PASAL AJARAN YANG PERTAMA

Pemilihan dan Penolakan Ilahi

Pasal 1

Di Hadapan Allah, Seluruh Umat Manusia Layak DiHukum

Semua orang telah berdosa di dalam Adam, dan patut menerima hukuman, yaitu kutuk Allah dan kematian yang kekal. Oleh karena itu, Allah tidak akan berbuat tidak adil terhadap siapa pun, seandainya Dia telah memutuskan untuk membiarkan segenap umat manusia dalam dosa dan kutuk serta menghukumnya karena dosa, sesuai dengan perkataan Sang Rasul, Seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Dan, Upah dosa ialah maut. (Rm. 5:12; Rm. 3:19, 23; Rm. 6:23)

Jika seorang kapten kapal besar menemukan sebuah kapal kecil dengan enam penumpang yang sedang tenggelam, dan dengan sewenang-wenang memutuskan untuk menyelamatkan dua penumpang dan membiarkan keempat orang lainnya tenggelam, tentu itu sangat kejam dan sama sekali tidak adil, bukan? Kalau hanya dua penumpang yang bersedia menerima tawaran penyelamatan, sedangkan empat yang lain berkeras menolaknya, itu memang keputusan mereka sendiri: jika mereka tenggelam dan mati, itu kesalahan mereka sendiri. Tetapi tidak adil jika kapten kapal itu tidak menawarkan kesempatan yang sama untuk diselamatkan kepada setiap orang dari keenam penumpang itu. Apakah itu juga sama kurang adilnya, jika Allah, yang datang menyelamatkan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, dengan sewenang-wenang mengambil keputusan untuk hanya menyelamatkan kelompok kecil saja dari umat manusia, dan membiarkan kebanyakan dari mereka tetap tinggal dalam sengsara dan penghukuman mereka?

Sebelum menguraikan apa yang sebenarnya dilakukan Allah, PAD lebih dahulu menjelaskan apa saja yang dapat Allah lakukan: dapat saja dengan adil Allah menghukum semua orang dengan hukuman yang kekal. Allah sama sekali tidak terikat untuk menyelamatkan siapa pun juga. Para penyusun PAD ingin supaya satu hal benar-benar dimengerti, yaitu bahwa Allah tentu jujur seandainya Dia membiarkan semua orang dalam penghukuman. Alasannya, karena semua orang telah bersalah, melakukan dosa. Contoh yang tadi kami pakai sebenarnya kurang cocok, karena keenam penumpang yang akan tenggelam adalah orang yang tidak bersalah. Cerita itu tidak melukiskan dengan tepat keadaan manusia yang sebenarnya. Karena Kitab Suci mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa terhadap Allah sehingga patut dihukum. Tiap orang layak dihukum, segera sesudah hari kelahirannya. Karena semua orang telah berdosa dan sudah mati dalam persekutuan dengan Adam (Rm. 5:12; 1Kor. 15:21-22). Salah satu pokok ajaran yang paling mendasar dalam Kitab Suci dan yang harus dimengerti dan diakui sebelum masuk ke dalam pokok ajaran pemilihan dan penolakan, adalah mengenai Adam dan Kristus sebagai kepala umat manusia dalam perjanjian. Baik pemilihan maupun penolakan berakar pada perbuatan dua orang, yaitu Adam dan Yesus Kristus, yang masing-masing mengepalai atau mewakili umat manusia. Adam adalah kepala umat manusia yang (lama), sedangkan Kristus adalah kepala umat manusia yang (baru), yaitu kepala dari mereka yang dipilih Bapa dalam Kristus dan yang telah diberikan Bapa kepada Kristus.

Dosa Adam membuat semua orang menjadi orang berdosa. Karena menurut hukum, Adam sebagai kepala mewakili semua orang.

Allah tidak berurusan dengan manusia secara perseorangan, tetapi memutuskan bahwa Adam akan bertindak atas nama seluruh umat manusia. Ketaatan atau ketidak taatan dari satu orang itu akan diperhitungkan atau dituduhkan kepada semua yang menurut hukum diwakilinya. Perwakilan menurut hukum dapa kita temukan contohnya pada seorang raja atau presiden yang berwenang untuk menyatakan perang terhadap negara lain: satu orang itu mewakili bangsanya. Pernyataan perang dari raja atau presiden itu berarti bahwa seluruh bangsa berada dalam keadaan perang. Dengan cara yang sama, Allah telah menunjuk Adam untuk, menurut hukum, mewakili umat manusia. Ketika ia jatuh ke dalam dosa, ia melakukan tindakan itu atas nama semua orang yang akan dilahirkan darinya. Di sini kita sudah menghadapi tantangan dari orang Arminian. Mereka menolak pandangan bahwa ada orang (Adam, Kristus) yang menurut hu-kum, mengepalai atau mewakili umat manusia dalam perjanjian. Mereka menyangkal bahwa Allah berurusan dengan keseluruhan bangsa manusia melalui perwakilan satu orang. Di dalam dalil-dalil yang mereka serahkan kepada Sinode, orang Arminian menyatakan bahwa Allah tidak ... mencip-takan semua manusia di dalam Adam yang satu itu dalam keadaan suci... Maksud mereka adalah bahwa Allah tidak menganggap semua orang benar di dalam diri Adam, pada waktu Adam diciptakan-Nya. Kebenaran seorang manusia tidak terletak pada diri Adam, tetapi di dalam dirinya sendiri. Mereka menyangkal bahwa semua orang terwakili di dalam Adam.

Orang Arminian mengakui bahwa tindakan satu orang itu (Adam) berdampak terhadap semua orang lain, tetapi mereka tidak percaya bahwa tindakan satu orang itu mendatangkan penghukuman kepada semua orang yang lain. Mereka mempertahankan bahwa semua orang telah mempunyai kecenderungan untuk berdosa oleh karena dosa Adam, tetapi mereka menyangkal bahwa semua manusia telah bersalah dan pantas dihukum oleh karena dosa Adam. Tidak seorang pun dihukum karena apa yang dilakukan Adam, tetapi hanya karena apa yang ia sendiri lakukan, demikian pandangan orang Arminian.

Dengan demikian orang Arminian membantah ajaran Kitab Suci. Rasul Paulus berkata: Oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, dan: oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa (Rm. 5:18,19). Semua orang tidak menjadi orang berdosa hanya karena tindakan mereka terbujuk oleh kecenderungan berdosa, seperti yang dikatakan orang Arminian. Semua orang menjadi orang berdosa karena perbuatan satu orang, yaitu Adam. Dosa Adam telah membuat semua orang menjadi orang berdosa, karena menurut hukum, Adam sebagai kepala mewakili semua orang. Marilah kita sebentar memikirkan kembali contoh mengenai keenam orang yang berada dalam bahaya maut karena kapal mereka tenggelam. Tadi kita lihat bahwa contoh tersebut tidak cocok karena menggambarkan manusia sebagai yang tidak bersalah. Menurut ayat Alkitab yang dikutip di atas, tidak ada seorang pun yang tidak bersalah. Semua orang telah berbuat dosa di dalam Adam, sehingga pantas dihukum. Karena itu kita perlu mencari gambaran yang lain untuk melukiskan keadaan manusia yang sebenarnya.

Bayangkanlah ada enam orang yang terbukti bersalah atas pembu-nuhan; mereka dijatuhi vonis dihukum mati, dan sedang menunggu pelaksanaan putusan hakim. Presiden mempunyai hak untuk membatalkan vonis itu: ia dapat memberi grasi kepada mereka dan membebaskan mereka dari hukuman mati. Tetapi ia tidak mempunyai kewajiban apa-apa untuk melakukan itu! Keenam orang ini masing-masing telah melakukan pelanggaran yang patut dikenai hukuman mati, sehingga presiden tidak akan berlaku tidak adil terhadap mereka jika ia memutuskan untuk membiarkan mereka semua dihukum mati. Demikian juga halnya dengan manusia. Semua orang telah berdosa di dalam persekutuan dengan Adam, dan layak dihukum dengan hukuman kematian yang kekal. Karena itu, Allah tidak pernah berlaku tidak adil terhadap siapa pun juga, jika Dia telah memutuskan untuk membiarkan seluruh umat manusia di dalam dosa dan di bawah kutuk, dan untuk menghukum mereka semua karena dosa mereka. Allah tidak mempunyai kewajiban apa-apa untuk menyelamatkan satu orang pun juga!

Gagasan ini sangat mendasar bagi seluruh pembahasan ajaran pemilihan dan penolakan, dan kita perlu tetap mengingatnya kalau kita akan berbicara mengenai Allah yang menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:18).

Pertanyaan:

1. Apa saja yang Allah dapat lakukan terhadap seluruh umat manusia sebagai akibat dari kesalahan satu orang (Adam) yang jatuh ke dalam dosa? Bagaimana hal ini dapat dibenarkan, karena waktu itu semua orang lain itu belum lahir dan belum pernah berbuat dosa?
2. Dosa di Taman Firdaus ini disebut apa? Apakah benar jika kita berbicara mengenai dosa ini sebagai dosa Adam? Siapakah yang berdosa itu?
3. Apa pendapat Arminius mengenai Adam sebagai kepala umat manusia?
4. Apa yang mereka percayai dan apa yang mereka tidak percayai mengenai dampak dosa pertama yang dibuat di Taman Firdaus?
5. Bagaimana menurut Alkitab perihal Adam sebagai kepala segala umat manusia?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Dalam dogma ada perbedaan pendapat mengenai bagaimana cara kesalahan Adam diperhitungkan kepada keturunannya: secara langsung atau tidak langsung. Mereka yang berpegang pada cara tidak langsung berpendapat bahwa keturunan Adam mewarisi keburukan Adam melalui penurunan alamiah (diwariskan melalui kelahiran), dan bahwa dengan demikian mereka menjadi salah dan takluk pada kematian karena keburukan mereka. Orang yang berpegang pada cara (langsung) memahami bahwa keturunan Adam mewarisi kesalahan Adam karena perhitungan menurut hukum, dan sebagai akibat dari kesalahan itu mereka dihukum dengan mewarisi tabiat yang buruk sesuai dengan tabiat Adam.

  1. Pandangan mana yang lebih benar, dan mengapa?
  2. Apakah Katekismus Heidelberg (p/j 7) mendukung salah satu dari kedua pandangan itu?
  3. Apakah Confessio Belgica (pasal 15) mendukung salah saru dari kedua pandangan itu?
2. Dalam Tata cara pelayanan Baptisan Kudus kepada anak-anak tertulis: kita dan anak-anak kita dikandung dan dilahirkan dalam dosa, dan dengan demikian patut dikenai murka Allah; apa yang dimaksud?
3. Dalam terang ajaran mengenai dosa turunan, bagaimana status hukum bayi yang baru lahir di hadapan Allah? Apa yang dikatakan dalam Tata Cara Pelayanan Baptisan Kudus kepada Anak-anak mengenai hal ini (bdk. pertanyaan pertama kepada orang tua)? Ucapan ini berdasarkan apa dalam Alkitab?
4. Apa pandangan Pelagius mengenai dosa turunan (bdk. Confessio Belgica, pasal 15)?
5. Dalam doa, kita memohon pengampunan atas dosa kita. Dosa manakah yang kita maksud: dosa turunan, atau dosa yang kita perbuat sendiri, ataukah keduanya? (bdk. Katekismus Heidelberg p/j 10). Bagaimana saudara menerapkannya dalam doa saudara?

Pasal 2

Pengutusan Anak Allah

Akan tetapi, dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan, yaitu, bahwa Dia telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal. (1Yoh. 4:9; Yoh. 3:16)

Allah adalah Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia (Ul. 32:4). Segala sesuatu yang dilakukan-Nya adalah benar-benar sesuai dengan janji dan ancaman yang dinyatakan-Nya kepada manusia ketika Dia mengadakan perjanjian-Nya dengan manusia: Dia memberikan kepada setiap orang apa yang pantas diterimanya. Allah telah menjanjikan hidup yang kekal kepada manusia, jika manusia menaati perintah-Nya. Pada waktu yang sama Dia telah mengancam manusia dengan hukuman kematian yang kekal jika manusia tidak menaati-Nya. Karena umat manusia (dalam persekutuan dengan Adam) tidak taat, mungkin saja Allah telah menghukum seluruh umat manusia dengan kematian yang kekal. Demikianlah kebenaran yang telah dinyatakan dalam pasal 1. Tetapi Allah tidak melakukan apa yang bisa saja telah Dia lakukan. Dia tidak menghukum semua orang, melainkan menaruh belas kasih kepada beberapa dari mereka. Sebab Allah tidak bersukacita atas kematian orang jahat (bdk. Yeh. 18:32). Hal ini menjadi jelas dari kenyataan bahwa cerita mengenai manusia yang jatuh ke dalam dosa langsung berlanjut dengan janji Allah yang berbelas kasih. Kita percaya, bahwa Allah kita yang baik, melihat bahwa dengan demikian manusia sudah menghamburkan diri ke dalam maut jasmani maupun rohani, dan sudah mencelakakan dirinya sama sekali, karena hikmat dan kebaikan-Nya yang menakjubkan, pergi sendiri mencari manusia, ketika manusia itu lari dari-Nya dengan gemetar, dan menghibur dia dengan perjanjian akan mengaruniakan Anak-Nya, yang akan lahir dari seorang perempuan (lih. Gal. 4:4), supaya ia meremukkan kepala ular (lih. Kej. 3:15), dan membahagiakan manusia itu.16

Di samping keadilan Allah, kita juga mengakui kasih Allah.

Perlu diperhatikan, bahwa kita tidak menyambut kasih Allah dengan melawan keadilan-Nya, seolah-olah keduanya bertentangan dan saling menutup. Kasih Allah tidak membuat keadilan-Nya tidak berlaku. Allah tidak mengampuni dosa kita dengan melupakannya begitu saja. Dia mengampuni kita melalui pembayaran. Kasih Allah tidak berarti bahwa Dia tidak lagi menghukum dosa. Sebaliknya, kasih Allah berarti bahwa Dia telah mengirim seorang Pengganti, yang mewakili umat manusia sama seperti Adam yang pertama, dan bahwa Wakil yang kedua itu memenuhi tuntutan-tuntutan keadilan Allah dengan membayar habis semua dosa kita. Dengan demikian baik keadilan Allah maupun kasih-Nya nyata dalam penderitaan dan kematian Kristus.

Dalam pasal ini PAD menjelaskan cara manusia dipindahkan dari keadaan terhukum mati ke dalam keadaan terbebas dari hukuman. Manusia menerima pengampunan dan hidup yang kekal melalui iman. Setiap orang yang percaya kepada Kristus diselamatkan, dan setiap orang yang tidak percaya kepada Kristus akan binasa. Walaupun pasal ini terbukti dengan sendirinya, para penyusun mempunyai alasan yang kuat untuk mencantumkannya. Berdasarkan kata setiap orang dalam Yohanes 3:16 (terj. Klinkert/Bode: barang siapa, RSV (whoever)) mereka berargumentasi bahwa setiap orang mendapat kesempatan untuk percaya. Dalam Remonstransi mereka mengatakan bahwa Yesus Kristus telah mati untuk semua orang dan untuk setiap orang; namun tidak seorang pun menerima hasil kematian Kristus kecuali orang yang percaya, seperti tertulis dalam Injil Yohanes 3:16.17 Menurut mereka, kata setiap orang atau barang siapa membuktikan bahwa Allah menyerahkan pilihan keselamatan itu ke tangan manusia. Jika seseorang bertanya kepada Allah: Siapakah yang akan diselamatkan? maka menurut orang Remonstran Allah akan menjawab: Siapa saja! Tawaran Saya untuk menyelamatkan manusia itu diterima atau tidak, terserah kepada manusia!

Dalam dua pasal berikutnya, para Penyusun PAD akan menunjukkan kekeliruan orang-orang Arminian yang menggunakan kata setiap orang di dalam Yohanes 3:16 untuk membuktikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan mendapat kesempatan untuk diselamatkan dan bahwa pilihan itu ada pada manusia. Kitab Suci mengajarkan, bahwa pilihan untuk percaya dan diselamatkan tidak dibuat pertama-tama oleh manusia. Pilihan itu dibuat oleh Allah dalam keputusan-Nya yang kekal mengenai pemilihan dan penolakan. Dialah yang memutuskan kepada siapa Dia akan memberikan karunia iman, pikiran yang terang, dan hati yang baru.

Pertanyaan:

1. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, apa yang dapat saja Allah lakukan? Tetapi apa yang sebenarnya Dia lakukan? Mengapa?
2. Apakah kasih Allah membatalkan keadilan-Nya? Jelaskan jawaban Anda.
3. Apa artinya kasih Allah, dan apa yang bukan artinya?
4. Bagaimana kasih Allah dan keadilan-Nya dinyatakan bersama-sama dan secara harmonis?
5. Bagaimana orang Arminian menafsirkan Yohanes 3:16? Apakah mereka benar?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Jika keadilan Allah berarti bahwa Dia memberikan kepada setiap orang apa yang pantas diterimanya, apakah dengan benar kita mengatakan bahwa Allah memperlakukan kita dengan adil? Bukankah kita pantas menerima hukuman yang kekal? Apakah kita menerima apa yang pantas kita terima? Apakah Allah benar-benar mempertahankan keadilan-Nya terhadap kita?
2. Bagaimana mungkin Allah yang kudus yang membenci dosa dapat mengasihi orang yang berdosa?
3. Apa akibatnya bagi Anak Allah bahwa Dia diutus ke dalam dunia ini? Apakah Dia dipaksa oleh Bapa untuk melakukan itu?
4. Apa seharusnya tanggapan kita atas kedatangan Anak Allah ke dalam dunia?

Pasal 3

Pemberitaan injil (Penolakan 9)

Maka agar manusia diantarkan pada iman, Allah berkenan mengutus pewarta-pewarta kabar yang amat gembira itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan bilamana Dia menghendakinya. Oleh pelayanan mereka itu, manusia dipanggil untuk bertobat dan percaya kepada Kristus yang disalibkan itu. Karena, bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka dapat mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? ( Yes. 52:7; 1Kor. 1:23-24; Rm. 10:14-15)

Dalam pasal yang sebelumnya, kita telah mendengar orang Arminian berkata bahwa Allah menyerahkan pilihan untuk percaya atau tidak sepenuhnya kepada kehendak manusia. Menurut mereka, yang diputuskan oleh Allah hanyalah untuk mengutus Anak-Nya dan membuka kemungkinan bagi semua orang untuk diselamatkan. Tetapi manusia sendirilah yang harus memutuskan apakah mereka mau menerima tawaran keselamatan dari Allah, atau menolaknya. Allah, kata orang Arminian, tidak bersikap pilih kasih, tetapi memperlakukan semua orang dengan sama. Dalam pasal ini para penyusun PAD menolak pandangan itu dengan cara yang sangat mudah.

Dalam pasal sebelumnya kita telah mendengar bahwa iman mempunyai peran yang penting dalam keselamatan manusia. Hanya mereka yang percaya kepada Kristus yang diselamatkan. Terlepas dari iman, tidak ada keselamatan. Barangsiapa percaya kepada-Nya (Anak Tunggal Allah), ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah ( Yoh. 3:18). Baik orang-orang Reformasi maupun orang-orang Arminian sama-sama sepakat mengenai hal ini.

Menurut Kitab Suci, tidak seorang pun yang dapat percaya kecuali jika ia mau mendengar pemberitaan Injil. Karena hanya melalui pemberitaan Firman, Roh Kudus mengerjakan iman di dalam manusia. Demikianlah ajaran Paulus: Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. ... jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. (Rm. 10:14,17). Ciptaan memberikan kesaksian mengenai Allah. Keagungan, keanekaragaman, dan keserasian yang ada di alam semesta mencerminkan kemuliaan dan kebijaksanaan Allah. Keluasan ciptaan menyatakan kebesaran dan ketidakterbatasan Allah. Keagungan ciptaan menyatakan kebaikan dan kebajikan Allah. Kehebatan kekuatan-kekuatan alam menyatakan kekuatan Allah. Jadi, dari ciptaan semua orang menjadi tahu bahwa Allah itu ada. Tetapi kesaksian mengenai Allah dalam ciptaan tidak cukup untuk memungkinkan manusia benar-benar mengenal Allah, atau untuk percaya pada karya penebusan Anak Tunggal Allah. Orang harus mendengar pemberitaan Injil agar dapat menjadi percaya. Itu sebabnya Allah mengutus penginjil-penginjil dan pendeta-pendeta untuk memberitakan Injil Kristus. Para penyusun PAD menulis, Maka agar manusia dihantarkan pada iman, Allah berkenan mengutus pewarta-pewarta kabar yang amat gembira itu, baru melanjutkan dengan tambahan kalimat yang penting: kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan bilamana Dia menghendakinya. Allah tidak menyampaikan Injil kepada semua orang pada segala zaman. Dia telah memberikan amanat pemberitaan Injil kepada gereja: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku (Mat. 28:19). Tetapi itu tidak berarti bahwa semua bangsa mendengar pemberitaan Injil pada se-gala zaman. Manusia memikul tanggung jawab atas pekabaran Injil, dan untuk memilih tempat di mana ia akan melaksanakan tugas itu, namun pada akhirnya kedaulatan Allah yang menentukan di mana dan kapan Injil itu akan diberitakan. Perhatikan ayat-ayat Kitab Suci yang berikut:

- Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing (Kis. 14:16).

- Tetapi aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta, sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang (1Kor. 16:8-9).

- Ketika aku tiba di Troas untuk memberitakan Injil Kristus, aku dapati, bahwa Tuhan telah membuka jalan untuk pekerjaan di sana (2Kor. 2:12).

- Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus, yang karenanya aku dipenjarakan (Kol. 4:3).

Allah tidak hanya membuka pintu untuk pemberitaan Injil, tetapi juga menutupnya. Misalnya, dalam Kisah Para Rasul kita membaca bahwa Paulus dan Barnabas melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. (Kis. 16:6-7).

Dari ayat-ayat ini, kita memahami bahwa Allah memutuskan siapa yang menerima pemberitaan Injil yang diperlukan agar manusia dapat percaya dan diselamatkan, dan siapa yang tidak. Mereka yang tidak menerima pemberitaan Injil dibiarkan oleh Allah di dalam ketidakpercayaan dan di bawah kutuk. Sebaliknya dari apa yang diakui oleh orang Arminian, Allah melewatkan sejumlah orang dan menurut kehendak-Nya membiarkan mereka di bawah kutuk.

Di dalam Penolakan Ajaran Sesat I, 9 tertulis:

Ajaran Keliru Alasan yang menyebabkan Allah mengalamatkan Injil kepada bangsa yang satu alih-alih kepada bangsa yang lain, bukan hanya perkenan Allah semata-mata, melainkan karena bangsa yang satu lebih baik dan lebih layak daripada bangsa lain, yang tidak mendapat bagian dalam Injil.
Penolakannya Hal ini disangkal Musa, waktu ia berkata kepada bangsa Israel demikian, Sesungguhnya, TUHAN, Allahmulah yang empunya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit, dan bumi dengan segala isinya; tetapi hanya oleh nenek moyangmulah hati TUHAN terpikat, sehingga Dia mengasihi mereka, dan keturunan merekalah, yakni kamu, yang dipilih-Nya dari segala bangsa, seperti sekarang ini (Ul. 10:14-15). Dan Kristus berkata, Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan Sidon terjadi mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung(Mat. 11:21).

Orang Arminian mempertahankan bahwa Allah tidak menahan Injil dari siapa pun menurut kehendak-Nya sendiri; sebenarnya ada orang yang membuat diri mereka tidak layak menerima Injil. Atau dengan kata lain, orang yang menerima Injil, menerimanya karena mereka memang lebih layak. Jadi, pada akhirnya adalah manusia, bukan Allah, yang memutuskan di mana Injil akan dikabarkan. Dengan tepat sekali para penyusun PAD membuktikan bahwa ajaran ini salah. Karena apa sebabnya berita perdamaian disampaikan pertama-tama kepada orang Yahudi dan bukan kepada orang bukan Yahudi? Karena hanya oleh nenek moyangmulah hati TUHAN terpikat sehingga Ia mengasihi mereka, dan keturunan merekalah, yakni kamu, yang dipilih-Nya dari segala bangsa (Ul. 10:15). Orang Yahudi mendengar pekabaran Injil lebih dahulu, bukan karena mereka lebih layak, melainkan karena Allah menurut kerelaan-Nya mengasihi dan memilih mereka dari segala bangsa yang lain. Apa sebabnya Dia memilih orang Yahudi dari segala bangsa lain?

Apakah Dia melakukannya karena mereka lebih layak? Tentu tidak! Allah berfirman melalui Musa: Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya. Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa mana pun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu–bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?–tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, Raja Mesir (Ul. 7:6-8). Melalui Nabi Amos Allah berfirman: Bukankah kamu sama seperti orang Etiopia bagi-Ku, hai orang Israel? (Am. 9:7). Selain itu, Kristus berkata bahwa orang bukan Yahudi lebih cenderung untuk menerima Injil dibandingkan dengan orang Yahudi. Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan Sidon terjadi mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung (Mat. 11:21). Namun Kristus datang memberitakan Injil kerajaan Surga pertama-tama kepada orang Israel (bdk. Mat. 15:27), yang lebih keras hatinya dan yang lebih lambat untuk percaya dibandingkan dengan orang bukan Yahudi. Jika benar bahwa Allah mengirim Injil kepada orang yang lebih layak daripada orang lain, pastilah Dia mengirimnya ke Tirus dan Sidon sebelum ke Khorazim dan Betsaida. Tetapi tidak benar bahwa Allah mengirimkan Injil kepada bangsa yang satu daripada ke suatu bangsa yang lain, karena bangsa pertama itu lebih layak menerimanya.18

Pertanyaan:

1. Menurut orang Arminian, keputusan apa yang diambil oleh Allah berkenaan dengan pemilihan dan penolakan? Apa yang tidak diperbuat oleh Allah?
2. Para penyusun PAD membuktikan bahwa keyakinan orang Arminian yang disinggung dalam pertanyaan 1 itu keliru. Mereka menyusunnya dengan mengutip dari Kitab Suci bahwa Allah melewatkan sebagian orang dan membiarkan mereka di bawah kutuk. Urutkan kembali alasan yang dikemukakan oleh para penyusun PAD dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berikut:

  1. Apa persyaratan untuk diselamatkan? Buktikan hal tersebut berdasarkan Kitab Suci!
  2. Dengan alat anugerah yang mana hal itu dikerjakan? Apakah alat itu benar-benar diperlukan? Buktikan hal itu berdasarkan Kitab Suci! Alat mana yang tidak cukup menolong manusia memperoleh keselamatan?
  3. Siapa yang menentukan, siapa yang menerima alat anugerah ini dan siapa yang tidak akan menerimanya? Buktikan hal itu berdasarkan Kitab Suci!

  4. Simpulkan pernyataan Kitab Suci ini!
3. Menurut orang Arminian, berdasarkan apa Allah menentukan siapa yang akan menerima Injil? Artinya, menurut mereka siapa yang pada akhirnya mengambil keputusan itu? Bagaimana menurut Kitab Suci?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Bagaimana Allah menyampaikan kehendak-Nya mengenai waktu dan tempat para pekabar Injil harus memberitakan Injil? Artinya, bagaimana cara Allah menuntun gereja-gereja ketika mereka mengambil kepu-tusan mengenai tempat untuk mengutus pekabar Injil?
2. Para penyusun PAD menggunakan kata (Injil) alih-alih kata (Firman) atau Kitab Suci. Kitab Suci terdiri dari dua bagian: Hukum Taurat dan Injil. Apa maksud para penyusun PAD dengan memilih kata (Injil) untuk menyatakan bahwa Hukum Taurat tidak perlu diberitakan oleh orang yang diutus Allah untuk memanggil orang supaya mereka bertobat dan menjadi percaya?

Pasal 4

Hasil Ganda

Adapun mereka yang tidak percaya kepada Injil itu, murka Allah tetap berada di atas mereka. Sebaliknya, mereka yang menerimanya, dan yang memeluk Juru Selamat Yesus dengan iman yang sejati dan hidup, akan dilepaskan oleh-Nya dari murka Allah dan kebinasaan serta dikaruniai hidup yang kekal. ( Yoh. 3:16; Mrk. 16:16; Rm. 10:9)

Dalam pasal sebelumnya, kita telah melihat bahwa hanya ada satu jalan untuk memperoleh iman, yaitu melalui pemberitaan Injil. Dalam pasal ini, para penyusun PAD ingin menekankan bahwa Injil merupakan pedang yang bermata dua (bdk. Ibr. 4:12; Why. 1:16; 2:12). Artinya, hasil pemotongan Injil berlipat ganda. Ada hasil yang berupa keselamatan, ada hasil yang berupa penghukuman. Seperti dikatakan Paulus, ada orang yang baginya Injil adalah bau kematian yang mematikan, sedangkan bagi yang lain, Injil adalah bau kehidupan yang menghidupkan (2Kor. 2:16). Kalau demikian halnya tidak mengherankan bahwa didapati dua macam tanggapan dalam pemberitaan Injil, yaitu percaya dan tidak percaya. Di antara orang yang mendengar pemberitaan Injil ada yang memeluk Juru Selamat Yesus dengan iman yang sejati dan hidup. Perumusan ini cukup tegas. Pasal ini tidak menggunakan kata-kata yang sederhana: mereka yang percaya akan diselamatkan. Karena ada orang yang menerima Injil hanya sebagai kebenaran sejarah semata. Mereka percaya bahwa memang benar pernah ada orang yang bernama Yesus, yang mati di kayu salib oleh tangan orang jahat. Namun, persetujuan intelektual terhadap firman Allah bukanlah iman, meskipun di mata manusia demikian kelihatannya, bahkan dalam Kitab Suci kadang-kadang disebut dengan kata percaya (bdk. Kis. 26:27,28; Yak. 2:19).

Iman yang hidup berarti memeluk Juru Selamat Yesus. Di sini kita diingatkan pada cerita seorang perempuan yang malu karena dosa-dosanya. Dia berlutut di kaki Yesus, membasahi kaki-Nya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi. Perempuan itu menyadari betapa besar dosa dan kesengsaraannya. Ia yakin bahwa Yesus dapat menghapus dosanya. Dengan iman yang sejati dan hidup, ia memeluk Juru Selamat Yesus. (Luk. 7:37,38). Orang yang memeluk Juru Selamat Yesus dengan iman yang sejati dan hidup, dilepaskan dari murka Allah dan kebinasaan. Allah tidak lagi murka terhadap mereka. Karena dosa mereka telah dipindahkan kepada Kristus. Dengan menanggung kesalahan mereka dan menebusnya, Dia telah memuaskan murka Allah yang menyala-nyala kepada mereka oleh karena dosa itu. Hasilnya adalah bahwa mereka tidak lagi dengan takut menghadapi datangnya siksaan yang kekal. Sebaliknya, mereka menerima hidup yang kekal. Allah memberi kehidupan rohani kepada mereka, sehingga mereka dapat mengenal Allah, mengasihi Dia dengan sepenuh hati, dan hidup bersama dengan Dia setiap hari. Allah juga berjanji hendak memberi kehidupan yang kekal kepada tubuh mereka, sesudah mereka meninggal dunia, melalui kebangkitan.

Tetapi, tidak semua orang memeluk Juru Selamat Yesus. Hal itu sudah nyata pada waktu Yesus masih hidup di bumi, dan masih tetap nyata pada masa kini. Tidak semua orang yang mendengar pemberitaan Injil mengakui dosa mereka dan mencari kelepasan dari dosa itu pada Yesus. Karena mereka menolak Yesus sebagai Juru Selamat maka mereka tetap tinggal di bawah murka Allah. Perlu diperhatikan bahwa PAD mengatakan bahwa murka Allah tetap berada di atas mereka. Mereka sudah berada di bawah murka Allah sebelum Injil diberitakan kepada mereka (Ef. 2:3). Karena mereka menolak Injil maka murka Allah tetap tinggal di atas mereka.

Demikianlah berita singkat Injil: Barangsiapa yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya ( Yoh. 3:36). Orang Arminian mengutip ayat ini di dalam tulisan-tulisan mereka, dan menggunakannya sebagai bukti bahwa Allah memutuskan untuk menyelamatkan orang yang percaya, dan untuk meninggalkan mereka yang tidak percaya di bawah murka-Nya. Di dalam Remonstransi, mereka menulis: Allah, dalam keputusan-Nya yang kekal dan abadi, telah mene-tapkan di dalam Kristus, sebelum dunia diciptakan, untuk menye lamatkan dari antara bangsa manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, mereka ... yang percaya kepada Anak-Nya, ... dan untuk meninggalkan mereka yang tidak dapat diperbaiki dan yang tidak percaya di dalam dosa dan di bawah murka.19 Kemudian mereka mengutip Yohanes 3:36. Orang Arminian menggunakan ayat ini untuk membuktikan bahwa Allah mengambil keputusan-Nya mengenai siapa yang akan dipilih atau ditolak atas dasar percaya atau tidak percaya. Menurut mereka, ayat ini mengajarkan bahwa manusia dipilih untuk diselamatkan atas dasar kepercayaan mereka, dan sebaliknya, bahwa manusia ditolak dan dihukum atas dasar ketidakpercayaan mereka.

Tetapi kalau kita membaca ayat ini dengan teliti dan seksama, menjadi jelas bahwa ayat ini sama sekali tidak berbicara mengenai pemilihan dan penolakan, tetapi mengenai keselamatan dan penghukuman. Meskipun ada hubungan yang erat antara pemilihan dan keselamatan, dan antara penolakan dan penghukuman, kata-kata itu tidak dapat dipertukarkan. Perbedaan antara kata-kata itu ada dalam masanya dan dalam inti sarinya. Pemilihan dan penolakan merupakan keputusan Allah dari semula, sedangkan keselamatan dan penghukuman merupakan upah dan hukuman yang diberikan Allah pada hari penghakiman.

Yang penting untuk disadari adalah bahwa Yohanes 3:36 tidak ber-bicara mengenai apa yang terjadi dari semula (pemilihan dan peno-lakan), tetapi mengenai apa yang terjadi dalam sejarah (keselamatan dan penghukuman). Digambarkan dalam skema:

Barangsiapa yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya (Yoh. 3:36).

Sejak Kekal Sejarah Dunia Hari Penghakiman
Bukan: ...Ada yang dipilih
...Ada yang ditolak
...yang percaya
...yang tidak percaya
Melainkan: Orang yang percaya...
Orang yang tidak percaya...
...diselamatkan
...dihukum

Pertanyaan:

1. Apa dampak ganda dari pemberitaan firman Allah? Jelaskan apa yang dimaksudkan oleh Paulus dalam 2 Korintus 2:16!
2. Mengapa para penyusun PAD berbicara mengenai iman yang sejati dan hidup, dan bukan mengenai (iman) saja?
3. Apa arti percaya dengan sungguh-sungguh kepada Juru Selamat? Tunjukkan hal itu berdasarkan Kitab Suci!
4. Apa upah percaya? Apa upah tidak percaya? Di mana hal ini dinyatakan dengan jelas?
5. Apa sebenarnya yang hendak dibuktikan oleh orang-orang Arminian dengan mengutip Yohanes 3:36? Bagaimana pendapat Anda dengan pandangan tersebut?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Bagaimana mungkin kita dapat berbicara mengenai murka Allah dan kebinasaan, padahal Kitab Suci sendiri mengatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh. 4:6, 16)?
2. Para penyusun PAD berbicara mengenai iman yang sejati. Apakah iman orang Arminian dapat dianggap sebagai iman yang sejati? Bagaimana jawaban atas pertanyaan itu mempengaruhi cara Saudara menasihati seorang Arminian mengenai imannya?
3. Apakah benar bahwa setiap orang yang mendengar pemberitaan Injil harus memilih? Apakah mengabaikan Injil sama dengan menolak Injil? Apa tanggapan saudara terhadap pemberitaan Injil?

Pasal 5

Sebab dari Ketidakpercayaan, Sumber Kepercayaan

Yang menjadi penyebab ketidakpercayaan itu dan yang harus dipersalahkan karenanya sama sekali bukan Allah, melainkan manusia, sama seperti dalam hal semua dosa lainnya. Sebaliknya, iman kepada Yesus Kristus dan keselamatan oleh-Nya adalah pemberian Allah yang cuma-cuma, seperti tertulis, Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Juga, Sebab kepada kamu dikaruniakan untuk percaya kepada Kristus. (Ibr. 4:6; Ef. 2:8; Flp. 1:29)

Bayangkan, seorang anak perjanjian mengajukan pertanyaan kepada ibunya berkaitan dengan teman bermainnya berikut ini: Mama, mengapa keluarga Kevin tidak pergi ke gereja seperti kita? Mungkin ibunya akan memberi jawaban yang sederhana: Karena mereka tidak percaya kepada Tuhan seperti kita. Tetapi jawaban itu akan membuat anak kecil itu bertanya terus: Mengapa kita percaya, sedangkan mereka tidak? Tentu suatu pertanyaan yang sangat sederhana! Apa jawaban yang akan Anda akan berikan atas pertanyaan itu? Apakah Anda akan menjawab: Kita memilih untuk percaya, tetapi Kevin dan keluarganya memilih untuk tidak percaya? Landasan jawaban ini adalah pandangan bahwa kehendak manusia itu bebas, dan bahwa sebagian hati dan pikirannya masih baik. Di samping itu, manusia mempunyai kemungkinan untuk percaya atau untuk tidak percaya, sekehendaknya. Demikianlah ajaran keliru yang disambut oleh orang-orang Arminian. Di sini bukan tempat untuk menguraikan secara terperinci ajaran Arminian ini. Kita akan membahasnya lebih dalam pada bab III/IV, 16 dan P III/IV, 3, 5, 6. Tetapi sambil lalu kita perlu menyebutkan kekeliruan ini agar kita dapat mengerti isi pasal ini.

Di dalam P III/IV, 3 tertulis bahwa orang-orang Arminian mengajarkan bahwa kehendak itu, kesanggupan dari dirinya sendiri, menghendaki dan memilih ataupun tidak menghendaki dan memilih hal apa pun yang baik yang dihadapkan kepadanya. Artinya, kehendak manusia itu bebas untuk memilih yang baik atau yang jahat, dan percaya atau tidak percaya, sepenuhnya dalam kebebasan dan kemampuan manusia. Berdasarkan pandangan ini, orang-orang Arminian menyimpulkan bahwa sebab ketidakpercayaan dan sumber kepercayaan kedua-duanya terletak pada manusia. Jika manusia tidak percaya, itu merupakan perbuatannya sendiri. Tetapi jika manusia percaya, itu pun merupakan perbuatannya sendiri. Harus demikian, menurut mereka, karena jika benar bahwa dari dirinya sendiri manusia tidak mampu untuk percaya maka ia tidak salah kalau ia tidak percaya. Tidak seorang pun dianggap bersalah jika ia tidak melakukan sesuatu yang tidak mampu ia lakukan. Dan jika kepercayaan merupakan hadiah yang harus dianugerahkan Allah kepada manusia maka kesalahan karena ketidakpercayaan seharusnya juga terletak pada Allah, bukan pada manusia. Dengan demikian orang-orang Arminian mencoba untuk menjebak orang Reformasi dengan memberikan buah simalakama. Menurut mereka, salah satu dari pernyataan berikut haruslah benar:

A Jika sebab ketidakpercayaan terletak pada manusia, maka sumber kepercayaan juga terletak pada manusia.

atau

B Jika sumber kepercayaan terletak pada Allah, maka sebab ketidakpercayaan juga terletak pada Allah

Orang-orang Arminian menerima pernyataan dalam dua kalimat pertama (A), dan mereka berusaha mengarahkan tuduhan atas dua kalimat kedua (B) kepada orang Reformasi. Dengan demikian mereka berusaha menunjukkan bahwa pandangan orang Reformasi itu sangat mengerikan dan menghina Allah, karena menjadikan Allah sumber ketidakpercayaan! Tetapi pernyataan B tidak menggambarkan kepercayaan orang-orang Reformasi. Sebenarnya menurut orang-orang Reformasi, baik A maupun B salah.

Sumber kepercayaan tidak terletak pada manusia. Menurut kodratnya manusia itu sudah rusak total. Tidak ada seorang pun yang mencari Allah; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak (Rm. 3:11,12). Manusia tidak dapat memilih untuk percaya kepada Allah kecuali jika Allah memilihnya terlebih dahulu (bdk. Yoh. 6:44, 15:16). Manusia tidak dapat percaya kepada Kristus kecuali jika Allah lebih dulu memilih untuk menganugerahkan Roh-Nya kepadanya (bdk. 1Kor. 12:3). Itu sebabnya Paulus mengatakan bahwa iman bukanlah hasil kecakapan manusia, melainkan pemberian Allah (bdk. Ef. 2:8-10; Flp. 1:29). Allah adalah satu-satunya sumber iman. Tetapi sesudah pernyataan itu, kita tidak dapat lanjut dengan mempersalahkan Allah sebagai sumber ketidakpercayaan. Kita tidak dapat berkata: Saya sendiri tidak mampu untuk percaya, dan Allah tidak memberikan iman kepada saya! Oleh karena itu, adalah kesalahan Allah bahwa saya tidak percaya. Menurut orang-orang Arminian, itulah konsekuensi dari keyakinan Reformasi, yang menjadikan Allah menjadi pencipta dosa. Tetapi orang-orang Reformasi sama sekali tidak mengajarkan bahwa penyebab ketidakpercayaan terletak pada Allah. Manusia sendirilah yang bertanggungjawab atas ketidakpercayaannya. Allah telah menciptakan manusia dengan kemampuan untuk percaya. Tetapi manusia kehilangan kemampuannya itu ketika ia jatuh ke dalam dosa.20 Adam telah memilih percaya pada perkataan ular itu daripada terhadap perkataan Allah. Akibat tindakan manusia itu adalah bahwa ia telah kehilangan sifat-sifatnya yang diperlukan untuk percaya kepada

Allah. Pikirannya menjadi gelap, hatinya menjadi buruk, dan kehendaknya diperbudak oleh kejahatan. Manusia telah menjadi rusak total, dan tidak lagi memiliki kemampuan dari dirinya sendiri untuk menjadi percaya. Tetapi manusia tidak dapat mempersalahkan Allah karena ketidakpercayaannya, karena Allah sebenarnya telah menciptakan manusia sedemikian rupa hingga ia dapat percaya. Manusia sendirilah, yang oleh dosa yang dengan sengaja diperbuatnya, mengakibatkan kehilangan kemampuannya itu. Karena itu, orang Reformasi menolak dilema yang diajukanorang-orang Arminian. Allah sama sekali tidak wajib untuk memberikan kembali kepada manusia kemampuan untuk percaya yang telah dihilangkannya, dan untuk mengerjakan iman di dalam hati manusia. Manusia sendiri yang bertanggung jawab atas ketidakpercayaannya. Tetapi sekaligus Allah berkenan untuk mengembalikan kemampuan yang hilang itu kepada sejumlah orang, dan mengerjakan iman di dalam hati mereka. Jadi, iman itu berasal dari Allah. Berlawanan dengan dua kemungkinan yang dikemukakan oleh orang-orang Arminian, sebaliknya keyakinan orang-orang Reformasi adalah sebagai berikut:

C Sebab ketidakpercayaan terletak pada manusia, Tetapi sumber kepercayaan terletak pada Allah Pertanyaan

Pertanyaan:

1. Apa yang diajarkan oleh orang-orang Arminian mengenai hubungan antara kehendak manusia dan iman?
2. Pilihan apa yang diberikan oleh orang-orang Arminian mengenai sebab ketidakpercayaan dan sumber kepercayaan? Apakah salah satunya benar?
3. Buktikan berdasarkan Kitab Suci bahwa sumber kepercayaan tidak terletak pada manusia!
4. Apakah kedaulatan pemilihan Allah berarti bahwa Allah juga adalah penyebab ketidakpercayaan pada manusia yang menolak Injil? Mengapa?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Apakah benar dan pantas untuk mengatakan bahwa Allah bertanggung jawab karena meninggalkan manusia dalam dosa dan ketidakpercayaan mereka?
2. Jikalau iman adalah pemberian Allah, bagaimana tanggapan Anda terhadap orang yang tidak menjadi percaya Injil, dan yang menyalahkan Allah karena ketidakpercayaannya, karena hanya Allah yang dapat mengerjakan iman di dalam hatinya?
3. Apa yang Anda rasakan di dalam hati Anda ketika membaca bahwa iman adalah pemberian Allah?

Pasal 6

Keputusan Allah yang Kekal

Kepada orang-orang tertentu Allah mengaruniakan iman dalam hidup ini, kepada orang lain tidak. Hal ini timbul dari keputusan-Nya yang kekal. Karena semua karya-Nya telah diketahui-Nya sejak semula (Kis. 15:18), dan, Segala sesuatu dikerjakan-Nya menurut keputusan kehendak-Nya (Ef. 1:11). Menurut keputusan itu, hati orang pilihan dilunakkan-Nya dengan penuh rahmat dan ditundukkan-Nya untuk percaya, meskipun hati itu keras. Sebaliknya, menurut keputusan yang sama, orang yang tidak terpilih dibiarkan-Nya dalam kejahatan dan kekerasan hati mereka sesuai dengan hukuman-Nya yang adil. Terutama di sinilah muncul di depan kita pembedaan yang tak terselami, yang penuh kemurahan dan sekaligus adil itu, yaitu pembedaan antara manusia yang telah sama-sama binasa, ataupun keputusan Pemilihan dan Penolakan, yang dinyatakan dalam firman Allah. Oleh orang yang jahat, cemar, dan kurang mantap hal itu diputarbalikkan sehingga mereka binasa, tetapi bagi jiwa orang kudus dan yang takut akan Allah hal ini menyediakan hiburan yang tak terkatakan. (Kis. 13:48; 1Ptr. 2:8; Kis. 15:18; Ef. 1:11)

Dalam pasal 4, para penyusun PAD telah menunjukkan berdasarkan Kitab Suci apa yang akan terjadi pada hari penghakiman. Allah memberikan hidup yang kekal kepada orang yang percaya, tetapi menghukum orang yang tidak percaya dengan kebinasaan yang kekal. Dalam pasal 5, telah kita lihat bahwa manusia tidak dapat menjadi percaya dari dirinya sendiri. Iman adalah pemberian yang datang dari Allah. Dalam pasal 6 ini, para penyusun PAD berdasarkan Kitab Suci menjelaskan apa sebabnya orang-orang tertentu menerima pemberian itu, sedangkan orang lain tidak. Sebabnya terletak pada keputusan Allah yang telah ditetapkan dari semula. Dalam keputusan-Nya itu, Allah telah menetapkan untuk membuat sejumlah orang tertentu menjadi percaya dan diselamatkan. Semetara itu, dalam keputusan yang sama, Allah telah menetapkan untuk membiarkan orang-orang tertentu dalam ketidakpercayaan dan kebinasaan mereka. Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah telah menetapkan rancangan keselamatan manusia. Segala hal tidak terjadi begitu saja, secara kebetulan, atau menurut tingkah laku manusia semata. Manusia mengambil keputusan-keputusan yang menjadi tanggung jawabnya dan mempengaruhi jalannya sejarah, namun hal itu tidak berarti bahwa manusia mengemudikan sejarah dan menentukannya. Sejarah dipimpin oleh kehendak Allah menurut rancangan yang telah ditetapkan-Nya dari sejak kekal. Rancangan itu tidak dibentuk semata-mata berdasarkan pengetahuan-Nya sebelumnya mengenai apa yang akan dilakukan manusia menurut kehendaknya yang bebas, tetapi dibentuk berdasarkan kehendak-Nya yang berdaulat menurut kerelaan-Nya. Menurut rancangan-Nya yang kekal dan berdaulat, Allah menguasai dan menuntun segala sesuatu yang terjadi. Katekismus Heidelberg menerangkan mengenai pemeliharaan Allah, yang adalah Kekuatan Allah, yang mahakuasa dan yang hadir di segala tempat. Dengannya Dia memelihara langit dan bumi serta semua mahkhuk seakan-akan dengan tangan-Nya sendiri, dan memerintahnya, sehingga
daun dan rumput,
hujan dan kemarau,
masa kelimpahan dan kekurangan,
makanan dan minuman,
sehat dan sakit,
kekayaan dan kemiskinan,

dan segala hal tidak menimpa kita secara kebetulan, tetapi datang dari tangan Bapa saja (KH, p/j 27).

Pemeliharaan Allah ini tidak lain adalah pelaksanaan rancangan-Nya yang telah ditentukan dari semula. Di dalam segala sesuatu (Allah) bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Ef. 1:11).

Rancangan Allah yang kekal juga mengenai penganugerahan iman.

Sebelum dunia dijadikan, Allah telah memilih orang yang akan diselamatkan-Nya. Dan dengan berjalannya waktu, Dia menganugerahkan pemberian iman kepada orang-orang pilihan-Nya. Sebelum dunia diciptakan, Allah telah memilih mereka yang akan dibiarkan-Nya dalam ketidakpercayaan mereka.21 Dengan berjalannya waktu, Dia tidak menganugerahkan pemberian iman kepada mereka. Dengan demikian, semua orang yang telah Allah pilih untuk menerima keselamatan, dan hanya mereka saja, menjadi percaya ketika mereka mendengar pemberitaan Injil (bdk. Kis. 13:48). Sedangkan mereka yang tidak dipilih Allah akan tersandung pada Injil, seperti telah ditetapkan Allah bagi mereka dalam keputusan-Nya yang kekal (bdk. 1Ptr. 2:8). Latar belakang pasal ini adalah bahwa orang-orang Arminian menyangkal bahwa Allah telah menetapkan keseluruhan sejarah sejak semula.

Mereka mengaku bahwa Allah memang berperan dalam menentukan peristiwa sejarah, terutama peristiwa alam. Tetapi manusialah yang menentukan arah hidupnya, dan bukan Allah. Manusia sendirilah yang menentukan apakah ia mau percaya atau tidak, bukan Allah. Sejak semula Allah telah mencatat pilihan manusia, tetapi catatan itu hanya berdasarkan pengetahuan-Nya sebelumnya mengenai apa yang akan dipilih manusia. Orang-orang Arminian percaya bahwa tindakan-tindakan Allah bergantung pada tindakan-tindakan manusia. Kesimpulannya adalah bahwa manusialah yang berkuasa atas sejarah, bukan Allah. Tetapi ajaran Kitab Suci adalah sebaliknya. Allah berkuasa penuh atas hidup kita, atas kepercayaan kita. Sejak semula Dia telah menentukan siapa yang akan percaya, dan segala sesuatu dikerjakan menurut rancangan-Nya yang kekal. Menurut rancangan-Nya ini, orang yang telah dipilih Allah pasti akan menjadi percaya dan akan diselamatkan. Skema yang berikut menguraikan peristiwa-peristiwa yang dibahas dalam pasal 4-6:

Pasal 4
Hari yang terakhir


Bagaimana Allah akan menghakimi manusia pada hari yang terakhir (menyelamatkan atau menghukum)?
...

berdasarkan

...
Pasal 5
Berjalannya waktu


Apa yang dilakukan manusia selama hidupnya (menerima atau menolak Kristus sebagai Juru Selamat)?
...

berdasarkan

...
Pasal 6
Sejak semula


Apa yang telah ditetapkan Allah sejak semula (memilih atau menolak)

Pertanyaan:

1. Apa yang menentukan jalan hidup manusia? Apakah termasuk menjadi percaya? Dapatkah Anda buktikan hal itu berdasarkan Kitab Suci?
2. Apakah yang menentukan jalan hidup manusia juga menentukan sejumlah orang tetap tidak percaya? Dapatkah Anda buktikan hal itu berdasarkan Kitab Suci?
3. Apa yang diajarkan orang-orang Arminian mengenai kehidupan rohani manusia?
4. Apa jalan pikiran dalam pasal 4-6?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Kalau Allah-lah yang menentukan segala peristiwa dalam kehidupan manusia menurut keputusan-Nya, apakah Allah juga telah menentukan sejak semula bahwa manusia akan berbuat dosa? Bukankah hal ini akan menyangkal kebebasan moral manusia dan menjadikan Allah sebagai pencipta dosa?
2. Bagaimana membedakan antara ajaran mengenai keputusan Allah sejak semula dan pemerintahan-Nya atas segala sesuatu menurut keputusan itu, dan ajaran fatalisme atau determinisme (paham bahwa segala sesuatu sudah ditentukan sejak semula, pen.) seperti yang diutarakan dalam filosofi Stoicisme dan Deisme?

Pasal 7 / P 1

Definisi Mengenai Pemilihan

Pemilihan ini adalah rencana Allah yang tak berubah-ubah. Olehnya, sebelum dunia dijadikan, dipilih-Nya sejumlah orang dari segenap umat manusia yang karena kesalahannya sendiri kehilangan keutuhan yang semula dan jatuh ke dalam dosa dan kebinasaan itu, agar mereka memperoleh keselamatan. Orang yang dipilih itu tidak lebih baik atau lebih layak daripada orang lain, tetapi bersama dengan yang lain itu tergeletak dalam sengsara. Maka pemilihan mereka terjadi menurut perkenan kehendak-Nya yang sama sekali bebas, hanya karena anugerah saja, dan berlangsung di dalam Kristus, yang telah ditentukan-Nya dari kekal untuk menjadi Pengantara dan Kepala semua orang pilihan, serta dasar keselamatan. Dan agar mereka diselamatkan oleh Kristus, maka Allah memutuskan juga untuk memberikan orang-orang pilihan itu kepada-Nya dan untuk memanggil serta menarik mereka dengan ampuh oleh Firman dan Roh-Nya pada persekutuan dengan-Nya. Atau, dengan perkataan lain, Allah telah memutuskan untuk mengaruniakan kepada mereka iman yang sejati kepada Kristus, membenarkan dan menguduskan mereka, dan akhirnya memuliakan mereka, setelah mereka tetap dipelihara dengan kuasa dalam persekutuan Anak-Nya. Semua itu dilakukan-Nya untuk menyatakan rahmat-Nya dan supaya terpujilah kekayaan anugerah-

Nya yang mulia. Seperti tertulis, Sebab Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya dalam kasih. Melalui Yesus Kristus, Dia telah menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak bagi diri-Nya, menurut perkenan kehendak-Nya, supaya terpujilah anugerah-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya lepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Dan di tempat lain, Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Ef. 1:4, 11; Yoh. 7:2, 12, 24; Yoh. 6:37, 44; 1Kor. 1:9; Ef. 1:4-6; Rm. 8:30)

Definisi pemilihan dalam pasal ini tentu sangat panjang! Lebih sederhana adalah definisi yang disingkatkan:

Pemilihan adalah rencana Allah sejak semula yang tidak berubah-ubah. Dia memilih sejumlah orang dari segenap umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, agar mereka memperoleh keselamatan di dalam Kristus. Orang yang dipilih itu tidak lebih baik atau lebih layak daripada orang lain.

Definisi singkat mengenai (pemilihan) ini tidak berarti bahwaunsur-unsur lain yang disebut dalam definisi yang panjang dalam pasal ini tidak penting. Sebaliknya, unsur-unsur itu sangat penting dan patut dipertimbangkan satu demi satu.

- Rencana Allah yang tidak berubah-ubah – Seperti Allah kita tetap sama dan tidak berubah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (bdk. Mal. 3:6, Ibr. 13:8), begitu pun keputusan-keputusan-Nya tetap dan tidak berubah. Apa yang telah ditetapkan-Nya sejak semula tidak akan diubah dengan berjalannya waktu. Hal ini akan dibahas lebih mendalam dalam pasal 11.

- Sebelum dunia dijadikan – Keputusan Allah, yang telah ditetapkan sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4), tidak bergantung pada apa yang dilakukan manusia. Sebenarnya, keputusan pemilihan Allah menentukan jalan hidup kita. Lihatlah penjelasan mengenai hal ini pada pasal 6 di atas.

- Dari segenap umat manusia – Di sini nyatalah universalitas keputusan pemilihan Allah. Pada zaman Perjanjian Lama, Allah memilih bangsa Israel menjadi bangsa-Nya yang istimewa, tetapi pada zaman Perjanjian Baru umat pilihan Allah dipilih dari segenap umat manusia. Universalitas keputusan Allah merupakan dasar bagi universalitas kerja Kristus yang mengumpulkan jemaat-Nya dari segenap umat manusia.

- Yang karena kesalahannya sendiri jatuh ke dalam dosa – Sekali lagi para penyusun PAD menegaskan bahwa keputusan pemilihan Allah semata-mata berdasarkan anugerah. Allah tidak akan berbuat tidak adil terhadap siapa pun, seandainya Dia telah menghukum segenap umat manusia dengan kebinasaan selama-lamanya, yang pantas diterima manusia karena dosanya (Bdk. penjelasan pada pasal 1). Jika kita membaca dengan teliti dan seksama, agaknya ada kontradiksi di sini. Di atas, kita mengakui bahwa kita telah dipilih Allah sebelum dunia dijadikan. Padahal di sini, kita mengakui bahwa Allah memilih kita dari antara segenap umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Bagaimana itu bisa terjadi, sedangkan manusia tidak mungkin berbuat dosa sebelum dunia dijadikan? Tetapi, kalau kita berbicara mengenai urutan peristiwa, kita berbicara mengenai waktu. Mengenai waktu perlu kita sadari bahwa segala ciptaan takluk kepadanya, tetapi Allah tidak. PAD mengajarkan bahwa ketika Allah mengambil keputusan untuk memilih sejumlah orang dan melewatkan yang lain, keputusan-Nya itu mengenai umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Memang pada waktu itu manusia belum jatuh ke dalam dosa–bahkan belum diciptakan–tetapi Allah mengambil keputusan-Nya itu atas dasar pengetahuan-Nya bahwa manusia akan jatuh ke dalam dosa.22

- Menurut kehendak-Nya yang sama sekali bebas – Kalau kita berbicara mengenai kedaulatan Allah, kita mengakui bahwa Dia memiliki kekuatan dan kewenangan yang tertinggi, sehingga Dia menjalankan kehendak-Nya dengan tegas. Tidak ada yang dapat merintangi rancangan-Nya yang kekal, juga tidak ada yang dapat menentang jalan-Nya. Tidak ada yang dapat menghalangi keputusan-keputusan Allah diwujudkan. Allah akan membuat semuanya terlaksana sesuai dengan kehendak-Nya.

- Menurut perkenan kehendak-Nya – Ungkapan ini merupakan kutipan dari Kitab Suci, dan menunjukkan alasan mengapa Allah memilih kita. Allah telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya (Ef. 1:5, 9). Artinya, bahwa Allah memilih kita karena Dia ingin melakukan itu. Ungkapan ini dipakai untuk menegaskan bahwa sama sekali tidak ada sesuatu pun dari dalam diri manusia yang memaksa Allah memilihnya. Allah menyelamatkan manusia hanya kerena demikian keinginan-Nya. Pembahasan lebih dalam mengenai pokok ini terdapat dalam pasal 10.

- Hanya karena anugerah saja – Anugerah adalah kebaikan yang tidak layak kita terima. Dengan pernyataan ini para penyusun PAD mengakui bahwa kita manusia sebenarnya tidak layak untuk dipilih. Tidak ada sesuatu pun dalam diri kita yang membuat kita pantas mendapatkan kebaikan Allah. Seperti sudah diakui di atas, alasan kita dipilih oleh Allah adalah hanya karena perkenan kehendak-Nya.

- Berlangsung di dalam Kristus – Allah adalah Allah yang kudus yang tidak dapat sabar melihat dosa. Meskipun demikian, Dia memilih manusia yang Dia kenal sebagai manusia yang akan jatuh ke dalam dosa. Hal ini dapat terjadi karena Allah memilih manusia kendati mereka akan berbuat dosa, atas dasar apa yang akan Kristus lakukan. Rencana-Nya bahwa Kristus akan datang menggantikan orang yang dipilih Allah, dan sebagai ganti mereka akan taat sempurna sesuai dengan tuntutan hukum Allah. Selain itu, bahwa Dia akan melunasi hutang dosa mereka. Atas dasar pelunasan, kebenaran, dan kekudusan Kristus, Allah telah memilih orang yang Dia kenal sebagai orang yang akan jatuh ke dalam dosa. Pasal 7 menjelaskan bahwa pemilihan itu berlangsung di dalam Kristus, yang telah ditentukan-Nya dari kekal untuk menjadi Pengantara dan Kepala semua orang pilihan, serta dasar keselamatan. Dan agar mereka diselamatkan oleh Kristus, maka

Allah juga memutuskan untuk memberikan orang-orang pilihan itu kepada-Nya.

- Agar mereka memperoleh keselamatan – Allah tidak hanya memilih orang untuk memberikan iman kepada mereka, kemudian menyerahkan begitu saja kepada mereka sendiri untuk bertekun dalam iman, seperti dikatakan oleh orang-orang Arminian (bdk. P I, 2). Allah memilih untuk memberikan kedua-duanya kepada mereka, yaitu iman dan ketekunan dalam iman. Dia memilih mereka untuk menempatkan mereka di jalan keselamatan, dan untuk memelihara mereka di jalan itu sehingga mereka pasti akan selamat. Artinya, orang tidak saja dipilih untuk menjadi percaya, tetapi juga untuk diselamatkan. Penjelasan lebih dalam mengenai pokok ini diberikan dalam pasal 8.

- Sejumlah orang dari segenap umat manusia – Allah menentukan bukan hanya jumlah orang yang akan diselamatkan, tetapi juga secara rinci siapa yang akan diselamatkan. Orang-orang Arminian membantah hal ini, dan menyatakan bahwa pemilihan tidak berarti bahwa Allah memilih sejumlah orang tertentu, tetapi bahwa Dia memilih syarat baru agar orang dapat diselamatkan. Keterangan lebih lanjut mengenai pokok ini diberikan dalam pasal 10 dan dalam Penolakan 1 dan 3.

- Supaya terpujilah kekayaan anugerah-Nya yang mulia – Kalimat ini mengungkapkan tujuan satu-satunya dari keputusan pemilihan Allah. Allah telah memilih orang, agar mereka akan memuliakan anugerah-Nya yang besar karena keselamatan yang mereka peroleh. Agar penghormatan Allah dipertahankan, para penyusun PAD membantah ajaran Arminian yang keliru, yang menghubungkan sebagian kehormatan itu pada manusia. Melawan definisi pemilihan yang sangat rumit ini, orang-orang Arminian memberi definisi pemilihan yang jauh lebih terbatas. Dalam Penolakan I, 1 kita baca:

Ajaran Keliru Allah berkehendak menyelamatkan mereka yang bakal beriman dan bertekun dalam iman serta ketaatan iman itu; hanya itulah isi keputusan pemilihan untuk menerima keselamatan, dan dalam firman Allah tidak dinyatakan sesuatu apa pun yang lain tentang keputusan itu.
Penolakannya Mereka ini menyesatkan orang-orang bersahaja dannyata-nyata membantah Kitab Suci, yang menyaksikan bahwa Allah tidak hanya berkehendak menyelamatkan mereka yang bakal beriman, tetapi juga telah memilih dari kekekalan sejumlah orang yang tertentu. Kepada mereka ini, berbeda dengan orang lain, hendak dikaruniakan-Nya dalam hidup ini iman kepada Kristus dan ketekunan dalam iman itu. Seperti tertulis, Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia ( Yoh. 17:6). Dan, Semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya (Kis. 13:48). Dan, Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya dan seterusnya (Ef. 1:4).

Orang-orang Arminian menyatakan bahwa arti (pemilihan) bukan bahwa Allah memilih orang yang akan diselamatkan, melainkan bahwa Dia memilih syarat baru agar Dia akan memberi keselamatan.23 Syarat baru itu adalah, Dia akan menyelamatkan semua orang yang akan percaya dan yang akan bertekun dalam iman serta ketaatan iman itu. Itulah keseluruhan keputusan pemilihan Allah, dan tidak dinyatakan sesuatu apa pun yang lain tentang keputusan itu menurut mereka. Di samping itu, mereka mempertahankan bahwa pemilihan itu sama sekali tidak mengenai Allah yang menganugerahkan karunia iman kepada orang yang terpilih. Menurut mereka, manusia memang telah jatuh ke dalam dosa, namun masih tetap mempunyai kemampuan untuk menjadi percaya. Karena itu, menurut mereka keputusan pemilihan Allah tidak menentukan siapa yang akan menjadi percaya, tetapi hanya menentukan bahwa Allah akan menyelamatkan orang yang akan percaya dan taat. Definisi orang-orang Arminian mengenai (pemilihan) ini bertentangan dengan Kitab Suci. Ayat-ayat yang dikutip oleh para penyusun PAD menyatakan dengan jelas bahwa Allah memilih orang, bukan hanya syarat baru saja. Demikianlah umpamanya Yohanes 17:6, yang di dalamnya Yesus berbicara mengenai semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku.

Pemilihan memang seluruhnya bersangkut paut dengan Allah yang menganugerahkan karunia iman. Bukan iman yang menentukan siapa yang akan dipilih, melainkan pemilihanlah yang menentukan siapa yang akan percaya. Itulah sebabnya PAD mengutip Kisah Para Rasul 13:48, dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. Lukas tidak mengatakan bahwa mereka yang percaya akan ditentukan (dipilih), tetapi sebaliknya, ia mengatakan bahwa mereka yang dipilih, menjadi percaya.24 Jadi, Allah terlebih dulu menentukan (memilih) orang; setelah itu barulah manusia menjadi percaya.

Bertentangan dengan apa yang diajarkan orang-orang Arminian, pemilihan sungguh merupakan sumber ketaatan iman manusia. PAD membuktikan hal itu dengan mengutip Efesus 1:4, yang di dalamya Rasul Paulus mengatakan bahwa Allah telah memilih kita supaya kita kudus dan tidak bercacat, bukan karena kita kudus dan tidak bercacat.25

Pertanyaan:

1. Apa yang diajarkan PAD mengenai:

  1. Kepastian keputusan Allah?
  2. Kapan keputusan Allah dibuat?
  3. Universalitas keputusan Allah?
  4. Keadaan manusia yang diperhatikan Allah ketika Dia menetapkan keputusan-Nya?
  5. Kedaulatan kehendak Allah?
  6. Alasan mengapa Allah memilih orang pilihan-Nya?
  7. Corak pemilihan Allah yang tidak semestinya diberikan?
  8. Peran Kristus dalam pemilihan Allah?
  9. Apa yang diharapkan dari orang yang terpilih?
  10. Jumlah yang tetap dan nama orang yang terpilih?
  11. Tujuan pemilihan?
2. Orang Arminian biasa berbicara mengenai apa dan bukan mengenai siapa yang dipilih Allah. Jelaskan sebabnya, dan bagaimana menurut Kitab Suci?
3. Yang mana yang benar: a) iman dan ketaatan menentukan siapa yang akan dipilih, atau b) pemilihan menentukan siapa yang akan percaya dan taat. Jelaskanlah jawaban Anda berdasarkan Kitab Suci.

Bahan untuk Dipikirkan

- Kitab Suci juga berbicara mengenai pemilihan yang bukan pemilihan orang dan yang bukan juga pemilihan untuk diselamatkan. Selidikilah Kitab Suci untuk mendapatkan dua contoh.

Pasal 8

Satu Keputusan Pemilihan

Pemilihan ini bukan bermacam-macam, melainkan satu dan sama dalam hal semua orang yang hendak diselamatkan, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Karena Alkitab memang memberitakan kepada kita satu perkenan, satu maksud, dan satu keputusan kehendak Allah. Olehnya kita telah dipilih-Nya dari kekekalan untuk menerima baik anugerah maupun kemuliaan, baik keselamatan maupun jalan keselamatan yang telah dipersiapkan-Nya supaya kita berjalan di dalamnya. (Ul. 7:7; 9:6; Ef. 1:4, 5; Ef. 2:10)

Sudah kami dengar bahwa orang-orang Arminian menegaskan bahwa mereka setia kepada dokumen-dokumen pengakuan Reformasi. Agar paparan mereka lebih meyakinkan, mereka sering menggunakan perkataan yang juga dipakai oleh orang Reformasi. Jika mereka ditanya apakah mereka percaya bahwa ada (pemilihan), mereka menjawab, mereka percaya. Jika mereka ditanya apakah mereka percaya bahwa Allah telah memilih sejumlah orang tertentu yang akan diselamatkan, maka mereka menjawab, mereka setuju. Mereka dapat memberi jawaban itu, karena mereka percaya adanya beberapa keputusan pemilihan.

Sebaiknya kita membaca terlebih dulu keterangan ajaran orang-orang Arminian mengenai hal ini seperti tercantum dalam Penolakan I, 2:

Ajaran Keliru Pemilihan oleh Allah untuk hidup yang kekal adalah bermacam-macam. Ada pemilihan yang umum dan tidak tentu, ada yang khusus dan tentu. Pemilihan yang disebut terakhir ini ada yang tidak tuntas, dapat dicabut, tidak bersifat menentukan, dan bersyarat, ada yang tuntas, tak dapat dicabut, bersifat menentukan, dan mutlak. Begitu pula: ada pemilihan untuk iman, ada pemilihan untuk keselamatan, sedemikian rupa hingga pemilihan untuk iman yang membenarkan tidak perlu disertai pemilihan yang bersifat menentukan untuk keselamatan.
Penolakannya Ajaran ini merupakan khayalan otak manusia, yang direka-reka di luar Alkitab. Olehnya ajaran mengenai pemilihan dirusak dan diputuskanlah rantai emas keselamatan kita ini, Mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya (Rm. 8:30).

Pandangan orang-orang Arminian seperti diungkapkan di atas tidak mudah dipahami. Sejumlah istilah yang agak asing dipakai, dan hal itu lebih baik dijelaskan terlebih dahulu. Pertama-tama, orang-orang Arminian membedakan antara pemilihan (umum) (atau tidak tentu) dan pemilihan (khusus) (atau (tertentu)). 1. Pemilihan pertama disebut (umum) karena keputusan ini secara umum mengenai keseluruhan umat manusia, dan tidak mengenai orang-orang tertentu. Pemilihan ini juga disebut tidak tentu, karena keputusan ini tidak menentukan siapa yang termasuk dan siapa yang tidak termasuk bangsa yang terpilih.

2. Pemilihan yang lainnya disebut (khusus) karena keputusan ini mengenai orang-orang tertentu. Pemilihan ini juga disebut (tertentu), karena keputusan ini menentukan siapa yang termasuk dan siapa yang tidak termasuk bangsa yang terpilih.

Pemilihan yang kedua ini (yang khusus dan tertentu) dapat dipilah lagi menjadi dua macam pemilihan yang berbeda, sebagai berikut:

2.1. Pemilihan yang satu diuraikan sebagai pemilihan yang tidak tuntas, dapat dicabut, tidak bersifat menentukan, dan bersyarat.

2.1.1. Pemilihan ini disebut tidak tuntas karena Allah membiarkan keputusan ini terbuka. Keputusan ini dapat dibandingkan dengan suatu cerita yang belum selesai karena penulisnya tidak menuliskan akhir cerita tersebut: pembaca sendiri yang harus memikirkan akhir cerita itu. Demikianlah halnya dengan pemilihan ini, karena Allah tidak menentukan akhirnya (apakah seseorang terus bertekun dalam iman dan benar-benar diselamatkan). Kita sendiri harus mengambil keputusaan bagaimana pemilihan ini akan berakhir dalam kehidupan kita masing-masing.

2.1.2. Pemilihan ini dapat dicabut karena nama-nama orang yang telah dipilih untuk menjadi percaya dan diselamatkan dapat ditarik kembali atau dihapus. Hal ini akan terjadi jika seseorang menolak untuk percaya, atau jika seseorang yang sudah percaya menjadi murtad.

2.1.3. Pemilihan ini tidak bersifat menentukan karena Allah tidak menentukan dalam keputusan-Nya ini apakah orang yang dipilih benar-benar akan menjadi percaya dan selamat. Hal itu sepenuhnya ada di tangan manusia.

2.1.4. Pemilihan ini (bersyarat) karena keselamatan yang ditentukan bagi orang yang dipilih hanya akan diwarisi oleh mereka yang memenuhi syarat iman. Mereka harus menerima dan berpegang pada anugerah Allah dalam iman. Jika tidak, mereka tidak akan mewarisi apa yang dalam pemilihan ini ditentukan bagi mereka.

2.2. Pemilihan yang lain diuraikan sebagai pemilihan yang tuntas, tidak dapat dicabut, bersifat menentukan, dan mutlak.

2.2.1. Pemilihan ini disebut (tuntas) karena keputusan ini diwujudkan sampai selesai. Keputusan ini dapat dibandingkan dengan suatu cerita yang penulisnya sudah menuliskan sampai tamat, sehingga pembacanya tidak perlu bertanya-tanya bagaimana cerita itu akan berakhir. Demikian juga halnya dengan pemilihan ini: karena pengetahuan-Nya sebelumnya mengenai apakah orang akan percaya dan bertekun dalam iman, maka dalam keputusan-Nya ini Allah mencatat akhir cerita itu.

2.2.2. Pemilihan ini tidak bisa dicabut karena nama-nama orang yang telah dipilih untuk menjadi percaya dan diselamatkan tidak akan ditarik kembali atau dihapus. Allah sudah tahu sebelumya bahwa orang-orang ini akan percaya dan akan tetap bertekun dalam iman sampai pada kesudahan.

2.2.3. Pemilihan ini bersifat menentukan karena keputusan untuk percaya dan bertekun dalam iman telah ditetapkan, dan tidak akan diubah. Keputusan ini dibuat oleh manusia, tetapi telah diketahui sebelumnya oleh Allah, sehingga Dia memasukkan orang-orang itu dalam pemilihan yang menentukan ini.

2.2.4. Pemilihan ini (mutlak) karena tidak perlu diragukan apakah orang yang termasuk dalam pemilihan ini akan menerima anugerah dari Allah dan berpegang padanya dalam iman sampai akhir. Allah sudah tahu sebelumnya bahwa mereka akan bertekun, dan itu sebabnya nama-nama mereka dimasukkan ke dalam keputusan pemilihan ini.

Diagram yang berikut mungkin dapat menolong kita untuk memahami ajaran orang-orang Arminian mengenai pemilihan yang bermacam-macam.

Pandangan Arminian Mengenai Pemilihan yang Bermacam-macam

1. PEMILIHAN UMUM Allah menetapkan syarat baru bagi manusia agar diselamatkan, yaitu iman, mengganti syarat lama, yaitu melakukan hukum Taurat. Keputusan ini disebut umum atau tidak tentu, karena Allah membiarkannya terbuka untuk semua orang untuk memenuhi syarat ini, dan tidak memilih orang tertentu dari antara umat manusia.
2. PEMILIHAN KHUSUS Allah memilih manusia. Keputusan ini bersifat khusus (atau tertentu), karena Allah memilih orang-orang tertentu.

2A. Pemilihan yang tidak bersifat menentukan Untuk menjadi percaya Untuk diselamatkan Orang-orang ini dipilih atas dasar pengetahuan Allah sebelumnya bahwa mereka akan percaya dan saleh. Pemilihan ini tidak bersifat menentukan, karena mereka yang percaya dan selamat, kemudian meninggalkan iman dan kehilangan keselamatan mereka.

2B. Pemilihan yang bersifat menentukan untuk diselamatkan Orang-orang ini dipilih atas dasar pengetahuan Allah sebelumnya bahwa mereka akan bertekun dalam iman dan kesalehan mereka. Pemilihan ini bersifat menentukan, karena mereka yang percaya dan selamat bertekun dalam iman dan akhirnya sungguh selamat.

Menentang pemilihan yang bermaca-macam ini, PAD mengakui bahwa hanya adalah satu keputusan pemilihan saja, yang menentukan siapa yang dipilih untuk diselamatkan dan siapa yang tidak dipilih dan yang akan dihukum. Orang-orang pilihan semuanya berada di bawah pemberitaan firman Allah, dibuat menjadi bertobat dan percaya, menghasilkan perbuatan-perbuatan baik, bertekun dalam iman, dan dimuliakan. Kitab Suci tidak pernah berbicara mengenai salah satu orang pilihan yang menjadi hilang. Sebaliknya, Kitab Suci menyatakan bahwa dari orang yang diberikan Allah kepada Kristus tidak satu pun yang hilang (bdk. Yoh. 6:39). Kitab Suci melukiskan keputusan pemilihan yang satu dan sederhana, yang merupakan rangkaian yang berkesinambungan dan tidak terputus-putus, mulai dari pemilihan sampai pada kemuliaan. Seperti yang ditulis oleh Rasul Paulus, Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya (Rm. 8:30). Dan sebaliknya, mereka yang tidak dipilih, tidak akan dibuat menjadi bertobat dan percaya dengan sungguh-sungguh, dan tidak akan menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, seperti ada tertulis: Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini (Rm. 11:7,8).

Pertanyaan:

1. Dalam ajaran pemilihan, kaum Arminian membedakan keputusan (umum) dan keputusan (khusus); apa perbedaannya?
2. Apa yang dimaksudkan oleh kaum Arminian yang mengatakan bahwa keputusan (khusus) itu adalah:

  1. tidak tuntas atau (tuntas)?
  2. dapat dicabut atau tidak dapat dicabut?
  3. tidak bersifat menentukan atau bersifat menentukan?
  4. (bersyarat) atau tidak bersyarat?
3. Menurut kaum Arminian, apa yang menentukan pemilihan (khusus) seseorang itu adalah tidak tuntas, dapat dicabut, tidak bersifat menentukan, dan bersyarat, atau adalah tuntas, tidak dapat dicabut, bersifat menentukan, dan tidak bersyarat?
4. Menurut Kitab Suci, berapa jumlah keputusan pemilihan? Apa yang termasuk dalam keputusan pemilihan itu? Apa yang dapat kita pelajari dari Roma 8:30?

Pasal 9

Pemilihan Bukan Berdasarkan Iman yang Telah Tampak Terlebih Dahulu

Pemilihan tersebut telah terjadi, bukan berdasarkan iman dan ketaatan iman, kesucian ataupun sifat dan pembawaan baik yang mana pun, yang telah tampak terlebih dahulu, seakan-akan hal-hal itu menjadi sebab atau syarat yang seharusnya terdapat dalam diri manusia yang bakal dipilih, melainkan supaya menghasilkan iman, ketaatan iman, kekudusan, dan seterusnya. Maka pemilihan itu adalah sumber segala hal yang menyelamatkan. Sebagai hasil dan akibatnya mengalirlah darinya iman, kekudusan, dan karunia-karunia lain yang membawa keselamatan, dan akhirnya kehidupan kekal sendiri. Hal ini sesuai dengan kesaksian Sang Rasul, Dia telah memilih kita (bukan: sebab kita sudah kudus dan tak bercacat, melainkan) supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. (Rm. 8:30; Ef. 1:4)

Tiap kali kita harus memilih, kita mempertimbangkan baik-buruknya bahan yang harus dipilih itu, sesudah itu baru kita mengambil keputusan. Coba bayangkan seseorang yang pergi ke pasar untuk membeli tomat: orang itu pasti akan memeriksa tomat-tomat yang hendak dibeli apakah segar dan matang. Ia akan memeriksanya satu demi satu untuk memastikan bahwa tomat yang ia beli adalah tomat terbaik dan tidak rusak. Tomat yang kurang baik akan ia letakkan kembali. Kalau kita berbicara mengenai bagaimana cara Allah memilih orang, kita ingin tahu apa sebabnya Allah memilih sebagian orang untuk memberikan hidup yang kekal kepada mereka, sedangkan membiarkan yang lain dalam kebinasaan mereka. Pasti ada alasan di balik keputusan-Nya itu. Mungkinkah Allah seperti pembeli di pasar tadi, memilih sebagian dan membiarkan yang lain berdasarkan kualitas orang yang diperiksa-Nya? Apakah Allah memilih orang yang lebih baik daripada orang lain?

Demikianlah kesimpulan alamiah yang dapat kita tarik kalau kita mencoba memperbincangkan dasar yang melandasi pemilihan Allah. Dan demikianlah kesimpulan yang ditarik oleh orang-orang Arminian sebagai hasil pertimbangan manusiawi mereka: Allah memilih orang-orang pilihan-Nya berdasarkan sesuatu yang baik yang membuat Allah tertarik kepada mereka. Dan sesuatu yang baik itu, kata mereka, adalah iman. Sejak kekal, Allah (seakan-akan dengan menggunakan teropong waktu) sebelumnya sudah melihat iman dan kekudusan sebagian orang, dan berdasarkan iman dan kekudusan itulah Allah memilih mereka.26 Dengan mengikuti jalan pikiran ini mereka menyimpulkan bahwa pada akhirnya manusialah yang menentukan nasibnya sendiri, bukan Allah. Allah hanya mencatat keputusan orang.

Pemikiran mereka ini dijelaskan dalam Penolakan I, 5:

Ajaran Keliru Pemilihan orang-orang tertentu untuk keselamatan, yaitu pemilihan yang tidak tuntas dan tidak bersifat menentukan, telah terjadi berdasarkan iman, pertobatan, hidup suci dan saleh yang baru mulai ataupun telah berlangsung beberapa lama, dan yang sudah tampak terlebih dahulu. Sebaliknya, pemilihan yang tuntas dan bersifat menentukan berdasarkan ketekunan sampai akhir dalam iman, pertobatan, hidup suci dan saleh yang sudah tampak terlebih dahulu. Inilah kelayakan yang penuh rahmat dan Injili, yang menyebabkan orang yang dipilih lebih layak daripada orang yang tidak dipilih. Itulah sebabnya iman, ketaatan iman, hidup suci dan saleh, serta ketekunan tidak merupakan hasil pemilihan yang tidak berubah-ubah untuk kemuliaan, tetapi menjadi syarat-syarat dan penyebab-penyebabnya. Syarat-syarat itu telah ditentukan terlebih dahulu, dan sudah tampak lebih dahulu bahwa orang-orang yang bakal dipilih secara tuntas akan memenuhinya, dan tanpa penyebab-penyebab itu pemilihan yang tak berubah-ubah untuk kemuliaan tidak terjadi.
Penolakannya Hal ini bertentangan dengan seluruh Alkitab, yang terus-menerus menegaskan perkataan ini dan lain sebagainya dalam telinga dan hati kita, Pemilihan bukanlah berdasarkan perbuatan, melainkan dari Dia yang memanggil (Rm. 9:11). Dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya (Kis. 13:48). Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus (Ef. 1:4). Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu ( Yoh. 15:16). Tetapi jika hal itu terjadi karena anugerah, maka bukan lagi karena perbuatan (Rm. 11:6). Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya (1Yoh. 4:10).

Kita telah membahas mengenai pemilihan yang beraneka ragam ini pada pasal sebelumnya. Sekarang kita berbicara mengenai hal yang menjadi dasar keputusan pemilihan Allah. Tiap-tiap pemilihan yang dibahas dalam penguraian ajaran Arminian ini, menurut mereka ditentukan Allah berdasarkan iman yang pasti akan ada. Jika Allah sebelumnya sudah melihat bahwa orang hanya akan percaya untuk sementara waktu saja (iman yang semu) maka pemilihan mereka tidak bersifat menentukan. Sebaliknya, jika Allah sebelumnya sudah melihat bahwa orang akan percaya sampai pada kesudahan maka pemilihan orang itu bersifat menentukan. Semuanya bergantung pada perbuatan iman. Jadi, menurut orang-orang Arminian, Allah memilih orang berdasarkan iman mereka. Apa yang dikatakan oleh Kitab Suci mengenai hal ini? Dari semua ayat Alkitab yang menolak kekeliruan orang-orang Arminian, PAD hanya mengutip beberapa ayat saja. Pada dasarnya, orang-orang Arminian menempatkan perbuatan iman sebagai hasil usaha manusia. Pemilihan Allah bergantung pada iman orang. Tetapi Rasul Paulus mengatakan bahwa pemilihan tidak bergantung pada perbuatan manusia, tetapi pada panggilan Allah. Hal itu menjadi jelas berdasarkan Roma 9:11, karena Yakub (orang pilihan Allah) belum dilahirkan dan belum melakukan apa pun, yang baik maupun yang jahat. Artinya, pemilihan Yakub tidak bergantung pada apa pun yang ada di dalamnya, tetapi pada panggilan anugerah Allah. Dan di dalam semua ayat lain yang dikutip, jelas bahwa nasib kita manusia tidak ditentukan oleh sesuatu yang kita lakukan, tetapi oleh apa yang dilakukan Allah. Pemilihan kita hanya berdasarkan atas kemurahan Allah semata, dan bukan atas perbuatan-perbuatan kita. Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah memilih kita bukan karena kita percaya, tetapi supaya kita percaya. Sebab kepada kamu dikaruniakan () untuk percaya kepada Kristus (Flp. 1:29). Dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya (Kis. 13:48). Perhatikan bahwa pemilihan terjadi lebih dahulu (baik dalam sejarah terjadinya maupun menurut logika), baru kemudian orang menjadi percaya. Keputusan pemilihan diambil supaya orang percaya, bukan karena orang percaya. Jadi yang benar ialah:

BUKAN: iman adalah dasar pemilihan, TETAPI: pemilihan adalah dasar iman.

BUKAN: kita dipilih karena kita percaya, TETAPI: kita percaya karena kita dipilih.

Sudah kita lihat bahwa orang-orang Arminian menggunakan peristi-lahan Reformasi untuk membingungkan orang. Mereka juga mengakui pemilihan supaya orang percaya. Tetapi mereka mempertahankan bahwa perbuatan manusia mendahului pemilihan itu dan merupakan dasarnya. Di dalam Penolakan I, 4 kita membaca:

Ajaran Keliru Dalam pemilihan untuk iman, manusia harus memenuhi lebih dahulu syarat yang berikut: ia harus memakai dengan baik cahaya alamiah, dan harus saleh, sederhana, rendah hati, serta layak untuk hidup yang kekal, seolah-olah pemilihan bergantung sedikit pun pada hal-hal itu.
Penolakannya Mereka ini serupa benar dengan Pelagius dan bertentangan dengan ajaran Rasul yang menulis, Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita–oleh anugerah kamu diselamatkan–dan di dalam Kristus Yesus Dia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di surga, supaya pada masa yang akan datang Dia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya, yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri (Ef. 2:3-9).

Orang-orang Arminian mengatakan bahwa pemilihan supaya orang percaya bergantung pada syarat bahwa orang harus memakai dengan baik cahaya alamiah. Dengan cahaya alamiah mereka mengarah ke sifat-sifat yang baik yang dimiliki manusia ketika dia diciptakan, dan yang sama sekali tidak hilang pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa. Perlu diingat bahwa orang-orang Arminian tidak percaya bahwa manusia menjadi sama sekali buruk dan tidak sanggup lagi berbuat apa pun yang baik, tetapi yakin bahwa masih ada sisa kecil yang baik di dalamnya. Menurut mereka, pikiran manusia tidak sepenuhnya kehilangan pengetahuan, begitu juga hatinya tidak sama sekali buruk. Manusia masih memiliki pengetahuan tentang yang baik, dan masih sanggup berbuat sedikit baik. Jadi, jika manusia memakai cahaya alamiah ini dengan baik dan menjadi orang yang saleh, sederhana, rendah hati dan layak untuk hidup yang kekal, maka Allah akan memilihnya supaya menjadi percaya. Tetapi Kitab Suci melukiskan gambaran lain tentang keadaan manusia. Sifat kesalehan (kekudusan), kesederhanaan, dan kerendahan hati (yang menurut orang-orang Arminian harus dilakukan manusia sebelum Allah memberikan karunia iman) sebenarnya merupakan buah pekerjaan Roh Kudus yang membuat manusia lahir kembali dan menjadi manusia baru. Dalam Efesus 1:4, yang dikutip PAD dalam Penolakan I, 5, Paulus mengatakan bahwa Allah memilih kita supaya kita kudus dan tidak bercacat. Kelemahlembutan juga merupakan buah Roh (bdk. Gal. 5:23). Demikian juga kerendahan hati, karena manusia yang tidak dikuasai oleh Roh Kudus menjadi sombong dan congkak (bdk. Rm. 1:30; 2Tim. 3:2,4). Berdasarkan hal ini, PAD mengakui bahwa pemilihan supaya menjadi percaya tidak bergantung pada manusia yang sebelumnya harus berlaku saleh, sederhana, dan dengan rendah hati. Kitab Suci mengajarkan bahwa pemilihan membuat orang menjadi percaya, berlaku saleh, bersifat rendah hati dan lemah lembut. Sehingga kita mempertahankan kebenaran yang berikut:

BUKAN: hidup saleh, sederhana, dan rendah hati membuat orang menjadi dipilih, TETAPI: pemilihan membuat orang hidup saleh, sederhana, dan rendah hati

Pertanyaan:

1. Menurut kaum Arminian, apakan iman dan kekudusan merupakan buah pemilihan, atau merupakan syarat-syarat yang perlu dipenuhi agar orang akan dipilih? Jelaskan bagaimana mereka dapat mempertahankan bahwa Allah mengambil keputusan pemilihan sejak kekal.
2. Apa yang diajarkan Kitab Suci berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang berikut? Berikanlah tanggapan Alkitabiah atas masing-masing pernyataan:

  1. Allah memilih kita karena perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan.
  2. Allah memilih kita karena kita percaya.
  3. Allah memilih kita karena kita hidup kudus.
  4. Allah memilih kita karena kita mengasihi Allah.
3. Orang Arminian berbicara mengenai cahaya alamiah.
  1. Menurut pandangan mereka, apa itu cahaya alamiah?
  2. Apa peran cahaya alamiah sehubungan dengan pemilihan?
  3. Berkaitan dengan hal ini, apa peranan pandangan mereka mengenai keburukan manusia?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Kaum Arminian menggunakan Roma 8:29 sebagai bukti bahwa Allah memilih orang atas dasar iman yang pasti akan ada. Dalam ayat itu tertulis: orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula, atau dalam terjemahan lama (yang lebih sesuai dengan perkataan dalam naskah asli): orang yang dikenal-Nya terdahulu, ia itu juga ditetapkan-Nya terdahulu. Apa artinya kata mengenal terdahulu dalam Alkitab?
2. Menurut Kitab Suci, apa yang dimaksud dengan cahaya alamiah, dan apa kegunaannya menurut Kitab Suci? (bdk. III/IV, 4).

Pasal 10

(Dan Penolakan 3) Pemilihan Berdasarkan Perkenan Allah

Yang menjadi alasan pemilihan yang hanya berdasarkan rahmat ini hanyalah perkenan Allah. Perkenan ini bukanlah keputusan untuk memilih, dari semua syarat yang dapat diberlakukan, sifat atau perbuatan manusia yang tertentu menjadi syarat keselamatan. Sebaliknya, perkenan ini adalah keputusan untuk mengangkat orang-orang tertentu dari massa yang berdosa menjadi milik-Nya. Seperti tertulis, Waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat (...) dikatakan kepada Ribka: Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda, seperti tertulis, Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau. Dan, Semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. (Rm. 9:11-13; Kej. 25:33; Mal. 1:2, 3; Kis. 13:48)

Dalam pasal sebelumnya telah kita lihat bahwa Allah tidak memilih orang pilihan-Nya berdasarkan iman yang pasti akan ada. Jika demikian, apa sebenarnya yang menjadi dasar pemilihan? Mengapa Allah memilih orang-orang tertentu dan mengabaikan yang lain? Yang haruslah jelas: pemilihan itu bukan karena keunggulan orang yang dipilih dan bukan juga karena ketidakbaikan orang yang tidak dipilih. Karena di antara umat manusia yang berdosa tidak ada orang yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain, atau yang kurang baik dibandingkan dengan yang lain. Semua orang, apakah termasuk orang pilihan atau tidak, pada dasarnya semua sama. Orang pilihan itu sendiri sama buruk dengan orang lain, sama jahat, dan sama merasa benci terhadap Allah. Rasul Paulus menekankan, bahwa pemilihan dan penolakan Allah terhadap Yakub dan Esau telah dilakukan sebelum mereka lahir, dan sebelum mereka melakukan sesuatu yang baik atau yang jahat (bdk. Rm. 9:11). Dasar mengapa Allah memilih orang-orang tertentu dan mengabaikan yang lain, sama sekali tidak terletak di dalam diri manusia, tetapi terletak sepenuhnya di dalam diri Allah. Atau lebih tegas, semua itu terletak dalam perkenan Allah. Perkenan Allah kita kenal dari Filipi 2:13 dan Efesus 1:5 dan 9. Perkenan atau kerelaan Allah menunjukkan bahwa Allah memilih orang-orang tertentu bukan karena mereka lebih layak daripada orang lain, melainkan hanya karena hal itu berkenan kepada-Nya. Dalam kata menurut kerelaan kehendak-Nya kita mendengar kedaulatan-Nya, keunggulan kekuatan, kewenangan, dan kehendak-Nya, yang memungkinkan-Nya berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Dalam Roma 9:15-23 kita baca mengenai kedaulatan Allah. Paulus menggambarkan Allah sebagai seorang tukang periuk. Biasanya seorang tukang periuk mengerjakan suatu gumpalan tanah liat menjadi apa saja yang dikehendakinya. Paulus mengatakan hal ini untuk mengajarkan kita dua hal yang penting:

Pertama, Allah berhak berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Seorang tukang periuk dapat membuat benda untuk tujuan yang mulia, misalnya jambangan yang sangat indah untuk diletakkan di tempat istimewa di dalam rumah. Tetapi dia juga bisa membuat benda untuk tujuan yang kotor, misalnya sebuah wadah yang dipakai untuk tempat air kencing atau kotoran. Terserah kepada tukang periuk untuk membuat apa saja yang dikehendakinya. Bejana yang dibuatnya tidak dapat mengeluh: Mengapakah engkau membentuk aku demikian?

Kedua, Allah berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Periuk itu tidak menentukan sendiri apakah menjadi jambangan untuk tujuan yang mulia atau benda untuk tujuan kotor. Tukang periuklah yang menentukannya. Kehendak tukang periuk itu berdaulat. Demikian juga Allah yang memutuskan siapa yang akan menjadi benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan (orang pilihan), dan siapa yang akan menjadi benda-benda kemurkaan-Nya yang telah disiapkan untuk kebinasaan (orang yang tidak dipilih). Kehendak Allah berdaulat. Dialah yang menentukan siapa saja yang dipilih dan siapa tidak. Dari ayat ini, kita juga belajar, bagaimana keputusan pemilihan berkenan kepada-Nya. Hal itu digambarkan dalam tujuan masing-masing benda yang dibuat-Nya dari gumpalan tanah liat yang sama (yang menunjuk ke umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa), mana yang untuk tujuan mulia, dan mana yang untuk tujuan kotor. Allah hendak menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya atas benda-benda kemurkaan-Nya yang telah disiapkan untuk kebinasaan. Demikian juga Dia hendak menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan.

Supaya kuasa, keadilan dan kemurkaan-Nya menjadi nyata, Allah berkenan membiarkan sebagian umat manusia dalam keadaan sengsara yang merupakan akibat dari ketidaktaatan manusia sendiri (yang memang disengaja). Lagipula, supaya kemuliaan, anugerah, dan kebaikan-Nya menjadi nyata, Allah berkenan menyelamatkan orang lain. Orang-orang Arminian tidak setuju dengan pandangan ini. Mereka tidak percaya bahwa Allah, karena kerelaan kehendak-Nya memilih orang-orang tertentu untuk keselamatan, dan membiarkan orang lainnya dalam kesengsaraan. Pandangan mereka mengenai kerelaan kehendak Allah tercantum dalam Penolakan I, 3:

Ajaran Keliru Isi perkenan dan rencana Allah, yang disebut-sebut oleh Alkitab dalam ajarannya tentang pemilihan, bukanlah bahwa Allah telah memilih sejumlah orang tertentu dengan tidak memilih orang lain. Sebaliknya, dari semua syarat yang dapat berlaku (diantaranya juga melakukan Hukum Taurat), ataupun dari segala hal ihwal yang ada, Allah telah memilih perbuatan iman, yang pada hakikatnya tidak berjasa, dan ketaatan iman yang tidak sempurna, menjadi syarat keselamatan. Ketaatan yang tidak sempurna itu dengan penuh kerahiman mau dinilai-Nya sempurna dan layak diupahi hidup yang kekal.
Penolakannya Ajaran yang merusak ini menyebabkan perkenan Allah dan jasa Kristus hilang kekuatannya, dan membuat hati orang menyimpang, oleh pertanyaan-pertanyaan yang sia-sia, dari kebenaran yaitu pembenaran hanya berdasarkan rahmat, dan dari ajaran Alkitab yang sederhana. Lagi pula olehnya rasul dituduh berdusta, apabila ia berkata, Allah telah memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan rencana dan anugerah-Nya sendiri, yang telah dianugerahkan kepada kita dalam Yesus Kristus sebelum permulaan zaman (2Tim. 1:9).

Hal yang ingin kita tekankan di sini telah disinggung pada Penolakan I, 1.27 Di sana kita telah menolak ajaran orang-orang Arminian mengenai keputusan pemilihan yang umum, yaitu pandangan mereka bahwa Allah tidak pernah memilih orang-orang yang tertentu. Mereka menyangkal bahwa Allah mengaruniakan iman dan ketaatan kepada mereka yang telah dipilih-Nya. Mereka mengajarkan bahwa dalam keputusan pemilihan, Allah hanya memilih satu syarat yang baru, yaitu menyelamatkan orang yang percaya. Terserah kepada manusia untuk memenuhi persyaratan yang baru ini. Percaya atau tidak, sepenuhnya merupakan keputusan manusia. Penalaran orang-orang Arminian adalah sebagai berikut: Pada mulanya, Allah memutuskan bahwa ketaatan sempurna kepada hukum-Nya adalah syarat yang harus dipenuhi agar manusia memperoleh hidup yang kekal. Jika Adam taat, ia akan hidup selamanya; jika tidak, ia akan mati. Syarat untuk memperoleh kehidupan yang kekal adalah ketaatan kepada hukum Allah. Sampai di sini kita setuju dengan jalan pikiran mereka!

Selanjutnya, orang-orang Arminian mengakui bahwa karena kejatuhannya ke dalam dosa, manusia menjadi lemah sehingga tidak mampu lagi untuk taat dengan sempurna pada hukum Allah. Manusia tidak mampu lagi memenuhi syarat yang dari awal itu. Karena itu, oleh kerelaan kehendak-Nya, Allah memutuskan untuk menentukan suatu syarat yang baru untuk memperoleh kehidupan yang kekal. Syarat yang baru dipilih-Nya sesuai dengan apa yang masih manusia mampu lakukan.

Allah melihat bahwa manusia tidak lagi mampu untuk taat dengan sempurna kepada Allah, tetapi bahwa manusia mampu untuk percaya. Karena itu Allah tidak lagi menuntut ketaatan sempurna sebagai syarat untuk memperoleh kehidupan yang kekal. Allah meringankan syaratnya, dan hanya menuntut iman. Tetapi Allah tidak memutuskan siapa yang akan percaya dan siapa tidak. Allah tidak memberikan karunia iman. Manusia mampu mengusahakannya sendiri, dan terserah kepada manusia apakah ia akan percaya atau tidak. Menurut orang-orang Arminian, kerelaan kehendak Allah berarti, bahwa dari semua kemungkinan syarat keselamatan yang ada, Allah memilih iman sebagai syarat yang baru, yang harus dipenuhi manusia agar mewarisi kehidupan yang kekal. Itu saja yang diputuskan Allah. Setelah menentukan syarat yang baru ini, Allah menyerahkan kelanjutannya kepada manusia. Allah tidak menentukan siapa yang akan percaya dan siapa yang akan diselamatkan. Semuanya itu Dia serahkan kepada keputusan manusia.

Tidak mengherankan bahwa PAD mengatakan bahwa ajaran ini menyebabkan perkenan Allah hilang kekuatannya. Ajaran ini bermakna bahwa sebenarnya Allah tidak melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Dia menghendaki supaya semua orang diselamatkan, tetapi keputusan percaya atau tidak diserahkan kepada manusia. Bisa saja tidak ada seorang pun yang menjadi percaya (bdk. Penolakan II, 1). Bisa saja tidak ada seorang pun yang selamat. Hanya sebegitu saja untuk perkenan Allah! Bisa saja perkenan Allah itu dihilangkan oleh keputusan manusia untuk tidak percaya. Selain itu, PAD menyatakan bahwa ajaran sesat ini menyebabkan seluruh karunia Kristus hilang kekuatannya. Orang-orang Arminian menyangkal bahwa manusia diselamatkan hanya berdasarkan karya Kristus, yaitu ketaatan, penderitaan, dan kematian-Nya). Mereka mengajarkan, bahwa manusia diselamatkan berdasarkan karya Kristus yang ditambah dengan perbuatan iman manusia sendiri. Inilah ajaran keliru synergisme, yang intinya bahwa Allah (dalam Kristus) dan manusia bekerja sama untuk mewujudkan keselamatan manusia. Karya Kristus bersama dengan kerja manusia (iman) menghasilkan keselamatan.

Tetapi jika manusia gagal melakukan bagiannya (percaya), maka ia menjadikan karya penyelamatan Kristus tidak berguna. Karena karya Kristus tidak akan berguna kecuali jika manusia mengerjakan bagiannya. Itu sebabnya PAD mengatakan bahwa ajaran ini menyebabkan karya Kristus hilang kekuatannya. PAD membuktikan kedua hal ini keliru hanya dengan mengutip satu ayat (2Tim. 1:9). Pertama, apakah maksud dan perkenan Allah akan tercapai, sama sekali tidak bergantung pada kehendak manusia. Manusia diselamatkan semata-mata berdasarkan maksud dan rencana Allah. Rasul Paulus mengatakan, Dialah yang menyelamatkan kita (...) bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerah-Nya sendiri.

Kedua, keselamatan kita tidak bergantung pada perbuatan apa pun yang kita lakukan, tetapi bergantung pada karya Kristus. Dialah yang menyelamatkan kita (...) bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerah-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman.

Pertanyaan:

1. Apa yang jelas dengan pernyataan Bukan merupakan alasan Allah memilih sebagian orang dengan membiarkan yang lain? Mengapa hal ini jelas? Tunjukkan hal ini berdasarkan Kitab Suci!
2. Apa yang menjadi alasan Allah memilih sebagian orang dengan membiarkan yang lain? Jelaskan artinya!
3. Dalam Roma 9:15-23 kita belajar tentang dua kebenaran yang penting. Jelaskan kedua kebenaran tersebut!
4. Apa yang diajarkan dalam ayat tersebut sehubungan dengan bagaimana keputusan Allah mengenai pemilihan dan penolakan menyenangkan hati-Nya?
5. Bagaimana orang-orang Arminian menjelaskan arti perkenan Allah?
6. Menurut orang-orang Arminian, apa yang di Firdaus merupakan syarat untuk memperoleh kehidupan yang kekal? Apakah itu benar?
7. Menurut orang-orang Arminian, sesudah manusia jatuh dalam dosa, Allah memilih suatu syarat yang baru agar orang dapat memperoleh kehidupan yang kekal.

  1. Apa syarat baru itu, menurut orang-orang Arminian?
  2. Berdasarkan hal apa Allah memilih syarat yang baru itu menurut mereka?
  3. Menurut orang-orang Arminian, pilihan apa lagi yang harus dibuat, dan siapakah yang harus melakukannya?
8. Apa akibat pengajaran orang-orang Arminian mengenai syarat yang baru agar memperoleh kehidupan yang kekal terhadap:
  1. kedaulatan perkenan Allah?
  2. kekuatan karya Kristus?
9. Dua hal apa yang kita pelajari dari 2 Timotius 1:9?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Mengingat apa yang dikatakan Kitab Suci mengenai watak manusia, berapa banyak orang yang dapat diselamatkan jika benar Allah telah memilih iman sebagai syarat yang baru untuk manusia agar dapat memperoleh keselamatan? Apa yang harus diyakini oleh orang-orang Arminian mengenai watak keadaan manusia supaya ajaran mereka ini bisa menjadi ajaran yang mungkin?
2. Jika Allah tidak berkenan pada kematian orang fasik, bagaimana mungkin Allah berkenan mengangkat (bukan semua orang melainkan) orang-orang tertentu dari massa orang berdosa menjadi milik-Nya? Jika pemilihan terjadi hanya berdasarkan pada perkenan Allah, dan jika Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik, bukankah itu berarti bahwa pandangan orang-orang Arminian mengenai pemilihan itu masuk akal, yaitu bahwa Allah, dari pihak-Nya menginginkan dan memungkinkan keselamatan bagi semua manusia melalui pemilihan-Nya merupakan syarat yang baru bagi manusia agar dapat diselamatkan?

Pasal 11

Pemilihan Tidak Berubah-ubah

Sebagaimana Allah sendiri berhikmat sempurna, tidak berubah-ubah, Maha Mengetahui, dan Maha Kuasa, begitu pula pemilihan yang dilakukan-Nya tidak dapat ditiadakan dan dilakukan ulang, diubah, dibatalkan atau diputus, dan tidak mungkin juga orang-orang pilihan ditolak atau jumlah mereka dikurangi. ( Yoh. 6:27; Yoh. 10:28)

Bukan tidak lazim orang berubah pikiran mengenai sesuatu hal. Jika seseorang melakukan hal itu, pasti ada alasannya. Mungkin ia sendiri berubah, atau mungkin ada hal-hal yang ikut mempengaruhi keputusannya untuk berubah. Mungkin juga masalahnya sudah menjadi lebih jelas, sehingga kemudian ia tahu sesuatu yang tadinya belum dia sadari. Atau mungkin ia sadar, ia telah melakukan kekeliruan.

Tetapi, Allah tidak berubah–tidak dalam keberadaan-Nya, tidak dalam sifat-Nya, tidak dalam rencana-Nya, dan juga tidak dalam firman-Nya. Itu sebabnya keputusan Allah pun tidak berubah. Demikianlah penyataan firman Allah:

Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; tetapi Engkau tetap sama, tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan (Mzm. 102:25-27).

Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap (Mal. 3:6).

Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas; diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran ( Yak. 1:17).

Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita (Ibr. 6:17-18). Allah tidak berubah-ubah dalam hal apa pun juga. Orang-orang Arminian mengatakan, memang benar bahwa Allah tidak berubah-ubah dalam keadaan-Nya (yaitu zat-Nya, sifat-Nya, kekuatan-Nya, kekekalan-Nya, dan seterusnya), namun Dia dapat mengubah kehendak-Nya. Tetapi kita boleh bertanya, mengapa Allah mau mengubah pikiran-Nya mengenai salah satu hal?

Seorang manusia dapat bertambah hikmatnya, sehingga ia berubah pikiran mengenai hal-hal yang diputuskan sebelumnya. Tetapi Allah tidak bertambah hikmat-Nya. Allah sejak kekal berhikmat sempurna:

Allah itu bijak... (Ay. 9:4).

Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan (Dan 2:20).

O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! (Rm. 11:33).

Seorang manusia mungkin menerima pengetahuan tambahan mengenai sesuatu, dan mempelajari hal-hal yang sebelumnya tidak dia ketahui. Tetapi Allah mengetahui segala hal:

yang telah diketahui (Allah) dari sejak semula (Kis. 15:18).

Siapakah yang melakukan dan mengerjakan semuanya itu? Dia yang dari dahulu memanggil bangkit keturunan-keturunan, Aku, TUHAN, yang terdahulu, dan bagi mereka yang terkemudian Aku tetap Dia juga ( Yes. 41:4)

Allah mengetahui segala sesuatu dari awal sampai akhir. Allah itu Maha Tahu, pengetahuan-Nya lengkap dan sempurna. Dan karena kemahatahuan-Nya, tidak ada ke-berubah-an dalam pikiran Allah yang disebabkan oleh pemberitaan hal-hal yang belum diketahui sebelumnya, atau pengertian yang lebih dalam. Allah telah mengetahui segala sesuatu sejak kekal.

Seorang manusia dapat saja berubah pikiran karena keputusannya ternyata salah. Tetapi Allah tidak demikian! Allah tidak pernah akan mengambil keputusan yang kemudian disesali-Nya.28 Siapa yang menyangkal hal ini, sebenarnya mengatakan bahwa Allah tidak sempurna. Penyataan semacam itu bukan Alkitabiah, bahkan merupakan penghinaan terhadap Allah!

Adapun Allah, jalan-Nya sempurna (2Sam. 22:31).

Allah adalah Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna (Ul. 32:4). Allah tidak akan pernah membuat kesalahan dalam apa pun yang dikehendaki-Nya. Karena itu, Dia tidak akan pernah berubah pikiran. Alasan lain yang dapat membuat seorang manusia berubah pikiran adalah karena kemampuannya telah berubah. Keputusan yang dibuat ketika ia mampu melakukan sesuatu harus diubah pada waktu ia tidak lagi mampu melakukannya, dan demikian pula sebaliknya. Tetapi dalam hal ini, tidak mungkin Allah berubah-ubah pikiran. Karena dari selama- lamanya sampai selama-lamanya Allah adalah Yang Maha Kuasa. Tidak ada sesuatu pun yang Allah hendak perbuat tetapi yang tidak mampu Dia lakukan. Artinya, dengan alasan ini pun Allah tidak akan pernah berubah pikiran.

...bagi Allah segala sesuatu mungkin (Mat. 19:26). Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37). Itu sebabnya PAD mengakui bahwa Allah adalah Sempurna, Maha Tahu, dan Maha Kuasa. Allah tidak akan berubah karena kebijakan, pengetahuan, atau kekuatan-Nya sudah bertambah atau berkurang. Dari kekal sampai kekal, Allah tetap sama. Oleh karena dari kekal sampai kekal Allah tetap sama, maka kehendak-Nya dan keputusan-keputusan-Nya pun akan tetap sama sampai selama-lamanya. Allah akan melaksanakan dengan tepat dan pasti segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya sejak semula. Demikianlah kesaksian Kitab Suci:

Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusan-Ku dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya ( Yes. 46:9-11). Tetapi Ia tidak pernah berubah–siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga (Ay. 23:13).

Karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan–kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Ef. 1:11).

Dari ayat-ayat seperti ini, menjadi jelas bahwa Allah tetap akan memenuhi tujuan-Nya, dan tidak ada suatu apa pun yang dapat menghalangi-Nya. Tidak ada yang dapat mencegah Allah melakukan apa yang telah direncanakan-Nya. Karena itu, orang pilihan tidak mungkin akan ditolak, dan jumlah mereka tidak mungkin akan dikurangi. Mereka yang telah dipilih Allah pasti akan diselamatkan. Mereka akan bertekun dalam iman dan mereka tidak akan pernah kehilangan anugerah Allah. Ajaran orang-orang Arminian persis terbalik. Mereka mengatakan bahwa keputusan pemilihan Allah tentu dapat berubah, karena keputusan itu bergantung pada pilihan orang. Kekeliruan ini dibahas dalam Penolakan I, 6:

Ajaran Keliru Pemilihan untuk keselamatan tidak selalu bersifat tidak berubah-ubah. Sebaliknya, ada orang pilihan yang dapat binasa dan juga betul-betul binasa untuk selama-lamanya, meskipun ada keputusan Allah.
Penolakannya Melalui kekeliruan ini, mereka menjadikan Allah sebagai Allah yang berubah-ubah dan menumbangkan hiburan yang diambil oleh orang saleh dari kepastian pemilihan mereka. Pun mereka menentang Kitab-kitab Suci, yang mengajar bahwa orang-orang pilihan tidak dapat disesatkan (Mat. 24:24); bahwa Kristus tidak mungkin kehilangan mereka yang diberikan Bapa kepada-Nya ( Yoh. 6:39); bahwa mereka yang ditentukan, dipanggil, dan dibenarkan Allah dari semula, juga dimuliakan-Nya (Rm. 8:30).

Seperti telah kita pelajari di atas, orang-orang Arminian membuat keputusan Allah bergantung pada kehendak manusia. Allah menetapkan keputusan, tetapi manusia dapat menghalanginya. Allah tidak dapat melaksanakan apa yang sebelumnya ditetapkan-Nya, kecuali jika manusia menyetujuinya. Pada akhirnya kehendak manusialah yang terjadi, bukan kehendak Allah. Manusialah yang berkuasa atas nasibnya sendiri, bukan Allah. Allah dapat memilih orang untuk diselamatkan, tetapi keputusan Allah itu hanya akan dipenuhi jika kehendak orang itu menyetujui kehendak Allah.

Dengan tepat PAD menyatakan bahwa Allah kita yang tidak berubah-ubah tidak mengeluarkan keputusan-keputusan yang bisa berubah. Allah akan selalu berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi Allah memenuhi keputusan-keputusan-Nya. Allah itu berdaulat. Kehendak-Nya yang terjadi. Selain itu, PAD menasihati kita bahwa kekeliruan orang-orang

Arminian mengakibatkan orang yang percaya kehilangan keamanan dan hiburan. Kita hanya merasa aman jika kita yakin bahwa masa depan terjamin. Kitab Suci menjamin masa depan orang yang percaya. Berulang-ulang Kitab Suci menekankan bahwa tidak ada apa pun yang akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah. PAD hanya mengutip beberapa nas saja, tetapi ada banyak nas lain yang menyatakan bahwa orang pilihan Allah tidak mungkin akan kehilangan anugerah Allah dan keselamatan. Kristus tidak akan kehilangan siapa pun dari antara orang yang diberikan Bapa kepada-Nya. Di samping itu, Allah akan memastikan bahwa rantai emas keselamatan tidak akan terputus. Orang pilihan-Nya tetap akan selamat, berkat kekuasaan Allah. Paulus mengatakan kepada jemaat di Filipi: Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus (Flp. 1:6). Pokok ini akan dibahas lebih dalam dalam PAD V (Ketekunan orang kudus).

Pertanyaan:

1. Menurut Kitab Suci, apakah Allah dapat berubah (yaitu zat-Nya, sifat-Nya, kekuatan-Nya, kekekalan-Nya, dan sebagainya)?
2. Menurut orang-orang Arminian, dalam hal apa Allah dapat berubah?
3. Uraikanlah kesempurnaan-kesempurnaan Allah dan jelaskan bahwa hal-hal itu mengakibatkan bahwa Allah tidak mungkin mengubah kehendak-Nya!
4. Apa pengaruh kekeliruan Arminian mengenai kehendak manusia pada keputusan-keputusan Allah? Menurut orang-orang Arminian, kehendak siapa sebenarnya yang jadi?
5. Allah tidak berubah-ubah; apa penghiburannya bagi orang pilihan Allah? Apa akibat pandangan Arminian mengenai Allah yang dapat berubah-ubah pada penghiburan itu?

Bahan untuk Dipikirkan

- Bagaimana Anda menyangkal orang yang mengatakan: di dalam segala sesuatu Allah bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (bdk. Ef. 1:11); jika benar bahwa Allah tidak akan pernah berubah pikiran, apa gunanya kita berdoa? Pada akhirnya, Allah tetap akan melakukan kehendak-Nya, bagaimanapun isi doa kita.

Pasal 12

Jaminan Akan Pemilihan

Orang-orang pilihan diyakinkan mengenai pemilihan mereka yang kekal dan yang tak berubah-ubah, yaitu pemilihan untuk menerima keselamatan. Mereka diyakinkan tentangnya masing-masing pada waktunya, walau tingkatnya berbeda-beda dan kadarnya tidak sama. Keyakinan ini tidak didapatkan orang pilihan dengan cara mengusut hal-hal yang tersembunyi dan rahasia-rahasia Allah yang dalam. Tetapi mereka mendapatkannya dengan mengamati pada diri mereka sendiri dengan kegembiraan rohani dan sukacita yang kudus berbagai hal yang tak dapat disangkal merupakan buah pemilihan dan yang ditunjukkan dalam firman Allah, seperti umpamanya iman yang sejati kepada Kristus, takut akan Allah bagaikan seorang anak, dukacita menurut kehendak Allah karena dosa, lapar, dan haus akan kebenaran, dan seterusnya. (Ul. 29:29; 1Kor. 2:10,11; 2Kor. 13:5; 7:10; Mat. 5:6)

Ada satu pertanyaan yang sering diajukan oleh orang-orang yang percaya, yaitu: Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa saya termasuk orang pilihan Allah? Hal itu layak ditanyakan, dan perlu dijawab agar orang dapat menikmati penghiburan yaitu jaminan kehidupan yang kekal. Kita dapat mengakui bahwa segala keputusan Allah tetap dan tidak akan pernah diubah, namun hanya jika orang yang percaya yakin bahwa ia termasuk orang pilihan Allah, ia akan merasa terhibur.

Jelas bahwa kita tidak dapat menyelidiki pikiran Allah untuk mencari tahu siapa yang dipilih Allah. Allah juga tidak memberitahukan kepada kita siapa yang dipilih-Nya. Orang pilihan Allah mendapatkan kepastian mengenai pemilihannya dengan mengamati diri mereka sendiri atas buah-buah pemilihan yang tidak dapat disangkal. Seperti dikatakan Kitab Suci: Sebab dari buahnya pohon itu dikenal (Mat. 12:33). Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya (Luk. 6:43,44). Demikian juga kata Rasul Petrus, yang berkata: Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. () karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung (2Ptr. 1:5-7, 10). Jika kita menghasilkan buah-buah yang baik yang dikerjakan oleh Roh, kita makin yakin akan pemilihan kita. Kita hanya akan menghasilkan buah-buah yang baik itu jika oleh iman kita telah dicangkokkan pada Kristus, dan jika Kristus diam di dalam kita dengan Roh-Nya. Seperti dikatakan Kristus: Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa ( Yoh. 15:5). Keraguan tentang pemilihan sering muncul karena orang pilihan bukanlah orang yang tanpa dosa dan kelemahan. Buah-buah yang tidak baik ini seolah-olah menandakan bahwa orang itu tidak dipilih. Tadi kita mengutip kata Kristus: Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Karena dosa dan kelemahan itu, orang pilihan selalu harus berjuang melawan keraguan yang kadang-kadang muncul dan membuat mereka kehilangan keyakinan bahwa mereka termasuk orang pilihan (bdk. V, 11).

Apakah ucapan Yesus yang tadi dikutip itu berarti bahwa orang pilihan tidak akan pernah berbuat dosa lagi? Dalam Kitab Suci gagasan itu tidak didukung. Dalam Mazmur 51, Daud mengakui segala dosa dan pelanggarannya. Rasul Paulus pernah mengaku tidak mampu berbuat apa yang baik yang dikehendakinya (Rm. 7:19). Rasul Yohanes menulis: Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita (1Yoh. 1:8). Dalam 1 Yohanes tertulis: Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (3:2). Kita adalah anak-anak Allah, tetapi kita belum seperti Dia. Dia adalah kudus, dan karena kita diciptakan kembali menurut rupa Allah, kita menguduskan diri kita. Tetapi kita belum mendapatkan kekudusan yang sempurna. Selain itu, Kitab Suci mengatakan bahwa pembaruan kita adalah suatu proses yang berlangsung selama kita hidup. Tabiat kita diperbarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya (Kol. 3:10), tetapi pembaruan ini belum selesai sepenuhnya. Di dalam kehidupan ini, kita tidak akan memperoleh kesempurnaan (bdk. Flp. 3:12). Perhatikanlah penguraian PAD mengenai buah-buah pemilihan.

Ketaatan yang sempurna tidak disebut sebagai buah pemilihan. Yang disebut adalah: iman yang sejati kepada Kristus, takut akan Allah bagaikan seorang anak, dukacita menurut kehendak Allah karena dosa, lapar dan haus akan kebenaran. Penjabaran buah-buah pemilihan ini menganggap masih adanya dosa dan kelemahan dalam kehidupan orang pilihan (bdk. V, 1, 2). Selama kita hidup di dunia ini, tabiat lama kita tetap melekat pada diri kita dan mencemari perbuatan kita yang terbaik. Jadi bukti pemilihan kita terletak bukan pada tidak adanya dosa, melainkan pada sikap dan tanggapan terhadap dosa. Hanya orang pilihanlah yang menangisi dosa mereka dan berusaha untuk meninggalkannya. Hanya orang pilihanlah yang berusaha menyenangkan Allah dengan ketaatannya. Buah-buah inilah yang meyakinkan orang yang menghasilkannya, bahwa ia terpilih.

Orang-orang Arminian mengatakan bahwa tidak seorang pun dapat memperoleh kepastian bahwa ia terpilih dengan pilihan yang tidak akan pernah berubah. Memang pandangan itu tidak mengherankan, karena mereka percaya bahwa nasib manusia ada dalam tangan manusia sendiri. Terserah kepada manusia untuk percaya atau tidak percaya. Mereka juga mengajarkan, manusia dapat percaya untuk sesaat, dan kemudian dapat berhenti percaya. Tidak seorang pun yang tahu apa yang akan dilakukannya di masa depan. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti bahwa ia tidak akan berubah pikirannya dan berpaling dari Allah. Artinya, orang-orang Arminian mengatakan bahwa tidak seorang pun dapat sungguh-sungguh pasti bahwa ia terpilih untuk diselamatkan, dan bahwa pemilihannya itu tidak akan pernah berubah. Kepastiannya selalu relatif. Salah satu dalil yang diserahkan oleh orang-orang Arminian kepada Sinode Dordrecht berbunyi sebagai berikut:29

Seorang yang sungguh-sungguh percaya, dapat dan juga harus yakin mengenai masa depannya bahwa dengan berjaga-jaga, berdoa, dan kegiatan ibadah lainnya, ia mampu bertekun dalam iman yang benar, dan bahwa karunia Allah untuk terus bertekun tidak akan pernah habis. Tetapi kami rasa tidak mungkin orang yang percaya dapat mengetahui dengan pasti bahwa di masa depan ia tidak akan pernah melalaikan kewajibannya, dan bahwa ia akan bertekun dalam iman dan dalam perbuatan-perbuatan yang saleh dan kasih yang pantas untuk orang yang percaya dalam pergumulan Kristen sekarang ini. Lagi pula kami tidak berpendapat bahwa perlu supaya seorang yang percaya ada kepastian mengenai hal itu.

Agar pandangan mereka serupa dengan Reformasi, orang-orang Arminian mengakui bahwa orang yang percaya dapat memperoleh kepastian. Tetapi kepastian tentang apa? Kepastian bahwa mereka mampu bertekun dalam iman, bukan kepastian bahwa mereka akan bertekun dalam iman. Mereka yakin bahwa anugerah yang diperlukan untuk bertekun tidak akan pernah habis, tetapi menurut mereka terserah kepada manusia untuk menggunakan karunia itu atau tidak. Pandangan mereka ditolak dalam Penolakan I, 7:

Ajaran Keliru Di dalam kehidupan ini, tidak ada buah pemilihan yang tidak berubah-ubah untuk kemuliaan dan tidak ada kesadaran tentangnya. Juga tidak ada kepastian tentangnya selain yang berdasarkan syarat yang berubah-ubah dan yang tidak pasti.
Penolakannya Tidak masuk akal menetapkan kepastian yang tidak pasti, lagi pula hal ini juga bertentangan dengan pengalaman orang kudus, yang berdasarkan kesadaran tentang pemilihan mereka bergembira bersama Rasul dan memuji-muji anugerah Allah itu (Ef. 1). Sesuai dengan nasihat Kristus, mereka bersukacita bersama murid-murid-Nya, karena nama mereka terdaftar di surga (Luk. 10:20). Juga, mereka menjadikan kesadaran tentang pemilihan mereka itu sebagai penahan panah api godaan-godaan iblis, sambil bertanya, Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? (Rm. 8:33).

Menurut pandangan Arminian, satu-satunya kepastian yang dapat diperoleh manusia adalah suatu kepastian yang didasarkan pada syarat yang tidak pasti. Mereka mengajarkan bahwa syarat pemilihan adalah iman (bdk. Penolakan I, 5). Tetapi, kata mereka, iman sama sekali tidak pasti, karena orang yang percaya sungguh-sungguh dan yang dilahirkan kembali, bukan saja dapat kehilangan iman yang membenarkan secara total dan tetap, tetapi sering kali terjadi juga demikian (bdk. Penolakan V, 3). Karena iman sama sekali tidak pasti, demikian pula syarat pemilihan itu sama sekali tidak pasti. Tetapi kepastian yang berdasarkan syarat yang tidak pasti, sama sekali bukan kepastian. PAD menjelaskan bahwa orang-orang percaya yang disebutkan di dalam Kitab Suci, yakin kepastian pemilihan mereka yang tidak akan pernah berubah. Efesus 1 merupakan nyanyian pujian kepada Allah, yang telah memilih orang-orang percaya sebelum dunia dijadikan dan menetapkan bahwa mereka menjadi anak-anak-Nya, menurut kerelaan kehendak-Nya. Nyanyian pujian itu tidak keluar dari orang yang meragukan apakah mereka benar-benar termasuk orang-orang pilihan.

Sebaliknya, inilah nyanyian pujian orang yang yakin bahwa mereka telah ditentukan Allah untuk mewarisi keselamatan dan bahwa mereka pasti akan menerima keselamatan itu.

Rasul Paulus berkata, Aku katakan di dalam Kristus, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan–kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya. di dalam Dia kamu juga–karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu–di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya (Ef. 1:11, 13-14). Roh Kudus yang kita terima adalah meterai yang memberi jaminan kepada kita bahwa kita akan mewarisi apa yang telah ditentukan Allah bagi kita.30

Ketika ketujuh puluh murid Kristus kembali dari perjalanan tugas, mereka bersukacita karena kekuatan yang nyata yang mereka miliki atas roh-roh jahat. Tetapi Kristus menasihati mereka bahwa lebih baik mereka bersukacita karena nama mereka ada terdaftar di surga (bdk. Luk. 10:20). Tidak banyak alasan bagi mereka untuk bersukacita andaikata benar bahwa nama mereka dapat dihapus! Tetapi kegembiraan mereka berakar dalam keyakinan bahwa nama mereka tertulis di surga dengan tinta yang tidak dapat dihapus. Di samping itu, apabila orang pilihan diganggu oleh dosa dan kelemahan mereka, dan apabila iblis melepaskan panah keraguan kepada mereka, peringatan Paulus menguatkan kembali keyakinan akan kepastian keselamatan mereka: Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? (Rm. 8:33,35). Kesaksian Kitab Suci jelas: tidak ada seorang pun yang dapat menghukum orang pilihan yang telah dibenarkan dalam Kristus.

PAD akan mengutip banyak ayat lain, pada waktu pokok ini akan dibahas lebih dalam lagi dalam pasal terkahir mengenai ketekunan orang kudus (bdk. V, 2-4).

Pertanyaan:

1. Apa sebab keyakinan akan kepastian pemilihan sangat penting?
2. Bagaimana kita dapat memperoleh kepastian tentang pemilihan kita? Dan bagaimana tidak? Apa yang ditulis Rasul Petrus dalam 2 Petrus 1:10?
3. Kadang-kadang orang percaya ragu-ragu terhadap pemilihan mereka.

  1. Apa yang menyebabkan keraguan itu?
  2. Apa praanggapan PAD ketika menjabarkan buah-buah pemilihan?
  3. Bagaimana sikap orang pilihan terhadap dosa dan kebenaran?
4. Apakah orang-orang Arminian percaya bahwa orang percaya dapat yakin bahwa mereka akan bertekun sampai kesudahan dan menerima kehidupan yang kekal? Mengapa?
5. Orang-orang Arminian berpendapat bahwa orang percaya dapat memperoleh kepastian sampai pada batas tertentu.
  1. Kepastian apa yang dapat diperoleh orang percaya?
  2. Apa dasar kepastian itu?
  3. Apakah benar hal itu merupakan kepastian? Mengapa?
6. Di banyak tempat, Kitab Suci menyatakan bahwa orang yang percaya menikmati keyakinan akan kepastian pemilihan mereka. Berikan beberapa contoh.

Bahan untuk Dipikirkan

1. Apakah keyakinan terhadap kepastian pemilihan kita merupakan bagian hakiki dari iman yang benar? Apakah seseorang yang meragukan kepastian pemilihannya masih dapat disebut orang yang sungguh-sungguh percaya?
2. Seberapa besar keyakinan Anda bahwa Anda termasuk orang pilihan Allah?

Pasal 13

Nilai Jaminan Terhadap Pemilihan

Kesadaran dan keyakinan akan pemilihan itu menyebabkan anak-anak Allah makin hari makin bertambah merendahkan diri di hadapan Allah, menyembah jurang kemurahan-Nya, menyucikan diri, dan membalas kasih Dia yang telah begitu mengasihi mereka lebih dahulu, dengan cara mengasihi-Nya dengan kasih yang menyala-nyala. Maka ajaran pemilihan itu dan perenungan tentangnya sama sekali tidak membuat mereka menjadi malas melaksanakan perintah-perintah Allah, atau berlengah-lengah secara daging. Hal itu, menurut hukuman Allah yang adil, biasa dialami orang yang memang dengan gegabah menganggap dirinya sudah memiliki anugerah pemilihan, ataupun berkhayal tentangnya dengan seenaknya dan lancang, namun tidak mau mengikuti jejak orang pilihan. (1Yoh. 3:3; 4:19)

Orang-orang Arminian meragukan apakah betul orang yang percaya perlu mempunyai keyakinan terhadap pemilihannya yang tidak akan pernah berubah.31 Sebenarnya mereka berpendapat bahwa keyakinan semacam itu akan merusak kehidupan rohani orang yang percaya. Pasal 13 ini menentang pandangan itu. Kita akan menyelidiki apa akibat keyakinan itu, dan apa bukan akibatnya. Pertama, telah dijelaskan di atas bahwa ajaran mengenai keputusan pemilihan yang tidak dapat berubah memberi keyakinan bagi orang yang percaya bahwa mereka pasti akan diselamatkan. Keyakinan ini memberi penghiburan besar kepada orang yang percaya. Lebih dari itu, PAD menerangkan bahwa keyakinan itu merupakan alasan kuat bagi mereka untuk merendahkan diri di hadapan Allah. Pemilihan Yakub tidak berkaitan dengan apa pun yang telah diperbuatnya, apakah itu baik atau jahat. Alasan pemilihannya tidak terletak dalam diri Yakub sendiri, tetapi di dalam perkenan Allah dan keputusan-Nya. Ia diselamatkan semata-mata berdasarkan rahmat, tidak berdasarkan perbuatan apa pun yang telah diperbuatnya. Bahkan imannya merupakan pemberian dari Allah. Dan Allah tidak membiarkan apa pun atau siapa pun menarik Yakub keluar dari keselamatan itu, bahkan dosa dan kelemahan Yakub sendiri pun tidak. Andaikata Allah sudah membiarkan Yakub menjaga dirinya sendiri, tentu Yakub kehilangan rahmat dan karunia Allah. Tetapi Allah tidak memperbolehkan keputusan pemilihan itu dibatalkan oleh Yakub. Allah tetap memenuhi apa yang direncanakan bagi Yakub. Jadi pemilihan, keselamatan, dan ketekunan Yakub semata-mata merupakan pemberian anugerah Allah. Apakah ada dasar bagi Yakub untuk bermegah? Sama sekali tidak! Yakub tidak dapat menyumbangkan apa pun pada pemilihan dan keselamatannya. Yakub sama sekali tidak dapat berbangga-bangga. Sebaliknya, ia pasti merasa dirinya sangat rendah di hadapan Allah. Demikian juga halnya dengan orang pilihan Allah: kesadaran bahwa keselamatan mereka terletak hanya dalam rencana Allah yang tidak berubah-ubah, merupakan alasan yang kuat bagi mereka untuk merendahkan diri mereka di hadapan karunia Allah yang berdaulat.

Kedua, keyakinan terhadap pemilihan kita memberikan alasan yang kuat untuk menyembah dalamnya kemurahan Allah. Seperti telah kita lihat dalam Penolakan I, 3; orang-orang Arminian menyangkal bahwa Kristus telah mengerjakan segala ketaatan yang sepatutnya harus kita kerjakan. Menurut mereka, Kristus hanya meringankan harga untuk memperoleh kehidupan yang kekal. Daripada ketaatan yang sempurna, sekarang Allah hanya menuntut iman. Manusia sendiri mampu untuk memilih menjadi percaya. Berarti, manusia sendiri yang harus memperoleh kebenarannya melalui iman. Tetapi Kitab Suci mengajarkan bahwa Kristus adalah kebenaran kita. Dia telah mengerjakan segala sesuatu yang dituntut Allah dari kita. Dia tidak hanya meringankan harga untuk memperoleh kehidupan yang kekal, tetapi membayar lunas semuanya. Tidak ada lagi syarat yang masih harus kita penuhi supaya kita beroleh selamat, seperti yang diajarkan oleh orang-orang Arminian. Semua persyaratan yang Allah minta dari kita telah dipenuhi oleh Kristus. Keselamatan kita terletak sepenuhnya pada karya penyelamatan Kristus yang sudah selesai semua, bukan pada sesuatu yang kita lakukan. Itu sebabnya pemilihan kita adalah pasti dan tidak akan pernah berubah. Jadi, orang yang percaya bahwa kepastian pemilihannya terletak dalam karya sempurna Kristus semata, mempunyai alasan lebih untuk berterima kasih daripada orang yang percaya bahwa ia harus memastikan pemilihannya melalui iman dan ketaatannya sendiri yang tidak sempurna. Ketiga, keyakinan akan pemilihan kita memberi alasan kuat bagi kita untuk menyucikan diri kita. Kepastian ini merupakan dorongan untuk mengejar kekudusan. Misalnya, dua atau tiga pelari dalam pertandingan pasti pada awalnya mempunyai semangat untuk memenangkan perlom-baan. Tetapi kalau salah satu dari ketiga orang itu tersandung dan jatuh, harapannya untuk menang akan hilang. Jika ia ragu-ragu apakah ia bisa menang, ia akan berhenti berlari, karena tidak ada gunanya mengeluarkan banyak tenaga kalau sudah pasti akan kalah dalam pertandingan.

Demikian pula halnya dalam pertandingan iman, seperti yang diuraikan oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 9:24-27. Seorang anak Allah sering kali tersandung dan jatuh ke dalam dosa, karena ia memang masih sangat lemah. Ia tahu bahwa andaikata benar bahwa keselamatannya bergantung pada perbuatannya sendiri dalam pertandingan itu, ia tidak akan pernah mencapai garis akhir dan memperoleh mahkota kemenangan. Kalau ia ragu pada kemampuannya untuk mencapai finis, motivasi untuk terus berlari akan berkurang. Percuma saja mengorbankan kepentingan sendiri dan pengorbanan diri kalau sudah kalah dalam pertandingan. Lebih baik melepaskan perjuangan melawan dosa dan mengalah pada keinginan-keinginannya yang berdosa.

Tetapi orang yang yakin akan pemilihannya yang tidak akan pernah berubah, tahu bahwa ia telah menjadi pemenang di dalam Kristus. Keyakinannya itu merupakan dorongan yang kuat untuk berjuang melawan dosa dan untuk mengejar kekudusan–bukan dengan maksud untuk memperoleh keselamatannya karena kekudusannya, melainkan sebagai rasa terima kasih kepada Allah yang semata-mata berdasarkan rahmat-Nya mengaruniakan kekudusan Kristus yang menyelamatkan. Karunia itu merupakan dorongan yang kuat untuk dengan sepenuh hati mencari kesukaan Allah, sehingga dengan menaikkan syukur ia akan terus berusaha menyucikan dirinya dari dosa. Manfaat yang keempat dari keyakinan akan kepastian pemilihan adalah bahwa keyakinan itu merupakan dorongan kuat bagi kita untuk mengasihi Allah dengan segenap kekuatan kita, karena Dia lebih dahulu mengasihi kita. Orang-orang Arminian mengajarkan bahwa kita harus memastikan pemilihan kita dengan bertekun dalam kasih terhadap Allah. Menurut mereka, kasih Allah yang memilih kita berdasarkan kasih kita terhadap Allah: Allah mengasihi kita asalkan dan selama kita mengasihi Dia. Bagi mereka, kasih Allah itu bersyarat. Tetapi Kitab Suci mengajarkan bahwa kasih Allah yang memilih kita itu tidak bersyarat. Kasih Allah yang memilih kita itu bergantung pada Kristus yang telah mengasihi Allah dengan sempurna. Karena kasih Kristus itu, Allah dapat mengasihi kita ketika kita masih menjadi seteru-Nya (bdk. Rm. 5:10). Kasih Allah tidak bergantung pada kasih kita terlebih dahulu (bdk. 1Yoh. 4:10). Dialah yang mengasihi kita lebih dahulu di dalam Kristus.

Karena itu kita yang mengalami kasih Allah yang telah memilih kita di dalam Kristus, akan mengasihi Allah dengan sukacita yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang percaya bahwa mereka harus memperjuangkan kasih Allah melalui kasih mereka kepada Allah. Mengasihi Allah karena kasih-Nya yang nyata dalam pemilihan kita tanpa syarat akan lebih menyenangkan daripada berjuang untuk memperoleh kasih Allah yang memilih kita dengan syarat yang perlu kita penuhi.

Hal kedua yang dijelaskan dalam pasal ini adalah mengenai apa yang tidak disebabkan oleh kesadaran dan keyakinan akan pemilihan: kepastian itu tidak akan membuat orang menjadi malas, sembrono, tidak peduli, dan fasik. Mungkin orang dapat mengatakan bahwa jika pemilihan adalah pasti dan tetap, tidak penting lagi apa yang kita perbuat atau tidak perbuat. Karena jika Kristus telah memastikan pemilihan kita dengan tidak menentukan syarat yang masih wajib kita penuhi, bukankah orang pilihan akan menjadi jahat? Untuk apa ia akan berusaha untuk hidup dengan kudus dan saleh jika pemilihan dan keselamatannya tidak bergantung pada hal itu? Pada zaman Reformasi, pertanyaan-pertanyaan itu juga pernah dikemukakan oleh Gereja Katolik Roma yang dipengaruhi pikiran Semi-Pelagianisme, dan dijawab dalam Katekismus Heidelberg (p/j 64). PAD tidak menyangkal bahwa ada orang yang mengikuti jalan pikiran itu dan berlaku demikian. Tentu ada orang yang dengan gegabah menganggap dirinya sudah memiliki anugerah pemilihan, namun tidak mau mengikuti jejak orang pilihan. Tetapi mereka tidak termasuk orang pilihan. Kitab Suci mengatakan, Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya (Luk. 6:43-44). Orang pilihan tidak senang berbuat dosa, dan tidak akan terus hidup di dalam dosa (bdk. 1Yoh. 3:6). Sebaliknya, orang pilihan akan merendahkan diri ketika mereka melihat betapa besar karunia Allah terhadap mereka, dan kemurahan-Nya yang sebenarnya tidak pantas mereka dapatkan. Mereka mengaku bahwa kasih Allah tidak bergantung pada kasih mereka kepada-Nya, tetapi bahwa Allah lebih dahulu mengasihi mereka, dan bahwa kasih Allah itu tidak akan pernah berubah. Mereka akan menyambut kasih Allah itu dengan kasih yang menyala-nyala kepada Allah. Dan di mana ada kasih, di situ juga ada ketaatan (bdk. Yoh. 14:15). Jadi keyakinan terhadap kepastian pemilihan sama sekali tidak akan membuat orang menjadi jahat dan fasik. Justru sebaliknya, keyakinan itu merupakan dorongan yang kuat dan yang sangat berharga untuk hidup berterima kasih kepada Allah dengan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik.

Pertanyaan:

1. Bagaimana keyakinan akan kepastian pemilihan mendorong kita untuk:

  1. Merendahkan diri di hadapan Allah?
  2. Menyembah dalamnya kemurahan Allah?
  3. Mengejar kekudusan?
  4. Mengasihi Allah dengan kasih yang menyala-nyala karena Dia lebih dahulu mengasihi kita?
2. Apakah keyakinan akan kepastian pemilihan akan membuat orang melalaikan ibadah kepada Allah? Mengapa? Apa sebenarnya akibat keyakinan itu?

Bahan untuk Dipikirkan

- Kalau kita mengaku bahwa keyakinan akan kepastian pemilihan kita sangat berharga, sepatutnya kita memusatkan pikiran kita pada keyakinan itu dan merenungkannya. Apakah hal ini diberi cukup perhatian dalam khotbah? Apakah hal ini diberi perhatian yang cukup di kalangan kaum ibu, kaum bapak, dan kaum muda-mudi? Dan bagaimana dalam Katekisasi, dan dalam perenungan pribadi kita? Jika tidak, bagaimana hal itu dapat dikembangkan?

Pasal 14

Bagaimana Ajaran Pemilihan Harus Dikemukakan

Menurut rencana Allah yang penuh hikmat, ajaran tentang pemilihan ilahi itu telah diberitakan oleh para Nabi, oleh Kristus sendiri, dan oleh Para Rasul, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, dan sesudah itu dituliskan dan diwariskan di dalam Kitab-kitab Suci. Begitu pula, ajaran itu harus dikemukakan juga pada masa kini, pada saat dan tempat yang tepat, dalam gereja Allah, yang memang secara khusus menjadi tempat tujuannya. Hal itu hendaknya dilakukan dengan kemampuan membedakan, dengan takwa dan kudus, tanpa mengusut jalan-jalan Yang Maha Tinggi, demi kemuliaan Nama Allah Yang Maha Kudus dan demi penghiburan yang menggairahkan bagi umat-Nya. (Kis. 20:27; Ayb. 36:23-26; Rm. 11:33; 12:3; 1Kor. 4:6)

Sebelum PAD menjelaskan bagaimana ajaran pemilihan itu harus dikemukakan, telah lebih dahulu dibuktikan bahwa ajaran pemilihan itu harus dikemukakan. Kita patut memberi perhatian yang sungguh-sungguh pada dorongan itu. Ada kemungkinan, kita menghindari pokok pemilihan itu karena ajaran itu mengurangi harga diri kita. Akibat dari ajaran pemilihan adalah bahwa kita kehilangan kebanggaaan dan keagungan serta berbagai alasan untuk memegahkan diri. Karena ajaran pemilihan membuat kita sadar bahwa dalam diri kita tidak ada apa-apanya yang membuat kita menjadi layak untuk dipilih Allah. Malah sebaliknya, kita akan menjadi sadar bahwa Allah mempunyai alasan yang cukup untuk membiarkan kita berada dalam dosa dan kesengsaraan kita. Mungkin penyebab dari mengapa kita menghindari pokok ini adalah karena ajaran mengenai pemilihan terlalu keras. Karena kalau Allah memilih orang untuk diselamatkan, akibatnya adalah bahwa ada orang lain yang dibiarkan-Nya dalam kebinasaan. Hal itu sangat tidak adil menurut perasaan kita, manusia. Menurut perasaan itu seharusnya Allah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk diselamatkan. Pandangan itu sudah ditolak dalam I, 1. Tetapi pandangan itu tidak mudah dihilangkan dari pikiran kita. Mungkin juga kita menghindari ajaran pemilihan karena terlalu sulit untuk dapat dipahami. Kita menyenangkan diri kita dengan menyangka bahwa kita dapat mengerti hampir segala sesuatu, dan ketika kita tidak dapat memahami rahasia keputusan Allah mengenai pemilihan dan penolakan, kita menjadi gelisah dan kecewa. Alasan lain yang membuat kita ragu-ragu untuk memberitakan pemilihan adalah karena kita memandang pemilihan sebagai doktrin. Doktrin dapat diuraikan sebagai pengetahuan mengenai Allah dan perbuatan-Nya. Tetapi kita sangat lebih ingin memperoleh pengetahuan mengenai apa yang harus kita perbuat daripada pengetahuan mengenai apa yang telah Allah perbuat. Khotbah yang memberitakan apa yang harus kita perbuat biasanya lebih disukai dan mendapat perhatian daripada khotbah yang menguraikan apa yang telah Allah lakukan. Padahal justru pengetahuan mengenai apa yang telah Allah lakukan, yang membangkitkan hati kita supaya dengan bergembira memuliakan Allah. Makin kita lebih tahu mengenai Allah dan perbuatan-Nya, kita akan makin lebih memuliakan-Nya.

Alasan lain lagi yang dapat membuat kita enggan membicarakan pemilihan, adalah kekhawatiran akan melalaikan orang lain dan menimbulkan perasaan terjamin yang tidak pada tempatnya. Pemikiran ini sudah ditolak dalam pasal sebelumnya, tetapi betulkah kita sama sekali sudah bebas dari pemikiran itu? Karena masih ada banyak kelemahan dan kekurangan pada orang-orang kudus maka para pelayan Firman sering merasa perlu mendesak dan menegur anggota-anggota jemaat agar mengubah cara hidup mereka. Mereka tidak selalu sadar bahwa sebenarnya pemberitaan rahmat Allah merupakan dorongan bagi jemaat untuk lebih taat lagi. Makin banyak penjelasan yang diterima orang-orang kudus mengenai anugerah Allah, yaitu mengenai kasih dan kemurahan-Nya yang sebenarnya tidak wajar mereka peroleh (seperti tampak jelas dalam pemberitaan pemilihan), hati mereka akan makin lebih dipenuhi dengan rasa syukur dan kasih, yang akan menghasilkan ketaatan yang lebih besar. Meskipun keseganan ini, yang disebabkan oleh pelbagai alasan, para penyusun PAD menyatakan bahwa ajaran mengenai pemilihan haruslah diberitakan. Alasannya memang sangat sederhana. Kitab Suci sendiri yang mengungkapkan bahwa ajaran ini telah diberitakan kepada orang-orang kudus baik pada zaman Perjanjian Lama maupun pada zaman Perjanjian Baru. Memang benar bahwa pada satu masa, kasih pemilihan Allah ini terungkap dengan lebih jelas dibandingkan dengan masa lainnya. Namun melihat keseluruhannya, ternyata begitu banyak hal dalam Kitab Suci yang didasarkan pada ajaran ini sehingga dengan benar kita dapat mengatakan bahwa jumlah acuan terhadap kasih pemilihan Allah memang cukup banyak. Tetapi karena tidak semua referensi ini menyatakan pemilihan Allah dengan sama jelasnya maka kita akan memusatkan perhatian kita pada beberapa contoh yang sangat gamblang. Telah nyata bahwa dari semua keturunan Nuh, Allah hanya memilih satu orang untuk mengadakan perjanjian dengan Dia, yaitu Abraham. Apakah Abraham satu-satunya orang yang layak menerima hormat itu? Selanjutnya, dengan tegas Allah memutuskan untuk meneruskan perjanjian-Nya melalui Ishak, bukan melalui Ismael (bdk. Kej. 17:19-21). Kemudian, perjanjian anugerah-Nya itu diteruskan melalui Yakub, yang dikasihi Allah, bukan melalui Esau yang dibenci Allah, meskipun mereka belum melakukan suatu apa pun, yang baik maupun yang jahat (bdk. Rm. 9:11-13). Dari segala bangsa dunia, Allah telah memilih bangsa Israel untuk menjadi umat kesayangan-Nya (bdk. Ul. 10:15), tetapi bukan karena lebih banyak jumlahnya (bdk. Ul. 7:6,7–ayat yang mengingatkan kita pada 1Kor. 1:26b). Apakah orang Israel dipilih karena mereka memang begitu baik? Siapa yang mengenal sejarah bangsa Israel tentu akan menjawab bahwa mereka adalah bangsa yang keras kepala yang selalu melakukan kekeliruan (bdk. Ibr. 3:10). Pada akhir kehidupannya, Musa mengakui bahwa orang Israel masih belum mempunyai akal budi untuk mengerti, atau mata untuk melihat, atau telinga untuk mendengar, biarpun segala hal telah mereka lihat dan alami. Mereka ternyata tidak memiliki iman yang dikehendaki Allah, dan sama sekali tidak layak menerima tanah perjanjian, ke mana mereka akan dibawa oleh Yosua. Tidak ada jalan lain bagi mereka untuk memperoleh iman dan ketaatan itu, kecuali Allah memberikannya kepada mereka, karena memang mereka sendiri tidak memiliki. Dan itulah yang dijanjikan Allah. Dia berjanji menyunat hati mereka sehingga mereka akan mengasihi Allah, karena mereka sendiri tidak akan pernah mampu mengasihi Allah (bdk. Ul. 30:6). Di sinilah kita bertemu dengan hal yang mendasar dalam ajaran pemilihan, yaitu bahwa kepada orang pilihan-Nya, Allah memberikan karunia iman dan ketaatan, yang tidak mereka miliki sendiri. Kebenaran ini membayangkan apa yang di kemudian hari dikatakan Paulus dalam Efesus 2:8-10. Walaupun mereka tidak layak, TUHAN tetap memutuskan untuk berbuat baik terhadap Israel menurut kehendak-Nya yang berdaulat (bdk. Yes. 41:8-10). Mereka akan dibawa ke dalam pembuangan karena pemberontakan dan kekerasan hati mereka. Namun Allah menghibur mereka dengan janji-Nya bahwa Dia tidak akan menghancurkan mereka sampai habis, karena mereka berada dalam anugerah-Nya yang berdaulat, Dia telah memilih mereka untuk menerima belas kasih dan berkat-Nya, tanpa jasa apa pun dari pihak mereka sendiri. Itu sebabnya dalam waktu yang tepat Dia akan menyayangi mereka dan membawa mereka kembali ke tanah mereka sendiri. Apa yang telah dengan jelas terungkap dalam Perjanjian Lama, diungkapkan dengan lebih jelas lagi dalam Perjanjian Baru.32 Dari begitu banyak ayat Kitab Suci, kita memahami bahwa Allah yang memilih, Allah yang mengaruniakan iman, Allah yang mempersiapkan pekerjaan baik di dalam kita, Allah yang memelihara kita sehingga kita tetap memiliki keselamatan dan tidak satu pun orang pilihan-Nya akan binasa.

Jika kita percaya bahwa Kitab-kitab Suci diilhami oleh Allah (dan demikianlah keyakinan kami), kita harus menyimpulkan bahwa ternyata Allah menghendaki agar doktrin ini diajarkan pada masa lampau. Dan karena Allah masih terus memerintahkan Firman-Nya diberitakan, nyatalah bahwa itu adalah kehendak Allah, yaitu agar ajaran mengenai pemilihan, yang terdapat dalam begitu banyak tempat dalam Kitab Suci, tetap diajarkan pada masa kini. Seperti kata Rasul Paulus dalam Kisah Para Rasul 20:27, janganlah kita lalai memberitakan seluruh maksud Allah.

Kehendak Allah agar ajaran pemilihan akan diberitakan, muncul dari rencana Allah yang penuh hikmat. Dengan kata-kata ini, PAD mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak boleh menilai perlunya dan manfaatnya pemberitaan ajaran pemilihan berdasarkan pengertian dan evaluasi kita sendiri. Sebaliknya, kita harus menerima tuntutan Allah itu dengan rendah hati, karena rencana-Nya adalah penuh hikmat dan bermanfaat bagi gereja.

Ada waktu dan tempat untuk mengajarkan ajaran doktrin. Tempatnya adalah di dalam Gereja Allah. Artinya, ajaran ini harus diajarkan kepada orang yang percaya. Bagi orang yang percaya, ajaran ini merupakan harta yang tidak terkira nilainya. Sebaliknya, orang yang tidak percaya memandangnya sebagai suatu kebodohan dan akan menginjak-injak mutiara pemilihan ini dengan kakinya. Karena itu hal ini diajarkan kepada mereka yang percaya. Hal ini akan menjadi harta yang paling bernilai bagi orang percaya, tetapi akan menjadi kebodohan bagi orang yang tidak percaya.

Seperti diketahui, ada dua jalan pikiran dalam Kitab Suci. Yang pertama adalah tanggung jawab manusia: bahwa manusia harus percaya kepada Tuhan dan hidup taat kepada-Nya. Yang kedua adalah kedaulatan Allah: bahwa iman dan ketaatan itu harus diterima dari Allah karena manusia sendiri tidak sanggup percaya atau melakukan perbuatan yang baik. Kedua jalan pikiran itu perlu diberitakan. Memang itu tidak berarti bahwa tiap-tiap khotbah harus mencantumkan kedua jalan pikiran tersebut. Jelas bahwa Si Pengkhotbah selalu harus menyesuaikan isi khotbahnya dengan ayat Alkitab yang dikhotbahkan. Jika ayat Alkitab itu menekankan tanggung jawab manusia maka Si Pengkhotbah pun harus berbuat demikian.

Demikian juga jika ayat Alkitab itu menekankan kedaulatan Allah. Tetapi dalam memilih ayat-ayat Alkitab, Si Pengkhotbah tidak boleh mengabaikan ayat-ayat yang mengemukakan kedaulatan Allah. Dalam hal itu ia perlu memperhatikan kebutuhan jemaatnya. Ada kalanya jemaat perlu diberi nasihat untuk lebih taat, dan peringatan bahwa Allah dimuliakan oleh perbuatan-perbuatan mereka yang baik. Tetapi ada kalanya jemaat juga perlu dihibur dan diyakinkan akan kepastian pemilihan, yaitu bahwa mereka adalah ahli waris keselamatan, dan tetap tinggal begitu, karena kedaulatan anugerah Allah. Mereka juga harus didorong agar mereka memberikan segala hormat kepada Allah karena keselamatan mereka. Para penyusun PAD tidak membatasi pemberitaan ajaran pemilihan pada khotbah dalam kebaktian. Mereka menggunakan kata mengemukakan. Tentu saja setiap khotbah mengemukakan ajaran. Tetapi di samping itu ada juga waktu dan tempat lain yang dapat dan patut digunakan. Ajaran pemilihan juga dapat dikemukakan kepada kaum muda-mudi di Katekisasi, dan dibuat menjadi bahan studi dalam pelbagai perkumpulan studi Alkitab (kaum ibu, kaum bapak, dan sebagainya). Semua itu sebenarnya juga merupakan waktu dan tempat untuk mengajarkan doktrin pemilihan. Tentu umur dan kemampuan peserta harus diperhatikan: orang yang muda atau yang baru mulai percaya harus diberikan susu, yaitu makanan yang ringan, sedangkan mereka yang sudah dewasa dapat diberikan makanan yang lebih keras (bdk. 1Kor. 3:2). Artinya, kepada yang muda, ajaran pemilihan harus dikemukakan secara sederhana dan garis besar, sedangkan bagi mereka yang sudah dewasa dalam iman, ajaran itu perlu didalami.

Pemberitaan pemilihan harus dibuat dengan bijaksana, dengan kemampuan membedakan. Jika ajaran ini diberitakan dengan cara yang salah, dapat mengakibatkan orang menjadi puas dengan dirinya dan lalai mengerjakan perbuatan yang baik. Hal itu dapat terjadi jika kedaulatan Allah yang membenarkan orang diberitakan, sedangkan kedaulatan anugerah Allah yang menguduskan orang tidak dikemukakan. Artinya, jika kepastian keselamatan ditekankan, sedangkan kepastian perbuatan-perbuatan baik dihilangkan.

Selain itu, pemberitaan mengenai buah-buah pemilihan juga harus disusun dengan bijaksana. Perlu disadari bahwa orang yang paling suci pun belum sempurna, karena kesalahan dan kejahatan senantiasa melekat pada kita semua, sebagai sisa-sisa tabiat lama. Karena itu ajaran pemilihan perlu dikemukakan dengan cara yang menghibur dan mendorong orang-orang kudus, supaya kasih dan ketaatan mereka akan semakin besar. Jangan-jangan ajaran itu diberitakan dengan cara yang mengkhawatirkan dan mengecilkan hati mereka karena kekurangan dan kelemahan yang masih tetap ada dalam kehidupan mereka.

Ajaran pemilihan juga harus diberitakan dengan takwa dan kudus, dengan selalu mengingat tujuan utama ajaran ini, yaitu untuk memuliakan Allah. Pemilihan dan penolakan tidak boleh dianggap sekadar pengajaran intelektual atau yang bersifat ilmiah. Maksud dan tujuan yang terutama dan yang terpenting dalam pemberitaan ajaran pemilihan adalah supaya kita memuliakan kedaulatan Allah dalam anugerah dan keadilan-Nya.

Selanjutnya, para penyusun PAD mengingatkan kita untuk tidak mengusut jalan-jalan Yang Maha Tinggi. Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya (Ul. 29:29). Ada kebenaran yang dinyatakan dalam Kitab Suci yang melampaui pengertian kita. Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu ( Yes. 55:8-9). Sepatutnya Mazmur 131:1 menjadi doa setiap orang yang mengajar atau mempelajari ajaran ini: TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sepantasnya kita berpegang teguh pada kebenaran yang dinyatakan dalam Kitab Suci dengan percaya kepada Allah sebagaimana seorang anak kecil terhadap ayahnya. Tadi kami mengatakan bahwa tujuan pertama pemberitaan ajaran ini adalah untuk memuliakan Allah. Tujuan kedua adalah untuk menghibur umat Tuhan. Mereka sering dibuat susah oleh kekuatan-kekuatan kegelapan yang besar, yang mengelilingi mereka maupun yang muncul di dalam diri mereka, yaitu kuasa Iblis yang membuat mereka ragu dan kehilangan keyakinan. Mereka tahu adanya kekuatan musuh itu, seperti mereka juga tahu kelemahan mereka sendiri. Mereka perlu mendengar berita bahwa pekerjaan yang baik yang sudah Allah mulai di dalam mereka, akan diteruskan-Nya sampai pada akhirnya (Flp. 1:6), dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan mereka dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus (Rm. 8:38-39).

Pertanyaan:

1. Berikan lima alasan yang dapat membuat orang enggan untuk memberitakan ajaran pemilihan. Jelaskan mengapa alasan-alasan itu tidak berlaku!
2. Apa sebab doktrin mengenai pemilihan harus diajarkan?
3. Apakah doktrin mengenai pemilihan diberitakan dalam Perjanjian Lama? Apakah pemberitaannya dalam Perjanjian Lama sama jelasnya dengan pemberitaan dalam Perjanjian Baru?
4. Apakah ajaran mengenai pemilihan harus diberitakan kepada semua orang? Jika tidak, kepada siapa ajaran ini harus diberitakan?
5. Di dalam Kitab Suci, dua hal yang selalu berdampingan–kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.

  1. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan kedua jalan pikiran tersebut.
  2. Haruskah setiap khotbah mengandung kedua hal tersebut?
  3. Apa yang perlu diperhatikan oleh Si Pengkhotbah ketika dia mengajarkan kedaulatan Allah?
  4. Apa yang perlu diperhatikan oleh Si Pengkhotbah ketika dia mengajarkan tanggung jawab manusia?
6. Bagaimana cara ajaran pemilihan diajarkan kepada mereka yang masih muda dalam iman?
7. Bagaimana pemberitaan pemilihan dapat mengakibatkan orang menjadi puas dengan diri mereka sendiri dan lalai mengerjakan perbuatan-perbuatan baik?
8. Bagaimana pemberitaan pemilihan dapat mengakibatkan orang menjadi khawatir dan kecil hati?
9. Apa yang harus menjadi tujuan utama pengajaran pemilihan?
10. Bagaimana kita dapat menghindari sikap yang mengusut jalan-jalan Yang Maha Tinggi pada waktu kita memberitakan ajaran pemilihan?
11. Apa yang menjadi tujuan kedua pemberitaan pemilihan?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Gereja-gereja Reformasi biasa mengajarkan firman Allah sebagaimana diringkaskan dalam Katekismus Heidelberg. Apakah merupakan pikiran yang baik jika adakalanya kita juga menyampaikan beberapa khotbah dengan menggunakan PAD?
2. Jelaskan pengaruh ajaran pemilihan terhadap diri Anda secara pribadi!

Pasal 15

Keterangan Penolakan

Anugerah pemilihan kita, yang abadi dan yang dikaruniakan dengan cuma-cuma, terutama ditunjukkan dan dianjurkan kepada kita oleh Kitab Suci ketika disaksikan selanjutnya, bahwa tidak semua orang dipilih. Ada yang tidak dipilih atau dilewatkan Allah dalam pemilihan-Nya yang kekal. Tentang mereka Allah telah memutuskan, menurut perkenan-Nya yang sama sekali bebas, adil, tak bercacat, dan tidak berubah-ubah, untuk membiarkan mereka dalam sengsara bersama, tempat mereka telah menjatuhkan diri oleh kesalahan mereka sendiri, dan untuk tidak mengaruniakan kepada mereka iman yang menyelamatkan dan karunia pertobatan, malah untuk membiarkan mereka di jalan-jalan mereka sendiri dan di bawah hukuman-Nya yang adil, dan untuk akhirnya menghakimi mereka dan menjatuhkan hukuman yang kekal atas mereka, bukan hanya karena ketidakpercayaan mereka, melainkan juga karena semua dosanya yang lain, supaya dengan demikian diperlihatkan-Nya keadilan-Nya. Inilah keputusan penolakan, yang tidak menjadikan Allah Penyebab dosa–pikiran itu adalah sebuah hujatan!–tetapi menetapkan Dia selaku Hakim dan Pembalas dosa yang dahsyat, tak bercacat, dan adil. (Rm. 9:22; 1Ptr. 2:8; Kis. 14:16)

Inilah definisi yang cukup lengkap dan luas! Lebih pendek dan sederhana, definisi yang panjang ini dapat diringkas sebagai berikut:

Penolakan adalah rencana Allah yang kekal, yang tidak ber-ubah-ubah, menurut perkenan-Nya yang sama sekali be bas melewatkan sebagian orang dan memutuskan untuk mem-biarkan mereka dalam sengsara bersama, tempat mereka telah menjatuhkan diri karena kesalahan mereka sendiri, dan untuk tidak mengaruniakan kepada mereka iman yang menyelamatkan dan karunia pertobatan.

Ajaran penolakan sebenarnya sudah tersirat dalam ajaran pemilihan. Kalau Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah telah memutuskan untuk memberikan iman dan keselamatan hanya kepada sebagian orang, hal itu menunjukkan bahwa Allah memutuskan untuk tidak memberikan iman dan keselamatan kepada orang yang tidak dipilih. Meskipun demikian, ajaran penolakan bukan hanya tersimpul dalam ajaran pemilihan, tetapi juga dapat ditunjukkan secara langsung. Mari kita mempertimbangkan beberapa bagian Kitab Suci yang merupakan dasar ajaran mengenai penolakan. Ajaran mengenai penolakan sudah dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Sebelum Esau lahir dan melakukan dosa, Allah telah membencinya (bdk. Mal.1:3; Rm.9:11-13). Alkitab menggambarkan kasih sebagai keinginan untuk mempunyai hubungan akrab dengan seseorang, dan keinginan untuk memajukan kebahagiaan dan kesejahteraannya, sekalipun itu akan merugikan diri kita sendiri. Rasa benci adalah kebalikannya. Ketika Allah menyatakan dalam Firman-Nya bahwa Dia membenci Esau, maksud-Nya untuk menyatakan bahwa Dia tidak mempunyai keinginan untuk membangun hubungan dengannya untuk selama-lamanya. Allah tidak mempunyai keinginan untuk memberi kebahagiaan dan kesejahteraannya. Sejak kekal Allah sudah memutuskan bahwa Dia tidak akan memberikan anugerah-Nya kepada orang yang berdosa, Esau, tetapi sebaliknya akan membiarkannya di dalam dosa dan sengsaranya, dan pada akhirnya menghukumnya.

Ketika Allah mengadakan perjanjian-Nya dengan bangsa Israel, Dia melewatkan bangsa-bangsa lain (bdk. Ul. 10:15). Allah memutuskan untuk tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka (bdk. Mzm. 147:20). Dia membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing (bdk. Kis.14:16). Melalui penciptaan dan penguasaan seluruh alam, Allah telah menyatakan kekuatan-Nya kepada mereka, sehingga mereka tidak dapat berdalih, walaupun penyataan itu tidak cukup untuk membuat mereka menjadi percaya dan menjadi selamat (bdk. Rm. 1:20; 10:14-17). Dalam Perjanjian Baru, ajaran mengenai penolakan terungkap lebih jelas lagi. Petrus menjelaskan mengapa ada orang yang datang kepada Kristus, sedangkan yang lain tidak. Mengenai mereka yang tidak datang kepada Kristus, Petrus menulis: mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan (1Ptr. 2:7-9). Dalam Roma 9:21-23, Rasul Paulus mengajarkan bahwa Allah membentuk benda-benda untuk kebinasaan; artinya, ada orang yang lahir yang sejak kekal sudah ditentukan Allah untuk dibiarkan-Nya dalam kesengsaraan dan kehancuran manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, dan akhirnya dihukum-Nya.

Kita harus hati-hati jangan sampai memandang penolakan sebagai kebalikan seutuhnya dari pemilihan. Sudah kita lihat bahwa keputusan Allah untuk memilih membuat orang menjadi percaya dan taat. Dengan kata lain, iman dan ketaatan merupakan buah-buah pemilihan. Tetapi tidak mungkin kita dapat menjelaskan arti penolakan dengan cara yang sama, dengan mengganti kata (percaya) dengan tidak percaya, dan (pemilihan) dengan (penolakan). Tidak benar bahwa penolakan membuat orang tidak percaya dan tidak taat. Ketidakpercayaan dan ketidaktaatan tidak dapat disebut buah-buah penolakan. Pandangan itu akan menjadikan Allah Penyebab dosa–dan pikiran itu adalah sebuah hujatan dan dengan tegas ditolak oleh Kitab Suci. Dengan keputusan-Nya mengenai penolakan, Allah tidak menyebabkan manusia berbuat dosa. Di dalam Taman Firdaus atas kehendaknya sendiri, manusia tidak mematuhi perintah Allah. Karena dosanya itu, tabiatnya menjadi buruk dan rusak total. Tabiat yang buruk itu menyebar ke seluruh manusia, dan mengakibatkan semua orang menurut kodratnya membenci Allah, dan menolak untuk taat dan percaya terhadap anugerah yang dijanjikan-Nya. Dengan keputusan-Nya mengenai penolakan, Allah tidak menyebabkan manusia tidak percaya perjanjian-Nya atau tidak menaati perintah-Nya. Keputusan mengenai pemilihan hanya membiarkan manusia tetap berada di dalam dosa dan sengsara yang disebabkan oleh manusia sendiri karena ketidaktaatannya yang disengaja.

Jadi, pemilihan adalah keputusan Allah untuk menyelamatkan ma- nusia dari dosa dan sengsaranya, sedangkan penolakan adalah keputusan Allah untuk membiarkan manusia tetap berada di dalam dosa dan seng-saranya. Demikianlah latar belakang ucapan Musa dalam Ulangan 29:4,

Tetapi sampai sekarang ini TUHAN tidak memberi kamu akal budi untuk mengerti atau mata untuk melihat atau telinga untuk mendengar. Allah telah membiarkan mereka dalam ketidakpercayaan, dan pada saat itu tidak memberikan iman kepada mereka (walaupun di kemudian hari hal itu dijanjikan kepada mereka, bdk. Ul. 30:6).

Demikianlah juga arti ucapan Petrus, yang berbicara mengenai orang yang tersandung pada Batu Penjuru, yaitu Yesus Kristus (1Ptr. 2:8). Mereka tersandung karena mereka tidak taat pada firman Allah, dan untuk itu mereka juga telah disediakan. Allah telah memutuskan untuk tidak mengaruniakan iman kepada mereka, dan untuk membiarkan mereka di dalam ketidakpercayaan mereka. Apakah Allah adil kalau ada yang ditolong-Nya sedangkan yang lain tidak? Bukankah seharusnya Allah menunjukkan kebaikan-Nya kepada semua orang? Para penyusun PAD mempertahankan integritas keputusan Allah mengenai penolakan. Mereka menyebut keputusan Allah sama sekali bebas, adil, dan tidak bercacat. Allah sama sekali bebas untuk melakukan apa saja yang Dia ingin perbuat terhadap manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Jika Allah ingin agar seseorang menerima keselamatan, maka itu adalah wewenang Allah. Jika Allah ingin menjadikan orang lain untuk tetap tinggal di dalam kesengsaraan mereka maka itu juga merupakan wewenang-Nya (bdk. Rm.9:19b dst.). Jika kita hendak berbicara tentang keadilan-Nya, dapat saja Allah membiarkan semua orang tetap tinggal di dalam dosa dan di bawah kutuk, dan menghukum mereka semua karena dosa mereka (bdk. I,1).

Kalau kita membicarakan ajaran predestinasi, kita harus selalu ingat bahwa Allah tidak memilih atau menolak orang yang tidak bersalah. Dalam pasal 7 telah kita lihat bahwa Allah memilih orang tertentu dari segenap umat manusia yang karena kesalahannya sendiri jatuh ke dalam dosa dan kebinasaan itu. Dilihat dari sudut pandang Allah, manusia sudah jatuh ke dalam dosa sebelum Dia memilih orang tertentu dan menolak yang lain.33

Mengapa Allah tidak memilih seluruh umat manusia untuk diselamat-kan? Mengapa Dia membiarkan sebagian orang di dalam kesengsaraan mereka? Tentu saja bukan karena mereka lebih jahat dibandingkan dengan yang lain. Tentu saja bukan karena mereka lebih layak dihukum daripada yang lain. Sebab Kitab Suci mengajarkan bahwa tidak ada seorang pun yang berbuat baik, mereka semua telah menyimpang. Kita semua buruk total.

Dengan demikian sudah menjadi jelas bahwa penyebab Allah menolak sebagian orang bukan karena mereka kurang layak dibandingkan dengan yang lain. Ingat pada apa yang tertulis mengenai Yakub dan Esau: Allah tidak memilih Yakub atas dasar bahwa Yakub lebih layak daripada Esau, sama seperti Esau yang ditolak-Nya karena atau dengan alasan bahwa ia kurang layak dibandingkan dengan Yakub. Menurut Kitab Suci, keputusan Allah untuk memilih dan menolak telah diambil-Nya sebelum mereka berbuat apa-apa, entah itu baik atau jahat (bdk. Rm.9:11).34

Kita juga tidak dapat mengatakan bahwa ketidakpercayaan orang merupakan alasan mereka ditolak, seperti yang diajarkan oleh orang-orang Arminian. Karena kita semua cenderung untuk tidak percaya, dan jika benar bahwa ketidakpercayaan merupakan dasar penolakan maka tentu kita semua akan ditolak.

Jika demikian halnya, apa yang sebenarnya menjadi dasar keputusan penolakan Allah? Sama halnya dengan keputusan pemilihan, demikian juga dasar penolakan terletak dalam perkenan Allah. Menurut perkenan-Nya, Allah telah memutuskan untuk membiarkan sebagian orang tetap tinggal di dalam dosa dan sengsara mereka. Mengapa Allah berkenan membiarkan sebagian orang tetap tinggal di dalam dosa dan sengsara mereka? Dalam Roma 9:22-24, Paulus mengatakan: Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan–justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan, yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain.

Dalam ayat ini, Allah digambarkan sebagai seorang tukang periuk yang di depannya terdapat setumpuk tanah liat. Tanah liat ini menggambarkan keseluruhan umat manusia yang berdosa. Dari tumpukan tanah liat ini, Allah memutuskan membentuk dua jenis benda: benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan dan benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan. Allah memutuskan bahwa sebagian orang akan menjadi benda-benda yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan, sedangkan yang lain akan menjadi benda-benda yang telah dipersiapkan untuk kemuliaan. Allah telah memutuskan bahwa sebagian orang akan dihukum dengan kematian yang kekal karena dosa mereka, sedangkan yang lain, oleh belas kasihan-Nya, akan mewarisi kehidupan yang kekal walaupun mereka juga adalah orang yang berdosa. Allah menolak sebagian orang, dan memilih yang lain. Ada dua alasan sehingga Allah, sebagai tukang periuk, telah mempersiapkan sebagian benda-benda untuk kebinasaan: yang pertama, untuk menunjukkan murka dan kuasa-Nya; yang kedua, untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya.

Sinar sebuah lampu senter rupanya lebih terang pada malam hari dibandingkan dengan pada siang hari. Warna-warna yang gelap akan kelihatan semakin gelap jika latar belakangnya terang. Demikian juga kemuliaan belas kasihan Allah bersinar lebih terang kalau dibandingkan dengan murka dan kuasa-Nya. Orang-orang Arminian menyangkal keputusan penolakan Allah.

Dalam Penolakan ajaran sesat I, 8 tertulis:

Ajaran Keliru Allah tidak pernah memutuskan, hanya berdasarkan kehendak-Nya yang adil semata-mata, untuk membiarkan seseorang dalam kejatuhan Adam dan dalam keadaan dosa serta hukuman yang berlaku umum, ataupun untuk melewatkan seseorang dalam pembagian anugerah yang diperlukan untuk iman dan pertobatan.
Penolakannya Sebab, yang ini sudah pasti, Dia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:18). Juga, Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Surga, tetapi kepada mereka tidak (Mat. 13:11). Demikian pula, Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu (Mat. 11:25.26).

Di samping ayat-ayat Alkitab yang telah dibahas (1Ptr. 2:7-9 dan Rm. 9:21-23), para penyusun PAD masih menyebutkan beberapa ayat lain yang mendukung ajaran mengenai penolakan dan yang membuktikan bahwa pandangan orang-orang Arminian keliru. Ketika Paulus membicarakan pemilihan dan penolakan dalam Roma 9, ia mengacu pada firman Allah kepada Firaun, Raja Mesir: Akan tetapi inilah sebabnya Aku membiarkan engkau hidup, yakni supaya memperlihatkan kepadamu kekuatan-Ku, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi (Kel. 9:16). Berdasarkan ayat itu, Paulus mengatakan: Sebab Ia berfirman kepada Musa: Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati. Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi. Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:15-18).

Perkenan Allah sajalah yang menentukan siapa yang dipilih dan siapa yang tidak. Kehendak-Nya sungguh berdaulat. Allah sendirilah yang memutuskan untuk menunjukkan kasih dan kemurahan-Nya kepada Israel dengan membebaskan mereka dari perbudakan Firaun. Demikian pula Allah sendirilah yang memutuskan untuk tidak menaruh kasih dan kemurahan-Nya kepada Firaun, dan untuk mengeraskan hatinya yang jahat dan suka memberontak, sehingga Dia dapat memperlihatkan kuasa-Nya di seluruh bumi. PAD juga mengacu pada Matius 13:11. Waktu murid-murid Yesus bertanya kepada-Nya mengapa Dia berkata-kata kepada orang-orang lain dalam perumpamaan, Dia menjawab, Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Surga, tetapi kepada mereka tidak. Artinya, bahkan kemampuan untuk memahami pesan Injil adalah karunia dari Allah yang diberikan-Nya kepada orang tertentu, tetapi yang tidak diberikan-Nya kepada yang lain. Pemberian karunia ini menuntun orang lain menjadi percaya, sedangkan penahanan karunia ini membiarkan yang lain tetap tidak percaya.

Ayat lain yang membuktikan ajaran mengenai penolakan adalah Matius 11:25-27. Dalam ayat-ayat sebelumnya kita dengar bahwa Yesus mengecam kota Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum, karena mereka tidak mau percaya kepada Yesus Kristus walaupun Dia telah melakukan banyak mukjizat-mukjizat yang dikerjakan-Nya justru di kota-kota itu. Tuhan Yesus menanggapi ketidakpercayaan mereka dengan memuji Allah, Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Dalam kedaulatan-Nya, Allah memutuskan kepada siapa Dia akan menyatakan kebenaran, dan bagi siapa Dia akan menyembunyikannya. Itu sebabnya Yesus berkata, tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya. Karunia untuk memahami Injil, yang menjadi dasar untuk orang menjadi percaya dan diselamatkan, Allah berikan kepada orang-orang tertentu, tetapi tidak diberikan kepada yang lain, sesuai dengan keputusan kekal Allah mengenai pemilihan dan penolakan.

Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksudkan dengan ucapan bahwa (penolakan) sudah tersirat di dalam ajaran mengenai pemilihan?
2. Tunjukkan bahwa ajaran mengenai penolakan telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama!
3. Apakah ajaran mengenai penolakan terungkap dengan lebih jelas dalam Perjanjian Baru? Buktikan jawaban Anda!
4. Apakah (penolakan) hanya sekadar kebalikan dari (pemilihan)? Jika tidak, dalam hal apa keduanya berbeda?
5. Kapan Allah mengambil keputusan-Nya mengenai penolakan? Bukankah ini berarti bahwa Allah menolak orang yang tidak bersalah? Jelaskan pertentangan yang terdapat dalam jawaban Anda!
6. Kesimpulan apa yang harus ditarik dari kenyataan bahwa Allah menolak mereka yang telah menghamburkan diri ke dalam kehancuran?
7. Pada pandangan pertama, ayat-ayat seperti Ulangan 29:4 dan 1 Petrus 2:8 kelihatannya menjadikan Allah penyebab ketidakpercayaan orang. Jelaskan bahwa hal itu tidak benar. Menurut ayat-ayat tersebut, apa yang dilakukan Allah, dan apa yang tidak dilakukan-Nya?
8. Apa sebab penolakan adalah adil dan pantas?
9. Apakah alasan Allah menolak orang tertentu karena mereka kurang layak daripada orang lain, sebab perbuatan-perbuatan mereka yang jahat? Bagaimana menurut Kitab Suci?
10. Apa yang menjadi dasar bagi Allah menolak orang? Apa implikasinya?
11. Sebutlah kedua alasan yang menurut Roma 9:22-24 menjadi sebab Allah menolak seseorang!
12. Apakah orang-orang Arminian percaya ajaran pemilihan? Apa sebenar-nya yang mereka percayai? Bagaimana pandangan mereka menurut Kitab Suci?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Bacalah Institusi dari Calvin, Buku III, Pasal 23, Ayat 7, untuk mempelajari keterangan Calvin mengenai penolakan. Bagaimana Calvin menggambarkan keputusan Allah mengenai penolakan? Apakah gambarannya itu tepat?
2. Dalam pasal 14 PAD tertulis bahwa karena Allah telah mengungkapkan ajaran mengenai pemilihan di dalam Kitab Suci, maka ajaran itu harus dikemukakan juga pada masa kini. Apakah hal itu juga berlaku bagi ajaran mengenai penolakan? Apakah ajaran penolakan itu perlu dikhotbahkan sama halnya dengan ajaran mengenai memilihan?

Pasal 16

Tanggapan Terhadap Doktrin Penolakan

Ada orang yang belum merasakan dengan ampuh dalam dirinya iman yang hidup kepada Kristus atau keyakinan hati yang teguh, kedamaian hati nurani, pelaksanaan ketaatan bagaikan seorang anak, dan hal bermegah dalam Allah oleh Kristus, meskipun mereka memakai segala sarana yang, menurut janji Allah, dipakai-Nya untuk mengerjakan semua itu di dalam diri kita. Akan tetapi, janganlah hati mereka menjadi tawar, bila mereka mendengar orang berbicara tentang penolakan, dan janganlah mereka menganggap diri termasuk orang-orang yang ditolak. Sebaliknya, hendaklah mereka tetap memakai sarana-sarana itu dengan rajin, sangat merindukan saat karunia akan dianugerahkan dengan lebih berlimpah, dan menantikannya dengan penuh hormat serta rendah hati. Apalagi mereka yang sungguh ingin bertobat kepada Allah, yang hanya mau berkenan kepada-Nya saja, dan ingin dilepaskan dari tubuh maut ini, namun belum dapat maju di jalan kesalehan dan iman sejauh mereka kehendaki, mereka tidak usah merasa takut berhadapan dengan ajaran penolakan ini. Karena Allah yang penuh belas kasihan telah berjanji, bahwa sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya dan buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya. Akan tetapi, ajaran ini dengan selayaknya menakutkan mereka yang tidak mempedulikan Allah dan Kristus

Sang Juru Selamat, dan yang seluruhnya mengabdi kepada urusan-urusan dunia ini serta kepada hawa nafsu daging–setidak-tidaknya selama mereka tidak bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah. ( Yak. 2:26; 2Kor. 1:12; Rm. 5:11; Flp. 3:3; Rm. 7:24; Yes. 42:3; Mat. 12:20; Mat. 13:22; Ibr. 12:29)

Para penyusun PAD menyadari bahwa ajaran mengenai penolakan tidak selalu mendapat tanggapan yang tepat dalam hati orang yang mendengarnya. Doktrin ini dapat mengakibatkan orang menjadi takut, padahal mereka tidak perlu takut. Dan sebaliknya, ada orang lain yang tidak menjadi takut waktu mendengar ajaran ini, padahal seharusnya mereka takut!

Pasal ini menjelaskan dan meluruskan tanggapan-tanggapan yang dapat muncul pada waktu orang mendengar ajaran mengenai penolakan. 1. orang yang tidak MeliHat di dalaM diri Mereka Bukti iMan dan kaSiH kePada allaH, tetaPi yang teruS Menggunakan alat-alat karunia. Tuhan Yesus berkata, Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh ( Yoh. 3:8). Pada zaman Yesus mengatakan itu, ilmu meteorologi belum ditemukan, dan tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan kapan, ke mana dan seberapa hebat angin itu akan bertiup. Pada zaman itu, tiupan angin masih merupakan sebuah misteri. Dalam hal yang sama, cara Roh Kudus bekerja juga adalah sebuah misteri. Tidak ada seorang pun yang tahu apakah atau kapan Roh Kudus akan menghembuskan kehidupan baru kepada orang yang secara rohani mati. Hal itu dapat terjadi pada usia muda, atau bisa juga terjadi pada usia yang sudah lanjut. Hal itu berarti bahwa kita tidak dapat menganggap bahwa semua orang di dalam jemaat telah dilahirkan kembali. Besar kemungkinan bahwa ada orang muda, dan bahkan orang dewasa, yang belum dilahirkan kembali. Ketika mereka, yang belum dilahirkan kembali, mendengar ajaran mengenai penolakan, mereka mungkin akan menjadi khawatir. Mereka mungkin tidak melihat di dalam diri mereka berbagai hal yang tak dapat disangkal merupakan buah pemilihan dan yang ditunjukkan dalam firman Allah, seperti umpamanya dukacita menurut kehendak Allah karena dosa, lapar, dan haus akan kebenaran. 35 Kenyataan bahwa mereka tidak menemukan buah-buah pemilihan di dalam diri mereka, tidak berarti bahwa mereka termasuk orang-orang yang ditolak. Sangat penting hal ini dimengerti dengan baik. Seseorang mungkin saja keliru dalam menyimpulkan sebagai berikut:

Jika saya melihat buah-buah pemilihan di dalam diri saya, saya pasti termasuk orang-orang yang dipilih.

Karena itu ...

Jika saya tidak melihat buah-buah pemilihan di dalam diri saya, saya pasti termasuk orang-orang yang ditolak Pernyataan pertama benar. Jika saya melihat buah-buah pemilihan di dalam diri saya, saya boleh yakin bahwa saya termasuk orang-orang yang dipilih.36 Tetapi jika saya tidak melihat buah-buah pemilihan itu di dalam diri saya, saya tidak boleh menyimpulkan bahwa saya termasuk orang-orang yang ditolak. Coba kita lihat penjahat yang disalibkan bersama dengan Yesus Kristus. Sampai pada saat-saat terakhir hidupnya, dia sama sekali tidak memperlihatkan buah-buah pemilihan. Walaupun dia tidak sadar akan hal itu, sepanjang hidupnya dia sudah termasuk orang yang dipilih Allah sebelum dunia dijadikan. Kelahiran kembali orang pilihan bisa saja terjadi dalam usia lanjut. Selain itu, konsepsi kehidupan rohani tidak selalu merupakan pengalaman yang dramatis. Berbeda dengan pengalaman pertobatan yang sering kita jumpai dalam roman Kristen dan dalam kesaksian di gereja-gereja karismatik, konsepsi hidup baru di dalam hati anak-anak perjanjian Allah sering terjadi tanpa diketahui. Kita dapat membandingkannya dengan konsepsi kehidupan baru dalam kandungan ibu. Seorang ibu tidak merasakan terjadinya mukjizat penghamilan. Pada awalnya, kehidupan janin kecil di dalam perutnya sama sekali tidak dapat dirasakan. Tetapi meskipun janin kecil itu tidak dapat dirasakan, jelas bahwa janin itu benar-benar ada!

Demikian juga halnya dengan orang yang percaya: mereka tidak selalu menemukan awal mula munculnya kehidupan spiritual yang baru. Kematian manusia lama dan kelahiran manusia baru dapat mulai tanpa orang merasakan mukjizat yang sedang terjadi di dalam diri mereka. Akibatnya, mereka mungkin tidak mempunyai keyakinan hati yang teguh, kedamaian hati nurani, pelaksanaan ketaatan bagaikan seorang anak, dan hal bermegah dalam Allah oleh Kristus. Namun mereka tidak perlu disusahkan oleh ajaran penolakan. Suatu pohon yang masih muda tidak akan menghasilkan buah dengan segera. Pohon itu perlu menjadi besar dahulu. Walaupun tidak langsung berbuah, itu tidak berarti bahwa pohon itu tidak baik. Pohon itu hanya perlu waktu untuk menjadi dewasa. Demikian pula halnya dengan orang yang masih muda dalam iman. Karena itu, orang yang tidak sadar akan kelahiran kembali mereka, tidak perlu memandang dirinya sebagai orang yang akan binasa karena buah-buah pemilihan belum nyata dalam kehidupan mereka. Menurut PAD, mereka harus menunggu waktu ketika anugerah bertambah dan bukti pemilihan menjadi lebih nyata. Tetapi menunggu tidak berarti bahwa mereka tidak perlu bergiat. Sebaliknya, mereka harus terus-menerus mempelajari firman Allah, karena firman itu adalah alat yang dipakai Roh Kudus untuk mengerjakan dan menguatkan iman. Dan karena Allah melimpahkan rahmat-Nya serta Roh Kudus hanya kepada mereka yang dengan berkeluh kesah dan dengan tiada henti-hentinya memohon anugerah-anugerah itu dari-Nya, mereka perlu tetap berdoa. Meskipun mereka tidak layak menerima anugerah itu, demikian paparan PAD, mereka boleh yakin dengan penuh hormat dan dengan rendah hati bahwa doa-doa mereka akan dikabulkan.

Pada khususnya hal itu berlaku bagi anak-anak perjanjian yang pernah dibaptis dalam nama Allah Tritunggal. Karena bila kita dibaptis dalam nama Roh Kudus, maka melalui sakramen kudus ini Roh Kudus menegaskan kepada kita bahwa Dia ingin diam di dalam hati kita, dan menguduskan kita menjadi anggota Kristus37 Kristus berkata: Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, ( Yoh.15:5). Artinya, jika orang tinggal di dalam Dia (melalui iman), dan Dia tinggal di dalam mereka (dalam Roh Kudus), mereka akan menghasilkan buah pemilihan seperti umpamanya iman yang sejati kepada Kristus, takut akan Allah bagaikan seorang anak, dukacita menurut kehendak Allah karena dosa, lapar dan haus akan kebenaran.38 Berdasarkan janji Allah, mereka boleh dengan yakin memohon dan mengharapkan kelahiran buah-buah itu di dalam kehidupan mereka.

2. orang yang Percaya kePada kriStuS dan yang MengaSiHi-nya, tetaPi yang tidak daPat MencaPai tingkat keSeMPurnaan yang Mereka uSaHakan Ada juga orang yang mengasihi Allah dan menerima janji-jani-Nya, tetapi yang masih tetap tergoda oleh kelemahan dan kekhawatiran. Dosa dan kelemahan mereka yang begitu banyak menyebabkan mereka khawatir, apakah mereka benar-benar adalah anak-anak Allah dan ahli waris keselamatan. Mereka ingin melayani Allah dengan setia, tetapi mereka mendapati bahwa mereka melakukan hal-hal yang semestinya tidak mereka lakukan, dan gagal melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan. Mereka mengasihi Allah, tetapi mereka tergoda oleh kelemahan kasih mereka. Mereka membenci dosa, tetapi mereka tergoda oleh kenyataan bahwa mereka sama sekali tidak membenci dosa seperti yang seharusnya. Meskipun mereka sudah bertobat dan percaya kepada Allah, mereka sungguh-sungguh ingin agar kehidupan makin lebih sesuai dengan pertobatan itu.39 Ketika mereka mendengar tentang ajaran penolakan, banyaknya dosa dan kelemahan mereka dapat mengakibatkan mereka percaya bahwa mereka termasuk orang yang ditolak.

Tetapi, demikian paparan PAD, mereka sebenarnya tidak perlu gementar karena ajaran penolakan, dan tidak perlu menganggap diri mereka sebagai orang yang ditolak. Karena pertama, bahkan orang yang paling suci pun selama hidup di dunia ini baru berada pada taraf permulaan ketaatan kepada hukum Allah. Bukankah Rasul Paulus mengaku bahwa justru apa yang ia benci, itulah yang ia perbuat? Ia mengaku bahwa jika ia menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padanya. Ia berseru kepada Allah dengan yakin bahwa Allah akan menyelamatkannya: Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (Rm. 7:24-25). Kedua, orang yang menangkap hanya sedikit saja dari permulaan ketaatan itu di dalam diri mereka, harus merasa terhibur oleh kenyataan bahwa Allah selalu menyelesaikan pekerjaan yang telah Ia mulai kerjakan di dalam orang-orang kudus, dan bahwa Dia akan menyempurnakan pekerjaan-Nya itu pada hari kedatangan Yesus Kristus. Raja Daud pernah mengaku: TUHAN akan menyelesaikannya bagiku! (BIS: Engkau akan memenuhi janji-Mu kepadaku). Ya TUHAN, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya; janganlah Kau tinggalkan perbuatan tangan-Mu! (Mzm. 138:8). Rasul Paulus menulis kepada orang-orang di Filipi: Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus (Flp. 1:6). Selama orang bersedih hati oleh karena dosa, dan ingin mengabdi kepada Allah dalam kehidupan yang saleh dan taat, mereka boleh yakin bahwa Allah akan menyelesaikan rencana keselamatan-Nya atas mereka.

3. orang yang MengaBaikan allaH dan MengaBdikan dirinya Pada dunia. Tetapi, ada juga orang yang mengabaikan janji-janji Allah dan tidak mau menerima Dia sebagai Juru Selamat. Mereka memandang rendah rahmat Allah dalam Yesus Kristus, dan telah menjadi satu dengan dunia. Kalau ajaran penolakan tidak membuat mereka takut, celakalah mereka, karena seharusnya mereka takut, demikian yang dikatakan PAD. Karena keputusan penolakan Allah sungguh menakutkan. Yang mencolok ialah bahwa pasal ini ditutup dengan pernyataan bahwa ajaran penolakan sungguh menakutkan orang, setidak-tidaknya

selama mereka tidak bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Apakah dengan ucapan ini para penyusun PAD mulai sedikit kurang seksama? Bukankah penolakan merupakan keputusan Allah yang tidak berubah? Dapatkah seseorang untuk sementara waktu ditolak, kemudian termasuk dalam umat pilihan? Tetapi, bukan itu yang dimaksud oleh para penyusun PAD. Mereka tidak berbicara mengenai orang-orang yang ditolak, melainkan mengenai mereka yang tidak menghormati Allah dan telah mengabdikan diri mereka pada dunia. Dan kedua hal itu sungguh berbeda. Kita tidak boleh menganggap semua orang yang hidup dalam dosa sebagai orang yang ditolak. Ada orang pilihan yang sekian lama hidup dalam dosa, sampai pada akhir hidupnya mereka baru menjadi percaya kepada Allah. Ingatlah penjahat yang disalibkan bersama dengan Kristus. Apabila seseorang yang telah hidup dalam dosa bertobat dan menjadi percaya maka ia seharusnya tidak merasa takut lagi mendengar ajaran penolakan. Karena pertobatannya–dukacitanya terhadap dosa karena telah menyakiti hati Allah, dan kebenciannya terhadap dosa, dan juga sukacitanya dalam Allah dan keinginannya untuk taat kepada-Nya–adalah bukti pemilihannya oleh anugerah.

Pertanyaan:

1. Apa yang seharusnya perlu diperhatikan oleh orang-orang kudus sebagai bukti kelahiran kembali?
2. Mengenai mereka yang tidak melihat bukti kelahiran kembali:

  1. Apa yang tidak harus mereka simpulkan? Berikan dua alasan mengenai hal ini!
  2. Apa yang harusnya mereka lakukan? Apakah ini berarti mereka perlu bersikap pasif?
  3. Bolehkah mereka menunggu kelahiran kembali? Jika demikian, apa dasarnya?
3. Mengenai mereka yang percaya kepada Kristus dan mengasihi-Nya:
  1. Mengapa mereka mungkin akan gemetar ketakutan ketika mereka mendengar ajaran mengenai penolakan?
  2. Apa dua alasan yang membuat mereka seharusnya tidak perlu gemetar?
4. Mengenai mereka yang mengabaikan Allah dan mengabdikan diri mereka pada dunia:
  1. Apa seharusnya tanggapan mereka terhadap ajaran penolakan?
  2. Apakah kenyataan bahwa mereka tidak memedulikan Allah dan telah menjadi serupa dengan dunia menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang ditolak?
  3. Apakah ada harapan bagi mereka? Apa yang harus mereka lakukan?
5. Apa bukti pemilihan yang dapat dimiliki oleh mereka yang telah menghasilkan banyak buah yang jahat dalam hidup mereka?

Bahan untuk Dipikirkan

1. Para penyusun PAD tidak menyebutkan sekelompok orang yang sebenarnya ditemukan dalam jumlah yang besar, yaitu orang-orang Arminian (dulu dan sekarang). Bayangkan diri Anda berada dalam Sidang Sinode Dordrecht, dan tulislah satu-dua kalimat yang menerangkan pendirian mereka dan bagaimana kita perlu menanggapinya!
2. Bagaimana tanggapan Anda sendiri? Apakah Anda tergolong dalam kelompok pertama, kedua, atau ketiga? Apa tanggapan Anda terhadap ajaran penolakan?

Pasal 17

Anak-anak Orang Percaya Yang Mati Ketika Masih Kanak-kanak

Tentang kehendak Allah harus kita tentukan pendapat hanya berdasarkan Firman-Nya sendiri. Firman itu menyaksikan kepada kita, bahwa anak-anak orang percaya adalah kudus, bukan karena kodrat mereka, melainkan karena perjanjian rahmat yang mencakup mereka bersama orang tua mereka. Maka orang tua yang saleh tidak perlu bimbang tentang pemilihan dan keselamatan anak-anak mereka yang diambil Allah dari hidup ini pada masa mereka masih kanak-kanak. (Kej. 17:7; Yes. 59:21; Kis. 2:39; 1Kor. 7:14)

Ada dua alasan mengapa pasal ini dimasukkan ke dalam PAD. Alasan yang pertama, orang-orang Arminian mengatakan bahwa ajaran Reformasi mengenai pemilihan menyebabkan orang tua yang sedang berduka karena kematian anak-anak mereka pada waktu mereka masih kanak-kanak merasa ragu-ragu dan gelisah. Orang-orang Arminian berpendapat demikian karena ajaran Reformasi mengenai predestinasi mengajarkan bahwa Allah memilih sejumlah orang dan melewatkan yang lain tanpa memperhitungkan apa yang mereka perbuat. Konsekuensinya, menurut orang-orang Arminian, meskipun seorang bayi hanya berumur beberapa hari dan belum melakukan apa-apa yang jahat, mungkin ia termasuk orang-orang yang ditolak. Dengan demikian, orang-orang Arminian memberi gambaran yang tepat mengenai keputusan Allah mengenai predestinasi, namun mereka keliru mengenai pendirian orang Reformasi berkenaan dengan anak-anak. Itu sebabnya, dalam pasal ini PAD membela pendirian orang Reformasi dari tuduhan tersebut.

Alasan yang kedua, para penyusun Pengajaran Dordrecht ingin meluruskan kekeliruan orang-orang Arminian yang mengajarkan bahwa semua anak-anak diselamatkan, tidak tergantung apakah mereka adalah anak-anak perjanjian atau bukan. Mereka mengatakan bahwa tidak ada pemilihan ataupun penolakan bagi anak-anak. Pandangan ini memang sesuai dengan ajaran mereka mengenai pemilihan, berdasarkan iman yang pasti akan ada, selain itu mengenai penolakan berdasarkan ketidak-percayaan yang pasti akan ada. Karena anak-anak belum dapat percaya atau tidak percaya maka mereka tidak mungkin dipilih atau ditolak.40

Latar belakang pandangan Arminian ini adalah kenyataan bahwa mereka penyangkal adanya dosa turunan. Menurut mereka, tidak ada seorang pun yang menjadi salah karena dosa Adam. Dan karena itu, tidak ada seorang pun yang dipandang bersalah di hadapan Allah karena dosa pertama di Taman Firdaus. Allah hanya akan menghukum manusia berdasarkan dosa yang benar-benar mereka perbuat sendiri.41 Dan karena anak-anak, apakah orang tua mereka percaya atau tidak, tidak dapat dengan benar dituduh melakukan dosa pada waktu mereka masih kecil, maka mereka tidak dihukum. Tetapi Kitab Suci membedakan antara anak-anak yang adalahanak-anak perjanjian (anak-anak dari orang tua yang percaya) dan anak-anak yang bukan anak-anak perjanjian (anak-anak dari orang tua yang tidak percaya). Hal ini sudah menjadi jelas ketika Allah mengadakan perjanjian-Nya hanya dengan Abraham dan keturunannya, dan bukan dengan seluruh umat manusia. Pemilihan Allah yang berdaulat terungkap lagi ketika Dia membuat perbedaan di antara anak-anak Abraham. Abraham berdoa agar Allah berkenan menerima Ismael sebagai ahli waris perjanjian. Tetapi Allah berfirman, Tidak, melainkan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia (Ishak) menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya (Kej. 17:19). Allah berjanji untuk memberkati Ismael dan membuatnya menjadi besar, tetapi perjanjian-Nya hanya diteruskan melalui Ishak. Hal seperti itu juga terjadi dengan anak-anak Ishak. Ishak dan Ribka dikaruniai dua anak kembar, tetapi Allah menentukan bahwa perjanjian-Nya akan diteruskan melalui Yakub, dan bukan melalui Esau. Perjanjijan Baru pun menyatakan dengan jelas bahwa perjanjian anugerah tidak diadakan dengan semua orang. Ketika Paulus memikirkan keadaan pada Perjanjian Lama, ia mengatakan bahwa pada era itu orang Israel yang empunya pengangkatan, kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian sebagai anggota bangsa perjanjian (bdk. Rm. 9:4). Pada waktu Petrus menjelaskan keadaan di masa depan, ia menegaskan bahwa berkat perjanjian tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada orang-orang yang percaya serta anak-anak mereka (bdk. Kis. 2:39). Dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan bahwa tidak semua anak-anak dikuduskan dalam Kristus, tetapi hanya anak-anak dari orang tua yang percaya (bdk. 1Kor. 7:14). Berdasarkan kenyataan ini maka orang Reformasi membedakan antara anak-anak dari orang tua yang percaya dan anak-anak dari orang tua yang tidak percaya. Anak-anak dari orang tua yang percaya dikuduskan dalam Kristus, dan telah dipisahkan dari anak-anak lain sebagai anggota-anggota perjanjian anugerah-Nya. Allah berjanji kepada mereka bahwa mereka akan menerima pengampunan dosa, kebenaran dan hidup yang kekal. Seperti kita ketahui, sebuah perjanjian terdiri dari dua bagian, yaitu janji dan kewajiban. Janji-janji itu diberikan kepada anak-anak dengan segera. Sebelum anak-anak itu diwajibkan menerima janji-janji itu dalam iman, mereka perlu belajar untuk memahami apa yang dijanjikan Allah kepada mereka. Selama mereka belum tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, mereka belum wajib untuk percaya. Kewajiban untuk percaya mulai berlaku pada waktu mereka menjadi dewasa. Waktu mereka bertumbuh besar, orang tuanya wajib mengajarkan ajaran firman

Allah kepada mereka. Dan ketika mereka mencapai usia dewasa dan mempunyai pengetahuan, maka mereka wajib menerima janji-janji itu dengan iman yang sejati. Jika mereka tidak menerima janji-janji Allah itu dengan percaya, mereka tidak akan menerima apa yang telah dijanjikan Allah kepada mereka. Jika Allah mengambil nyawa seorang anak perjanjian yang masih kecil sehingga belum dapat menerima atau menolak perjanjian-Nya maka anak itu akan diselamatkan karena perjanjian rahmat Allah. Bahkan jika anak itu tidak percaya, ia akan diselamatkan. Karena Allah telah mengambilnya dari kehidupan ini sebelum ia mencapai kedewasaan yang memungkinkannya untuk menunaikan kewajibannya dan menanggapi janji-janji Allah. Jadi, meskipun anak itu tidak dapat memenuhi tuntutan perjanjian, apa yang dijanjikan Allah dalam perjanjian-Nya tetap berlaku. Janji inilah yang menghibur hati Daud ketika anaknya dari Batsyeba meninggal. Pada kesempatan itu ia mengatakan: Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku (2Sam. 12:23).42

Tetapi, anak-anak dari orang yang tidak percaya tidak termasuk dalam perjanjian anugerah. Sama seperti orang tua mereka, mereka adalah orang-orang yang harus dimurkai (bdk. Ef. 2:3). Mereka tidak dikuduskan dalam Kristus dan tidak disatukan dengan-Nya. Allah tidak memberikan janji-janji-Nya kepada mereka. Anak-anak dari orang yang percaya perlu diirikan, tetapi anak-anak dari orang yang tidak percaya patut dikasihani. Dosa orang tua dibalaskan kepada anak-anak mereka, kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Allah. Tetapi atas dasar apa anak-anak itu akan binasa? Atas dasar keterlibatan mereka dalam dosa Adam. Semua keturunan Adam telah dikandung dan dilahirkan dalam dosa. Mereka semua mewarisi kesalahan dosa Adam. Dan karena itu, semua keturunan Adam layak mendapat penghukuman (bdk. Rm. 5:12). Anak-anak dari orang tua yang tidak percaya, yang meninggal pada waktu masih kecil, akan dihukum karena mereka termasuk orang yang diwakili Adam, sedangkan anak-anak dari orang tua yang percaya akan diselamatkan karena mereka termasuk orang yang diwakili oleh Adam yang terakhir, Yesus Kristus.

Jika ajaran ini kedengarannya keras, perlu kita ingat kembali apa yang telah kita akui dalam pasal 1. Dalam pasal itu kita telah mendengar bahwa wajar saja jika Allah telah menghukum semua umat manusia dengan kematian kekal.

Pertanyaan:

1. Berkenaan dengan nasib anak-anak yang meninggal pada waktu mereka masih kecil:

  1. Apa yang diajarkan oleh orang-orang Arminian berkaitan dengan anak-anak dari orang tua yang percaya?
  2. Apa yang diajarkan oleh orang-orang Arminian berkaitan dengan anak-anak dari orang tua yang tidak percaya?
  3. Apa yang mereka sangkal sehingga mereka dapat mempertahankan ajaran ini?
  4. Menurut mereka, apa sebabnya sehingga anak-anak ini tidak dihukum?
2. Perbedaan apa yang dibuat oleh orang Reformasi berkaitan dengan anak-anak ini? Apa perbedaan antara anak-anak itu?
3. Janji apa yang diterima oleh anak-anak dari orang tua yang percaya dalam perjanjian anugerah? Apa yang dituntut oleh Allah dari anak-anak perjanjian?
4. Apa ajaran orang Reformasi berkaitan dengan nasib kekal anak-anak perjanjian yang meninggal pada waktu mereka masih kecil? Jelaskan jawaban Anda mengingat kenyataan bahwa anak-anak kecil belum bisa memenuhi tuntutan perjanjian!
5. Apa yang menjadi nasib kekal anak-anak yang lahir di luar perjanjian? Apa yang menjadi dasarnya? Apakah ini adil?

Bahan untuk Dipikirkan

- Dalam pasal ini kami hanya menjelaskan nasib kekal anak-anak yang masih muda. Tetapi, anak-anak beranjak menjadi remaja. Apa yang menjadi nasib kekal seorang anak berumur belasan tahun yang hampir dewasa, tetapi yang meninggal sebelum menjadi jelas bahwa ia percaya dan mengakui imannya? Apakah orang tuanya dapat yakin dan merasa terhibur sama seperti orang tua seorang anak yang masih kecil? Atas dasar apa?

Pasal 18

Jangan Mengeluh Melainkan Bersyukurlah

Kepada mereka yang bersungut-sungut karena anugerah pemilihan yang hanya berdasarkan rahmat, dan karena kekerasan penolakan yang adil, kita hadapkan perkataan rasul ini, Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah?. Dan perkataan ini dari Juru Selamat kita, Tidakkah Aku bebas mempergunakan milik-Ku menurut kehendak hati-Ku?. Sebaliknya, kita menyembah rahasia-rahasia keselamatan ini dengan takwa dan berseru bersama Rasul, O, alangkah dalamnya kekayaan hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Dia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin. (Ayb. 34:34-37; Rm. 9:20; Mat. 20:15; Rm. 11:33-36)

Ajaran mengenai pemilihan dan penolakan menimbulkan banyak protes dari orang-orang Arminian, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.

Mereka menilai keputusan Allah yang bersegi dua ini sebagai keputusan yang sama sekali tidak adil. Itu sebabnya para penyusun PAD menulis pasal ini untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai ajaran yang dikemukakan.

Tidak perlu dipersoalkan bahwa cara Allah memperlakukan manusia sangat berbeda dengan apa yang kita duga. Kita perlu merendahkan diri di hadapan Allah, tanpa melancarkan protes terhadap cara Allah memperlakukan manusia. Para penyusun PAD menekankan kedaulatan Allah dan kewenangan-Nya untuk memakai cara apa pun sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Siapa yang dapat menggugat Allah? Dialah Pencipta, dan kita hanyalah ciptaan tangan-Nya. Dialah Tukang Periuk, dan kita hanyalah tanah liat dalam tangan-Nya. Bagaimana mungkin seorang manusia sanggup memberanikan diri untuk mengatakan kepada Allah: Mengapakah engkau membentuk aku demikian? Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat sesuatu dari gumpalan itu menjadi apa saja yang dikehendakinya? (bdk. Rm. 9:20b-21). PAD juga mengutip Matius 20:15a, Tidakkah aku bebas memperguna-kan milikku menurut kehendak hatiku? Dalam konteks kutipan ini, Kristus menekankan kedaulatan karunia Allah. Dia mengupahi orang yang menerima panggilan-Nya dengan upah yang ditentukan-Nya menu-rut kerelaan kehendak-Nya. Menurut pendapat kita manusia, upah itu mungkin tidak tidak jujur, sesuai dengan apa yang kita anggap adil. Sebe-tul nya, dalam konteks itu Allah dituduh tidak bertindak jujur dan adil. Tetapi Kristus mempertahankan keadilan Bapa, yang berhak memberi atau menahan anugerah-Nya, terserah apa yang hendak Dia putuskan. Dan itulah sebenarnya yang merupakan intisari keputusan Allah mengenai pemilihan dan penolakan. Elihu juga memahami kedaulatan Allah adalah adil; ia berkata: Oleh sebab itu, kamu orang-orang yang berakal budi, dengarkanlah aku: Jauhlah dari pada Allah untuk melakukan kefasikan, dan dari pada Yang Maha Kuasa untuk berbuat curang. Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya. Sungguh, Allah tidak berlaku curang, Yang Maha Kuasa tidak membengkokkan keadilan (Ayub 34:10-12).

Alih-alih melancarkan protes, seharusnya kita memuliakan Allah karena keputusan-Nya yang tidak terselami mengenai predestinasi. Dalam keputusan-Nya, Allah menyatakan kebesaran anugerah-Nya. Allah tidak menyerahkan semua orang ke penghukuman kekal, walaupun sebenarnya semua orang pantas menerimanya. Sebaliknya, Allah memutuskan untuk menyelamatkan sebagian manusia. Biarlah semua orang memuji Allah karena besarlah anugerah-Nya. Demikianlah ucapan syukur Rasul Paulus yang dikutip dalam pasal ini (Rm. 11:33-36). Alih-alih mengeluh dan menyalahkan keputusan Allah mengenai penolakan, seharusnya kita mengikuti contoh dari mazmur-mazmur. Di dalamnya Israel memuliakan keadilan Allah yang nyata dalam penghu-kuman-penghukuman-Nya atas bangsa-bangsa, yang menurut kerelaan kehendak-Nya, Allah membiarkan mereka dalam kebodohon dan dosa: Tetapi TUHAN bersemayam untuk selama-lamanya, takhta-Nya didirikan-Nya untuk menjalankan penghakiman. Dialah yang menghakimi dunia dengan keadilan dan mengadili bangsa-bangsa dengan kebenaran. Bangkitlah, TUHAN, janganlah manusia merajalela; biarlah bangsa-bangsa dihakimi di hadapan-Mu! Biarlah mereka menjadi takut, ya TUHAN, sehingga bangsa-bangsa itu mengakui, bahwa mereka manusia saja (Mzm. 9:8-9, 20-21).

Dalam versi Yamuger bunyinya: 43

TUHAN membangun takhta-Nya Untuk selama-lamanya kan mengadili bangsa-bangsa Selaku Hakim Maha Kuasa! Ya TUHAN, bangkit segera Hakimilah manusia. Biarlah insaf bangs-bangsa: Mereka hanya insan saja.

Pertanyaan:

1. Ketika kita berbicara mengenai cara Allah memperlakukan manusia, kita perlu sadar akan kedaulatan Allah. Apa artinya ini?
2. Alih-alih melancarkan protes mengenai keputusan Allah mengenai pemilihan dan penolakan, apa yang seharusnya kita lakukan?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Arthur van Delden
  3. ISBN:
    978-602-0904-34-4
  4. Copyright:
    © Pro Ecclesia Publishers, 2004, 2016
  5. Penerbit:
    Literatur Perkantas