9. Yang MAHAKUASA

1. Melihat ke depan, artinya memelihara

Masih ada hari esok .... Kita bisa memperhatikan posisi matahari dan bulan. Di dalamnya terdapat proses yang berlangsung menurut hukum tertentu. Hukum itu kita perhitung kan. Ada banyak hukum yang kita anggap sebagai sesuatu yang wajar saja. Tetapi, Allah yang menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang berjalan dengan sendirinya. ”Segala yang ada ditopang dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (Ibr 1:3). Arti nya, tidak terjadi sesuatu apa pun tanpa perintah Allah. Ingatlah pertanyaan yang Dia ajukan kepada Ayub: ”Pernahkah engkau menyuruh datang dini hari” (Ayb 38:12, dst)? Tidak ada sesuatu pun dan tidak seorang pun yang berfungsi tanpa Allah, sekali pun Allah telah menentukan proses-proses yang berjalan menurut hukum-hukum tertentu yang berlaku di bumi ciptaanNya. Hal itu disebut providensi Allah. Providensi, secara harfiah berarti ”melihat ke depan” atau ”melihat sebelumnya”, dengan pengertian: menyediakan atau memelihara. Singkatnya, ”kekuatan Allah, yang mahakuasa dan yang hadir di segala tempat” (KH 10, p/j 27). Dunia ini tidak terjadi dan tidak bisa bertahan de ngan kekuatannya sendiri (bertentangan dengan ajaran deisme bahwa Allah memang menjalankan dunia, tetapi kemudian dunia berjalan sendiri). Tidak sesaat pun Allah menarik diri dari dunia-Nya. ”... Oleh napas dari mulut-Nya segala tentaranya” (Mzm 33:6; bnd 104:27-30). Dia yang memimpin segala-galanya sampai kepada bagian-bagian yang paling kecil (bnd Mat 6:25-34). Dia memegang kendali atas seluruh dunia di dalam tangan-Nya yang Mahakuasa. Dia mengontrol semuanya dan memimpin dunia-Nya,

baik sejarah dunia yang umum maupun sejarah hidup kita secara pribadi, sambil menanganinya dengan cermat dan tepat.

2. Rintangan

Itu semua sungguh bagus, apabila mengenai hal-hal yang baik dalam hidup kita. Tetapi, jikalau Allah memang Mahakuasa, bagaimana Dia berhadapan dengan kuasa kejahatan? Pengaruh kejahatan itu sangat besar dalam mendorong manusia untuk melakukan apa yang tidak baik! Dan betapa banyak kesusahan yang disebabkannya! Hampir tiap-tiap hari, mau tidak mau, kita diper hadapkan dengan kesusahan. Situasi penderitaan di ber bagai belahan dunia sampai kepada kita lewat arus informasi tiap hari, baik kesusahan orang-orang yang jauh jaraknya maupun yang dekat. Abad ke-20 merupakan abad yang paling berdarah dari semua abad sebelumnya. Dan apabila kejahatan itu [kejahatan yang bukan terjadi pada hari ini], maka masa lalulah yang berbicara. Misalnya, kamp-kamp pemusnah massal di bawah pimpinan Hitler, Stalin, atau Pol Pot bisa menggambarkan kekejaman yang terjadi saat itu. Apakah, dalam keadaan seperti itu, kita masih tetap bisa percaya kepada Allah yang Mahakuasa itu? Karena jikalau Allah Mahakuasa, mengapa Dia mem biarkan manusia-Nya menderita dengan begitu parah? Mungkin justru inilah rintangan yang paling berat bagi banyak orang untuk percaya kepada Tuhan.

3. Kejahatan di luar kekuasaan Allah

Sejak perang dunia ke-2, banyak orang berpikir dan juga menulis tentang pertanyaan-pertanyaan tadi. Misalnya, H. Kushner, seorang rabi Yahudi menulis buku yang diterbitkan dalam oplah jutaan eksemplar, dengan judul Jika kejahatan menimpa orang-orang baik. Dia mengerti apa yang dia bicarakan karena dia sendiri kehilangan anak laki-laki yang berusia 14 tahun, yang sejak usia 3 tahun menderita penyakit yang tidak bisa di sembuhkan. Dalam pergumulannya, dia sampai pada satu kesimpulan bahwa mustahil Allah yang baik bisa melakukan kejahatan seperti ini. Hal itu membawa dia kepada gambar tentang Allah, yaitu bahwa ”kejahatan berada di luar kontrol Allah”. Allah tidak mengatasi kejahatan. Yang Allah lakukan ialah Dia datang berdiri di samping kita dalam pertarungan kita dengan kejahatan, dan ikut menderita bersama-sama dengan kita. Allah tidak bersikap dingin dan ambil jarak, tetapi menunjukkan diriNya berperasaan [peka] dan terlibat. Itulah yang menjadi gambar yang populer tentang Allah: Allah pun tidak bisa menghindari terjadinya begitu banyak kerusakan dibumi ciptaan-Nya. Semuanya lepas kendali dan di luar kekuasaan-Nya.

4. Allah menahan diri menangani kejahatan

Sebenarnya, apa yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa Allah adalah Mahakuasa? Bukankah maksud kita bahwa Dia bisa melakukan apa saja tanpa kecuali. Bagaimanapun, Allah tidak bisa melakukan segala sesuatu karena Dia tidak bisa dan tidak mau menentang diri-Nya sendiri. Kemahakuasaan Allah bahkan tidak berarti bahwa segala yang terjadi adalah sesuai kehendak-Nya. Terjadi banyak hal yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah karena disebabkan oleh orang-orang yang berdosa dan kuasa-kuasa yang jahat. Jadi, apa artinya Allah Mahakuasa itu? Artinya, antara lain, Allah menahan diri menghadapi kejahatan. Dia mampu mengalahkan semua perlawanan. Allah tahu menangani kejahatan. Kejahatan tidak menguasai Dia, tetapi berada dalam kekuasaan tangan-Nya. Peristiwa-peristiwa yang memang melawan kehendak-Nya (perintah Allah), tidak terjadi di luar kehendakNya (rencana Allah). Karena Allah begitu berkuasa hingga mengubahkan kejahatan menjadi kebaikan. Apa yang mau dikerjakan oleh kasih-Nya, tidak menyangkal kekuasaan-Nya.1 Pada akhirnya, Dia akan memenangkan perang kekuasaan terhadap kejahatan sampai tuntas. Jika tidak, bagaimana Dia bisa menghapus segala air mata (lih Why 21:4)?

5. Siapa yang bertanggung jawab?

”Sejak peristiwa Auschwitz saya tidak lagi bisa percaya kepada Allah,” kata seorang ibu. Lalu seorang Kristen berkata: ”Sejak peristiwa Auschwitz justru saya tidak bisa tidak percaya kepada Allah karena siapa yang bisa memulihkan kejahatan yang dilakukan oleh manusia ini?” Ketika, karena terjadinya berbagai bencana, manusia mengambil kesimpulan bahwa Allah tidak ada, berarti masalah kejahatan sungguhsungguh masih ada dan belum teratasi!

Banyak orang cenderung mempersalahkan Allah atas segala penderitaan yang terjadi. Mereka berkata: ”Mengapa Allah sama sekali tidak peduli dan mengurus nya?” Tetapi, biasanya mereka lupa melihat kepada diri mereka sendiri. Bukankah justru banyak penderitaan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri? Misalnya, bencana-bencana yang terjadi sebagai akibat perilaku manusia yang teledor dan tercela. Di samping itu, masih banyak kesusahan yang tidak ter atasi, yang tidak pernah kita pahami. Boleh saja kita menunjuk para penyebab malapetaka, tetapi jangan lupa terhadap peran iblis dan antek-anteknya. Allah juga mengizinkan kesulitan-kesulitan itu terjadi (bnd Ayub!). Tidak pernah kejahatan terjadi di luar kehendak Allah. Pada saat-saat ketakutan, kita memang bisa bertanya: ”Allah, apa yang sedang terjadi? Mungkinkah Allah mengizinkan hal ini terjadi? Berapa lama lagi kesusahan ini berakhir?” Dalam Alkitab cukup banyak orang-orang yang bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Kita benar-benar boleh mengajukan semuanya kepada Allah, tetapi tidak boleh mem pertanggungjawabkannya kepada-Nya sebagai penyebab langsung. Allah bukanlah penyebab kejahatan dan tidak bisa dipersalahkan karenanya. Allah sedemikian berkuasa sehingga Dia bisa mengizinkan kejahatan yang dibenci-Nya terjadi, tanpa memikul tanggung jawab atasnya. Tidak seorang pun yang akan bisa mengerti hal ini. Beriman adalah soal kepercayaan. Artinya, dalam semua ”kecurigaan” yang kita rasakan, kita tetap percaya bahwa Allah adalah murah hati, adil, dan baik. Singkatnya, kita mempercayakan diri kepada-Nya.

6. Pekerjaan tangan kiri

Allah tidak membiarkan sesuatu terjadi secara kebetulan. Allah memegang kejahatan di dalam tangan-Nya, tetapi tidak dengan cara yang sama seperti kebaikan berada dalam tangan-Nya. Jika kita mengatakan bahwa ”Dia mempunyai tangan dalam kejahatan”, hal itu mung kin saja ditafsir seolah-olah Dia tanpa pikir panjang membagikan kejahatan kepada manusia. Oleh karena itu, Martin Luther bicara tentang pekerjaan tangan kiri Allah dan pekerjaan tangan kanan-Nya. Artinya, semua kebaikan sungguh-sungguh berasal dari tangan (kanan) Allah. Dengan tangan kiriNya, Allah mengizinkan kejahatan yang kita alami akibat perbuatan Iblis atau manu sia. Dengan demikian, Luther mau men jelaskan bahwa Allah tidak memberikan kebaikan dan kejahatan kepada kita dengan cara yang sama, seolah-olah sama saja bagi Allah. Kebaikan datang langsung dari Allah, kejahatan tidak langsung. Dan ketika dengan tangan kiri-Nya, Allah meng izinkan kejahatan terjadi pada kita, maka Allah tetap bermaksud untuk mendorong kita ke dalam tangan kanan-Nya.

7. Tidak bisa dimengerti, namun bisa dipercaya

Allah bukanlah Allah yang tidak berkuasa. Dia adalah Allah yang mahakuasa, yang tidak membiarkan segala sesuatu terjadi secara kebetul an. Tetapi, itu tidak berarti bahwa Dia adalah Allah yang kejam dan tidak mempunyai perasaan. Sebaliknya, Allah yang tergerak dan menaruh belas kasihan terhadap manusia. Apa pun yang terjadi, Dia yang berdiri di atasnya, tetapi tidak mengundurkan diri darinya. Allah bukanlah sosok terkenal yang tidak pernah hadir. Dia tidak alpa, khususnya ketika penderitaan melanda manusia. Dan bahkan tidak, kalau maksud penderitaan (penyucian atau pengujian) itu belum jelas sama sekali. Dengan demikian, Ayub tidak pernah mendengar keterangan mengapa semua penderitaan itu menimpanya. Allah sendiri mengakui bahwa alasannya sebenarnya tidak ada (lih Ayb 2:3). Jadi, Ayub tentu memiliki hak dalam protesnya. Ayub sungguh-sungguh tidak bisa mengerti mengapa penderitaan itu menimpanya. Allah juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Ayub untuk mengungkapkan tiadanya pengertian. Tetapi, kalau ada satu hal yang Allah nyatakan kepadanya, maka hal itu pada kenyataannya adalah Allah bisa dipercaya dalam kemahakuasaan-Nya. Allah adalah Allah yang ada menurut penyataan diri-Nya (bnd Ayb 3841), dan bukan Allah yang ada menurut perkataan orang. Allah itu lebih besar dari apa yang kita bayangkan, tetapi Dia selalu bisa dipercaya. Rencana-Nya kadang diumpamakan dengan sulaman: kita hanya melihat kekacaubalauan benang-benang pada belakangnya.

Orang-orang yang tidak percaya berkata: karena adanya begitu banyak penderitaan, Allah tidak mungkin ada. Tetapi, saya mengatakan yang sebaliknya: hanya karena Allah ada, saya bisa menanggung begitu banyak penderitaan (H. Küng).

8. Kejahatan dan salib

Bagaimana Allah menghadapi kejahatan? Apakah Dia peduli akan penderitaan manusia? Mengenai hal itu, Allah tidak membiarkan kita berada dalam ketidakpastian. Dia menyatakan kepedulian-Nya dengan menunjukkan salib di Golgota kepada kita. Tentu saja, hal itu menunjukkan bentuk kejahatan: Anak Allah (Yesus) dianiaya dan disalibkan secara tidak adil. Bahkan dalam penderitaan yang dialami, pertanyaan ”Mengapa?” dilontarkan oleh Yesus! Semua penderitaan kita bergabung menjadi satu dalam penderitaan unik Anak Allah. Apakah itu berarti bahwa Allah tidak peduli akan penderitaan itu? Pada akhirnya Dia membuatnya menjadi baik. Apa yang telah manusia lakukan ter hadap Dia, dibuatNya menjadi pendamaian bagi dunia (lih Kis 2:23). Ucapan ”Sudah selesai” di atas kayu salib (lih Yoh 19:30) menandakan kemenangan atas segala kejahatan. Kebangkitan Yesus merupakan bukti. Dan semua orang yang sekarang meminta pertang gungjawaban kepada Allah, akhir nya akan mendapat jawaban dari Allah, yaitu ketika Allah memper hadapkan penderitaan Anak-Nya kepada mereka. Anak-Nya yang memikul tandatanda penderitaan untuk selama-lamanya (lih Yoh 20:25, 27; Why 1:7), tidak sebagai korban, tetapi sebagai Penebus, Yang Hidup yang pernah mati (lih Why 1:18).

Dalam jumlah yang banyak mereka berdiri di depan takhta Allah, sambil memandang tinggi kepada-Nya. Tetapi, bukan untuk mengagumi-Nya. Mereka sebaliknya mengomel: ”Allah, Engkau duduk di takhta-Mu yang tinggi berabad-abad lamanya, tenteram dan baik di surga. Engkau baikbaik saja, suci, dan tidak terjamah di surga-Mu yang cemerlang. Di sana tidak ada airmata, tidak ada ketakutan, tidak ada kebencian. Sesungguhnya, apakah Engkau bisa membayangkan apa yang manusia alami di bumi? Selama kami di sana, kami hidup dalam dunia yang bejat, tempat di mana kami harus tetap bertahan. Mana mungkin Engkau mengizinkan semua

sengsara itu terjadi? Mengapa Engkau tidak turun tangan? Engkau sangat berkuasa, bukan? Engkau itu adalah kasih, bukan?”

”Mari, coba lihat,” teriak seseorang, sambil menunjuk pada bilur-bilur yang di leher nya. ”Mereka menghina saya, menyebut saya ’sampah ma syarakat’, mengusir, menyiksa, dan akhirnya menjerat saya. Mengapa? Oleh karena kulit saya hitam.” Orang lain yang memperlihatkan nomor yang ditato pada lengannya, katanya ”Inilah nomorku dalam kamp, tempat saya mati. Saya dibunuh, hanya karena saya Yahudi.” Pada semua keluhan yang dikemukakan, mereka merasa diri lebih kuat terhadap Allah. Mereka masing-masing memilih seseorang menjadi wakil bagi mereka: seorang gadis Palestina di depan takhta Allah, yang diperkosa lalu dibunuh; seorang perempuan yang disiksa lalu mati di Hirosima; seorang kulit hitam dari kapal-kapal budak VOC yang mati disiksa; seorang jipsi yang diusir; seseorang dari kamp kerja paksa di Siberia. Menurut mereka, seharusnya Allah sendiri dihakimi untuk hidup dan bekerja sebagai manusia di bumi. Biar Dia menjadi seorang Yahudi dan ragu-ragu tentang siapa ayahnya; biar Dia dilahirkan di luar nikah. Biar tanah yang Dia tinggal adalah wilayah yang dikuasai oleh musuh. Biar Dia membela hak orang-orang miskin dan tertindas, sehingga orang-orang kaya tidak mau menerima Dia. Biar Dia dipersalahkan atas dasar-dasar yang palsu. Biar Dia dikhianati oleh teman-teman terbaik-Nya. Biar Dia menjadi seorang ”nobody” (yang tidak berarti), yang seorang pun tidak peduli. Biar orang menganiaya dan memperlakukan Dia sebagai penjahat. Biar Dia mati dengan cara yang paling mengerikan. ”Ya”, mereka berteriak serentak. Kemudian semuanya tenang. Orang banyak itu menjadi diam. Tidak ada lagi yang bicara. Tiba-tiba Dia menampakkan diri, kuat seperti seekor singa, lemah seperti seekor domba, Allah dan manusia: Anak Allah yang telah menjadi manusia di bumi dalam situasi yang sama. Dia memperlihatkan tangan-tangan dan lambung-Nya. Apa yang tadi dikemukakan oleh orang banyak itu ... Dia telah mengalami semua penderitaan itu.

(Sesuai gambaran yang diberikan oleh John Stott)

Setiap hari mendalami firman Tuhan

1. Kejadian 45:1-8 (Kejahatan dibalikkan menjadi kebaikan).
2. Keluaran 5:22-6:7 (Yang Mahakuasa turun tangan).
3. Pengkhotbah 3:1-15 (Dia meliputi segala waktu).
4. Pengkhotbah 7:13-14 (Siapa yang meluruskan apa yang bengkok?).
5. Yesaya 44:6-8 (Yang pertama dan yang terkemudian).
6. Wahyu 5 (Raja yang lemah memperoleh kuasa).
7. 1 Korintus 15:23-28 (Segala kuasa diserahkan).

Pertanyaan diskusi

1. Mengapa Allah tidak turun tangan? Mengapa Allah tidak melakukan apa-apa? Jika Allah begitu baik, mengapa Dia membiarkan begitu banyak bencana terjadi? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh orang-orang yang tidak percaya. Bagaimana Anda menanggapi hal itu?
2. Apakah Anda mengenal sesuatu dari gambar Allah yang kini populer (9.2)? Apa pendapat Anda?
3. Apakah Anda sendiri kadang bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai soal pende ritaan? Bagaimana Anda menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit itu?
4. Bagaimana Anda menilai tanggapan istri Ayub dan jawaban Ayub kepadanya (lih Ayb 2:9)?
5. ”Janganlah mengeluh, tetapi bertahanlah dan berdoalah minta kekuatan. ”Demikian bunyi ungkapan lama yang sering diucapkan ketika orang berada dalam kesulitan. Apakah Anda setuju?
6. Ungkapan terkenal yang lain, seperti: ”Janganlah bertanya ’karena apa’, tetapi ’untuk apa’”. Sering ungkapan itu disertai dengan acuan pada Roma 8:28. Apakah itu tepat? Bacalah nas tersebut sekali lagi, dalam terang ayat-ayat sebelumnya.
7. Apakah pembedaan Luther di antara kerja tangan kanan Allah dan kerja tangan kiri-Nya membantu?
8. Bisakah Anda membayangkan orang yang menggambarkan Allah sebagai Allah yang dingin hati, yang sama sekali tidak peduli akan penderitaan di dunia? Bagaimana Anda akan menanggapi suarasuara yang begitu kritis? Apakah Anda akan membela Allah, sama seperti yang dilakukan oleh teman-teman Ayub?

Informasi Buku

  1. PDF
  2. Penulis:
    Dr. Egbert Brink
  3. ISBN:
    978-602-1006-17-7
  4. Copyright:
    © 2000. Dr. Egbert Brink
  5. Penerbit:
    Yayasan Komunikasi Bina Kasih