa lain (”yang menahan dia” [2Tes. 2:6]). Itu adalah berkat pimpinan Tuhan (bnd. Why. 12:16). Tetapi Paulus menambahkan bahwa kepada seseorang yang tidak mau menerima kebenaran, Allah akan mendatangkan kesesatan atasnya, yang menyebabkan ia percaya pada dusta (2Tes. 2:10-11). Itu pun merupakan satu gejala dari akhir zaman (tafsiran ini dilukiskan oleh Van Houwelingen, 2002, 196, sekalipun Van Houwelingen sendiri menganut pandangan yang berbeda)
Tentang nas ini, tetapi juga tentang banyak nubuat dari Perjanjian Lama dan nas-nas dari Kitab Wahyu perlu dikatakan: seandainya nas-nas itu tidak berbicara tentang sesuatu yang konkret pada waktu itu, tetapi langsung tentang hal-hal yang akan terjadi pada akhir dunia, apa gunanya untuk para pendengar dan para pembaca pada waktu lampau itu? Apakah mereka tidak penting dan apakah hanya generasi sekarang yang penting?
Di sisi lain: para nabi sendiri bertanya dalam hati tentang masa apakah Roh berbicara melalui mereka. Mereka juga telah menyadari bahwa isi nubuat sangat dalam, dan tidak terarah ke masa itu saja (1Ptr. 1:11: ”Mereka pun meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya bersaksi tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu.”).
2 Tesalonika 2 juga sering disebut sebagai nas yang menunjukkan anti- Kristus, meskipun kata tersebut tidak terdapat dalam pasal itu. Dan yang dimaksud dengan itu adalah seorang pemimpin kejahatan yang akan muncul pada akhir zaman. Orang sering mengatakan bahwa waktu kedatangan Tuhan belum tiba sebab anti-Kristus belum ada.
Namun dapat diragukan apakah sebetulnya gereja harus mengkhawatirkan kedatangan seseorang seperti itu. Sebab kalau demikian halnya, Tuhan Yesus tidak dapat datang seperti pencuri pada waktu malam, seperti yang dikatakan Paulus kepada jemaat yang sama: ”Tetapi tentang masa dan waktunya, Saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri tahu benarbenar bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam. Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman -- maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin mereka pasti tidak akan luput” (1Tes. 5:1-3).
Maksud Paulus dalam 2 Tesalonika bukan untuk memberikan satu ”jadwal” tentang hal-hal yang harus terjadi sebelum Tuhan datang. Tetapi, Paulus ingin meredakan kerinduan yang berkelebihan di tengah jemaat Tesalonika tentang kedatangan Tuhan Yesus. Untuk itu ia menunjuk ke keburukan Caligula yang mulai tampak pada waktu itu. Dan ia menambahkan bahwa Tuhan dapat menahan kedurhakaan itu melalui orang yang diangkat-Nya untuk itu. Karena Tuhan yang memerintah dan jemaat boleh percaya kepada Tuhan, juga apabila kedatangan Tuhan Yesus ditunggu lama dan terjadi penganiayaan hebat. Nas ini tidak boleh diterapkan secara umum kepada orang yang anti-Kristus, yang masih dinantikan.
Kata anti-Kristus ditemukan dalam 1 Yohanes 2. Ia adalah seorang penyesat yang menyangkal Yesus Kristus, sebagai Anak Allah yang menjadi manusia. Dan ia tidak datang dari luar tetapi dari dalam jemaat. Menurut pasal ini akan ada banyak orang anti-Kristus, jangan menunggu seseorang yang terbesar di antara mereka itu. 1 Yohanes 2:18-19: ”Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar bahwa antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Dari hal inilah kita mengetahui bahwa waktu ini benar-benar waktu yang terakhir. Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguhsungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, tentu mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya nyata bahwa mereka semua tidak termasuk pada kita.”
Begitu juga penglihatan yang tertulis dalam Kitab Wahyu menunjukkan kuasa-kuasa yang ada di bumi ini, bukan satu kuasa saja. Binatang dari dalam laut (Why. 13) adalah kuasa politik, seperti nyata dalam diri Kaisar di Roma pada waktu itu. Binatang dari dalam bumi yang menyusulnya adalah ajaran yang sesat; filsafat yang sesat, agama yang sesat. Jangan kita mengaitkan halhal itu kepada satu oknum atau satu aliran, tetapi melihatnya sebagai gejalagejala kejahatan yang selalu ada.
Namun, menurut banyak penafsir Reformed, 2 Tesalonika 2 tidak hanya fokus kepada seorang jahat pada waktu itu, tetapi kepada orang durhaka yang akan datang. Dick Mak juga begitu, dengan menyangkal bahwa ”manusia durhaka” adalah kollektivum. Menurutnya penjahat itu benar-benar juga seorang pelawan gereja Tuhan pada akhir zaman (33).
Dan menurutnya perlu juga dibedakan antara mesias-mesias palsu seperti yang disebut oleh Yesus sendiri dalam Markus 13, dan anti-Kristusanti-Kristus dari 1 Yohanes 2, yang berasal dari jemaat sendiri.
Kedatangan Tuhan Yesus kadang-kadang disebut ”parousia” (kehadiran, kedatangan; bhs. Latin: adventus) seperti dalam 2 Tesalonika; Matius 24. Kadang-kadang disebut epiphaneia (pernyataan), dan juga apokalupsis (penyibakan; membuka kelopak mata).
Kata apokalupsis adalah juga nama Kitab Alkitab yang terakhir: Wahyu.
Tuhan Yesus telah memperlihatkan kepada Yohanes hal-hal mengenai masa depan. Kitab itu disebut juga ”nubuat” (Why. 22:10). Berarti apokalupsis bukan satu gaya bahasa yang berbeda sekali dengan bagian-bagian Alkitab yang lain. Wahyu adalah nubuat dalam bentuk penglihatan, sering dalam bentuk syair. Dalam PL kita telah menemukan bagian-bagian Alkitab yang dapat disebut apokalupsis, misalnya Yesaya 24-27; Yesaya 60-66.
Perlu diketahui bahwa Kitab Wahyu ini tidak dapat dibaca secara kronologis, dalam arti bahwa mulai dari pasal pertama sampai yang terakhir seluruh sejarah diuraikan sesuai dengan urutan. Dalam beberapa penglihatan, Yohanes menyaksikan berulang-ulang kali hal-hal yang akan terjadi. Barangkali kitab Wahyu ini dapat dibagi sebagai berikut:
I. 1:9-3:22: Kristus berbicara kepada ketujuh jemaat-Nya di Asia Kecil.
II. 4:1-16:21: Ketujuh meterai; ketujuh sangkakala; ketujuh cawan.
III. Di sini sampai tiga kali diberikan pengetahuan tentang sejarah bumi sampai kesudahannya.
IV. 17:1-21:8: Babel jatuh, Kristus menang
V. 21:9-22:11 Yerusalem, sebagai mempelai perempuan.Penafsir lain mengatakan bahwa sejarah diperlihatkan sampai tujuh kali (Hendriksen)
Bukan saja masa depan yang diperlihatkan. Juga masa hidup para pembaca yang pertama, yaitu anggota ketujuh jemaat, bahkan masa lampau. Misalnya Wahyu 12, menceritakan tentang masa PL sampai kelahiran Tuhan Yesus. Bandingkan 1:19: ”Karena itu, tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini.”
Bagian ke IV dari Kitab Wahyu melukiskan bumi yang baru, dan Yerusalem sebagai mempelai Kristus. Beberapa nas PL seperti Yesaya 11; Yesaya 25; Yesaya 65, telah menubuatkan hal yang sama juga. Terutama kita memandang Wahyu 21 dan 22 sebagai yang berhubungan erat dengan Kejadian 1 dan 2. Hal-hal yang sama ialah misalnya: pohon kehidupan dan air kehidupan. Perbedaannya juga tampak: Matahari dan bulan, begitu juga laut, tidak ada lagi. Kenyataan dari Taman firdaus ditemukan kembali dengan berkelebihan: pohon kehidupan yang berbuah 12 kali setahun: itu menunjukkan kekekalan hidup. Air yang ada datangnya dari takhta Allah dan Anak Domba: Ingat Yohanes 7, bahwa air kehidupan yang mengalir dari Tuhan Yesus adalah Roh Kudus.
Pada mulanya, seperti tergambar dalam Kejadian, terdapat pemisahan antara Allah dan manusia, sebab Allah berada di surga dan hanya sewaktuwaktu datang untuk berjalan-jalan dengan manusia di Taman Firdaus. Di bumi yang baru, takhta Allah berada di tengah-tengah manusia.
Dalam kosmos yang tidak terjangkaui ini, Allah telah memilih satu tempat untuk berada bersama dengan kita sampai selama-lamanya: bumi yang baru. Dan sebelum itu Tuhan Yesus sudah turun dari surga ke bumi untuk menebus dosa manusia. Bumi itu penting di mata Tuhan!
Walaupun bumi menurut ilmu falak (astronomi) bukan pusat dari alam semesta, menurut sejarah-keselamatan, bumi adalah pusatnya.
Ciptaan-ciptaan Allah akan berubah, sesuai dengan Wahyu 21-22. Terang matahari tidak perlu lagi: Allah adalah terangnya. Begitu juga laut dengan segala ancamannya tidak akan ada lagi. Tidak ada lagi lautan yang memisahkan bangsa dari bangsa.
Yerusalem baru merupakan satu kota, bukan taman seperti Firdaus, tetapi kota yang penuh taman-taman!
Mengapa terdapat tembok dan pintu gerbang di sekeliling Yerusalem yang baru? Untuk menyerupai Taman Firdaus yang dikelilingi pagar, tetapi sekaligus untuk menyerupai satu kota seperti Yerusalem. Yerusalem abadi dikelilingi tembok, tetapi pintu gerbang-Nya terbuka. Berarti: Tidak ada bahaya dari luar. Di luar kota itu terdapat kegelapan, di sana terdapat neraka, tetapi kuasa itu tidak mengancam lagi.
Tembok kota itu menunjukkan keindahan kota: ada 12 mutiara: keduabelas pintu gerbangnya. Ada 12 batu permata: dasar-dasar tembok itu.
Mungkin kota itu dibangun secara piramidal, karena tingginya sama dengan lebarnya dan panjangnya. Apakah letaknya di atas sebuah gunung, dibangun dari bawah sampai ke puncak? Yohanes telah melihat kota itu dari jauh, dalam penglihatan, tetapi nanti jemaat dari segala abad dan tempat akan tinggal di dalamnya dan menikmati keindahannya.
Perhatikanlah bahwa pada pintu gerbangnya ada nama keduabelas suku Israel, dan di fondasinya nama kedua belas rasul. Yerusalem yang baru itu adalah penggenapan dari seluruh sejarah perjanjian, baik dari PL maupun dari PB.
Jadi, bukan saja apa yang diciptakan Allah akan mencapai kesempurnaan, juga perjanjian Allah dengan bangsa-Nya. Perjanjian itu telah dimulai di Taman Firdaus, pada kedua pohon itu. Sebab di sana terdapat janji (pohon kehidupan) dan tuntutan (pohon pengetahuan tentang yang baik dan tentang yang jahat). Pohon yang kedua itu tidak ditemukan lagi di bumi yang baru, karena tuntutan tidak perlu lagi, karena manusia sudah sempurna.
Semuanya itu akan terjadi hanya melalui dan berdasarkan Yesus Kristus, yang dalam Wahyu 21 dan 22 sering disebut: Anak Domba. Berarti: pada bumi yang baru kita akan mengalami penggenapan dari perjanjian yang ada di Taman Firdaus (yang sering disebut perjanjian kerja), tetapi juga penggenapan dari perjanjian anugerah, yang didirikan Allah sesudah manusia jatuh.
J.P.D. Groen, 2002, menganut teori bahwa Kitab Wahyu telah ditulis Yohanes sebelum Yerusalem jatuh pada 70 M, dan bahwa banyak penglihatan menunjuk ke peristiwa itu. Menurut teori itu, ancaman-ancaman yang tergambar datang dari pihak orang Yahudi yang tidak mau bertobat kepada Yesus Kristus. Padahal, penanggalan yang sudah lama diikuti oleh kebanyakan penafsir tentang waktu penulisannya adalah sekitar 90 M, ketika Yohanes dipenjarakan oleh Kaisar Domitianus di Patmos.
Tuhan Yesus datang dengan segera (Why.22 :20; bnd. judul karangan J. P. D. Groen tentang kitab Wahyu: Aku datang segera). Segera berarti: sesaat pun tidak akan dibiarkan-Nya untuk tidak berguna. Tidak akan ada pemborosan waktu. Tugas gereja dalam mengabarkan Injil sangat penting . Matius 24:14: ”Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” Tetapi, Alkitab juga berkata bahwa di hadapan Tuhan, satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari (2 Ptr. 3:8). Rencana Tuhan yang mulia tidak dapat dipahami oleh manusia.
Paulus mengajak jemaat-jemaat (mis. yang di Tesalonika, 1Tes. 4-5; 2Tes.2) untuk menantikan kedatangan Tuhan Yesus dalam waktu singkat. Kita tidak boleh mengatakan bahwa Paulus dalam hal itu ternyata keliru atau naif. Karena, sebaiknya begitulah sikap setiap orang Kristen, termasuk kita sekarang. Jemaat Tuhan harus tetap bersiap siaga.
Kitab Wahyu diakhiri dengan: Jangan menambahkan sesuatu pada firman Allah atau mengurangkan sesuatu darinya. Wahyu 22:18-19: ”Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat kitab ini, ’Jika seseorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Jikalau seseorang mengurangkan sesuatu dari perkataanperkataan kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”
Firman Allah merupakan kesatuan yang sangat indah dan sempurna.
Keindahannya juga nyata dalam pasal-pasal yang terakhir dan Roh Kudus mengajak kita untuk menerimanya dengan sebulat hati.
Roh Kudus, yang mendiami jemaat Kristus, berkata bersama dengan jemaat itu: ”Ya Tuhan Yesus, datanglah” (Why. 22:7,20). ”Maranatha” (1Kor. 16 :22).